You are on page 1of 29

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Para mahasiswa kedokteran selama mengikuti proses pembelajaran akan
menemui banyak tekanan dan masalah. Tekanan dan masalah yang mereka hadapi
meliputi masalah akademik maupun masalah non akademik. Masalah akademik
seperti tekanan menghadapi ujian, nilai IPK rendah, terancam drop out dan
masalah akademik lainnya. Sedangkan masalah non akademik seperti masalah
keuangan, masalah keluarga, masalah akomodasi, masalah interpersonal maupun
intrapersonal. Banyak dari masalah- masalah tersebut menyebabkan stress dan
gangguan kesehatan mental ringan maupun berat, yang pada akhirnya
mempengaruhi motivasi berprestasinya. Penelitian Moffat dan kawan-kawan
menemukan bahwa pada masa awal perubahan kurikulum di beberapa fakultas
kedokteran merupakan sumber stress bagi mahasiswa. Sama seperti di Fakultas
kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) yang telah menerapkan
kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dengan strategi pembelajaran metode
problem based learning (PBL).
FK USU menyesuaikan tujuan pendidikannya dengan Kurikulum Lokal
Fakultas dan Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Indonesia (KIPDI) III tentang
KBK (Taufiq dkk, 2010). Dalam proses pelaksanaannya, KBK dilakukan dengan
menggunakan metode pembelajaran PBL (Problem Based Learning) dengan
kriteria SPICES (Student centred, Problem based, Integrated, Community
oriented, Early clinical exposure dan Self directed learning). Proses pendidikan
melalui metode ini bertujuan untuk menyiapkan mahasiswa sebagai lifelong
learner atau pembelajar sepanjang hayat sehingga di masa mendatang menjadi
dokter yang terlatih menghadapi permasalahan dan memecahkannya. Adapun
dalam metode PBL, kegiatan belajar mengajarnya meliputi tutorial, kuliah,
praktikum, keterampilan klinik (Skill’s laboratorium atau Skill’s lab), belajar
mandiri, dan diskusi panel (Taufiq dkk, 2010). Proses pendidikan dilakukan dalam
tiga tahap, yaitu tahap general education, tahap integrasi pada program sarjana
2

kedokteran dan tahap klinik atau profesi pada program pendidikan profesi (Taufiq
dkk, 2010).
Tahap general education pada periode awal pendidikan adalah tahap
transisi dimana mahasiswa beralih dari teacher centered learning (TCL) di
pendidikan menengah atas ke student centred Learning (SCL) di perguruan tinggi.
Tahap integrasi adalah tahap dimana mahasiswa belajar ilmu kedokteran secara
terintegrasi baik vertikal maupun horizontal dalam setiap blok. Tahap ini
menggunakan laboratorium biomedik, laboratorium keterampilan klinik, rumah
sakit dan lapangan untuk tempat praktiknya. Tahap terakhir yaitu tahap klinik atau
profesi adalah tahap dimana mahasiswa belajar dan berinteraksi dengan pasien
secara langsung di rumah sakit (Taufiq dkk, 2010).
SCL merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang lebih berpusat
pada aktivitas belajar mahasiswa. Mahasiswa diharapkan secara bertahap
merancang serta melaksanakan kegiatan pembelajaran mereka sendiri. Sehingga
mahasiswa dituntut untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran (Isjoni &
Firdaus, 2008). Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah seorang
mahasiswa FK USU semester akhir, peneliti memperoleh keterangan bahwa
perkuliahan sangat padat dengan materi yang sangat banyak, sehingga menuntut
mahasiswa untuk aktif dan belajar mandiri. Mahasiswa dalam pembelajaran SCL
dengan sistem KBK diajarkan untuk berpikir mandiri, bekerja dengan langkah
mereka sendiri, belajar dengan cara mereka sendiri, memilih tujuan-tujuan mereka
sendiri, dan mendesain program mereka sendiri. Berikut penuturan seorang
mahasiswa FK USU, H (Semester Akhir, 21)
“Kami kayak anak karbitan kak. Tutorial aja dua kali seminggu, skills lab
lagi. Bikin paper, presentasi, jurnallah. Banyak lah pokoknya kak. Tambah
bahan dari dosen yang banyak kali dan terkadang susah dimengerti. Karena
sering menggunakan istilah yang belum dipelajari. Suntuk lah kak...jadi
males lah...gak semangat juga masuk ke kelas kak...dosennya pun kayak
gitu...baca ja...mahasiswanya gak ngerti pun gak tahu dia...”(Komunikasi
personal, 21 Desember 2011)

Dengan sistem seperti ini mahasiswa harus lebih mampu untuk mengatur
proses pembelajaran mereka sendiri, namun disisi lain dengan sistem perkuliahan
yang padat dan alur-alur yang harus mereka kerjakan pada setiap blok, membuat
kompetensi yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan tujuan sistem KBK.
3

Mahasiswa merasa ilmu yang didapat dikotak-kotakkan dengan materi yang


sangat banyak, sehingga setelah satu blok selesai dan masuk blok berikutnya,
maka blok yang sebelumnya akan lupa. Berikut penuturan H.
“kami merasa dikotak-kotakkan kak. Misalnya saat blok Gastro, itu yang
dibahas semua tentang sistim pencernaan, namun tidak terlalu dibahas
bagaimana sistem lain mempengaruhi sistem pencernaan. Pas ujian blok
keluar kasus, kami pasti udah tau itu pasti kasus tentang Gastro. Yah,
pastinya kami dapat nilai yang bagus, kalaupun nggak, langsung ada
remedial, soalnya berulang. Paling bodoh bisa dapat C atau C+ kak.
Kalau blok gastro selesai dan masuk blok lain, fokusnya pada blok itu,
blok gastronya pasti lupa. Sedangkan prakteknya, saat pasien datang
mengeluhkan sakit dibagian perut, pasti bingung menganalisanya, karena
kami udah terkotak-kotak. Kalo udah gitu, bawaan jadi stress lah kak...”
(Komunikasi Personal, 21 Desember 2011)

Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa sistem KBK dengan cara blok
yang diperkirakan akan memperbaiki kualitas pendidikan kedokteran malah
menghasilkan sebaliknya. Mahasiswa masih saja fokus pada nilai dan teori yang
tidak integratif pada kehidupan nyata. Hal ini menyebabkan tekanan pada
mahasiswa sehingga mempengaruhi motivasi berprestasinya. Menurut Dahlan
(1990) salah satu upaya untuk membantu mahasiswa mengatasi permasalahan di
atas adalah dengan cara memberikan layanan bimbingan dan konseling.
Menurut Supriyadi (1997) salah satu hal yang mendasari perlunya
diselenggarakan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi adalah semakin
meningkatnya jumlah mahasiswa latar belakang mahasiswa semakin beragam,
baik latar belakang sosial ekonomi, motivasi, harapan kepada perguruan tinggi
maupun akademiknya. Hal menyebabkan besarnya jumlah mahasiswa yang putus
kuliah, jika tidak ada penanganan sungguh-sungguh dari perguruan tinggi.
Pengertian bimbingan secara terminologi, menurut Crow & Crow ( dalam
Prayitno & Amti, 2004) bimbingan diartikan sebagai bantuan yang diberikan oleh
seseorang, laki-laki atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai
dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia dalam membantunya
mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya
sendiri, membuat keputusan sendiri dan memikul bebannya sendiri.
Menurut W.S Winkel (2004), secara etimologi konseling berasal dari bahasa
Inggris, yaitu counseling yang dikaitkan dengan kata counsel, yang diartikan
4

sebagai nasihat (to obtain counsel); anjuran (to give counsel); pembicaraan (to
take counsel). Konseling secara terminologi menurut Mortense (dalam Surya,
2003) adalah suatu proses antarpribadi, di mana satu orang dibantu oleh satu
orang lainnya untuk meningkatkan pemahaman dan kecakapan, menemukan
masalahnya.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
eksperimen mengenai pengaruh layanan bimbingan konseling pada motivasi
berprestasi mahasiswa fakultas kedokteran USU.

B. Perumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam
penelitian ini adalah bagaimana pengaruh layanan bimbingan konseling pada
motivasi berprestasi mahasiswa Fakultas Kedokteran USU.

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk pengaruh layanan bimbingan konseling pada
motivasi berprestasi mahasiswa Fakultas Kedokteran USU.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis, antara
lain:
1. Dapat memberikan masukan dan sumber informasi bagi disiplin ilmu
psikologi terutama pada bidang Psikologi Pendidikan, mengenai layanan
bimbingan dan konseling.
2. Dapat menjadi masukan bagi para peneliti lain yang tertarik untuk meneliti
lebih jauh mengenai layanan bimbingan konseling dan pengaruhnya pada
motivasi berprestasi.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis, antara
lain:
5

1. Menggambarkan bagi pembaca mengenai permasalahan yang dialami oleh


mahasiswa Fakultas Kedokteran yang mengalami proses kegiatan belajar
dan mengajar dengan sistem KBK yang menggunakan blok.
2. Menjadi sumbangan informasi bagi mahasiswa untuk mengatasi
permasalahan yang dialami selama perkuliahan
3. Memberikan informasi kepada pemerhati pendidikan.
4. Memberikan informasi kepada pihak akademik FK USU untuk dapat
memperbaiki sistem pendidikan serta memperhatikan kebutuhan akademik
dan non akademik mahasiswa.
5. Dapat menjadi bahan masukan bagi pihak-pihak yang terlibat langsung
dalam penelitian ini.

E. Sistematika Penulisan
Penelitian ini disajikan dalam beberapa bab dengan sistematika penelitian
sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab I berisi tentang uraian singkat mengenai latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan sistematika penelitian.
BAB II : LANDASAN TEORI
Bab II berisi uraian teori yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah.
Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Bimbingan
dan Konseling, teori motivasi berprestasi, serta hubungan antara layanan
bimbingan koseling dan motivasi berprestasi.
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dijelaskan metode penelitian yang digunakan oleh
peneliti, yaitu menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode
eksperimen, identifikasi variabel, defenisi operasional, karakteristik
populasi dan sampel, rangcangan penelitian, teknik kontrol, instrumen dan
alat ukur, dan prosedur penelitian.
LAMPIRAN : MODUL INTERVENSI
Lampiran ini berisi tentang intervensi layanan bimbingan konseling.

BAB II
LANDASAN TEORI
6

A. Bimbingan Konseling
1. Pengertian Bimbingan Konseling
Kata bimbingan dan konseling merupakan kata yang tidak dapat
dipisahkan karena saling berkaitan, karena menurut Hallen (2002), istilah
bimbingan selalu dirangkai dengan istilah konseling. Hal ini disebabkan
bimbingan dan konseling itu merupakan suatu kegiatan yang integral. Konseling
merupakan salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan di antara beberapa
teknik lainnya. Sedangkan bimbingan itu lebih luas, dan konseling merupakan alat
yang paling penting dari usaha pelayanan bimbingan. Pendapat yang sama juga
dijelaskan oleh Sukmadinata (2005) yang menjelaskan bahwa, konseling
merupakan salah satu teknik layanan dalam bimbingan, tetapi karena peranannya
yang sangat penting, konseling disejajarkan dengan bimbingan. Konseling
merupakan teknik bimbingan yang bersifat terapeutik karena yang menjadi
sasarannya bukan perubahan tingkah laku, tetapi hal yang lebih mendasar dari itu,
yaitu perubahan sikap.
Antara bimbingan dan konseling mempunyai hubungan yang erat di mana
di antara keduanya saling melengkapi dalam membantu klien atau orang lain
memecahkan suatu permasalahan dan mengubah pola hidup seseorang. Mengubah
pola hidup yang salah menjadi benar, pola hidup yang negatif menjadi positif,
sehingga klien dapat mengarahkan hidup sesuai dengan tujuannya (Badriah,
2008).
Sekalipun menunjukkan adanya kesamaan dan juga perbedaan di antara
kedua pengertian bimbingan dan konseling, namun dalam praktiknya keduanya
saling sangkut-menyangkut dan saling isi-mengisi satu dengan yang lain.
Bimbingan menyangkut konseling, dan sebaliknya konseling juga menyangkut
bimbingan. Karena itu kemudian kedua istilah itu digunakan sekaligus.
Bimbingan adalah menunjukkan, memberi jalan, atau menuntun, orang lain ke
arah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini, dan masa mendatang.
Istilah bimbingan merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris guidance yang
berasal dari kata kerja “to guide” yang berarti “menunjukan” (Arifin, 1982)
Sedangkan dalam buku W.S Winkel, kata Guidance berasal dari bahasa
Inggris yang dikaitkan dengan kata asal guide, yang diartikan sebagai berikut:
7

