Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun
sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal
(atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan
dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.
Provinsi Jawa Barat memiliki estimasi jumlah penderita terbanyak yaitu sebanyak
238.001 orang (7,4%) dan 533.895 orang (16,6%), sedangkan Provinsi Papua
Barat memiliki jumlah penderita paling sedikit yaitu sebanyak 2.007 orang (3,6%)
iskemik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (contoh: usia, ras, gender,
genetik, dll) dan faktor yang dapat dimodifikasi (contoh: obesitas, hipertensi,
diabetes, dll). Resiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setelah usia
50 tahun, setiap penambahan usia tiga tahun meningkatkan resiko stroke sebesar
11-20%. Orang berusia lebih dari 65 tahun memiliki resiko paling tinggi, tetapi
2
hampir 25% dari semua stroke terjadi sebelum usia tersebut, dan hampir 4%
ditangani dengan segera maka penderita stroke bisa berakhir dengan kematian
atau kecacatan, yakni lumpuh, demensia (pikun) dan gangguan lain seperti sulit
bicara dan gangguan melakukan kegiatan sehari-hari lainnya. Kurang dari 10%
penderita stroke mengalami komplikasi atau gejala sisa berupa kejang atau
epilepsi. Hal ini paling besar kemungkinannya terjadi pada mereka yang
dengan gejala tunggal yang khas, yaitu serangan berkala yang disebabkan oleh
lepas muatan listrik abnormal neuron kortikal secara berlebihan. Epilepsi dapat
dialami oleh setiap orang. Penyebab dari epilepsi cukup beragam: cedera otak,
keracunan, stroke, infeksi, infestasi parasit, tumor otak. Epilepsi dapat terjadi pada
laki-laki maupun wanita, umur berapa saja, dan ras apa saja. Puncak insidensi
terdapat pada golongan anak dan lanjut usia. Insidensi epilepsi di negara maju
kasus baru setiap tahun diperkirakan sekitar 3,5 juta dengan proporsi sebagai
berikut: 40% golongan anak, 40% golongan dewasa, 20% golongan lanjut usia. Di
negara maju faktor penyebab epilepsi non idiopatik yang paling menonjol adalah
stroke, meliputi 11-14% dari seluruh kasus. Sementara itu 50% dari seluruh kasus
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. M
Usia : 53 tahun
Agama : Islam
Suku : Aceh
No RM : 09.14.XX
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Keluhan Tambahan :
pada anggota gerak sebelah kiri. Pasien terjatuh saat ingin berdiri dari kursi dan
tidak sadarkan diri. Sebelum jatuh, pasien mengeluhkan pusing yang hebat,
kemudian pasien menjadi pitam dan terjatuh. Pasien sempat tidak sadarkan diri
4
selama 5 menit. Hal ini baru pertama kali di rasakan pasien. Pasien juga
mengeluhkan mengalami nyeri di seluruh bagian kepala sejak 4 hari yang lalu dan
Hipertensi (+)
DM (-)
Merokok (+)
Kesadaran : E4 M6 V5
Pernafasan : 14 kali/menit
0
Suhu : 36,7 C
a. Kulit
Warna : Hitam
5
b. Kepala
Bentuk : normocephali
Mata : konjungtiva pucat (-/-), ikterik (-/-), pupil bulat isokor 3 mm/3
langsung (+/+)
Mulut : bibir pucat dan kering tidak dijumpai, sianosis tidak dijumpai,
c. Leher
d. Thoraks
Inspeksi
dijumpai
6
Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada jejas di dada
Kanan Kiri
Jantung
e. Abdomen
Superior Inferior
A. G C S : E4 M6 V5
- Laseque : (-)
- Kernig : (-)
- Brudzinski I : (-)
- Brudzinski II : (-)
8
B. Nervus kranial
Kanan Kiri
1. Ukuran pupil 3 mm 3 mm
5. Nistagmus - -
6. Strabismus - -
7. Eksoftalmus - -
Kelompok Motorik
sebelah kiri
Kelompok Sensoris
C. Badan
Sensibilitas
