You are on page 1of 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertermia
2.1.1 Pengertian
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun
mengurangi produksi panas. Hipertermi terjadi karena adanya
ketidakmampuan mekanisme kehilangan panas untuk mengimbangi
produksi panas yang berlebihan sehingga terjadi peningkatan suhu
tubuh.Hipertermi tidak berbahaya jika dibawah 39° C.
Selain adanya tanda klinis, penentuan hipertermi juga didasarkan
pada pembacaan suhu pada waktu yang berbeda dalam satu hari dan
dibandingkan dengan nilai normal individu tersebut (Potter & Perry,
2010).
Hipertermi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
atau berisiko untuk mengalami kenaikan suhu tubuh secara terus-
menerus lebih tinggi dari 370C (peroral) atau 38.80C (perrektal) karena
peningkatan kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal (Linda Juall
Corpenito). Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh diatas kisaran
normal (NANDA International 2009-2018). Hipertermi
merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami atau berisiko
untuk mengalami kenaikan suhu tubuh secara terus-menerus lebih
tinggi dari 37oC (peroral) atau 38.80C (perrektal) karena peningkatan
kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal (NANDA, 2015).

2.1.2 Etiologi
Hipertermi dapat disebabkan karena gangguan otak atau akibat
bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu.
Zat yang dapat menyebabkan efek perangsangan
terhadap pusat pengaturan suhu sehingga menyebabkan demam yang
disebut pirogen. Zat pirogen ini dapat berupa protein, pecahan protein,
dan zat lain. Terutama toksin polisakarida, yang dilepas oleh bakteri
toksi/ pirogen yang dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh dapat
menyebabkan demam selama keadaan sakit (Hidayat & Uliyah, 2016).
Faktor penyebabnya :
a. Dehidrasi Penyakit atau trauma
b. Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk berkeringat
c. Pakaian yang tidak layak
d. Kecepatan metabolisme meningkat.
e. Pengobatan/ anesthesiaTerpajan pada lingkungan yang panas
(jangka panjang)
f. Aktivitas yang berlebihan (Hidayat, 2012).

2.1.3 Patofisiologi
Substansi yang menyebabkan demam disebut pirogen dan berasal
baik dari oksigenmaupun endogen. Mayoritas pirogen endogen adalah
mikroorganisme atau toksik, pirogen endogen adalah polipeptida yang
dihasilkan oleh jenis sel penjamu terutama monosit, makrofag, pirogen
memasuki sirkulasi dn menyebabkan demam pada tingkat termoregulasi
di hipotalamus.
Peningkatan kecepatan dan pireksi atau demam akan mengarah
pada meningkatnya kehilangan cairan dan elektrolit, padahal cairan dan
elektrolit dibutuhkan dalam metabolisme diotak untuk menjaga
keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior. Apabila seseorang
kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi), maka elektrolit-elektrolit
yang ada pada pembuluh darah berkurang padahal dalam proses
metabolisme di hipotalamus anterior membutuhkan elektrolit tersebut,
sehingga kekurangan cairan dan elektrolit mempengaruhi fungsi
hipotalamus anterior dalam mempertahankan keseimbangan
termoregulasi dan akhirnya menyebabkan peningkatan suhu
tubuh (Siswantara, 2013).
Suhu tubuh hampir seluruhnya diatur oleh mekanisme persarafan
umpan balik. Agar mekanisme umpan balik dapat berlangsung harus
tersedia pendetektor suhu. Area utama dalam otak yang berperan dalam
pengaturan suhu tubuh terdiri dari nukleus preoptik dan nukleus
hipotalamik anterior hipotalamus. Apabila area preoptik dipanaskan,
kulit diseluruh tubuh dengan segera mengeluarkan banyak keringat dan
dalam waktu yang sama pembuluh darah kulit sangat berdilatasi. Hal ini
merupakan reaksi cepat yang menyebabkan tubuh kehilangan panas,
dengan demikian membantu mengembalikan suhu tubuh kembali
normal. Di samping itu, pembentukan panas tubuh yang berlebihan
dihambat. Oleh karena itu area preoptik dari hipotalamus berfungsi
sebagai termostatik pusat kontrol suhu tubuh (Siswantara, 2013).
Menggigil merupakan mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh
malalui beberapa cara :
a. Meningkatkan kecepatan pembentukan panas
b. Menhambat proses berkeringat
c. Meningkatkan vasokonstriksi kulit
Reseptor suhu tubuh bagian dalam terutama di medulla spinalis, di
organ dalam abdomen, dan sekitar vena-vena besar. Reseptor kulit
maupun reseptor tubuh bagian dalam berperan mencegah hipotermia.