menunjukkan jalan (showing the way); memimpin (leading); menuntun


(conducting); memberikan petunjuk (giving instruction); mengatur (regulating);
mengarahkan (governing); memberikan nasihat (giving advice) (Winkel &
Hastuti, 2004).
Pengertian bimbingan secara terminologi, menurut Crow & Crow ( dalam
Prayitno & Amti, 2004) bimbingan diartikan sebagai bantuan yang diberikan oleh
seseorang, laki-laki atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai
dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia dalam membantunya
mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya
sendiri, membuat keputusan sendiri dan memikul bebannya sendiri.
Menurus W.S Winkel (2004), secara etimologi konseling berasal dari
bahasa Inggris, yaitu counseling yang dikaitkan dengan kata counsel, yang
diartikan sebagai nasihat (to obtain counsel); anjuran (to give counsel);
pembicaraan (to take counsel). Konseling secara terminologi menurut Mortense
(dalam Surya, 2003) adalah suatu proses antarpribadi, di mana satu orang dibantu
oleh satu orang lainnya untuk meningkatkan pemahaman dan kecakapan,
menemukan masalahnya.
Berdasarkan definisi di atas, bimbingan dalam penelitian ini adalah proses
pemberian bantuan berupa menunjukkan jalan, memimpin, menuntun,
memberikan petunjuk, mengatur, mengarahkan, memberikan nasihat yang terus
menerus dari seorang pembimbing yang telah dipersiapkan kepada individu yang
membutuhkan dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki
secara optimal dengan menggunakan berbagai macam media dan teknik
bimbingan dalam suasana asuhan yang normatif agar tercapai kemandirian
sehingga individu bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungan.
Sedangkan konseling dalam penelitian ini adalah proses bantuan yang diberikan
oleh konselor kepada klien agar klien tersebut dapat meningkatkan pemahaman
dan kecakapan, menemukan masalahnya, memahami dan mengarahkan hidupnya
sesuai dengan tujuannya.
2. Tujuan Bimbingan Konseling
Menurut Tohirin (2007), tujuan bimbingan dan konseling yaitu:
a. Memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap diri siswa
8

b. Mengarahkan diri siswa sesuai dengan potensi yang dimilikinya


c. Mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapi siswa
d. Dapat menyesuaikan diri secara lebih efektif baik terhadap dirinya sendiri
maupun lingkungannya sehingga memperoleh kebahagiaan dalam
hidupnya.
Adapun tujuan bimbingan dan konseling menurut Hallen (2002), adalah:
a. Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi, dimaksudkan agar siswa
mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri.
b. Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan agar siswa
mengenal lingkungannya secara obyektif, baik sosial maupun ekonomi.
c. Bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan dimaksudkan agar
siswa mampu mempertimbangkan dan mengambil keputusan tentang
masa depan dirinya, baik pendidikan, karier maupun bidang budaya,
keluarga dan masyarakat.
Menurut Prayitno dan Amti (2004), tujuan bimbingan dan konseling
adalah:
a. Tujuan umum, yaitu: membantu siswa agar dapat mencapai perkembangan
secara optimal sesuai dengan bakat, kemampuan, minat dan nilai-nilai,
serta terpecahnya masalah-masalah yang dihadapai siswa.
Yang termasuk tujuan umum bimbingan dan konseling adalah
 Membantu siswa agar dapat mandiri dengan ciri-ciri mampu
memahami dan menerima dirinya sendiri dan lingkungannya,
 Membuat keputusan dan rencana yang realistik,
 Mengarahkan diri sendiri dengan keputusan dan rencananya itu serta
pada akhirnya mewujudkan diri sendiri.
b. Tujuan khusus, yang langsung terkait pada arah perkembangan siswa dan
masalah-masalah yang dihadapi. Tujuan khusus itu merupakan penjabaran
tujuan-tujuan umum yang dikaitkan pada permasalahan siswa, baik yang
menyangkut perkembangan maupun kehidupannya
3. Fungsi Bimbingan Konseling
Fungsi bimbingan dan konseling menurut Yusuf dan Nurihsan (2006) adalah:
9

a. Pemahaman, yaitu membantu peserta didik agar memiliki pemahaman


terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan,
dan norma agama).
b. Preventif (pencegahan), yaitu upaya konselor untuk senantiasa
mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya
untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik.
c. Pengembangan, yaitu konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif.
d. Perbaikan (penyembuhan), yaitu fungsi bimbingan yang bersifat kuratif.
Fungsi ini berkaitan erat dengan pemberian bantuan kepada siswa yang
telah mengalami masalah.
e. Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu memilih
kegiatan ekstrakurikuler, jurusan yang sesuai dengan minat, bakat siswa.
f. Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam membantu individu agar
dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program
pendidikan, peraturan sekolah, atau norma agama.
4. Prinsip Bimbingan Konseling
Menurut Kartono (1985), prinsip dari bimbingan dan konseling yaitu,
bahwa setiap orang adalah berharga, satu prinsip yang penting, peserta didik juga
mempunyai potensi dan hak untuk memperoleh sukses dalam kehidupannya.
Seharusnya ia ditolong, agar potensinya itu menjadi realita.
5. Teknik Bimbingan Konseling
Menurut Djumhur & Surya (1975), pada umumnya teknik-teknik yang
dipergunakan dalam bimbingan mengambil dua pendekatan, yaitu pendekatan
secara kelompok (group guidance) dan pendekatan secara individual (individual
counseling).

a. Bimbingan kelompok.
Teknik yang digunakan dalam membantu murid atau sekelompok murid
memecahkan masalah-masalah dengan melalui kegiatan kelompok.
Beberapa bentuk khusus teknik bimbingan kelompok yaitu: home room
programe, karyawisata, diskusi kelompok, kegiatan kelompok, organisasi
murid, sosiodrama.
b. Penyuluhan individual (Individual Counseling)
10

Dalam teknik ini pemberian bantuan dilakukan dengan hubungan yang


bersifat face to face relationship (hubungan empat mata), yang
dilaksanakan dengan wawancara antara counselor dengan konsele.
Masalah-masalah yang dipecahkan melalui teknik counseling ini ialah
masalah-masalah yang sifatnya pribadi.
Beberapa sistem pendekatan bimbingan dan konseling menurut Makmun
(2004), yaitu:
a. Pendekatan Direktif.
Pendekatan ini dikenal juga sebagai bimbingan yang bersifat Counselor-
Centered. Sifat tersebut menunjukkan pihak pembimbing memegang
peranan utama dalam proses interaksi layanan bimbingan. Pembimbinglah
yang berusaha mencari dan menemukan permasalahan yang dialami
kliennya.
b. Pendekatan Non-Direktif.
Pendekatan ini dikenal juga sebagai layanan bimbingan yang bersifat
Client-Centered. Sifat tersebut menunjukkan bahwa pihak terbimbing
diberikan peranan utama dalam bidang interaksi layanan bimbingan.
Ciri-ciri hubungan non-direktif:
1) Hubungan non-direktif ini menempatkan klien pada kedudukan sentral,
klienlah yang aktif untuk mengungkapkan dan mencari pemecahan
masalah.
2) Konselor berperan hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang
memungkinkan klien bisa berkembang sendiri.

