You are on page 1of 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diagnosis dan Intervensi Komunitas


Diagnosis dan intervensi komunitas adalah suatu kegiatan untuk
menentukan adanya suatu masalah kesehatan di komunitas atau masyarakat
dengan cara pengumpulan data di lapangan dan kemudian melakukan intervensi
sesuai dengan permasalahan yang ada. Diagnosis dan intervensi komunitas
merupakan suatu prosedur atau keterampilan dari ilmu kedokteran komunitas.
Dalam melaksanakan kegiatan diagnosis dan intervensi komunitas perlu disadari
bahwa yang menjadi sasaran adalah komunitas atau sekelompok orang sehingga
dalam melaksanakan diagnosis komunitas sangat ditunjang oleh pengetahuan ilmu
kesehatan masyarakat (epidemiologi, biostatistik, metode penelitian, manajemen
kesehatan, promosi kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja
dan gizi). (Notoatmodjo, 2007).

2.2 Teori Perilaku


2.2.1 Pengertian Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis,
tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati
oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007),
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut
merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus –
Organisme – Respon.
Menurut Skinner seorang ahli psikologi yang dikutip Notoatmojdo (2007)

36
 
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsang dari luar). Dalam teori Skinner ada 2 respon, yaitu:
1. Responden respon atau flexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-
rangsangan (stimulus tertentu). Stimulus semacam ini disebut eleciting
stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relative tetap.
2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer karena
memperkuat respon.

2.2.2 Pengukuran Perilaku


Cara mengukur perilaku ada 2 cara (Notoatmodjo, 2005) yaitu:
1. Perilaku dapat diukur secara langsung yakni wawancara terhadap kegiatan-
kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, bulan yang lalu (recall).
2. Perilaku yang diukur secara tidak langsung yakni, dengan mengobservasi
tindakan atau kegiatan responden.

2.2.3 Bentuk Perilaku


Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons
organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek
tersebut. Respon ini berbentuk 2 macam (Notoadmodjo, 2007) yakni:
1. Bentuk Pasif
Respons internal yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara
langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap
batin dan pengetahuan.
2. Bentuk Aktif
Perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung, oleh karena perilaku
mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata disebut overt behavior.

2.2.4 Klasifikasi Perilaku


Beberapa klasifikasi perilaku menurut beberapa ahli, antara lain:
1. Berdasarkan teori “S-O-R” dalam Notoatmodjo (2005) maka perilaku manusia
dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
a. Perilaku Tertutup (Covert Behavior)

37
 
Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum
dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons tersebut masih
terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap
terhadap stimulus yang bersangkutan.
b. Perilaku terbuka (Overt Behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah
berupa tindakan, atau praktik tersebut dapat diamati orang lain.
2. Becker (1979) dalam Dewi (2010) mengklasifikasikan perilaku yang berhubungan
dengan kesehatan sebagai berikut:
a. Perilaku Kesehatan (Health Behavior)
Hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk tindakan mencegah
penyakit, kebersihan perorangan.
b. Perilaku Sakit (Illness Behavior)
Tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang individu yang merasa
sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit.
Termasuk kemampuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab sakit,
serta usaha mencegah penyakit tersebut.
c. Perilaku peran sakit (The Sick Role Behavior)
Tindakan atau kegiatan yang dilakukan individu yang sedang sakit untuk
memperoleh kesembuhan.
Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2007) adalah suatu respon
seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan
sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta
lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok:
1) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance).
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga
kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
2) Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau sering
disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

38
 
menderita penyakit dan atau kecelakaan.
3) Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun sosial budaya, dan sebagainya.
2.2.5 Domain Perilaku
Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda
disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang
bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis
kelamin, dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan
faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Benyamin Bloom (1908) yang dikutip Notoatmodjo (2007), membagi


perilaku manusia ke dalam 3 domain ranah atau kawasan yaitu kognitif
(cognitive), afektif (affective) dan psikomotor (psychomotor). Dalam
perkembangannya, teori ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan
kesehatan yakni pengetahuan, sikap dan praktik atau tindakan

2. 2.6 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku


Beberapa teori lain yang telah dicoba untuk mengungkap faktor penentu
yang dapat mempengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan, antara lain :
1. Teori Lawrence Green (1980)
Green mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat
kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu
faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior
causes).
Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :
a. Faktor predisposisi (predisposing factor)

