Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertermia
2.1.1 Pengertian
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun
mengurangi produksi panas. Hipertermi terjadi karena adanya
ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi
produksi panas yang berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu
tubuh.Hipertermi tidak berbahaya jika dibawah 39° C.
Selain adanya tanda klinis, penentuan hipertermi juga didasarkan
pada pembacaan suhu pada waktu yang berbeda dalam satu hari dan
dibandingkan dengan nilai normal individu tersebut (Potter & Perry,
2010).
Hipertermi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
atau berisiko untuk mengalami kenaikan suhu tubuh secara terus-
menerus lebih tinggi dari 370C (peroral) atau 38.80C (perrektal) karena
peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal (Linda Juall
Corpenito). Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh diatas kisaran
normal (NANDA International 2009-2018). Hipertermi
merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami atau berisiko
untuk mengalami kenaikan suhu tubuh secara terus-menerus lebih
tinggi dari 37oC (peroral) atau 38.80C (perrektal) karena peningkatan
kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal (NANDA, 2015).
2.1.2 Etiologi
Hipertermi dapat disebabkan karena gangguan otak atau akibat
bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu.
Zat yang dapat menyebabkan efek perangsangan
terhadap pusat pengaturan suhu sehingga menyebabkan demam yang
disebut pirogen. Zat pirogen ini dapat berupa protein, pecahan protein,
dan zat lain. Terutama toksin polisakarida, yang dilepas oleh bakteri
toksi/ pirogen yang dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh dapat
menyebabkan demam selama keadaan sakit (Hidayat & Uliyah, 2016).
Faktor penyebabnya :
a. Dehidrasi Penyakit atau trauma
b. Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk berkeringat
c. Pakaian yang tidak layak
d. Kecepatan metabolisme meningkat.
e. Pengobatan/ anesthesiaTerpajan pada lingkungan yang panas
(jangka panjang)
f. Aktivitas yang berlebihan (Hidayat, 2012).
2.1.3 Patofisiologi
Substansi yang menyebabkan demam disebut pirogen dan berasal
baik dari oksigenmaupun endogen. Mayoritas pirogen endogen adalah
mikroorganisme atau toksik, pirogen endogen adalah polipeptida yang
dihasilkan oleh jenis sel penjamu terutama monosit, makrofag, pirogen
memasuki sirkulasi dn menyebabkan demam pada tingkat termoregulasi
di hipotalamus.
Peningkatan kecepatan dan pireksi atau demam akan mengarah
pada meningkatnya kehilangan cairan dan elektrolit, padahal cairan dan
elektrolit dibutuhkan dalam metabolisme diotak untuk menjaga
keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior. Apabila seseorang
kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi), maka elektrolit-elektrolit
yang ada pada pembuluh darah berkurang padahal dalam proses
metabolisme di hipotalamus anterior membutuhkan elektrolit tersebut,
sehingga kekurangan cairan dan elektrolit mempengaruhi fungsi
hipotalamus anterior dalam mempertahankan keseimbangan
termoregulasi dan akhirnya menyebabkan peningkatan suhu
tubuh (Siswantara, 2013).
Suhu tubuh hampir seluruhnya diatur oleh mekanisme persarafan
umpan balik. Agar mekanisme umpan balik dapat berlangsung harus
tersedia pendetektor suhu. Area utama dalam otak yang berperan dalam
pengaturan suhu tubuh terdiri dari nukleus preoptik dan nukleus
hipotalamik anterior hipotalamus. Apabila area preoptik dipanaskan,
kulit diseluruh tubuh dengan segera mengeluarkan banyak keringat dan
dalam waktu yang sama pembuluh darah kulit sangat berdilatasi. Hal ini
merupakan reaksi cepat yang menyebabkan tubuh kehilangan panas,
dengan demikian membantu mengembalikan suhu tubuh kembali
normal. Di samping itu, pembentukan panas tubuh yang berlebihan
dihambat. Oleh karena itu area preoptik dari hipotalamus berfungsi
sebagai termostatik pusat kontrol suhu tubuh (Siswantara, 2013).