6. Jenis Layanan Bimbingan Konseling


Menurut Djumhur & Surya (1975), pelayanan-pelayanan yang diberikan
oleh bimbingan konseling dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Pelayanan Pengumpulan Data tentang Murid
Sesuai dengan pengertian bahwa bimbingan adalah bantuan bagi individu
yang menghadapi masalah, maka sudah tentu berhasil tidaknya suatu
usaha bantuan dalam rangka bimbingan akan banyak bergantung dari
keterangan-keterangan atau informasi-informasi tentang individu tersebut.
11

Oleh karena itu mengumpulan data seperti ini merupakan langkah pertama
dalam kegiatan bimbingan secara keseluruhan.
b. Pelayanan Pemberian Penerangan
Yang dimaksud dengan pelayanan ini adalah memberikan penerangan-
penerangan yang sejelas-jelasnya dan selengkap-lengkapnya mengenai
berbagai hal yang diperlukan oleh setiap murid, baik tentang pendidikan,
pekerjaan, sosial, maupun pribadi.
c. Pelayanan Penempatan
Hakekat dari pelayanan penempatan ini adalah membantu individu
memperoleh penyesuaian diri dengan jalan menempatkan dirinya pada
posisi yang sesuai. Yang menjadi tujuan pelayanan penempatan ini adalah
agar setiap individu dapat posisi yang sesuai keadaan dirinya, seperti
minat, kecakapan, bakat, cita-cita, tingkat perkembangan dan sebagainya.
d. Pelayanan Pengajaran
Yang dimaksud dengan pelayanan pengajaran adalah kegiatan pemberian
bantuan kepada murid-murid dalam mengatasi kesulitan-kesulitan dalam
pengajaran. Yang menjadi tujuannya adalah agar setiap murid memperoleh
penyesuaian diri yang baik serta mengembangkan kemampuannya secara
optimal dalam kegiatan pengajaran.
e. Pelayanan penyuluhan
Penyuluhan merupakan inti kegiatan program bimbingan. Kegiatan
penyuluhan ini di samping berfungsi sebagai terapi (penyembuh), dapat
pula berfungsi sebagai cara pengumpulan data. Penyuluhan merupakan
kegiatan professional, artinya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki
pendidikan dan keahlian serta pengalaman khusus dalam bidang
penyuluhan.
f. Pelayanan Penelitian dan Penilaian (evaluasi)
Tujuan pelayanan ini adalah untuk mengadakan penelitian dan penilaian
mengenai masalah yang berhubungan dengan kegiatan program bimbingan
dan penyuluhan. Program bimbingan yang baik senantiasa mendasarkan
diri kepada hasil-hasil penelitian dan penilaian.
g. Pelayanan Hubungan Masyarakat.
Di samping memberikan pelayanan kepada murid-murid dan personil
sekolah lainnya, kegiatan bimbingan memberikan pelayanan pula kepada
pihak-pihak luar sekolah, yaitu masyarakat. Tujuan pelayanan ini adalah
untuk bekerja sama dengan berbagai pihak di masyarakat dalam
12

memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah murid-


murid, seperti kenakalan anak, pembolosan, kelesuan belajar, drop-out dan
sebagainya.
7. Asas Bimbingan Konseling
Asas-asas bimbingan konseling (PMPTK, 2008) ialah :
a. Asas kerahasiaan yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut
dirahasiakannya sejumlah data dan keterangan peserta didik (klien) yang
menjadi sasaran layanan yaitu data atau keterangannya yang tidak boleh
dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing
berkewajiban penuh memiliki dan menjaga semua data dan keterangan itu
sehingga kerahasiaannya benar-benar tejamin.
b. Asas kesukarelaan yaitu asas bimbingan dan konseling yang
mengkehendaki adanya kesukarelaaan dan kerelaan peserta didik (klien)
mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukan baginya. Dalam
hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan
kesukarelaan seperti itu.
c. Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap
terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam keterangan tentang dirinya
sendiri maupun berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi
pengembangan dirinya. Dalam hal ini pembimbing berkewajiban
mengembangkan keterbukaan peserta didik (klien). Keterbukaan ini amat
terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan
pada diri peserta didik yang menjadi sasaran/layanan kegiatan. Agar
peserta didik dapat terbuka, pembimbing terlabih dahulu harus bersikap
terbuka dan tidak berpura-pura.
d. Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran berpatrisipasi secara aktif
di dalam penyelenggaraan layanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini
pembimbing perlu mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
e. Asas kemandirian, yaitu bimbingan dan konseling yang menunjuk pada
tujuan umum bimbingan dan konseling, yaitu : peserta didik (klien)
sebagai sasaran layanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi
13

individu-individu yagn mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima


diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan,
mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri sebagaimana telah diutarakan
terdahulu. Pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan
bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya
kemandirian peserta didik.
f. Asas kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar obyek sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan
peserta didik (klien) dalam kondisinya sekarang. Layanan yang berkenaan
dengan ”masa depan atau kondisi masa lampaupun” dilihat dampak dan
atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang dapat diperbuat
sekarang.
g. Asas kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar isi layanan terhadap sasaran layanan (klien) yang sama kehendaknya
selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta
berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari
waktu ke waktu.
h. Asas keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang
dilakukan oleh pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang,
harmonis dan terpadukan. Untuk ini kerjasama antara pembimbing dan
pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan
dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya.
i. Asas kenormatifan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar segenap layanan dan bimbingan dan konseling
didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan
norma-norma yang ada, yaitu norma-norma agama, hukum dan peraturan,
adat istiadat, ilmu pengetahuan dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah
layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat
dipertanggungjawabkan apabila isi dan dan pelaksanaannya tidak
berdasarkan norma-norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan
14

kemampuan peserta didik (klien) memahami, menghayati dan


mengamalkan norma-norma tersebut.
j. Asas keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas
dasar kaidah-kaidah professional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling hendklah tenaga yang benar-benar
ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan pembimbing
harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik
bimbingan dan konseling.
k. Asas alih tangan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan
bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan
peserta didik (klien) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak
yang lebih ahli. Pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang
tua, guru-guru lain, atau ahli lain.
l. Asas tut wuri handayani, yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan
dapat menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman),
mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan serta
kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju.
Demikian juga segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang
diselenggarakan hendaknya disertai dan sekaligus dapat membangun
suasana pengayoman, keteladanan dan dorongan seperti itu. Selain asas-
asas tersebut saling terkait satu sama lain, segenap asas itu perlu
diselenggarakan secara terpadu dan tepat waktu, yang satu tidak perlu
dikedepankan atau dikemudiankan dari yang lain. Begitu pentingnya asas-
asas tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa asas-asas itu merupakan
jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan pelayanan bimbingan dan
konseling. Apabila asas-asas itu tidak dijalankan dengan baik
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling akan tersendat-
sendat atau bahkan berhenti sama sekali.

