You are on page 1of 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

HAEMORRHAGIC POST PARTUM (HPP)

A. Pengertian

Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir.
Dalam menentukan jumlah perdarahan pada saat persalinan sulit karena sering bercampurnya darah
dengan air ketuban serta rembesan dikain pada alas tidur.

B. Klasifikasi

Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

1. Early post partum hemorhagic

Ealy post partum terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir

2. Late post partum hemorhagic

Late post partum terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir. perdarahan yang terjadi antara
hari kedua sampai enam minggu paska persalinan.

C. Etiologi

Penyebab umum perdarahan post partum adalah:

1. Atonia Uteri

2. Retensi Plasenta

3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban

a. Pelekatan yang abnormal

b. Tidak ada kelainan perlekatan

4. Trauma jalan lahir

a. Episiotomi yang lebar

b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim

c. Rupture uteri

5. Penyakit darah

Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia /hipofibrinogenemia.


Tanda yang sering dijumpai:

a. Perdarahan yang banyak

b. Solusio plasenta.

c. Pre eklampsia dan eklampsia.

D. Patofisiologi

Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana,
atoniauteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-
pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus
menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga
menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu misalnya
afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses
pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan post partum. Perdarahan yang sulit
dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.

Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:

1. Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir)

2. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi

3. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir

4. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah tersebut
menjadi kuat.

Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak)

1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil

2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus

3. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi perdarahan
tidak berkurang.

E. Manifestasi Klinis

Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi
lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik,
tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.

Gejala Klinis berdasarkan penyebab:


1. Perdarahan post partum akibat Atonia uteri.

Perdarahan post partum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian
lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir. Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang
lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar;
persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada
usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta
belum lepas dari rahim. Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila
perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum
tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.

Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat
mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan
tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi
penuh. Adapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri, yaitu umur, partus lama dan partus terlantar.

2. Perdarahan post partum akibat Retensio plasenta.

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.
Penyebab retensio plasenta :

a. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih

dalam.

b. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atonia

uteri

Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah
lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta
mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus
dikosongkan.

3. Perdarahan post partum akibat Subinvolusi.

Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan keadaan ini merupakan
salah satu dari penyebab terumum perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi
tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di
dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokhea seringkali gagal berubah dari bentuk
rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk lokhea alba. Lokhea yang tetap bertahan dalam bentuk rubra
selama lebih dari 2 minggu pasca patum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah
lokhea bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokhea berbau
menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur,
atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.

4. Perdarahan post partum akibat Inversio uteri.


Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam
kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan
plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar
uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.

Pembagian inversio uteri

a. Inversio uteri ringan

Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim

b. Inversio uteri sedang

Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina

c. Inversio uteri berat

Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.

Penyebab inversio uteri

a. Spontan

grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan

intra abdominal yang tinggi

b. Tindakan

Cara tarikan tali pusat yang berlebihan.

5. Perdarahan post partum akibat Hematoma.

Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna
ungu pada mukosa vagina atau perineum. Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesik dan
pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami.

6. Perdarahan post partum akibat laserasi /robekan jalan lahir.

Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan post partum. Robekan dapat
terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan post partum dengan uterus yang berkontraksi baik
biasanya disebabkan oleh robekan servik atau vagina.

a. Robekan serviks

Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda dari yang
belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat
menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta
sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir,
khususnya robekan servik uteri
b. Robekan vagina

Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin
ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam,
terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat
pada pemeriksaan speculum.

c. Robekan perineum

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu
panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika.
Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama
yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.

F. Pemeriksaan Laboratorium

1. Kadar Hb, Ht, Masa perdarahan dan masa pembekuan

2. Pemeriksaan USG

Hal ini dilakukan bila perlu untuk menentukan adanya sisa jaringan konsepsi intrauterine

3. Urinalisis memastikan kerusakan kandung kemih

4. Profil koagulasi menentukan peningkatan degradasi kadar produk fibrin, penurunan fibrinogen,
aktivasi masa tromboplastin dan masa tromboplastin parsial

G. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan keperawatan

Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat, uterus harus
diurut. Pijat dengan lembut uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian bawah untuk menstimulasi
kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada terhadap kekuatan pemijatan. Pemijatan yang kuat
dapat meletihkan uterus, mengakibatkan atonia uteri yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan
lembut.

Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai selama berlangsungnya hal
tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna merah dan uterus yang relaksasi yang berindikasi
atoni uteri atau fragmen plasenta yang tertahan. Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra
indikasi uterus, mengindikasikan perdarahan akibat adanya laserasi.
2. penatalaksanaan medis

Pertahankan pemberian cairan IV. Pemberian 20 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan RL atau normal
saline, efektif bila diberikan infus intra vena 10 ml/mnt. Transfusi darah diberikan bila diperlukan.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

HAEMORRHAGIC POST PARTUM (HPP)

A. Pengkajian

1. Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain – lain

2. Riwayat kesehatan :

a. Riwayat kesehatan dahulu

riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma
jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah,
pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin,
dan mual.
c. Riwayat kesehatan keluarga

Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, dan pre
eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.

d. Riwayat obstetrik

· Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan waktu haid,
HPHT

· Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil

e. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu

· Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi plasenta

· Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin, apakah
ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir

· Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi
ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi

f. Riwayat Kehamilan sekarang

· Hamil muda, keluhan selama hamil muda

· Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu, nadi,
pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain

· Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta
pengobatannya yang didapat

B. Pemeriksaan Fisik

1. B1: Breathing

Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal

2. B2: Blood

Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.
Tekanan darah biasanya stabil. Keluar darah pervaginam, robekan, lochea ( jumlah dan jenis )

3. B3: Brain

Kesadaran (GCS) Normal / turun

4. B4: Bowel

Observasi terhadap nafsu makan dan defekasi. Fundus uteri/abdomen lembek/keras, subinvolusi
5. B5: Bladder

Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain

6. B6: Bone

Pola aktifitas sehari-hari seperti makan dan minum, istirahat atau tidur, personal hygiene.

C. Diagnosa Kperawatan

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam

3. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian

4. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan

D. Rencana tindakan keperawatan

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam

Tujuan : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan

KH: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x2 jam klien nampak

· perdarah berkurang atau sduah berhenti

· volume cairan / intake output dalam keadaan seimbang

- Intake = ± 2500 cc

- Output = ± 2300 cc

· TTV dalam batas normal

- Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg

- Denyut nadi : 70-80 x/menit

- Pernafasan : 20 – 24 x/menit

- Suhu : 36 – 37 oc

· GCS 15

· Turgor kulit elastic

· Mukosa bibir lembab

· Mata tidak cowong

Rencana tindakan :
a. Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap terlentang.

Rasional : Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan memungkinkan darah keotak
dan organ lain.

b. Monitor tanda vital

Rasional : Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat

c. Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan diatas simpisis.

Rasional : Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan placenta, satu tangan
diatas simpisis mencegah terjadinya inversio uteri

d. Batasi pemeriksaan vagina dan rektum

Rasional : Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan terjadinya perdarahan
yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks / perineum atau terdapat hematom

e. Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan cepat, pasien merasa
mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera kolaborasi pemberikan infus atau cairan intravena

Rasional : Cairan intravena mencegah terjadinya shock.

f. Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri )

Rasional : Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan

g. Berikan antibiotik

Rasional : Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan pada

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam

Tujuan : Tanda vital dan gas darah dalam batas normal

KH: Setelah dilakukan perawatan 1x 6 jam TTV klien dalam batas normal

a. Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg

b. Denyut nadi : 70-80 x/menit

c. Sp O2 : 90-95 %

d. Pernafasan : 20 – 24 x/menit

e. Suhu : 36 – 37 oc

Rencana keperawatan :

a. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit

Rasional : Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital

b. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
Rasional : Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan perifer berkurang
sehingga menimbulkan sianosis dan suhu kulit yang dingin

c. Observasi ada / tidak adanya produksi ASI

Rasional: Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan dalam produksi ASI

d. Tindakan kolaborasi :

Monitor kadar gas darah dan PH

Rasional: perubahan kadar gas darah dan PH merupakan tanda hipoksia jaringan

e. Berikan terapi oksigen

Rasional: Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan transportasi sirkulasi jaringan.

3. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian

Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan cemas
berkurang atau hilang.

KH: setelah dilakukan perawatan 1x 24 jam ibu mengatakan cemas berkurang atau sudah tidak cemas
lagi yang ditandai klien nampak rileks.

Rencana tindakan :

a. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung

Rasional : Memberikan dukungan emosi

b. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan

Rasional : Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui

c. Bantu klien memahami dan memilih koping adaptip

Rasional: koping adaptif memungkinkan adanya respon positif dari klien

d. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya

Rasional : Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas

4. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan

Tujuan : Tidak terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TTV dalam batas normal )

· Lokea

- Bau tidak busuk

- Perubahan warna harus sesuai dengan tingkat penyembuhan luka


- Lokhea Rubra. Lokhea ini berwarna merah segar seperti darah haid karena banyak mengandung
darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban ,sel-sel decidua,vernix caseosa,lanugo meconium.
Pengeluarannya segera setelah persalinan sampai 2 hari post partum jumlah makin sedikit.

