Professional Documents
Culture Documents
A. Pengertian
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir.
Dalam menentukan jumlah perdarahan pada saat persalinan sulit karena sering bercampurnya darah
dengan air ketuban serta rembesan dikain pada alas tidur.
B. Klasifikasi
Late post partum terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir. perdarahan yang terjadi antara
hari kedua sampai enam minggu paska persalinan.
C. Etiologi
1. Atonia Uteri
2. Retensi Plasenta
c. Rupture uteri
5. Penyakit darah
b. Solusio plasenta.
D. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana,
atoniauteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-
pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus
menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga
menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu misalnya
afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses
pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan post partum. Perdarahan yang sulit
dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:
2. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi
4. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah tersebut
menjadi kuat.
3. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi perdarahan
tidak berkurang.
E. Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi
lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik,
tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Perdarahan post partum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian
lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir. Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang
lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar;
persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada
usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta
belum lepas dari rahim. Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila
perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum
tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat
mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan
tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi
penuh. Adapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri, yaitu umur, partus lama dan partus terlantar.
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
Penyebab retensio plasenta :
a. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih
dalam.
b. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atonia
uteri
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah
lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta
mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus
dikosongkan.
Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan keadaan ini merupakan
salah satu dari penyebab terumum perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi
tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di
dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokhea seringkali gagal berubah dari bentuk
rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk lokhea alba. Lokhea yang tetap bertahan dalam bentuk rubra
selama lebih dari 2 minggu pasca patum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah
lokhea bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokhea berbau
menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur,
atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.
Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim
Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.
a. Spontan
b. Tindakan
Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna
ungu pada mukosa vagina atau perineum. Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesik dan
pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami.
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan post partum. Robekan dapat
terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan post partum dengan uterus yang berkontraksi baik
biasanya disebabkan oleh robekan servik atau vagina.
a. Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda dari yang
belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat
menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta
sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir,
khususnya robekan servik uteri
b. Robekan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin
ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam,
terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat
pada pemeriksaan speculum.
c. Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu
panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika.
Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama
yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.
F. Pemeriksaan Laboratorium
2. Pemeriksaan USG
Hal ini dilakukan bila perlu untuk menentukan adanya sisa jaringan konsepsi intrauterine
4. Profil koagulasi menentukan peningkatan degradasi kadar produk fibrin, penurunan fibrinogen,
aktivasi masa tromboplastin dan masa tromboplastin parsial
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat, uterus harus
diurut. Pijat dengan lembut uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian bawah untuk menstimulasi
kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada terhadap kekuatan pemijatan. Pemijatan yang kuat
dapat meletihkan uterus, mengakibatkan atonia uteri yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan
lembut.
Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai selama berlangsungnya hal
tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna merah dan uterus yang relaksasi yang berindikasi
atoni uteri atau fragmen plasenta yang tertahan. Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra
indikasi uterus, mengindikasikan perdarahan akibat adanya laserasi.
2. penatalaksanaan medis
Pertahankan pemberian cairan IV. Pemberian 20 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan RL atau normal
saline, efektif bila diberikan infus intra vena 10 ml/mnt. Transfusi darah diberikan bila diperlukan.
A. Pengkajian
1. Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain – lain
2. Riwayat kesehatan :
riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma
jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah,
pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin,
dan mual.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, dan pre
eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.
d. Riwayat obstetrik
· Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan waktu haid,
HPHT
· Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil
· Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi plasenta
· Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin, apakah
ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir
· Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi
ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi
· Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu, nadi,
pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain
· Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta
pengobatannya yang didapat
B. Pemeriksaan Fisik
1. B1: Breathing
Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal
2. B2: Blood
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.
Tekanan darah biasanya stabil. Keluar darah pervaginam, robekan, lochea ( jumlah dan jenis )
3. B3: Brain
4. B4: Bowel
Observasi terhadap nafsu makan dan defekasi. Fundus uteri/abdomen lembek/keras, subinvolusi
5. B5: Bladder
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain
6. B6: Bone
Pola aktifitas sehari-hari seperti makan dan minum, istirahat atau tidur, personal hygiene.
C. Diagnosa Kperawatan
- Intake = ± 2500 cc
- Output = ± 2300 cc
- Pernafasan : 20 – 24 x/menit
- Suhu : 36 – 37 oc
· GCS 15
Rencana tindakan :
a. Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap terlentang.
Rasional : Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan memungkinkan darah keotak
dan organ lain.
c. Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan diatas simpisis.