39
 
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain
yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai
tradisi, persepsi berkenaan dengan motivasi seseorang untuk bertindak.
b. Faktor pendukung (enabling factor)
Faktor pendukung mencakup berbagai keterampilan dan sumber daya yang
dibutuhkan untuk melakukan perilaku kesehatan, yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-
sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan
sebagainya.
c. Faktor pendorong (reinforcing factor)
Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan
memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja bergantung pada
tujuan dan jenis program. Di dalam pendidikan pasien, penguat berasal dari
perawat, dokter, pasien lain, keluarga. Apakah penguat itu positif atau negatif
bergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan. Misalnya pada
pendidikan kesehatan sekolah di tingkat sekolah lanjutan tingkat atas, yang
penguatnya datang dari teman sebaya, guru, pejabat sekolah. Penelitian tentang
perilaku remaja menunjukkan bahwa perilaku penggunaan obat di kalangan
remaja sangat dipengaruhi oleh dorongan teman-teman, terutama teman dekat.
2. Teori Snehandu B. Kar (1983)
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa perilaku
merupakan fungsi dari :
a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan
kesehatannya (behavior itention).
b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support).
c. Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan
(accesebility of information).
d. Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau
keputusan (personal autonomy).
e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak (action situation).

40
 
3. Teori WHO (1984)
WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku
tertentu adalah:
a. Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk pengetahuan,
persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek (objek
kesehatan).
i. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.
ii. Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang
menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian
terlebih dahulu.
iii. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap
sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap
membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap
positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu
tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan
mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu
tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
b. Tokoh penting sebagai panutan. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka
apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.
c. Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan
sebagainya.
d. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber didalam
suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada
umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama
dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan peradapan umat
manusia

2. 2.7 Pembentukan Perilaku


Pembentukan perilaku menurut Ircham (2005) ada beberapa cara,
diantaranya:
1. Conditioning atau kebiasaan

41
 
a. Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan conditioning
kebiasaan. Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang
diharapkan akhirnya akan terbentuklah perilaku.

2. Pengertian (Insight)
a. Pembentukan perilaku yang didasarkan atas teori belajar kognitif yaitu
belajar disertai dengan adanya pengertian.
3. Menggunakan Model
Cara ini menjelaskan bahwa domain pembentukan perilaku pemimpin
dijadikan model atau contoh oleh yang dipimpinnya. Cara ini didasarkan atas
teori belajar sosial (social learning theory ) atau observational learning theory oleh
Bandura (1977).
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas dan
faktor dukungan (support). Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan:
A. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah praktik tingkat pertama.
B. Respon terpimpin (guide response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
dengan contoh adalah indikator praktik tingkat kedua.
C. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
mencapai praktik tingkat tiga.

D. Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan
baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.

42
 
Menurut penelitian Rogers (1974) seperti dikutip Notoatmodjo (2003),
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri
orang tersebut terjadi proses berurutan yakni:
1. Kesadaran (awareness)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu
terhadap stimulus (objek).
2. Teratrik (interest)
Dimana orang mulai tertarik pada stimulus
3. Evaluasi (evaluation)
Menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Mencoba (trial)
Dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru
5. Menerima (adoption)
Dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2.3. Teori Perilaku Merokok


2.3.1 Definisi Merokok dan Kandungan Rokok

Merokok adalah perilaku yang diasosiasikan dengan suatu urutan ritual


(Peters & Morgan, 2012). Ritual tersebut dimulai dari mengeluarkan sebatang
rokok dari bungkusnya, lalu salah satu ujung dibakar, kemudian menghisap asap
pembakaran tembakau tersebut melalui ujung yang tidak terbakar. Asap yang
dihisap melalui mulut disebut asap utama (mainstream smoke), sedangkan asap
yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar dan asap yang dihembuskan ke
udara oleh perokok disebut asap sampingan (sidestream smoke) (Kaplan, dkk.,
1993). Asap yang dihembuskan ke udara tersebut dapat dihirup oleh siapapun
yang berada di dekat perokok tersebut, orang yang menghirup asap dari orang
yang merokok disebut perokok pasif, atau second-hand smokers (Sheridan, 1992;

43
 
Sarafino, 1990; Oskamp & Schultz, 1998; Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2002)

Sitepoe (1997) membedakan perilaku merokok menjadi 3 kategori


berdasarkan jumlah pengkonsumsian rokok per harinya, yaitu :

1. Merokok ringan (1 sampai 5 batang per hari)


2. Merokok sedang (6 sampai 15 batang per hari)
3. Merokok berat (lebih dari 15 batang per hari)

Kegiatan merokok dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kondisi


lingkungan sosial di sekitar perokok, kondisi psikologis atau kondisi biologis
perokok itu sendiri (Oskamp & Schultz, 2011).