- Lokhea Sanguinolenta. Lokhea ini berwarna merah kuning berisi darah dan lendir karena
pengaruh plasma darah,penggeluarannya pada hari ke 3-7 hari post partum.

- Lokhea Serosa. Lokhea ini berwarnah kuning kecoklatan atau serum,pengeluarnnya pada hari 7-14
post Partum.

- Lokhea Alba berupacairan putih kekuningan pengeluaran. Setelah 2 minggu hari port partum bila
lokhea tetap berwarna merah kemungkinan tertinggal sisa plasenta atau selaput amnion.

· Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg

· Denyut nadi : 70-80 x/menit

· Pernafasan : 20 – 24 x/menit

· Suhu : 36 – 37 oc

KH: setelah dilakukan perawatan 2x24 suhu tubuh klien kembali ke suhu normal 36-37oc. Klien sudah
tidak terdapat tanda-tanda infeksi seperti:

· Dolor yaitu rasa nyeri

· Kalor yaitu rasa panas

· Tumor yaitu pembengkakan

· Rubor yaitu kemerahan

· Fungsio laesa yaitu perubahan fungsi

Rencana tindakan :

a. Tindakan kolaborasi

· Berikan zat besi (Anemi memperberat keadaan)

· Beri antibiotika (Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk keadaan infeksi).

b. Lakukan vulva hygiene dan personal hygiene lainnya

Rasional: mencegah terjadinya infeksi

c. Catat perubahan tanda-tanda vital

Rasional : Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya infeksi

d. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang lembek, dan nyeri
panggul

Rasional : Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock yang tidak terdeteksi
e. Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea

Rasional : Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang berkepanjangan

f. Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran nafas, mastitis dan
saluran kencing

Rasional : Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan

E. Kriteria/Standart keberhasilan tindakan keperawatan (Evaluasi)

Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :

1. Tanda vital dalam batas normal :

a. Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg

b. Denyut nadi : 70-80 x/menit

c. Pernafasan : 20 – 24 x/menit

d. Suhu : 36 – 37 oc

2. Kadar Hb Lebih atau sama dengan 10 – 12 g%

3. Analisa Gas Darah dalam batas normal 65-100 %

4. Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang komplikasi dan pengobatan
yang dilakukan

5. Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam mengungkapkan perasaan psikologis


dan emosinya

6. Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya.

7. Lokea tidak bau busuk

8. Lokhea Rubra

Lokhea ini berwarna merah segar seperti darah haid karena banyak mengandung darah segar dan sisa-
sisa selaput ketuban ,sel-sel decidua, vernix caseosa, lanugo meconium. Pengeluarannya segera setelah
persalinan sampai 2 hari post partum jumlah makin sedikit.

9. Lokhea Sanguinolenta

Lokhea ini berwarna merah kuning berisi darah dan lendir karena pengaruh plasma
darah,penggeluarannya pada hari ke 3-7 hari post partum

10. Lokhea Serosa

Lokhea ini berwarnah kuning kecoklatan atau serum,pengeluarnnya pada hari 7-14 post Partum.

11. Lokhea Alba


Berupa cairan putih kekuningan pengeluran Setelah 2 minggu hari port partum bila lokhea tetap
berwarna merah setelah 2 minggu post partum kemungkinan tertinggal sisa plasenta atau selaput
amnion
Daftar Pustaka

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD. Uterine
Leiomyomas. In : Williams Obstetrics. 22nd edition. Mc Graw-Hill. New York : 2005.
Sheris j. Out Look : Kesehatan ibu dan Bayi Baru Lahir. Edisi Khusus. PATH. Seattle : 2002.
Winkjosastro H, Hanada . Perdarahan Pasca Persalinan. Disitasi tanggal 21 September 2008 dari
: http://http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt12 .html [update : 1 Februari
2005].
Setiawan Y. Perawatan perdarahan post partum. Disitasi tanggal 21 September 2008
http://http://www.Siaksoft.net [update : Januari 2008].
Alhamsyah. Retensio Plasenta. Disitasi tanggal 22 September 2008 dari :
http://www.alhamsyah.com [update : Juli 2008].
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Perdarahan Pasca Persalinan.. Disitasi tanggal 22
September 2008 dari : http://.www.Fkunsri.wordpress.com [update : Agustus 2008].
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Tindakan Operatif Dalam Kala Uri. Dalam : Ilmu
Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth : Manual Removal. of Placenta.
Disitasi tanggal 22 September 2008 dari
:http://www.who.int/reproductivehealth/impac/Procedures/ Manual_removal_P77_P79.html.
[update : 2003].
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum. Dalam : Ilmu Bedah
Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
Prawirohardjo S. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP. 2002.
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Syok Hemoragika dan Syok Septik. Dalam : Ilmu
Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.

You might also like