B. Motivasi Berprestasi
15

1. Pengertian Motivasi Berprestasi


McClelland (dalam Sukadji dkk, 2001) mendefinisikan motivasi
berprestasi sebagai motivasi yang mendorong seseorang untuk mencapai
keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan (standard of
excellence).
Atkinson (dalam Petri, 2001) menyatakan bahwa motivasi berprestasi
individu didasarkan atas dua hal, yaitu tendensi untuk meraih sukses dan tendensi
untuk menghindari kegagalan. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi
berarti ia memiliki motivasi untuk meraih sukses yang lebih kuat daripada
motivasi untuk menghindari kegagalan, begitu pula sebaliknya.
Berdasarkan definisi di atas, motivasi berprestasi dalam penelitian ini
adalah tendensi individu untuk mencapai kesuksesan dan menghindari kegagalan
dalam perkuliahan di FK USU. Individu dikatakan memiliki motivasi berprestasi
tinggi jika memiliki total skor pada skala motivasi berprestasi yang tinggi pula.
2. Ciri Individu yang Memiliki Motivasi Berprestasi Tinggi
Sukadji dkk (2001) mengatakan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki
motivasi berprestasi yang tinggi adalah
a. Selalu berusaha, tidak mudah menyerah dalam mencapai sukses maupun
dalam berkompetisi, dengan menentukan sendiri standard bagi prestasinya.
b. Secara umum tidak menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas-tugas rutin,
tetapi mereka biasanya menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas-tugas
khusus yang memiliki arti bagi mereka.
c. Dalam melakukan sesuatu tidak didorong atau dipengaruhi oleh reward
(hadiah atau uang)
d. Cenderung mengambil risiko yang wajar (bertaraf sedang) dan
diperhitungkan. Mereka tidak akan melakukan hal-hal yang dianggapnya
terlalu mudah ataupun terlalu sulit
e. Mencoba memperoleh umpan balik dari perbuatannya
f. Mencermati lingkungan dan mencari kesempatan/peluang
g. Bergaul lebih untuk memperoleh pengalaman
h. Menyenangi situasi menantang, dimana mereka dapat memanfaatkan
kemampuannya.
16

i. Cenderung mencari cara-cara yang unik dalam menyelesaikan suatu masalah


j. Kreatif
k. Dalam bekerja atau belajar seakan-akan dikejar waktu.
Selain itu, Johnson dan Schwitzgebel & Kalb (dalam Djaali, 2008)
menyatakan juga karakteristik individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi,
yaitu :
a. Menyukai situasi atau tugas yang menuntut tanggung jawab pribadi atas hasil-
hasilnya dan bukan atas dasar untung-untungan, nasib, atau kebetulan.
b. Memilih tujuan yang realistis tetapi menantang dari tujuan yang terlalu mudah
dicapai atau terlalu besar risikonya.
c. Mencari situasi atau pekerjaan di mana ia memperoleh umpan balik dengan
segera dan nyata untuk menentukan baik atau tidaknya hasil pekerjaaannya.
d. Senang bekerja sendiri dan bersaing untuk mengungguli orang lain.
e. Mampu menangguhkan pemuasan keinginannya demi masa depan yang lebih
baik.
f. Tidak tergugah untuk sekadar mendapatkan uang, status, atau keuntungan
lainnya, ia akan mencarinya apabila hal-hal tersebut merupakan lambang
prestasi, suatu ukuran keberhasilan.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi
McClelland (dalam Sukadji dkk, 2001) mengatakan bahwa ada beberapa
faktor yang ikut mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang antara lain:
a. Pengalaman pada tahun-tahun pertama kehidupan. Adanya perbedaan
pengalaman masa lalu pada setiap orang menyebabkan terjadinya variasi
terhadap tinggi rendahnya kecenderungan untuk berprestasi pada diri
seseorang
b. Latar belakang budaya tempat seseorang dibesarkan. Bila dibesarkan
dalam budaya yang menekankan pada pentingnya keuletan, kerja keras,
sikap inisiatif dan kompetitif, serta suasana yang selalu mendorong
individu untuk memecahkan masalah secara mandiri tanpa dihantui
perasaan takut gagal, maka dalam diri seseorang akan berkembang hasrat
berprestasi yang tinggi.
17

c. Peniruan tingkah laku (modelling). Melalui modelling, anak mengambil


atau meniru banyak karakteristik dari model, termasuk dalam kebutuhan
untuk berprestasi jika model tersebut memiliki motivasi tersebut dalam
derajat tertentu.
d. Lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung. Iklim belajar yang
menyenangkan, tidak mengancam, memberi semangat dan sikap
optimisme bagi siswa dalam belajar, cenderung akan mendorong
seseorang untuk tertarik belajar, memiliki toleransi terhadap suasana
kompetisi dan tidak khawatir akan kegagalan
e. Harapan orang tua terhadap anaknya. Orangtua yang mengharapkan
anaknya bekerja keras dan berjuang untuk mencapai sukses akan
mendorong anak tersebut untuk bertingkahlaku yang mengarah kepada
pencapaian prestasi.
C. Mahasiswa
Mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah
peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Menurut
Susantoro (dalam Puspita 2009) mahasiswa merupakan kalangan muda yang
berumur antara 19 sampai 28 tahun yang memang dalam usia tersebut mengalami
suatu peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Sosok mahasiswa juga kental
dengan nuansa kedinamisan dan sikap kenyataan objektif, sistematik dan rasional.
Menurut Papalia (2003), mahasiswa termasuk dalam tahap pencapaian
(achieving stage), yaitu tahap dimana indivdu menggunakan pengetahuan yang
dimiliki untuk mencapai kemandirian dan kompetensi, misalnya dalam hal karir
dan keluarga. Masa di kampus merupakan tempat dimana mahasiswa dapat
mengembangkan rasa ingin tahu mereka secara intelektual, dan meningkatkan
kemampuan dalam hal bekerja serta meningkatkan kesempatan untuk memperoleh
pekerjaan. Memilih untuk kuliah merupakan suatu gambaran untuk memperoleh
karir di masa depan dan hal ini akan cenderung mempengarhui pola berpikir
individu.
Perry (dalam Papalia, 2003) menyatakan bahwa terjadi perubahan pola
berpikir pada masa transisi dari sekolah menengah menuju universitas, dimana
pola berpikir yang awalnya kaku berubah menjadi lebih fleksibel dan dapat
18

memilih sesuatu dengan bebas. Namun, penuh dengan komintmen. Mahasiswa


juga telah dapat mengenali individu yang berbeda dan memiliki nilai-nilai
tersendiri, sehingga mahasiswa mencapai komitmen yang relatif dimana dia
membuat pertimbangan sendiri dan memilih nilai serta kepercaan yang benar
menurutnya.
Menurut Piaget (dalam Papalia, 2003) mahasiswa termaksuk dalam tahap
berpikir post-formal, yaitu pola berpikir yang matang didasari pada pengalaman
dan intuisi subjektif, tapi tetap berlandaskan pada logika untuk mengatasi
keraguan, ketidakpastian dan lainnya. Secara umum, mahasiswa adalah seseorang
yang terdaftar dan aktif dalam perkuliahan di perguruan tinggi baik negeri
maupun swasta.