Kesimpulan dari perilaku merokok dengan merujuk pada definitas di atas


adalah aktivitas membakar tembakau dan menghisap atau menghirup asap rokok
dengan pipa atau langsung dari rokoknya (mainstream smoke), dan kemudian
menghembuskan kembali asap tersebut ke udara (sidestream smoke).
Racun pada rokok mengandung kurang lebih 4000 elemen-elemen dan
setidaknya 2000 diantaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan. Beberapa
elemen yang beracun, seperti:

1. Nikotin
Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini
bersifat karsinogen dan mampu memicu kanker paru-paru yang mematikan.
Komponen ini terdapat didalam asap rokok dan juga didalam tembakau yang tidak
dibakar. Nikotin diserap melalui paruparu dan kecepatan absorpsinya hampir
sama dengan masuknya nikotin secara intravena. Nikotin masuk kedalam otak
dengan cepat dalam waktu kurang lebih 10 detik. Dapat melewati barrier diotak
dan diedarkan keseluruh bagian otak, kemudian menurun secara cepat, setelah
beredar keseluruh bagian tubuh dalam waktu 15- 20 menit pada waktu
penghisapan terakhir (Pemerintah RI, 2003 dalam Sukendro, 2007).

44
 
2. Tar
Tar adalah hidrokarbon aromatik polisiklik yang ada dalam asap rokok, tergolong
dalam zat karsinogen, yaitu zat yang dapat menumbuhkan kanker. Kadar tar yang
terkandung dalam asap rokok inilah yang berhubungan dengan resiko timbulnya
kanker. Sumber tar adalah tembakau, cengkeh, pembalut rokok dan bahan organik
lain yang terbakar (Pemerintah RI, 2003 dalam Sukendro, 2007)

3. Karbon monoksida (CO)


Karbon monoksida adalah gas yang bersifat toksin/ gas beracun yang tidak
berwarna, zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak
mampu mengikat oksigen. Kandungannya di dalam asap rokok 2-6%. Karbon
monoksida pada paru-paru mempunyai daya pengikat dengan hemoglobin (Hb)
sekitar 200 kali lebih kuat dari pada daya ikat oksigen (O2) dengan hemoglobin
(Hb). membuat darah tidak mampu mengikat oksigen (Pemerintah RI, 2003 dalam
Sukendro, 2007).

2.3.2 Alasan Merokok

Penelitian longitudinal yang dilakukan Chassin dan kawan-kawan serta


Murray dan kawan-kawan (dalam Sarafino, 1990) menemukan pengaruh
psikososial terhadap alasan untuk merokok, dimana perilaku merokok cenderung
untuk berlanjut maupun meningkat apabila orang tersebut:

1. Salah satu dari orang tuanya merokok


2. Memiliki persepsi bahwa orangtuanya tidak peduli atau bahkan mendorong
perilaku merokok mereka
3. Memiliki teman atau saudara kandung yang merokok
4. Sering bersosialisasi dengan teman-teman yang merokok
5. Memiliki sikap positif terhdap perilaku merokok
6. Tidak percaya bahwa merokok dapat membahayakan kesehatan mereka lebih

45
 
jauh, Tomkins (1968, dalam Sarafino, 1990) menjabarkan empat alasan psikologis
mengapa seorang perokok melanjutkan merokok secara teratur:
7. Merokok untuk meraih possitive affect. Biasanya perokok ini merokok untuk
memperoleh stimulasi, relaksasi, atau kenikmatan
8. Merokok untuk mengurangi negative affect. Untuk mengurangi perasaan tegang,
stress, atau tekanan
9. Merokok telah menjadi suatu perilaku otomatis (habit) yang terjadi begitu saja
tanpa disadari oleh sang perokok
10. Merokok karena telah terjadi ketergantungan secara biologis dan psikologis pada
perokok atau dengan kata lain adiktif. Merokok digunakan untuk mengatur
keadaan positif dan negatif emosinya. Menurut Tomkins (dalam Sarafino, 1990),
satu dari alasan psikologis tersebut adalah faktor utama yang mengontrol perilaku
merokok seseorang. Misalnya seseorang bisa dikategorikan sebagai perokok jika
merokok untuk mendapatkan afek positif sehingga dapat disebut sebagai perokok
karena afek positif

2.3.3 Tahapan menjadi Perokok


Merokok tidak terjadi dalam sekali waktu karena ada proses yang dilalui,
antara lain : periode eksperimen awal (mencoba-coba), tekanan teman sebaya dan
akhirnya mengembangkan sikap mengenai seperti apa seorang perokok
(Taylor,2009). Ada 4 tahapan yang merupakan proses menjadi perokok (Ogden,
2000) antara lain:
1. Tahap I dan II: Initation dan Maintenance
Initation merupakan tahap awal atau pertama kali individu merokok atau tahap
perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang meneruskan atau tidak perilaku
merokonya. Sedangkan maintenance merupakan tahap dimana individu kembali
merokok. Factor kognitif berperan besar ketika individu mulai merokok, antara
lain menghubungkan perilaku merokok dengan kesenangan, kebahagiaan,
keberanian, kesetiakawanan, dan percaya diri. Faktor lainnya adalah memiliki
orang tua perokok, tekanan teman sebaya untuk merokok, menjadi pemimpin
dalam kegiatan social.