Menggigil merupakan mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh
malalui beberapa cara :
a. Meningkatkan kecepatan pembentukan panas
b. Menhambat proses berkeringat
c. Meningkatkan vasokonstriksi kulit
Reseptor suhu tubuh bagian dalam terutama di medulla spinalis, di
organ dalam abdomen, dan sekitar vena-vena besar. Reseptor kulit
maupun reseptor tubuh bagian dalam berperan mencegah hipotermia.
2.1.5 Komplikasi
a. Stupor
Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi
ada respon terhadap nyeri.
b. Letargi
Letargi adalah suatu keadaan di mana terjadi penurunan kesadaran
dan pemusatan perhatian serta kesiagaan. Kondisi ini juga seringkali
dipakai untuk menggambarkan saat seseorang tertidur lelap, dapat
dibangunkan sebentar namun kesadaran yang ada tidak penuh, dan
berakhir dengan tertidur kembali.
c. Kejang
Kejang adalah kondisi di mana otot-otot tubuh berkontraksi secara
tidak terkendali. Seluruh gerakan kita dikendalikan oleh otak yang
mengirim sinyal-sinyal listrik melalui saraf ke otot. Jika sinyal dari
otak mengalami gangguan atau terjadi keabnormalan, otot-otot
tubuh akan berkontraksi dan bergerak tanpa terkendali.
d. Koma
Koma adalah situasi darurat medis ketika seseorang mengalami
keadaan tidak sadar dalam jangka waktu tertentu. Ketidaksadaran
ini disebabkan oleh menurunnya aktivitas di dalam otak yang dipicu
oleh beberapa kondisi seperti cedera otak parah, keracunan alkohol,
atau infeksi otak (Isnayani, 2013).
2.1.7 Penatalaksanaan
a. Secara Fisik
1) Pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam
2) Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
3) Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
4) Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai
oksigen kenotak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak
5) Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak-banyaknya
6) Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
7) Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak,lipat paha
b. Obat-obatan Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat
pengatur suhu di hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah
pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim
cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus direndahkan kembali
menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas diatas
normal dan mengurangi pengeluaran panas.
2.1.8
2.2 Heat Exhaustion
2.2.1. Pengertian
Heat exhaustion terjadi ketika individu mengalami dehidrasi dan
lemah. Mual dan muntah pun sering terjadi. Berkeringat berlebihan
menyebabkan hilangnya sebagian besar air atau garam. Deplesi garam
pada heat exhaustion biasanya terjadi ketika seseorang tidak dapat
menyesuaikan diri pada iklim saat latihan dan hanya mengganti
kehilangan air saja. Deplesi air pada heat exhaustion biasanya terlihat
pada seseorang yang tidak mendapat asupan air yang memadai saat
terpapar panas yang ekstrim. Apapun mekanismenya, seseorang bisa
jatuh pada keadaan kolaps karena dehidrasi, deplesi garam dan
hipovolemia. Heat exhaustion biasanya ditandai dengan keringat
berlebihan, kelelahan, haus, kram otot biasanya pada perut,tangan atau
kaki.
2.2.2. Manifestasi Klinis
Heat exhaustion sering memperlihatkan gejala seperti flu termasuk
sakit kepala, pusing, kepala terasa ringan, mual, muntah, malaise, kram
otot, dan kulit dingin dan terasa lembab (Tabel 1). Suhu biasanya
normal, tetapi dapat meningkat biasanya kurang dari 41°C (106°F).
Tanda dan gejala klinis dehidrasi hampir selalu hadir dalam bentuk
takikardia, hipotensi, dan diaphoresis.
a. Kebingungan
b. Urin berwarna gelap (tanda dehidrasi)
c. Pusing
d. Pingsan
e. Kelelahan
f. Sakit kepala
g. Kram otot
h. Mual
i. Kulit pucat
j. Berkeringat banyak
k. Detak jantung yang cepat
2.3.4. Penatalaksanaan
Heat stroke merupakan keadaan darurat medis. Penurunan suhu
tubuh dengan cepat merupakan hal yang terpenting dalam perawatan
karena durasi dari hyperthermia merupakan faktor penting yang sering
direkomendasikan. Kecuali untuk kasus ringan, pasien yang
didiagnosis mengalami EHS atau NEHS harus dimasukkan ke rumah
sakit paling lambat dalam waktu 48 jam untuk memantau apakah
terjadi komplikasi (Halman et al, 2009).