2.1.4 Manifestasi Klinis


a. Gelisah
b. Hipotensi
Hipotensi adalah keadaan ketika tekanan darah di dalam arteri lebih
rendah dibandingkan normal dan biasa disebut dengan tekanan
darah rendah.
c. Kulit kemerahan
d. Kulit terasa hangat
e. Postur Abnormal
f. Takikardia.
g. Takikardia adalah kondisi di mana detak jantung seseorang di atas
normal dalam kondisi beristirahat. Detak jantung orang dewasa
sehat adalah 60 sampai 100 kali per menit saat istirahat.
h. Takipnea
Takipnea (tachypnea) adalah pernapasan abnormal cepat dan
dangkal, biasanya didefinisikan lebih dari 60 hembusan per menit.
i. Vasodilatasi (NANDA, 2015).
Batasan Karakteristik
a. Mayor (Harus Terdapat)
1) Suhu lebih tinggi dari 37,80 C per oral atau 38,80 C per rektal
2) Kulit hangat
3) Takikardia
b. Minor (Mungkin Terjadi)
1) Kulit kemerahan
2) Peningkatan kedalaman pernapasan
3) Menggigil atau merinding
4) Dehidrasi
5) Sakit dan nyeri yang spesifik atau umum (misalnya: sakit,
malaise / kelelahan)
6) Kehilangan nafsu makan

2.1.5 Komplikasi
a. Stupor
Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi
ada respon terhadap nyeri.
b. Letargi
Letargi adalah suatu keadaan di mana terjadi penurunan kesadaran
dan pemusatan perhatian serta kesiagaan. Kondisi ini juga seringkali
dipakai untuk menggambarkan saat seseorang tertidur lelap, dapat
dibangunkan sebentar namun kesadaran yang ada tidak penuh, dan
berakhir dengan tertidur kembali.
c. Kejang
Kejang adalah kondisi di mana otot-otot tubuh berkontraksi secara
tidak terkendali. Seluruh gerakan kita dikendalikan oleh otak yang
mengirim sinyal-sinyal listrik melalui saraf ke otot. Jika sinyal dari
otak mengalami gangguan atau terjadi keabnormalan, otot-otot
tubuh akan berkontraksi dan bergerak tanpa terkendali.
d. Koma
Koma adalah situasi darurat medis ketika seseorang mengalami
keadaan tidak sadar dalam jangka waktu tertentu. Ketidaksadaran
ini disebabkan oleh menurunnya aktivitas di dalam otak yang dipicu
oleh beberapa kondisi seperti cedera otak parah, keracunan alkohol,
atau infeksi otak (Isnayani, 2013).

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan darah lengkap : mengindetifikasi kemungkinan
terjadinya resikoinfeksi.
b. Pemeriksaan urine
c. Uji widal : suatu reaksi oglufinasi antara antigen dan antibodi untuk
pasien thypoid. Suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody .
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasi . Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita
typhoid .
d. Pemeriksaan elektrolit : Na, K, Cl5
e. Uji tourniquet (Siswantara, 2013).