46
 
2. Tahap III : Cessation
Merupakan proses dimana perokok akhirnya berhenti merokok. Tahap cessation
terbagi menjadi 4, yaitu: precontemplation (belum ada keinginan untuk berhenti
merokok), contemplation (ada pemikiran untuk berhenti merokok), action (ada
usaha untuk berubah), maintenance (tidak merokok selama beberapa waktu).
Tahapan tersebut bersifat dinamis karena seseorang yang berada di tahap
contemplation dapat menjadi tahap precontemplation.

3. Tahap IV : Relapse
Individu yang berhasil berhenti merokok tidak menjadi jaminan bahwa ia tidak
akan kembali menjadi perokok. Marlatt dan Gordon (dalam Ogden, 2000)
membedakan antara lapse dan relapse. Lapse adalah kembali merokok dalam
jumlah kecil dan relapse adalah kembali merokok dalam jumlah besar. Ada
beberapa situasi yang mempengaruhi yaitu high-risk situation coping behavior
dan positive-negative outcome expectancies.
Saat dihadapkan dengan high risk situation maka individu akan melakukan
strategi coping behavior berupa perilaku atau kognitif. Bentuk perilaku misalnya
menjauhi situasi atau melakukan perilaku pengganti sedangkan bentuk kognitif
adalah mengingat alasan untuk berhenti merokok. Positive outcome expectancies
(misalnya merokok mengurangi kecemasan) dan negative outcome expectancies
(merokok membuatnya sakit) dipengaruhi pengalaman individu. No lapse berhasil
dilakukan jika individu memiliki strategi coping dan negative outcome
expectancies seta self efficacy yang rendah maka individu akan mengalami lapse.

2.3.4 Kategori Perokok


Sitepoe (2000) mengkategorikan perokok berdasarkan jumlah konsumsi rokok
harian, yaitu
• Perokok ringan (1-10 batang/hari)
• Perokok sedang (11-20batang/hari)
• Perokok berat (>20 batang/hari)

47
 
Perokok yang mengkonsumsi rokok dalam jumlah yang lebih kecil memiliki
kecenderungan berhenti merokok lebih besar. Taylor (2009) menyebut istilah
chippers untuk menjelaskan perokok yang mengkonsumsi rokok kurang dari 5
batang/hari, sehingga memiliki kemungkinan yang kecil untuk kecanduan nikotin.
Istilah lainnya adalah social smoker yaitu individu yang merokok hanya pada
situasi social. Situasi social itu merupakan syarat atau pemicu untuk merokok.

2.3.5 Tipe-Tipe Perilaku Merokok


Silvan Tomkins (dalam sarafino, 2002) menyebutkan 4 tipe perilaku
merokok berdasarkan Management of affect theory, yaitu:
a) Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif (positif affect smoking).
Tujuannya untuk mendapatkan/ meningkatkan perasaan positif, misalnya untuk
mendapatkan rasa nyaman dan membentuk image yang diinginkan. Dalam hal ini
dibagi dalam 3 sub tipe:
− Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau
meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum
kopi atau makan.
− Stimulation to pick them up, perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk
menyenangkan perasaan.
− Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh dengan memegang
rokok.
b) Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negative (negative affect
smoking). Tujuannya untuk mengurangi perasaan yang kuran menyenangkan,
misalnya keadaan cemas dan marah.
c) Perilaku merokok yang adiktif (addictive smoking). Individu yang sudah
ketergantungan nikotin cenderung menambah dosis rokok yang akan digunakan
berikutnya karena efek rokok yang dikonsumsi sebelumnya mulai berkurang
sesaat setelah rokok habis dihisap sehingga individu mempersiapkan hisapan
rokok berikutnya. Umumnya, individu dengan tipe perilaku merokok yang adiktif
merasa gelisah bila tidak memiliki persediaan rokok.

48
 
d) Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan (habitual smoking). Dalam hal
ini, tujuan merokok bukan untuk mengendalikan perasaannya secara langsung
melainkan karena sudah terbiasa.