D. Pengaruh Layanan Bimbingan Konseling terhadap Motivasi Berprestasi


Mahasiswa
Penelitian Moffat dan kawan-kawan menemukan bahwa pada masa awal
perubahan kurikulum di beberapa fakultas kedokteran merupakan sumber stres
bagi mahasiswa. Sama seperti di Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara
(FK USU) yang telah menerapkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dengan
strategi pembelajaran metode problem based learning (PBL).
FK USU menyesuaikan tujuan pendidikannya dengan Kurikulum Lokal
Fakultas dan Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Indonesia (KIPDI) III tentang
KBK (Taufiq dkk, 2010). Dalam proses pelaksanaannya, KBK dilakukan dengan
menggunakan metode pembelajaran PBL (Problem Based Learning) dengan
kriteria SPICES (Student centred, Problem based, Integrated, Community
oriented, Early clinical exposure dan Self directed learning).
Adapun dalam metode PBL, kegiatan belajar mengajarnya meliputi tutorial,
kuliah, praktikum, keterampilan klinik (Skill’s laboratorium atau Skill’s lab),
belajar mandiri, dan diskusi panel (Taufiq dkk, 2010). Mahasiswa dalam
pembelajaran SCL dengan sistem KBK diajarkan untuk berpikir mandiri, bekerja
dengan langkah mereka sendiri, belajar dengan cara mereka sendiri, memilih
tujuan-tujuan mereka sendiri, dan mendesain program mereka sendiri.
19

Hal ini menyebabkan tekanan pada mahasiswa sehingga mempengaruhi


motivasi berprestasinya. Menurut Dahlan (1990) salah satu upaya untuk
membantu mahasiswa mengatasi permasalahan di atas adalah dengan cara
memberikan layanan bimbingan dan konseling.
Menurut Supriyadi (1997) salah satu hal yang mendasari perlunya
diselenggarakan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi adalah semakin
meningkatnya jumlah mahasiswa latar belakang mahasiswa semakin beragam,
baik latar belakang sosial ekonomi, motivasi, harapan kepada perguruan tinggi
maupun akademiknya. Hal menyebabkan besarnya jumlah mahasiswa yang putus
kuliah, jika tidak ada penanganan sungguh-sungguh dari perguruan tinggi.

E. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh layanan bimbingan dan
konseling terhadap motivasi berprestasi mahasiswa FK USU.
20

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Metode Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode eksperimen.
Field & Hole (2003) menyatakan, metode eksperimen adalah suatu metode
dimana peneliti memanipulasi variabel independen dalam rangka menentukan
hubungan sebab akibat antara variabel independen dan variabel dependen.
Penelitian eksperimen ini akan menggunakan jenis pre-eksperimental design,yaitu
tidak adanya kontrol terhadap rancangan eksperimen.

B. Identifikasi Variabel Penelitian


Variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini adalah:
Variabel Bebas : Layanan Bimbingan dan Konseling
Variabel Tergantung : Motivasi Berprestasi

C. Defenisi Operasional Variabel Penelitian


Defenisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan penelitian dalam
mengukur atau memanipulasi suatu variabel. Defenisi operasional memberikan
batasan arti dari suatu variabel dengan merincikan hal yang harus dikerjakan oleh
peneliti untukmengukur variabel tersebut (Kerlinger, 2002).
1. Layanan Bimbingan dan Konseling
21

Bimbingan dalam penelitian ini adalah proses pemberian bantuan berupa


menunjukkan jalan, memimpin, mengatur, mengarahkan, memberikan
nasihat, meningkatkan pemahaman dan kecakapan, serta menemukan
masalah dari dosen Pembimbing Akademik (PA) yang telah dipersiapkan
kepada mahasiswa atau subjek penelitian. Layanan Bimbingan Konseling
ini hanya diberikan secara berkelompok oleh dosen PA sesuai dengan
jadwal yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti.
2. Motivasi berprestasi
Motivasi berprestasi dalam penelitian ini adalah tendensi individu untuk
mencapai kesuksesan dan menghindari kegagalan dalam perkuliahan di FK
USU. Individu dikatakan memiliki motivasi berprestasi tinggi jika memiliki
total skor pada skala motivasi berprestasi yang tinggi pula.
D. Populasi Penelitian
1. Karakteristik Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang
ingin diteliti atau kelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara dengan karakteristik:
a. Angkatan 2010 (semester 4) yang tidak dalam masa penundaan kegiatan
akademik dengan pertimbangan bahwa mahasiswa angkatan tersebut telah
menerima proses perkuliahan selama 3 semester.
b. Memiliki skor motivasi berprestasi rendah agar subjek homogen dan efek
perlakuan terlihat.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan pendekatan
non-probability sampling, dengan metode purposive sampling. Pemilihan
sampling ini dilakukan karena peneliti ingin mengambil sampel yang memiliki
karakteristik tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Berdasarkan data yang
diperoleh, jumlah mahasiswa angkatan 2010 kurang lebih 414 orang, yang terbagi
dalam 4 kelas, yaitu kelas A1, A2, B1, B2. Dari 414 mahasiswa tersebut peneliti
memilih 35 orang mahasiswa yang memenuhi karakteristik yang akan menjadi
sampel dalam penelitian ini adalah:
a. Tidak mengikuti organisasi-organisasi kemahasiswaan di FK USU.
22

b. Yang berasal dari latar belakang budaya atau suku selain suku Batak Toba
dan chinese karena hasil penelitian menyatakan bahawa suku Batak Toba
dan etnis Chinese atau Tionghoa memiliki motivasi berpretasi yang tinggi
(Irmawati, 2007; Wilmoth dalam Martaniah, 1998).

E. Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan adalah one group pretest postest design atau
disebut juga within subject design. Pemilihan design ini didasari pada kondisi
penelitian yang menggunakan individu, yang dalam hal ini dosen Pembimbing
Akademik sebagai pemberi perlakuan. Jika rancangan dibuat dua kelompok, yaitu
kelompok eksperimen dan kontrol, efek yang terjadi pada variabel tergantung
memiliki kemungkinan dipengaruhi oleh variabel lain seperti karakteristik subjek
dan dosen PA dalam dua kelompok yang berbeda, meskipun telah diusahakan
untuk setara, namun akan sulit untuk mendapatkan dosen PA dan subjek yang
benar-benar memiliki karakteristik yang sama. Visualisasi rancangan penelitian
seperti gambar dibawah ini:
O1 X O2
Keterangan:
O1 : Pengukuran motivasi berprestasi sebelum diberi perlakuan.
O2 : Pengukuran motivasi berprestasi setelah diberi perlakuan.
X : Perlakuan yang diberikan oleh Dosen Pembimbing Akademis
berupa layanan bimbingan dan konseling.

F. Teknik Kontrol
Seniati, dkk (2005) menyatakan kontrol dalam eksperiment berarti peneliti
memunculkan atau tidak memunculkan apa-apa yang diinginkan dalam
melaksanakan penelitian. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengontrol
variabel-variabel tersebut. Prinsip-prinsip dalam melakukan teknik kontrol
sebagai berikut:
1. Memaksimalkan Varians Primer
Varians primer dalam rancangan eksperimen ini adalah peningkatan motivasi
berprestasi subjek semata-mata diakibatkan oleh layanan bimbingan dan
konseling yang diberikan oleh dosen PA. Mengontrol berbagai vaiabel yang
mungkin akan mempengaruhi hasil, seperti kondisi yang membuat dosen PA
23

lupa atau melakukan tindakan diluar kriteria atau ketentuan layanan


bimbingan dan konseling yang telah ditentukan (buku saku PA) dan
menyediakan seorang observer untuk mengobservasi perilaku dosen PA saat
memberikan bimbingan dan konseling.
2. Mengontrol Varians Sekunder
Varians ini adalah hasil dari variabel yang tidak diharapkan, yang dapat
mempengaruhi hasil motivasi berprestasi subjek. Varians dikontrol dengan
pemilihan subjek berdasarkan karakteristik yang tepat dan kondisi
eksperimen yang sebisa mungkin dilakukan dengan setting alamiah, sehingga
subjek tidak merasa terbebani dan diobservasi (menghindari faking
good/bad).
3. Meminimalkan Varians Kesalahan
Varians kesalahan merupakan hasil sejumlah faktor yang dapat menurunkan
validitas dan reliabilitas pengukuran motivasi berprestasi subjek. Varians ini
diminimalisir dengan memilih alat ukur yang telah terstandar, valid, reliabel,
dan mengontrol kondisi eksperimen.

G. Instrumen dan Alat Ukur Penelitian


1. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Buku saku layanan bimbingan dan konseling sebagai landasan dan aturan
dosen PA berperilaku terhadap yang berisi fungsi, prinsip dan azas-azas
bimbingan dan konseling di perguruan tinggi.
b. Informed Consent. Lembar ini berisi permintaan kesediaan dosen PA dan
observer untuk berpartisipasi dalam penelitian, yang juga berisi mengenai
waktu, tujuan, tata cara dan resiko penelitian.
c. Skala Motivasi Berprestasi dan alat tulis.
d. Ruangan yang nyaman, mempunyai AC, pencahayaan dan ventilasi yang
memadai serta tidak sering dilewati mahasiswa lain sebagai ruang tempat
melakukan pengukuran, yaitu ruang tutorial di FK USU sebagai ruang
eksperimen. Ruangan tersebut juga dilengkapi LCD, Proyektor, dan sound
system.
24

e. Dua CCTV pada dua sudut bagian depan ruangan yang diletakkan diatas
speaker agar tidak terlihat. CCTV mengarah pada bagian dalam ruangan.
f. Spy Cam berbentuk kancing baju/pin. Alat ini dipasangkan pada baju
observer sebagai alat bantu untuk mendukung kredibilitas observasi.

2. Alat Ukur Penelitian


Alat ukur dalam penelitian ini adalah Skala Motivasi berprestasi yang
telah terstandar dan memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi sebagai alat
ukur motivasi berprestasi.

H. Prosedur Eksperimen
1. Tahap Persiapan
a. Peneliti melakukan survey kepada mahasiswa FK USU angkatan 2010
mengenai proses perkuliahan dan permasalahan-permasalahan yang
dihadapi selama kuliah di FK USU.
b. Menganalisis hasil survey, memutuskan variabel yang ingin diteliti serta
mencari teori dan data lainnya yang sesuai dengan variabel.
c. Membuat proposal penelitian.
d. Mengurus surat izin pengambilan data di bagian administrasi Magister
Profesi Psikologi Fakultas Psikologi.
e. Perizinan
Peneliti mengajukan proposal penelitian ke dekan FK USU untuk
diizinkan melakukan penelitian di FK USU, menggunakan ruangan
tutorial selama satu Blok, yaitu Blok Cardiovascular, 6 SKS dengan masa
perkuliahan 1 bulan. Meminta izin menggunakan data mahasiswa, data
dosen PA serta meminta izin agar dosen PA yang telah dipilih
dibebastugaskan dari mengajar diperkuliahan selama penelitian
berlansung, yaitu satu bulan.
f. Peneliti mencari data dan informasi mengenai mahasiswa FK USU
angkatan 2010 sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan populasi
dan sampel penelitian.
g. Peneliti mencari data dan informasi mengenai dosen PA FK USU sebagai
bahan pertimbangan dalam menentukan dosen PA yang akan memberikan
layanan bimbingan dan konseling kepada mahasiswa.
25

h. Mencari teori, merumuskan dan menyiapkan buku saku layanan


bimbingan dan konseling sebagai landasan dan aturan dosen PA
berperilaku terhadap subjek.
i. Mencari konselor yang akan memberikan pelatihan bimbingan dan
konseling kepada dosen PA pemberi perlakuan.
j. Menentukan dan melatih dosen PA yang akan memberikan layanan
bimbingan dan konseling.
k. Meminta dan melatih salah satu mahasiswa kedokteran angkatan 2010
untuk menjadi observer agar dosen PA dan subjek tidak curiga bahwa
mereka di observasi. Observasi ini dilakukan sebagai kontrol terhadap
Dosen PA saat memberikan bimbingan dan data tambahan dalam
menganalisa efek perlakuan terhadap subjek
l. Menyiapkan surat-surat pernyataan bersedia berpartisipasi dalam
penelitian.
m. Menyiapkan ruangan eksperimen dan instrumen-instrumen yang terdapat
didalamnya, seperti CCTV.
n. Menyidiakan Spy Cam yang akan digunakan oleh observer.
o. Mencari, menganalisa dan memilih skala motivasi berprestasi yang telah
terstandar, valid dan reliabel terhadap mahasiswa FK USU.
p. Menyiapkan dan memperbanyak skala motivasi berprestasi serta alat tulis.