2.1.7 Penatalaksanaan
a. Secara Fisik
1) Pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam
2) Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
3) Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
4) Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai
oksigen kenotak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak
5) Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak-banyaknya
6) Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
7) Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak,lipat paha
b. Obat-obatan Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat
pengatur suhu di hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah
pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim
cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus direndahkan kembali
menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas diatas
normal dan mengurangi pengeluaran panas.
2.1.8
2.2 Heat Exhaustion
2.2.1. Pengertian
Heat exhaustion terjadi ketika individu mengalami dehidrasi dan
lemah. Mual dan muntah pun sering terjadi. Berkeringat berlebihan
menyebabkan hilangnya sebagian besar air atau garam. Deplesi garam
pada heat exhaustion biasanya terjadi ketika seseorang tidak dapat
menyesuaikan diri pada iklim saat latihan dan hanya mengganti
kehilangan air saja. Deplesi air pada heat exhaustion biasanya terlihat
pada seseorang yang tidak mendapat asupan air yang memadai saat
terpapar panas yang ekstrim. Apapun mekanismenya, seseorang bisa
jatuh pada keadaan kolaps karena dehidrasi, deplesi garam dan
hipovolemia. Heat exhaustion biasanya ditandai dengan keringat
berlebihan, kelelahan, haus, kram otot biasanya pada perut,tangan atau
kaki.
2.2.2. Manifestasi Klinis
Heat exhaustion sering memperlihatkan gejala seperti flu termasuk
sakit kepala, pusing, kepala terasa ringan, mual, muntah, malaise, kram
otot, dan kulit dingin dan terasa lembab (Tabel 1). Suhu biasanya
normal, tetapi dapat meningkat biasanya kurang dari 41°C (106°F).
Tanda dan gejala klinis dehidrasi hampir selalu hadir dalam bentuk
takikardia, hipotensi, dan diaphoresis.
a. Kebingungan
b. Urin berwarna gelap (tanda dehidrasi)
c. Pusing
d. Pingsan
e. Kelelahan
f. Sakit kepala
g. Kram otot
h. Mual
i. Kulit pucat
j. Berkeringat banyak
k. Detak jantung yang cepat

2.2.3. Faktor Resiko


2.2.4. Penatalaksanaan
Jika memiliki gejala kelelahan panas, sangat penting untuk segeran
keluar dari panas dan istirahat, terutama diruang ber-AC. Jika tidak
bisa masuk ke dalam,mencoba untuk menemukan tempat yang sejuk
dan teduh terdekat. Strategi yang direkomendasikan lainnya termasuk:
a. Minumlah banyak cairan (hindari kafein dan alkohol).
b. Hindari semua pakaian ketat atau tidak perlu.
c. Ambil air dingin, mandi, atau mandi spons.
d. Terapkan langkah-langkah pendinginan lain seperti kipas atau es
handuk.
Jika langkah-langkah tersebut gagal untuk memberikan bantuan
dalam waktu 30 menit, hubungi dokter karena kelelahan panas tidak
diobati dapat berkembang menjadi panas stroke. Setelah sudah pulih
dari kelelahan panas,mungkin akan lebih sensitif terhadap suhu tinggi
selama minggu berikutnya. Jadi yang terbaik untuk menghindari cuaca
panas dan olahraga yang berat sampai dokter memberitahu bahwa itu
aman untuk melanjutkan kegiatan normal.
Mencegah panas kelelahan. Bila indeks panas yang tinggi, yang
terbaik untuk tinggal didalam AC. Jika harus pergi di luar
ruangan, dapat mencegah kelelahan panas dengan mengambil langkah-
langkah: Kenakan baju ringan, berwarna terang, pakaian yang
longgar, dan topi bertepi lebar. Gunakan tabir surya dengan SPF30
atau lebih. Minum cairan tambahan. Untuk mencegah dehidrasi, itu
biasanya dianjurkan untuk minum setidaknya delapan gelas air, jus
buah, atau jus sayuran per hari. Karena penyakit yang berhubungan
dengan panas juga bisa terjadi akibat penipisan garam, mungkin
disarankan untuk mengganti minuman olah raga kaya elektrolit untuk
air selama periode panas yang ekstrimdan kelembaban.
Ambil tindakan pencegahan tambahan saat berolahraga atau
bekerja di luar ruangan. Rekomendasi umum adalah minum 24 ons
cairan dua jam sebelum latihan,dan mempertimbangkan menambahkan
delapan ons airatau minuman olah raga yang tepat sebelum
latihan. Selama latihan, harus mengkonsumsindelapannons air setiap
20 menit bahkan jika tidak merasa haus.
Hindari cairan yang mengandung kafein atau alkohol baik, karena
kedua zat dapat membuat kehilangan lebih banyak cairan dan
memperburuk kelelahan panas. Jika memiliki epilepsi atau
jantung, ginjal, atau penyakit hati, berada di diet cairan dibatasi,
atau memiliki masalah dengan retensi cairan, cek dengan dokter
sebelum meningkatkan asupan cairan.