2.3.6 Faktor-Faktor Penyebab atau Pendorong Perilaku Merokok


Lewin (dalam Komasari dan Helmi, 2000) perilaku merokok
merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya perilaku merokok
disebabkan oleh faktor dalam diri (seperti perilaku memberontak dan suka
mengambil resiko) dan faktor lingkungan (seperti orangtua yang merokok dan
teman sebaya yang merokok). Menurut Mu’tadin (dalam Aula, 2010)
mengemukakan alasan seseorang merokok, diantaranya:
a. Pengaruh Orangtua
Menurut Baer dan Corado, individu perokok adalah individu yang berasal dari
keluarga tidak bahagia, dimana orangtua tidak memperhatikan anak-anaknya
dibandingkan dengan individu yang berasal dari lingkunag rumah tangga yang
bahagia. Perilaku merokok lebih banyak didapati pada individu yang tinggal
dengan satu orangtua (Single Parent). Individu berperilaku merokok apabila ibu
mereka merokok dibandingkan ayah mereka yang merokok. Hal ini terlihat pada
wanita.
b. Pengaruh Teman
Berbagai faktor mengungkapkan semakin banyak individu merokok maka
semakin banyak teman-teman individu yang merokok, begitu pula sebaliknya.
c. Faktor Kepribadian
Individu mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan
dari rasa sakit atau kebosanan.
d. Pengaruh Iklan
Melihat iklan di media masa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa
perokok adalah lambang kejantanan atau glamour membuat seseorang seringkali
terpicu untuk mengikuti perilaku yang ada di iklan tersebut.
Pendapat lain dikemukakan oleh Hansen (dalam Nasution, 2007) tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku merokok, yaitu:

49
 
- Faktor Biologis
Banyak penelitian menunjukan bahwa nikotin dalam rokok merupakan salah satu
bahan kimia yang berperan penting pada ketergantungan merokok. Pendapat ini
didukung Aditama (1992) yang mengatakan nikotin dalam darah perokok cukup
tinggi.
- Faktor Psikologis
Merokok dapat bermakna untuk meningkatkan konsentrasi, menghalau rasa
kantuk, mengakrabkan suasana sehingga timbul rasa persaudaraan, juga dapat
memberikan kesan modern dan beribawa, sehingga bagi individu yang sering
bergaul dengan orang lain, perilaku merokok sulit dihindari.
- Faktor Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan, dan perhatian
individu pada perokok. Seseorang berperilaku merokok dengan memperhatikan
lingkungan sosialnya.
- Faktor Demografis
Faktor ini meliputi umur dan jenis kelamin. Orang yang merokok pada usia
dewasa semakin banyak (Smet, 1994) akan tetapi pengaruh jenis kelamin zaman
sekarang sudah merokok.
- Faktor Sosial – Kultural
Kebiasaan budaya, kelas sosial, tingkat pendidikan, dan gengsi pekerjaan akan
mempengaruhi perilaku merokok pada individu (Smet, 1994).
- Faktor Sosial – Politik
Menambahkan kesadaran umum berakibat pada langkah-langkah politik yang
bersifat melindungi bagi orang-orang yang tidak merokok dan usaha melancarkan
kampanye-kampanye promosi kesehatan untuk mengurangi perilaku merokok.
Merokok menjadi masalah yang bertambah besar bagi Negara-negara berkembang
termasuk Indonesia (Smet, 1994).
Berdasarkan uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi seseorang untuk merokok yaitu faktor dari dalam diri
individu dan juga dari lingkungan.

50
 
2.3.7 Dampak dari Perilaku Merokok
Ogden (2000) membagi dampak perilaku merokok menjadi 2, yaitu:
1. Dampak positif
Merokok menimbulkan dampak yang sangat sedikit bagi kesehatan. Graham
(dalam Ogden, 2000), menyatakan bahwa perokok menyebutkan dengan merokok
dapat menghasilkan mood positif dan dapat membantu individu menghadapi
keadaan-keadaan yang sulit.

