Professional Documents
Culture Documents
KELOMPOK 3 III A :
1. DENI ESTU UTAMI (13013)
2. DESI MUSTIKA SARI (13014)
3. DELLA OCTAVIA (13064)
4. DIYAN MALASARI (13016)
5. DWI PRABANDARI (13019)
A. PENGERTIAN
1. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(Rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
(Ngastiyah, 1997: 229)
2. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium (Mansjoer, A.dkk. 2000: 434)
3. Kejang demam : kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang
disebabkan oleh kelainan ekstrakranium (Lumban tobing, 1995: 1)
4. Kejang demam : gannguan sementara yang terjadi pada anak-anak yang
ditandai dengan demam (Wong, D.T. 1999: 182)
5. Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba
yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau
memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
6. Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan
gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
7. Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-
klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.
Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul
mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M.
Wikson, 1995).
B. ETIOLOGI
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti,
demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu
tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu
tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer, 2000).
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia
(penurunan oksigen dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia,
dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh
gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus pencetusnya
dihilangkan (Corwin, 2001).
C. PATOFISIOLOGI
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui
membran tersebut dengan akibat teerjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang
yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit ) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan
oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh makin
meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan
timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan
pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi
serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama
dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.
D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinik klien dengan kejang demam antara lain :
1. Suhu tubuh > 38⁰c
2. Serangan kejang biasanya berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3. Sifat bangkitan dapat berbentuk :
Tonik : mata ke atas, kesadaran hilang dengan segera, bila berdiri
jatuh ke lantai atau tanah, kaku, lengan fleksi, kaki/kepala/leher
ekstensi, tangisan melengking, apneu, peningkatan saliva
Klonik : gerakan menyentak kasar pada saat tubuh dan ekstremitas
berada pada kontraksi dan relaksasi yang berirama, hipersalivasi,
dapat mengalami inkontinensia urin dan feses
Tonik Klonik
Akinetik : tidak melakukan gerakan
4. Umumnya kejang berhenti sendiri, anak akan terbangun dan sadar kembali
tanpa adanya kelainan saraf.
F. KLASIFIKASI
Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah :
1. Kejang demam sederhana : yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit
dan umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam
sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu :
umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
Kejang bersifat umum
Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu
normal tidak menunjukan kelainan.
Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
2. Kejang kompleks :
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh
criteria Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang
kompleks diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit,
fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di sini anak
sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang
dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.
G. KOMPLIKASI
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi
hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula –
mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas.
Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis
di otak sehingga terjadi epilepsi. Ada beberapa komplikasi yang mungkin
terjadi pada klien dengan kejang demam :
a) Pneumonia aspirasi
b) Asfiksia
c) Retardasi mental
H. PENATALAKSANAAN
1. Primary Survey :
Airway : Kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda asing dalam
mulut seperti lendir dan dengarkan bunyi nafas.
Breathing : kaji kemampuan bernafas klien
Circulation : nilai denyut nadi
Menilai koma (coma = C) atau kejang (convulsion = C) atau
kelainan status mental lainnya
Apakah anak koma ? Periksa tingkat kesadaran dengan skala AVPU:
A : sadar (alert)
V : memberikan reaksi pada suara (voice)
P : memberikan reaksi pada rasa sakit (pain)
U : tidak sadar (unconscious)
Tindakan primer dalam kegawatdaruratan dengan kejang demam adalah :
a) Baringkan klien pada tempat yang rata dan jangan melawan
gerakan klien saat kejang
b) Bila klien muntah miringkan klien untuk mencegah aspirasi ludah
atau muntahan.
c) Bebaskan jalan nafas dengan segera :
Buka seluruh pakaian klien
Pasang spatel atau gudel/mayo (sesuaikan ukuran pada anak)
Bersihkan jalan nafas dari lendir dengan suction atau manual
dengan cara finger sweep dan posisikan kepala head tilt-chin
lift (jangan menahan bila sedang dalam keadaan kejang)
d) Oksigenasi segera secukupnya
e) Observasi ketat tanda-tanda vital
f) Kolaborasikan segera pemberian therapy untuk segera
menghentikan kejang
g) Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup
lama (> 10 menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
PADA PASIEN KEJANG DEMAM
A. PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut
Greenberg (1980 : 122 – 128), Paula Krisanty (2008 : 223) :
1. Riwayat Kesehatan :
a. Saat terjadinya demam : keluhan sakit kepala, sering menangis,
muntah atau diare, nyeri batuk, sulit mengeluarkan dahak, sulit
makan, tidak tidur nyenyak. Tanyakan intake atau output
cairan, suhu tubuh meningkat, obat yang dikonsumsi
b. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
c. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA,
pneumonia, gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria,
morbilivarisela dan campak.