2.3 Heat Stroke


2.3.1. Pengertian
Heat stroke adalah cedera paling parah dari cedera panas. Terdapat
dua bentuk heat stroke, yakni Exertional Heat stroke (EHS) umumnya
terjadi pada orang muda yang terlibat dalam aktivitas fisik berat untuk
jangka waktu lama dalam lingkungan panas, dan Non Exertional Heat
stroke (NEHS) yang lebih sering mempengaruhi orang tua, orang yang
sakit kronis dan orang yang sangat muda (Halman et al, 2009).
2.3.2. Etiologi
Heat stroke secara umum diakibatkan oleh dua hal, yaitu:
peningkatan produksi panas, dan penurunan kehilangan panas.
Peningkatan produksi panas terjadi karena peningkatan metabolisme
(infeksi, sepsis, radang otak, obat perangsang, dll) dan peningkatan
aktivitas otot (latihan, kejang, tetanus, dll) (Halman et al, 2009).
Sedangkan penurunan kehilangan panas dapat terjadi karena:
a. Berkurangnya keringat (penyakit kulit ,obat-obatan, terbakar,dll)
b. Berkurangnya respon system saraf pusat (manula, bayi dan anak-
anak, alkohol, barbiturat, dll)
c. Berkurangnya cadangan kardiovaskuler (manula, betabloker,
diuretik, obat kardiovaskuler, dll)
d. Obat-obatan (antikolinergik, neuroleptik, antihistamin,dll)
e. Faktor eksogen (tingginya tingkat suhu dan tingginya tingkat
kelembaban lingkungan)
f. Berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri (anak-anak
dan balita, manula, dll).

2.3.3. Manifestsi Klinis


Heat stroke harus dipertimbangkan pada setiap orang yang
mengalami hipertermia dan perubahan status mental. Titik kunci dalam
membedakan heat stroke dari heat exhaustion adalah pada heat stroke
terdapat disfungsi sistem saraf pusat tapi tidak dalam heat exhaustion.
Gejala klasik yang muncul pada disfungsi sistem saraf pusat adalah
kebingungan, delirium, ataksia, kejang, dan koma. Otak kecil paling
sensitif terhadap panas, dan ataksia dapat menjadi tanda awal
terjadinya kerusakan pada otak kecil.
Tanda- tanda Heat stroke (Devine et al, 2010)
a. Suhu dubur di atas 40.5° C
b. Hipotensi, tachycardia, tachypnea
c. Perubahan status mental (irritability, ataxia, confusion,
disorientasi, syncope, hysteria, dan koma)
d. Berkurangnya kemampuan untuk menurunkan suhu tubuh
(berhenti bekeringat, kulit menjadi panas)
e. Tanda-tanda yang mengancam jiwa: disseminated intravascular
coagulant (DIC), termasuk epistaxis, pendarahan dari saluran intra
vena ,luka memar, dan edema paru, tanda dari Acute Renal Failure
(ARF), termasuk edema periperal. Gejala heat stroke meliputi:
kelelahan, pusing, mual, dan muntah