2. Dampak negatif
Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang berpengaruh bagi
kesehatan. Merokok bukanlah suatu penyakit, namun dapat memicu berbagai jenis
penyakit. Sehingga boleh dikatakan merokok tidaklah menyebabkan kematian,
tetapi penyakit yang ditimbulkan dari perilaku merokok yang bisa menyebabkan
kematian. Berbagai jenis penyakit yang bisa ditimbulkan oleh rokok antara lain
penyakit tekanan darah, memperpendek umur, penurunan vertilitas dan nafsu
sexual, sakit maag, gondok, gangguan pembuluh darah, penghambat pengeluaran
air seni, penglihatan kabur, kulit menjadi kering, pucat dan keriput, serta polusi
udara dalam ruangan (sehingga terjadi iritasi mata, hidung dan tenggorokan).
Menurut Hahn & Payne, 2003, dampak positif merokok yaitu menimbulkan
perasaan bahagia karena kandungan nikotin pada tembakau menstimulasi
adrenocorticotropic hormone yang terdapat pada area spesifik di otak. Rose
(Marks, Murray, et al, 2004) menyatakan bahwa nikotin yang dikonsumsi dalam
jumlah kecil memiliki efek psikologis, antara lain: menenangkan, mengurangi
berat badan, mengurangi perasaan mudah tersinggung, meningkatkan kesiagaan
dan memperbaiki fungsi kognitif. Hahn & Payne (2003) mengatakan bahwa
perokok aktif biasanya lebih mudah sakit, menjalani proses pemulihan kesehatan
yang lebih lama dan usia hidup yang lebih singkat. Merokok tidak menyebabkan
kematian tapi mendorong munculnya jenis penyakit yang dapat mengakibatkan
kematian, antara lain : penyakit kardiovaskular, kanker, saluran pernapasan,
gangguan kehamilan, penurunan kesuburan, gangguan pencernaan,, peningkatan

51
 
tekanan darah, peningkatan prevalensi gondok dan gangguan penglihatan
(Sitepoe, 2000).
Secara signifikan, perokok memiliki kecenderungan lebih besar mengkonsumsi
obat-obatan terlarang dan meningkatkan resiko disfungsi ereksi sebesar 50%
(Taylor, 2000). Merokok tidak hanya berbahaya bagi perokok tetapi juga bagi
orang-orang disekitar perokok dan lingkungan (Fyold, Mimms & Yelding, 2003).
Passive smokers memiliki kecendurungan yang lebih besar mengalami gangguan
jantung karena menghirup tar dan nikotin 2 kali lebih banyak, karbonmonoksida 5
kali lebih banyak dan ammonia 50 kali lebih banyak (Donatelle & Davis, 1999).
Polusi lingkungan yang menyebabkan kematian terbesar adalah karena asap rokok
dan dikategorikan sebagai penyebab paling dominan dalam polusi ruangan
tertutup karena memberikan polutan berupa gas dan logam-logam berat
(Donatelle & Davis, 1999).

2.4 Perilaku Merokok menurut Pandangan Islam


2.4.1 Cara Berhenti Merokok menurut Pandangan Islam
Lebih banyak mudharatnya merokok dibandingkan dengan manfaatnya.
WHO telah melaporkan bahwa di Amerika sekitar 346 ribu orang meninggal tiap
tahun dikarenakan rokok. Setiap harinya ada 44 orang meninggal dunia di Inggris
akibat rokok. Juga perlu diketahui: setengah batang terakhir rokok mengandung
zat yang jauh lebih berbahaya dari setengah yang pertama.

Dalam Islam sendiri telah memfatwakan merokok adalah haram. Di bawah ini
ada langkah-langkahnya:

1. Setelah tahu bahaya-bahaya merokok, mulailah berfikir untuk meninggalkannya


dan kuatkan keyakinan dengan bertawakkal penuh kepada Allah SWT.
2. Buatlah evaluasi harian tentang keburukan-keburukan rokok terhadap diri sendiri,
teman, anak-anak, tetangga dan keluarga.
3. Jauhkan semampu mungkin dari merokok dan asap rokok. Usahakan untuk selalu
berada pada udara yang bersih dan sibukkan diri dengan melakukan hal-hal yang
bermanfaat.

52
 
4. Jika telah mengetahui bahaya rokok dan yakin haramnya, maka hendaklah
membenci yang namanya rokok dan meninggalkannya karena Allah, dan jauhilah
dari berteman dengan para perokok.
5. Pakailah sikat gigi, siwak atau sejenisnya jika diserang keinginan merokok
kembali.
6. Kurangi minum teh dan kopi, perbanyak makan buah-buahan dan makanan yang
bergizi lainnya.
7. Usahakan setiap pagi setelah sarapan minum juice jeruk, apel atau buah-buahan
lainnya karena ia bisa mengurangi keinginan merokok.
8. Ketahuilah, barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan
menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik daripadanya, dalam waktu dekat
atau jauh.
9. Dan terakhir, hendaknya semua itu dilakukan dengan ikhlas serta keinginan kuat
untuk meninggalkannya yang terbit dari dalam hati sendiri.

2.4.2 Dalil-dalil berhenti merokok


Di tengah masyarakat kita telah tersebar dan terbentuk bahwa hukum
rokok dalam agama islam adalah haram dengan mengacu kepada dalil-dalil yang
ada.
Sebagian negara yang para ulamanya telah memberi fatwa dengan terang-
terangan bahwa rokok adalah haram, seperti Malaysia, Brunei, dan kebanyakan
negara Timur Tengah.
Dalil-dalil Tentang Haramnya Rokok.