2. Tahap Pelaksanaan
Pengambilan data dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, Jalan Dr. Mansur No. 5 dari akhir Blok Dermatomusculo Skeletal
System sampai akhir Blok Cardiovascular. Pelaksanaan Penelitian ini terbagi atas
tiga, yaitu:
a. Pengukuran Motivasi Berprestasi sebelum diberi perlakuan (Pretes)
Pretes dilakukan seminggu sebelum Ujian Akhir Blok Dermatomusculo
Skeletal System. Setalah data pretes diskoring, peneliti memilih sampel
yang sesuai dengan karakteristik populasi dan tujuan penelitian. Individu-
individu yang terpilih itulah yang akan menjadi sampel penelitian dan
individu tersebut akan diberi tahu oleh dosen PA masing-masing, bahwa
mereka akan dialihkan pada Dosen PA yang lain (Dosen PA pemberi
perlakuan). Dalam proses pengambilan data pretes ini peneliti dibantu oleh
8 orang teman yang bertugas sebagai tester dan assisten tester untuk
mengumpulkan skala. 8 orang petugas ini dibagi masing-masing 2 orang
setiap kelas, yaitu kelas A1, A2, B1, B2.
26

b. Pemberian layanan bimbingan dan konseling (BK) oleh dosen PA


(perlakuan)
Perlakuan ini diberikan dari awal Blok Cardiovascular sampai akhir Blok
Cardiovascular yang diprediksi selama satu bulan. Pemberian layanan BK
ini dilakuan satu kali dalam seminggu untuk setiap kelompok. 35 subjek
penelitian dibagi dalam 5 kelompok yaitu kelompok A, B, C, D, dan E.
Setiap kelompok berjumlah 8 orang, 1 orang diantaranya adalah observer.
Layanan ini diberikan dalam ruangan eksperimen, tapi tidak menutup
kemungkinan diberikan diluar ruangan eksperimen jika mahasiswa
membutuhkan suasana yang berbeda. Berikut Random Jadwal Pemberian
Layanan BK.
Hari Kelompok Waktu Durasi
Senin A Disesuaikan 1 jam/disesuaikan
Selasa B Disesuaikan 1 jam/disesuaikan
Rabu C Disesuaikan 1 jam/disesuaikan
Kamis D Disesuaikan 1 jam/disesuaikan
Jumat E Disesuaikan 1 jam/disesuaikan

Pada pelaksaan penelitian ini peneliti dibantu oleh 5 Observer dan satu
orang dosen PA (pemberi perlakuan).
1) Observer adalah mahasiswa FK USU angkatan 2010 yang secara
khusus dipilih dan dilatih untk mengobservasi dosen PA dan subjek
penelitian sesuai dengan rating scale yang telah diberikan. Setiap
kelompok memiliki satu observer.
2) Dosen PA adalah dosen yang telah dipilih, bersedia dan dilatih
untuk dapat memberikan layanan BK sesuai dengan buku saku
layanan bimbingan dan konseling yang terdapat pada Lampiran I.

c. Pengukuran Motivasi Berprestasi setelah diberi perlakuan (Postes)


Postes ini dilakukan setelah perlakuan diberikan, yaitu satu hari setelah
subjek mengikuti Ujian Akhir Blok Cardiovascular dengan proses yang
hampir sama saat pengambilan data pretes.
3. Tahap Pengolahan Data
Setelah selesai pengambilan data, dilakukan pengolahan data. Data hasil
penelitian berupa tabulasi respon subjek terhadap skala motivasi berprestasi. Data
27

ini diolah dan dianalisis dengan bantuan program spss16.00 for windows.
Pengolahan data dilakukan menggunakan uji-t (dependent sample test).

I. Metode Analisa Data


Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik
terhadap hasil uji-t untuk mengetahui pengaruh layanan bimbingan dan konseling
terhadap motivasi berprestasi kelompok subjek.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H.M. (1982). Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama.


Jakarta: Golden Terayo Press.

Djaali, H. (2008). Psikologi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Djumhur, I., & Surya, M. (1975). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah.


Bandung: CV. Ilmu

Hallen. (2002). Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Jakarta: Ciputat Pers
28

Harahap, M. Desy. (2010). Perbedaan Motivasi Berprestasi pada Karyawan Etnis


Batak dan Etnis TIonghoa di Citi Financial Medan. Skripsi.
www.repository.usu.ac.id (Akses pada tanggal 18 Januari 2012)

Irmawati, DR. (2007). Keberhasilan Suku Batak Toba (Tinjauan Psikologi


Ulayat). Seminar Psikologi & Budaya.
http://www.usu.ac.id/id/files/artikel/irma_batak_toba.pdf (Akses pada
Tanggal 18 Januari 2012)

Isjoni, & Firdaus, L. N. (2008). Pembelajaran Terkini: Perpaduan Indonesia-


Malaysia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kartono, K. (1985). Bimbingan Belajar di SMA dan Perguruan Tinggi. Jakarta:


CV. Rajawali

Makmun, AS .(2004). Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran


Modul, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Papalia, D.E., Old, S.W., & Feldaman, R.D. (2003). Human Development (9th ed).
New York: Mc Graw-Hill.

Petri, H.L. (2001). Motivation Theory and Research. California: Wadsworth,inc.

Puspita. (2009). Gaya Hidup Pada Mahasiswa Penderita Hipertensi. (Skripsi).


Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

PMPTK. (2008). Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Materi Diklat Kompetensi


Pengawas Sekolah, Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat
Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan
Departemen Pendidikan Nasional

Prayitno, & Amti. E. (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT.
Rineka Cipta

Seniati, L, dkk. (2005). Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT INDEKS Kelompok


gramedia.

Sukadji, Soetarlinah, dkk. (2000). Psikologi Pendidikan dan Psikologi Sekolah.


Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan
Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Sukadji, Soetarlinah, dkk. (2001). Sukses di Perguruan Tinggi (Edisi Khusus).


Depok: Psikologi Pendidikan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Sukmadinata, NS. (2005). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya

Surya, H.M. (2003). Psikologi Konseling. Bandung: CV. Pustaka Bani Quraisy
29

Tohirin. (2007). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada

Walgito, B. (2003). Psikologi Sosial suatu pengantar (edisi revisi). Yogyakarta :


Andi

Winkel & Hastuti, S. (2004). Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan.


Yogyakarta: Media Abadi

Yusuf, S & Juntika N. (2006). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya

You might also like