Gejala Heat stroke (Devine et al, 2010)


a. Kelelahan
b. Pusing
c. Mual
d. Muntah
Exertional heat stroke (EHS) ditandai dengan hipertermia,
diaphoresis, dan perubahan sensorium. Sejumlah gejala (misalnya,
kram perut dan otot, mual, muntah, diare, sakit kepala, pusing,
dyspnea, kelemahan) biasanya mendahului heat stroke, sinkop dan
hilangnya kesadaran juga harus tetap diobservasi sebelum didiagnosis
sebagai EHS. Faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan terkena
EHS misalnya infeksi virus sebelumnya, dehidrasi, kelelahan,
kegemukan, kurang tidur, kebugaran fisik yang buruk, dan kurangnya
aklimatisasi. Meskipun kurangnya aklimatisasi merupakan faktor
risiko untuk heat stroke, EHS juga dapat terjadi pada orang yang
mampu menyesuaikan diri namun melakukan latihan yang cukup
intens. EHS juga dapat terjadi karena meningkatnya aktivitas motorik
karena penggunaan narkoba, seperti kokain dan amfetamin, dan
sebagai komplikasi status epileptikus (Helman, 2010).
Nonexertional heat stroke (NEHS) ditandai dengan hipertermia,
anhidrosis, dan perubahan sensorium. Gejala SSP, mulai dari delusi,
perilaku irasional, halusinasi, dan koma. Gejala SSP lainnya termasuk
kejang, kelainan saraf kranial, disfungsi cerebellar, dan opisthotonos.
Pasien dengan NEHS awalnya mungkin menunjukkan keadaan
hiperdinamik peredaran darah, tetapi, pada kasus yang berat, dapat
terjadi keadaan yang hipodinamik (Helman, 2010).
Tabel. 1 Perbedaan Heat Exhaustion dan Heat Stroke
Heat Exhaustion Heat Stroke
Gejala Flulike: sakit kepala, mual, Sama
muntah, kram, pusing
Gejala SSP Tidak ada Ada, termasuk
kebingungan, delirium,
ataksia, kejang, dan
koma
Temperatur Khas < 410C, biasanya Khas > 410C
normal
Keringat Ada Mungkin tidak ada

2.3.4. Penatalaksanaan
Heat stroke merupakan keadaan darurat medis. Penurunan suhu
tubuh dengan cepat merupakan hal yang terpenting dalam perawatan
karena durasi dari hyperthermia merupakan faktor penting yang sering
direkomendasikan. Kecuali untuk kasus ringan, pasien yang
didiagnosis mengalami EHS atau NEHS harus dimasukkan ke rumah
sakit paling lambat dalam waktu 48 jam untuk memantau apakah
terjadi komplikasi (Halman et al, 2009).
Bila diduga mengalami heat stroke, pendinginan harus dilakukan
secepat mungkin dan secara terus menerus sambil pasien disadarkan.
Beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa tindakan segera
menghindari pemaparan dari panas dapat secara dramatis
meningkatkan hasil jangka panjang dan mengurangi cedera ireversibel.
Melepaskan pakaian yang ketat dan menyemprotkan air pada tubuh
menutupi pasien dengan lembaran kain yang direndam di air es atau
menempatkan bongkahan es di aksial dan selangkangan dapat
mengurangi suhu tubuh pasien secara signifikan (Halman et al, 2009).
Perawatan intensif harus diperhatikan dengan cermat untuk saluran
pernapasan, mengurangi suhu tubuh, membatasi produksi panas,
mengoptimalkan sirkulasi udaran dan memonitor serta mengobati
komplikasi.
Tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan suhu sedikitnya
0.2°C / menit menjadi sekitar 39°C. Pendinginan luar secara aktif
umumnya berhenti di 39°C untuk mencegah overshooting, yang dapat
mengakibatkan hipotermia iatrogenic (Halman et al, 2009). Pada
banyak kasus, pengukuran suhu rektal bersamaan dengan
penatalaksanaan secara keseluruhan dari cardiovascular, pernapasan,
dan syaraf merupakan hal yang vital. Perawatan harus dilakukan di
lokasi kejadian (Harries et al, 2002).
a. Penatalaksanaan di luar rumah sakit
Korban harus di pindahkan ke tempat yang lebih sejuk dan
seluruh pakaiannya di tangagalkan. Penurunan suhu tubuh harus di
lakukan dengan menggunakan apapun yang tersedia (misalnya
pasien dapat di percikan air dan tingkatkan penguapan dengan
membuka jendela dan pintu atau dengan menggunakan kipas
angin). Lakukan juga resusitasi (ABC), bila memungkinkan,
oksigen harus diberikan dan pemasangan infus intravena
menggunakan cairan kristaloid juga dilakukan. Apabila tersedia
kantong es, letakkan pada leher ,ketiak dan
selangkangan.Pemijatan pada kulit juga dilakukan untuk mencegah
terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah kulit akibat pendinginan
yang agresif. Bawa segera ke rumah sakit karena ini merupakan
keadaan darurat (Bouchama, 2002).
b. Penatalaksanaan di rumah sakit
Pendinginan terhadap pasien harus dilakukan secara agresif
ketika diagnosis sudah ditegakan. Monitor suhu pada kulit dan
rectal, central venous pressure, dan elektrolit. Terdapat beberapa
metode pendinginan untuk menurunkan suhu tubuh pasien. Metode
yang paling efektif dalam menurunkan suhu tubuh pasien secara
tepat adalah kombinasi antara pengeluaran panas secara evaporasi
dan konveksi yaitu dengan menggunakan body cooling units atau
metode sederhana serupa dengan menjaga kulit pasien tetap
lembab dengan memercikan air hangat ke tubuh pasien dan
membuat tubuh pasien terpapar aliran udarayang baik (bisa
digunakan kipas angina).
Apabila metode tersebut gagal untuk menurunkan suhu inti
tubuh dibawah 400C dalam 30 menit, maka harus dilakukan
metode yang lain, yaitu iced-peritoneal lavage ( memasukkan 2 L
larutan saline 0,9 % yang didinginkan ke dalam rongga peritoneal
dan kemudian dikeluarkan setelah 30 menit) (Bouchama, 2002).