Allah Ta’ala berfirman,

‫ﺍاﻟﺘﱠ ْﻬﮭﻠُ َﻜ ِﺔ ﺇإِﻟَﻰ ﺑِﺄ َ ْﻳﯾ ِﺪﻳﯾ ُﻜ ْﻢ ﺗُ ْﻠﻘُﻮﺍا َﻭو َﻻ‬

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan“. (QS. Al


Baqarah: 195).

53
 
Karena merokok dapat menjerumuskan dalam kebinasaan, yaitu merusak seluruh
sistem tubuh (menimbulkan penyakit kanker, penyakit pernafasan, penyakit
jantung, penyakit pencernaan, berefek buruk bagi janin, dan merusak sistem
reproduksi), dari alasan ini sangat jelas rokok terlarang atau haram.

Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


‫ﺿ َﺮ َﺭر ﻝلﺍا‬
َ ‫ﺿﺮﺍا َﺭر ﻭوﻝلﺍا‬
ِ

“Tidak boleh memulai memberi dampak buruk (mudhorot) pada orang lain,
begitu pula membalasnya.” (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3/77, Al
Baihaqi 6/69, Al Hakim 2/66. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih).

Dalam hadits ini dengan jelas terlarang memberi mudhorot pada orang lain dan
rokok termasuk dalam larangan ini

Sanggahan pada Pendapat Makruh dan Boleh

Sebagian orang (bahkan ada ulama yang berkata demikian) berdalil bahwa segala
sesuatu hukum asalnya mubah kecuali terdapat larangan, berdasarkan firman
Allah,

‫ﻖ ﺍاﻟﱠ ِﺬﻱي ﻫﮬﮪھُ َﻮ‬ ِ ْ‫َﺟ ِﻤﻴﯿﻌًﺎ ْﺍاﻷَﺭر‬


َ َ‫ﺽض ﻓِﻲ َﻣﺎ ُﻜ ْﻢﻟَ َﺧﻠ‬

“Dia-lah Allah, yang telah menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu“.
(QS. Al Baqarah: 29).

54
 
Ayat ini menjelaskan bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah di atas bumi ini
halal untuk manusia termasuk tembakau yang digunakan untuk bahan baku rokok.

Akan tetapi dalil ini tidak kuat, karena segala sesuatu yang diciptakan Allah
hukumnya halal bila tidak mengandung hal-hal yang merusak. Sedangkan
tembakau mengandung nikotin yang secara ilmiah telah terbukti merusak
kesehatan dan membunuh penggunanya secara perlahan, padahal Allah telah
berfirman:

‫ﷲَ ﺇإِ ﱠﻥن ﺃأَ ْﻧﻔُ َﺴ ُﻜ ْﻢ ﺗَ ْﻘﺘُﻠُﻮﺍا َﻭو َﻻ‬


‫َﺭر ِﺣﻴﯿ ًﻤﺎ ﺑِ ُﻜ ْﻢ َﻛﺎﻥنَ ﱠ‬

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha


Penyayang kepadamu“. (QS. An Nisaa: 29).

Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa merokok hukumnya makruh, karena
orang yang merokok mengeluarkan bau tidak sedap. Hukum ini diqiyaskan
dengan memakan bawang putih mentah yang mengeluarkan bau yang tidak sedap,
berdasarkan sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫ﺼ َﻞ ﺃأَ َﻛ َﻞ َﻣ ْﻦ‬
َ َ‫ﱠﺍاﺙث َﻭوﺍاﻟﺜﱡﻮ َﻡم ﺍا ْﻟﺒ‬
َ ‫ ﻳﯾَ ْﻘ َﺮﺑَ ﱠﻦ ﻓَ َﻼ َﻭوﺍا ْﻟ ُﻜﺮ‬،٬‫ْﺠ َﺪﻧَﺎ‬
ِ ‫ﺁآ َﺩد َﻡم ﺑَﻨُﻮ ِﻣ ْﻨﻪﮫُ ﻳﯾَﺘَﺄ َ ﱠﺫذﻯى ِﻣ ﱠﻤﺎ ﺗَﺘَﺄ َ ﱠﺫذﻯى ﺍا ْﻟ َﻤ َﻼﺋِ َﻜﺔَ ﻓَﺈِ ﱠﻥن َﻣﺴ‬

“Barang siapa yang memakan bawang merah, bawang putih (mentah) dan karats,
maka janganlah dia menghampiri masjid kami, karena para malaikat terganggu
dengan hal yang mengganggu manusia (yaitu: bau tidak sedap)“. (HR. Muslim
no. 564).