d. Adanya riwayat trauma kepala
2. Pengkajian fisik
Pada kasus kejang demam yang biasanya dikaji adalah :
A : Airway ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpuls-
inpuls radang dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat
pengatur suhu tubuh Hipotalamus menginterpretasikan impuls
menjadi demam Demam yang terlalu tinggi merangsang kerja syaraf
jaringan otak secara berlebihan , sehingga jaringan otak tidak dapat
lagi mengkoordinasi persyarafan-persyarafan pada anggota gerak
tubuh. wajah yang membiru, lengan dan kakinya tesentak-sentak tak
terkendali selama beberapa waktu. Gejala ini hanya berlangsung
beberapa detik, tetapi akibat yang ditimbulkannya dapat
membahayakan keselamatan anak balita. Akibat langsung yang
timbul apabila terjadi kejang demam adalah gerakan mulut dan lidah
tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah
lalu menyumbat saluran pernapasan.
Tindakan yang dilakukan :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan
oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen.
Evaluasi :
- Inefektifan jalan nafas tidak terjadi
- Jalan nafas bersih dari sumbatan
- RR dalam batas normal
- Suara nafas vesikuler
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doengoes, dkk (1999 : 876), Angram (1999 : 629 – 630),
carpenito (2000 : 132) dan Krisanty P., dkk (2008 : 224) diagnosa yang
mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam :
1. Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang
2. Defisit volume cairan bd kondisi demam
3. Hipertermia bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus
4. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke
otak
5. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis,
penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan bd kurangnya
informasi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. DX 1 : Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama poroses
keperawatan diharapkan resiko cidera dapat di hindari, dengan
kriteria hasil :
NOC : Pengendalian Resiko
a. Pengetahuan tentang resiko
b. Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko
c. Monitor kemasan personal
d. Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko
e. Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko
Indkator skala :
1 = tidak adekuat
2 = sedikit adekuat
3 = kadang-kadang adekuat
4 = adekuat
5 = sangat adekuat
NIC : mencegah jatuh
a. Identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat
menjadiakn potensial jatuh dalam setiap keadaan
b. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang dapat
menjadikan potensial jatuh
c. monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan
dengan ambulasi
d. instruksikan pada pasien untuk memanggil asisten kalau mau
bergerak
D. EVALUASI
Merupakan fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi
terhadap asuhan keperawatan yang diberikan (Gaffar, 1997). Evaluasi
asuhan keperawatan adalah tahap akhir proses keperawatan yang bertujuan
untuk menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang
dilakukan.
Hasil akhir yang diinginkan dari perawatan pasien Kejang Demam
meliputi pola pernafasan kembali efektif, suhu tubuh kembali normal,
anak menunjukkan rasa nymannya secara verbal maupun non verbal,
kebutuhan cairan terpenuhi seimbang, tidak terjadi injury selama dan
sesudah kejang dan pengatahuan orang tua bertambah.
Evaluasi ini bersifat formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan secara
terus menerus untuk menilai hasil tindakan yang dilakukan disebut juga
evaluasi tujuan jangka pendek. Dapat pula bersifat sumatif yaitu evaluasi
yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan yang pencapaian
tujuan jangka panjang.
Komponen tahapan evaluasi :
a) Pencapaian kriteria hasil
Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran untuk
pengukuran. Bila kriteria hasil telah dicapai, kata “ Sudah Teratasi “
dan datanya ditulis di rencana asuhan keperawatan. Jika kriteria hasil
belum tercapai, perawat mengkaji kembali klien dan merevisi
rencana asuhan keperawatan.
b) Keefektifan tahap – tahap proses keperawatan
Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria hasil dapat
terjadi di seluruh proses keperawatan.
1) Kesenjangan informasi yang terjadi dalam pengkajian tahap
satu.
2) Diagnosa keperawatan yang salah diidentifikasi pada tahap dua
3) Instruksi perawatan tidak selaras dengan kriteria hasil pada
tahap tiga
4) Kegagalan mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan
tahap empat.
5) Kegagalan mengevaluasi kemajuan klien pada tahap ke lima.
DAFTAR PUSTAKA
Krisanty P,. Dkk (2008), Asuhan Keperawatan Gawat darurat, Trans info Media,
Jakarta
Arif Mansjoer, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media
Aesculapius, Jakarta
Doenges, Marillyn E, dkk (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC, Jakarta
Doenges, Marillyn E, et all (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC,
Jakarta
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Sylvia A. Price, dkk (1995), Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4, EGC,
Jakarta