Tabel 2. Ringkasan Initial Management Heat Stroke


No Manajemen Tindakan
1 ABC. Periksa jalan napas dan pernapasan. Pemeriksaan
permasalahan jalan napas dan pernapasan sebagai hal yang
mendesak. Carilah bukti shock / hypovolaemia dan
resusitasi dengan kristaloid / koloid atau keduanya.
Menilai tingkat kesadaran
2 Periksa suhu rektal dan lakukan metode pendinginan yang
tersedia
3 Lakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan diagnosis
alternatif
4 Lakukan tes laboratorium (Tabel 4)
5 Waspada terhadap komplikasi (komplikasi metabolik dan
bukti kegagalan organ)
(Grogan H dan Hopkins PM, 2002)

Tabel 3. Monitoring Minimal untuk Kasus Heat Stroke Berat

No Monitoring
Pemantauan terus menerus suhu inti tubuh (dubur atau
1
timpani)
2 Nadi, tekanan darah dan respirasi
3 Urin output (memasukkan kateter jika perlu)
4 Saturasi oksigen arteri oleh pulsa oksimetri
5 Dua belas lead elektrokardiogram dan pantau secara
berkelanjutan
6 Glasgow Coma Scale
(Grogan H dan Hopkins PM, 2002)
Tabel 4. Pemeriksaan Lab untuk Heat Stroke
No Pemeriksaan
1 Full blood count and blood film
2 Serum elektrolit, urea, kreatinin dan glukosa darah
3 Serum kalsium dan fosfat
4 Serum osmolaritas
5 Tes fungsi hati, termasuk enzim
6 Enzim otot, terutama creatine kinase
7 GDA
8 Clotting screen
9 Urin untuk protein, gips, mioglobin dan osmolaritas
(Grogan H dan Hopkins PM, 2002)
BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PADA Ny. B.S DENGAN FEBRIS EXCALSIA ( EC )
DI RUANG IGD RSUD X

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas pasien
Nama : Ny. B.S
Umur : 49 Tahun
Alamat : Suli
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Tanggal masuk : 09 - 06 - 2018 pukul 07.30 WIB
Tanggal pengkajian : 09 - 06 - 2018 pukul 07.30 WIB
No. reg : 016421
Diagnosis : FEBRIS EXCALSIA ( EC )
Penanggung jawab : Tn. S.S
Umur : 53 Tahun
Alamat : Suli
Agama : Islam
Pekerjaan : Wirausaha