Dalil ini juga tidak kuat, karena dampak negatif dari rokok bukan hanya sekedar
bau tidak sedap, lebih dari itu menyebabkan berbagai penyakit berbahaya di
antaranya kanker paru-paru.

55
 
Dan Allah Ta’ala berfirman,

‫ﺍاﻟﺘﱠ ْﻬﮭﻠُ َﻜ ِﺔ ﺇإِﻟَﻰ ﺑِﺄ َ ْﻳﯾ ِﺪﻳﯾ ُﻜ ْﻢ ﺗُ ْﻠﻘُﻮﺍا َﻭو َﻻ‬

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan“. (QS. Al


Baqarah: 195).

Jual Beli Rokok dan Tembakau

Jika rokok itu haram, maka jual belinya pun haram. Ibnu ‘Abbas berkata bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َﻰ ٍء ﺃأَ ْﻛ َﻞ َﺣ ﱠﺮ َﻡم ﺇإِ َﺫذﺍا َﻭو َﺟ ﱠﻞ ﱠﺰ َﻋ ﱠ‬


‫ﷲَ َﻭوﺇإِ ﱠﻥن‬ ْ ‫ﺛَ َﻤﻨَﻪﮫُ َﺣ ﱠﺮ َﻡم ﺷ‬

“Jika Allah ‘azza wa jalla mengharamkan untuk mengkonsumsi sesuatu, maka


Allah haramkan pula upah (hasil penjualannya).” (HR. Ahmad 1/293, sanadnya
shahih kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth). Jika jual beli rokok terlarang, begitu pula
jual beli bahan bakunya yaitu tembakau juga ikut terlarang. Karena jual beli
tembakau yang nanti akan diproduksi untuk membuat rokok, termasuk dalam
tolong menolong dalam berbuat dosa. Allah Ta’ala berfirman,

‫ﺍاﻹ ْﺛ ِﻢ َﻋﻠَﻰ ﻭوﺍاﺗَ َﻌﺎ َﻭوﻥنُ َﻭو َﻻ‬ ِ ‫َﻭوﺍا ْﻟ ُﻌ ْﺪ َﻭو‬


ِ ْ ‫ﺍاﻥن‬

“Jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al


Maidah: 2)

56
 
2. 5 Kerangka Teori
Konsep yang digunakan dalam penelitian ini diambil berdasarkan teori dari
Lawrence Green, perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku
dibentuk oleh faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pendorong
(enabling factor), faktor pendukung (reinforcing factor).

Faktor Predisposisi

− Pengetahuan
− Sikap
− Umur
− Pendidikan
− Ekonomi
− Budaya
− Dan Lain-Lain

Faktor Pendukung
PERILAKU
− Sarana dan
prasarana
− Pendidikan atau
Informasi
Kesehatan

Faktor Pendorong

− Perilaku tokoh
masyarakat
− Perilaku petugas
kesehatan
− Komitmen
pemerintah

Gambar 2.1 Kerangka Teori Menurut Lawrence Green

57
 
2.6 Kerangka Konsep
Berdasarkan teori sebelumnya, dapat dibuat suatu kerangka konsep yang
berhubungan dengan area permasalahan yang terjadi pada keluarga binaan di RT
004/ RW 005, Desa Pangkalan, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang,
Provinsi Banten. Kerangka konsep ini terdiri dari variabel independen dari
kerangka teori yang dihubungkan dengan area permasalahan.

PENGETAHUAN

SIKAP

PENDIDIKAN PERILAKU KEBIASAAN


MEROKOK PADA
KELUARGA BINAAN DI RT
EKONOMI 04/RW 05 DESA
J
PANGKALAN KECAMATAN
SARANA DAN PRASARANA TELUK NAGA KABUPATEN
TANGERANG PROVINSI
BANTEN
INFORMASI KESEHATAN

PERILAKU PETUGAS KESEHATAN

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Perilaku Kebiasaan Merokok Pada Keluarga


Binaan Di Desa Pangkalan RT 004 RW 005 Teluknaga, Kabupaten Tangerang,
Banten

2.7 Definisi Operasional


Untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang
diamati atau diteliti, variabel tersebut diberi batasan atau definisi operasional.
Definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang
dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau “Mengubah konsep-
konsep yang berupa konstruk” dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku
atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya
oleh orang lain.

58
 
Definisi operasional juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada
pengukuran atau pengamanan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta
mengembangkan instrumen (alat ukur) (Notoatmodjo, 2011). Adapun definisi
operasional dalam penelitian ini sebagai berikut:

59
 
60
 

You might also like