Rasional : Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan placenta, satu tangan
diatas simpisis mencegah terjadinya inversio uteri
Rasional : Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan terjadinya perdarahan
yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks / perineum atau terdapat hematom
e. Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan cepat, pasien merasa
mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera kolaborasi pemberikan infus atau cairan intravena
g. Berikan antibiotik
Rasional : Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan pada
KH: Setelah dilakukan perawatan 1x 6 jam TTV klien dalam batas normal
c. Sp O2 : 90-95 %
d. Pernafasan : 20 – 24 x/menit
e. Suhu : 36 – 37 oc
Rencana keperawatan :
b. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
Rasional : Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan perifer berkurang
sehingga menimbulkan sianosis dan suhu kulit yang dingin
Rasional: Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan dalam produksi ASI
d. Tindakan kolaborasi :
Rasional: perubahan kadar gas darah dan PH merupakan tanda hipoksia jaringan
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan cemas
berkurang atau hilang.
KH: setelah dilakukan perawatan 1x 24 jam ibu mengatakan cemas berkurang atau sudah tidak cemas
lagi yang ditandai klien nampak rileks.
Rencana tindakan :
Rasional : Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui
Tujuan : Tidak terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TTV dalam batas normal )
· Lokea
- Lokhea Sanguinolenta. Lokhea ini berwarna merah kuning berisi darah dan lendir karena
pengaruh plasma darah,penggeluarannya pada hari ke 3-7 hari post partum.
- Lokhea Serosa. Lokhea ini berwarnah kuning kecoklatan atau serum,pengeluarnnya pada hari 7-14
post Partum.
- Lokhea Alba berupacairan putih kekuningan pengeluaran. Setelah 2 minggu hari port partum bila
lokhea tetap berwarna merah kemungkinan tertinggal sisa plasenta atau selaput amnion.
· Pernafasan : 20 – 24 x/menit
· Suhu : 36 – 37 oc
KH: setelah dilakukan perawatan 2x24 suhu tubuh klien kembali ke suhu normal 36-37oc. Klien sudah
tidak terdapat tanda-tanda infeksi seperti:
Rencana tindakan :
a. Tindakan kolaborasi
· Beri antibiotika (Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk keadaan infeksi).
d. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang lembek, dan nyeri
panggul
Rasional : Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock yang tidak terdeteksi
e. Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea
Rasional : Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang berkepanjangan
f. Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran nafas, mastitis dan
saluran kencing
c. Pernafasan : 20 – 24 x/menit
d. Suhu : 36 – 37 oc
4. Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang komplikasi dan pengobatan
yang dilakukan
8. Lokhea Rubra
Lokhea ini berwarna merah segar seperti darah haid karena banyak mengandung darah segar dan sisa-
sisa selaput ketuban ,sel-sel decidua, vernix caseosa, lanugo meconium. Pengeluarannya segera setelah
persalinan sampai 2 hari post partum jumlah makin sedikit.
9. Lokhea Sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kuning berisi darah dan lendir karena pengaruh plasma
darah,penggeluarannya pada hari ke 3-7 hari post partum
Lokhea ini berwarnah kuning kecoklatan atau serum,pengeluarnnya pada hari 7-14 post Partum.
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD. Uterine
Leiomyomas. In : Williams Obstetrics. 22nd edition. Mc Graw-Hill. New York : 2005.
Sheris j. Out Look : Kesehatan ibu dan Bayi Baru Lahir. Edisi Khusus. PATH. Seattle : 2002.
Winkjosastro H, Hanada . Perdarahan Pasca Persalinan. Disitasi tanggal 21 September 2008 dari
: http://http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt12 .html [update : 1 Februari
2005].
Setiawan Y. Perawatan perdarahan post partum. Disitasi tanggal 21 September 2008
http://http://www.Siaksoft.net [update : Januari 2008].
Alhamsyah. Retensio Plasenta. Disitasi tanggal 22 September 2008 dari :
http://www.alhamsyah.com [update : Juli 2008].
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Perdarahan Pasca Persalinan.. Disitasi tanggal 22
September 2008 dari : http://.www.Fkunsri.wordpress.com [update : Agustus 2008].
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Tindakan Operatif Dalam Kala Uri. Dalam : Ilmu
Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth : Manual Removal. of Placenta.
Disitasi tanggal 22 September 2008 dari
:http://www.who.int/reproductivehealth/impac/Procedures/ Manual_removal_P77_P79.html.
[update : 2003].
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum. Dalam : Ilmu Bedah
Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
Prawirohardjo S. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP. 2002.
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Syok Hemoragika dan Syok Septik. Dalam : Ilmu
Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.