Bila diduga mengalami heat stroke, pendinginan harus dilakukan
secepat mungkin dan secara terus menerus sambil pasien disadarkan.
Beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa tindakan segera
menghindari pemaparan dari panas dapat secara dramatis
meningkatkan hasil jangka panjang dan mengurangi cedera ireversibel.
Melepaskan pakaian yang ketat dan menyemprotkan air pada tubuh
menutupi pasien dengan lembaran kain yang direndam di air es atau
menempatkan bongkahan es di aksial dan selangkangan dapat
mengurangi suhu tubuh pasien secara signifikan (Halman et al, 2009).
Perawatan intensif harus diperhatikan dengan cermat untuk saluran
pernapasan, mengurangi suhu tubuh, membatasi produksi panas,
mengoptimalkan sirkulasi udaran dan memonitor serta mengobati
komplikasi.
Tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan suhu sedikitnya
0.2°C / menit menjadi sekitar 39°C. Pendinginan luar secara aktif
umumnya berhenti di 39°C untuk mencegah overshooting, yang dapat
mengakibatkan hipotermia iatrogenic (Halman et al, 2009). Pada
banyak kasus, pengukuran suhu rektal bersamaan dengan
penatalaksanaan secara keseluruhan dari cardiovascular, pernapasan,
dan syaraf merupakan hal yang vital. Perawatan harus dilakukan di
lokasi kejadian (Harries et al, 2002).
a. Penatalaksanaan di luar rumah sakit
Korban harus di pindahkan ke tempat yang lebih sejuk dan
seluruh pakaiannya di tangagalkan. Penurunan suhu tubuh harus di
lakukan dengan menggunakan apapun yang tersedia (misalnya
pasien dapat di percikan air dan tingkatkan penguapan dengan
membuka jendela dan pintu atau dengan menggunakan kipas
angin). Lakukan juga resusitasi (ABC), bila memungkinkan,
oksigen harus diberikan dan pemasangan infus intravena
menggunakan cairan kristaloid juga dilakukan. Apabila tersedia
kantong es, letakkan pada leher ,ketiak dan
selangkangan.Pemijatan pada kulit juga dilakukan untuk mencegah
terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah kulit akibat pendinginan
yang agresif. Bawa segera ke rumah sakit karena ini merupakan
keadaan darurat (Bouchama, 2002).
b. Penatalaksanaan di rumah sakit
Pendinginan terhadap pasien harus dilakukan secara agresif
ketika diagnosis sudah ditegakan. Monitor suhu pada kulit dan
rectal, central venous pressure, dan elektrolit. Terdapat beberapa
metode pendinginan untuk menurunkan suhu tubuh pasien. Metode
yang paling efektif dalam menurunkan suhu tubuh pasien secara
tepat adalah kombinasi antara pengeluaran panas secara evaporasi
dan konveksi yaitu dengan menggunakan body cooling units atau
metode sederhana serupa dengan menjaga kulit pasien tetap
lembab dengan memercikan air hangat ke tubuh pasien dan
membuat tubuh pasien terpapar aliran udarayang baik (bisa
digunakan kipas angina).
Apabila metode tersebut gagal untuk menurunkan suhu inti
tubuh dibawah 400C dalam 30 menit, maka harus dilakukan
metode yang lain, yaitu iced-peritoneal lavage ( memasukkan 2 L
larutan saline 0,9 % yang didinginkan ke dalam rongga peritoneal
dan kemudian dikeluarkan setelah 30 menit) (Bouchama, 2002).