A. Data pengkajian
1. Keluhan utama masuk Rumah Sakit :
Pasien masuk dengan keluhan Badan panas
2. Keluhan utama saat pengkajian :
Pasien mengatakan badan terasa Panas.
3. Keluhan yang menyertai
Badan pasien teraba panas, pasien mengatakan nafsu makan
berkurang, pasien mengatakan rasa menggigil

B. Catatan Kronologis
Pasien mengeluh badannya panas sejak 2 hari yang lalu dan keluarga
pasien hanya memberikan paracetamol agar panas pasien turun namun
sudah tiga hari panas tidak kunjung sembuh melihat kondisi pasien
semakin memburuk akhirnya keluarga membawa pasien ke IGD RSUD
Tulehu.
C. Data
 K/U : Lemah
 Airway : tidak ada Obstruksi jalan napas
 Breathing : Gerakan Dada simetris, pernapasan
Normal dan tidak teratur dengan Frekuensi 22 x/menit
 Circulation : Nadi Takikardi dengan frekuensi 90
x/menit kulit teraba panas dengan suhu
0
38,4 C dan T/D 110/80 mmHg
 Disability : Compos Mentis dengan GCS : 15
Respon Mata (E)
:5
Respon motorik (M)
:6
Respon Verbal (V)
:4
 Exposure : pasien tampak pucat
 Full Vital sign : TD : 110/80 mmHg
Suhu : 38,40 C
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
 Give Comfort : Baringkan pasien ditempat tidur, selimuti
pasien dengan jaket pasien.

D. Pemeriksaan Fisik Focus


Head to Toe
 Kepala : Tidak ada Kelainan
 Mata :,warna Sclera tidak kuning, Konjungtiva
pucat
 Hidung : tidak ditemukannya adanya pernapasan
cuping hidung.
 Mulut : tidak ada lesi, tidak ada tanda pucat, tidak
ditemukan kelainan.
 Telinga : Tidak ada kelainan
 Leher : Arteri Karotis teraba cepat
 Ekstermitas : Ekstermitas atas dan bawah Nampak
simetris,tidak ada kelemahan otot
ekstermitas.
 Thorax : Bentuk simetris, tidak ada kelainan yang
ditemukan
 Abdomen : tidak ditemukan kelainan
 Kulit : tidak ditemukannya Laserasi kulit, kulit
teraba Panas.

E. Klasifikasi Data
Data Subyektif
 Pasien mengatakan badan terasa Panas,
 pasien mengatakan rasa menggigil

Data obyektif
 Nadi Takikardi dengan frekuensi 90 x/menit
 kulit teraba panas dengan suhu 38,40 C.
 Konjungtiva pucat
 Arteri Karotis teraba cepat

F. Analisa Data
Simtom Etiologi Problem
Data Subyektif Invasi Microbakterium Hipertermi
 Pasien mengatakan kedalam tubuh Hospes
badan terasa Panas, dan penurunan fungsi
 Pasien mengatakan Termoregulasi tubuh
rasa menggigil.
Data obyektif
 Nadi Takikardi
dengan frekuensi
90 x/menit
 kulit teraba panas
dengan suhu 38,40
C.
 Konjungtiva pucat
 Arteri Karotis
teraba cepat
DAFTAR PUSTAKA

Bouchama A dan Knochel JP. Heat Stroke. The New England Journal of Medicine. 2002;
Vol.346,No.2

Grogan H dan Hopkins PM. Heat Stroke: Implication for Critical Care and Anesthesia.
British Journal of Anesthesia. 2002; 88: 700-7

Halman, Robert S; Habal, Rania. 2009. Heat stroke. Diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/article/166320-print pada 18 Agustus
2018.
Helman, Robert S. Heat stroke, Medscape Guest Commentary. Avaliable at:
http://emedicine.medscape.com/article/166320-overview. Accessed: August
20th 2010.

Saharun Iso. 2016. Prinsip Umum Penatalaksanaan Cedera Olahraga Heat Strok.
Jakarta : FKUI.

You might also like