No Monitoring
Pemantauan terus menerus suhu inti tubuh (dubur atau
1
timpani)
2 Nadi, tekanan darah dan respirasi
3 Urin output (memasukkan kateter jika perlu)
4 Saturasi oksigen arteri oleh pulsa oksimetri
5 Dua belas lead elektrokardiogram dan pantau secara
berkelanjutan
6 Glasgow Coma Scale
(Grogan H dan Hopkins PM, 2002)
Tabel 4. Pemeriksaan Lab untuk Heat Stroke
No Pemeriksaan
1 Full blood count and blood film
2 Serum elektrolit, urea, kreatinin dan glukosa darah
3 Serum kalsium dan fosfat
4 Serum osmolaritas
5 Tes fungsi hati, termasuk enzim
6 Enzim otot, terutama creatine kinase
7 GDA
8 Clotting screen
9 Urin untuk protein, gips, mioglobin dan osmolaritas
(Grogan H dan Hopkins PM, 2002)
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas pasien
Nama : Ny. B.S
Umur : 49 Tahun
Alamat : Suli
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Tanggal masuk : 09 - 06 - 2018 pukul 07.30 WIB
Tanggal pengkajian : 09 - 06 - 2018 pukul 07.30 WIB
No. reg : 016421
Diagnosis : FEBRIS EXCALSIA ( EC )
Penanggung jawab : Tn. S.S
Umur : 53 Tahun
Alamat : Suli
Agama : Islam
Pekerjaan : Wirausaha
A. Data pengkajian
1. Keluhan utama masuk Rumah Sakit :
Pasien masuk dengan keluhan Badan panas
2. Keluhan utama saat pengkajian :
Pasien mengatakan badan terasa Panas.
3. Keluhan yang menyertai
Badan pasien teraba panas, pasien mengatakan nafsu makan
berkurang, pasien mengatakan rasa menggigil
B. Catatan Kronologis
Pasien mengeluh badannya panas sejak 2 hari yang lalu dan keluarga
pasien hanya memberikan paracetamol agar panas pasien turun namun
sudah tiga hari panas tidak kunjung sembuh melihat kondisi pasien
semakin memburuk akhirnya keluarga membawa pasien ke IGD RSUD
Tulehu.
C. Data
K/U : Lemah
Airway : tidak ada Obstruksi jalan napas
Breathing : Gerakan Dada simetris, pernapasan
Normal dan tidak teratur dengan Frekuensi 22 x/menit
Circulation : Nadi Takikardi dengan frekuensi 90
x/menit kulit teraba panas dengan suhu
0
38,4 C dan T/D 110/80 mmHg
Disability : Compos Mentis dengan GCS : 15
Respon Mata (E)
:5
Respon motorik (M)
:6
Respon Verbal (V)
:4
Exposure : pasien tampak pucat
Full Vital sign : TD : 110/80 mmHg
Suhu : 38,40 C
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Give Comfort : Baringkan pasien ditempat tidur, selimuti
pasien dengan jaket pasien.
E. Klasifikasi Data
Data Subyektif
Pasien mengatakan badan terasa Panas,
pasien mengatakan rasa menggigil
Data obyektif
Nadi Takikardi dengan frekuensi 90 x/menit
kulit teraba panas dengan suhu 38,40 C.
Konjungtiva pucat
Arteri Karotis teraba cepat
F. Analisa Data
Simtom Etiologi Problem
Data Subyektif Invasi Microbakterium Hipertermi
Pasien mengatakan kedalam tubuh Hospes
badan terasa Panas, dan penurunan fungsi
Pasien mengatakan Termoregulasi tubuh
rasa menggigil.
Data obyektif
Nadi Takikardi
dengan frekuensi
90 x/menit
kulit teraba panas
dengan suhu 38,40
C.
Konjungtiva pucat
Arteri Karotis
teraba cepat
DAFTAR PUSTAKA
Bouchama A dan Knochel JP. Heat Stroke. The New England Journal of Medicine. 2002;
Vol.346,No.2
Grogan H dan Hopkins PM. Heat Stroke: Implication for Critical Care and Anesthesia.
British Journal of Anesthesia. 2002; 88: 700-7
Saharun Iso. 2016. Prinsip Umum Penatalaksanaan Cedera Olahraga Heat Strok.
Jakarta : FKUI.