Motorik
1. Pergerakan : (+/+)
2. Kekuatan : 5555/4555
3. Tonus : N/N
4. Trofi : N/N
Refleks
1. Biceps : (++/++)
10
2. Triceps : (++/++)
3. Hoffman-Tromner : (-/-)
Motorik
1. Pergerakan : (+/+)
2. Kekuatan : 5555/3333
3. Trofi : N/N
Refleks
1. Patella : (++/++)
2. Achilles : (++/++)
3. Babinski : (-/-)
4. Chaddok : (-/-)
5. Gordon : (-/-)
6. Oppenheim : (-/-)
F. Fungsi Vegetatif
G. Koordinasi Keseimbangan
Pemeriksaan Penunjang
TANGGAL
PEMERIKSAAN NILAI NORMAL
03/07/2017
HEMATOLOGI
Hb 12,0-15,0gr/dl 13,8
Ht 37-47% 44,4
KIMIA KLINIK
RESUME
dengan keluhan kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri. Pasien terjatuh saat
ingin berdiri dari kursi dan tidak sadarkan diri. Pasien juga mengeluhkan pusing
yang hebat sebelum terjatuh. Keluhan ini pertama kali di alami pasien. Pasien
mengeluhkan nyeri kepala sejak 4 hari yang lalu. Pasien sempat mengalami
muntah 2x. Dari pemeriksaan fisik status generalis tidak ditemukan kelainan yang
dan kekuatan otot mata kiri menurun. Hasil pemeriksaan laboratorium darah
1.6 Diagnosis
1.7 Terapi
IV ondansetron 4 mg/12 j
1.8 Prognosis
1.9 Follow UP
Tanggal S O A P
3/07/2017 - Nyeri kepala KU: Lemah Stroke - IVFD RL 20
sudah Kesadaran: E4 M6 iskemi gtt/i
berkurang V5 k + - IV Citicolin
- Lemah status 500 mg/12 j
anggota gerak TD: 140/90 mmHg epilepti - IV ondansetron
sebelah kiri HR: 75 x/i cus 4 mg/12 j
(+) RR: 14x/i - Clopidogrel
- Sulit T : 36,9oC 1x75 mg tablet
berbicara (-) Pupil isokor, - Amlodipin 1x5
- Suara serak RCL/RCTL (+/+)/ mg tablet
(+) (+/+) -Aspilet 1x80 mg
- Mual (-) N I ( sulit dinilai) tablet
- Muntah (-) NII (N) - Kutoin 1 amp +
- Kejang (+) N III,IV,VI (N) 20 cc NaCl/8 jam
- BAB (+) NV (N) - Diazepam 1
- BAK (+) NVII (fungsi amp/12 jam
menurun)
N VIII (sulit dinilai)
NIX, X (disfonia +)
NXI( bahu kiri sulit
diangkat)
TRM (-)
Refleks
fisiologis
(dbn)
Refleks
patologis (-)
Sensorik
(dbn)
Motorik
Ekstremitas atas:
5555/4555
Ekstremitas bawah :
5555/3333
14
Motorik
Ekstremitas atas:
5555/5555
Ekstremitas bawah :
5555/5555
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.1 Anatomi
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri karotis interna, setelah
memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak
arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri
serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah
bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis. Sistem
vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri
medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah
basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani
darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang
beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang- cabang yang lebih kecil menembus
ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang arteri
serebri lainya.
16
sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus Willisi,
yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan
dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan kedua arteri serebri
anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan arteri komunikans posterior
(yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri.
Anyaman arteri ini terletak di dasar otak. Anastomosis antara arteri serebri interna
oftalmika dan arteri fasialis ke arteri maksilaris eksterna. Hubungan antara sitem
vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu
menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak.
Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang
mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui
3.1.2 Fisiologi
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian
Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem
arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor
ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya
tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor
kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan
darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya
akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak
diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta
bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka
3.2. Stroke
3.2.1 Definisi
mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang
berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung menimbulkan kematian, dan
darah otak. Stroke dapat terjadi akibat pembentukan thrombus disuatu arteri
serebrum akibat embolus yang mengalir ke otak dan tempat lain ditubuh atau
3.2.2 Klasifikasi
penyebabnya:
a. Stroke Infark
3) Hipoperfusi sistemik
b. Stroke Hemoragik
d. Completed Stroke
a. Sistem Karotis
b. Sistem Vertebrobasiler
Stroke adalah penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor atau yang
stroke dibagi menjadi dua, yaitu faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi (no
modifiable risk factors) dan faktor resiko yang dapat dimodifikasi (modifiable risk
factors). Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti usia, ras, gender,
genetic atau riwayat keluarga yang menderita stroke. Sedangkan faktor resiko
a. CT scan
Pada kasus stroke, CT scan dapat membedakan stroke infark dan stroke
adanya iskemik pada jaringan otak dalam waktu 2-3 jam setelah onset stroke non
hemoragik. MRI juga digunakan pada kelainan medula spinalis. Kelemahan alat
ini adalah tidak dapat mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam
peritoneum dan fraktur. Kelemahan lainnya adalah tidak bisa memeriksa pasien
yang lebih rumit dan lebih lama, serta harga pemeriksaan yang lebih mahal.
analisa gas darah, hematologi lengkap, kadar ureum, kreatinin, enzim jantung,
hiperglikemi, karena pada kedua keadaan ini dapat dijumpai gejala neurologis.
analisa gas darah juga perlu dilakukan untuk mendeteksi asidosis metabolik.
lengkap dapat diperoleh data tentang kadar hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah
eritrosit, leukosit, dan trombosit serta morfologi sel darah. Polisitemia vara,
anemia sel sabit, dan trombositemia esensial adalah kelainan sel darah yang dapat
menyebabkan stroke.
3.1.1. Definisi
pembuluh darah servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor
3.1.2 Etiologi
emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke iskemik juga
dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap
kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark
serebri.
23
1. Emboli
Fibralisi atrium;
miksomatosus sistemik;
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-
adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan),
trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung
kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh
24
infark miokard dan 85% di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri
adalah polisetemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri serebral,
3.1.3 Klasifikasi
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
Deficit (RIND).
25
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi
dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi.
a. Stroke lakunar
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative
akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat
26
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang
d. Stroke kriptogenik
3.1.4 Patofisiologi
besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik,
cara:
aliran darah.
27
perdarahan aterom.
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila
anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya
yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam
asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air
yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan
daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan
tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila
terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik
mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya
akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran
sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak
membran sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian
yang mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri
rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules
(seperti nitric acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam
membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium.
Pembuluh darah
Oklusi
Iskemia
Hipoksia
Na & K influk
Retensi cairan
Oedem serebral
3.1.5 Diagnosis
1. Gambaran Klinis
a) Anamnesis
neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.
Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan
30
non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan
tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala
gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan.
pertolongan.
dan hiponatremia.
b) Pemeriksaan Fisik
c) Pemeriksaan Neurologi
nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan
kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di
mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu
tersumbat:
kontralateral. Hemi-neglect
(hemisfer non-
dominan), agnosia,
defisit visuospasial,
32
apraksia, disfagia
kontralateral. Hemi-negelect
(hemisfer non-
dominan),
hemianopsia, disfagia
afasia afektif
(hemisfer non-
dominan),
kontruksional
apraksia
(hemisfer dominan),
neglect sementara
(hemisfer non-
dominan)
non-dominan),
perubahan perilaku
dan personalitas,
33
inkontinensia urin
dan alvi
samapi ke sindrom
lock-in, gangguan
menyebabkan
diplopia, disartria,
disfagia, disfonia,
gangguan emosi
tangan prosopagnosia,
aleksia
hand
2. Gambaran Laboratorium
menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).
pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik
3. Gambaran Radiologi
stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik
juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami.
Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang
35
waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah
adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya
yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu,
CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih
awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI
lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak
panjang. Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut.
36
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis
atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG
thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi
pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan
3.1.6 Penatalaksanaan
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase
akut:
menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang
yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak
Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh
kronis
Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans cairan,
1. Terapi Trombolitik
dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9
mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara
bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
Aspirin
dipiridamol. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang
cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half
acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari
obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat
dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari
b) Anti-oedema otak
c) Neuroprotektif
40
iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi
Rehabilitasi
maka yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh
Terapi preventif
Pengobatan hipertensi
Berolahraga teratur
Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu
bagian otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah
41
fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. Andaikata otak kita anggap sebagai
kita, serangan kejang pada epilepsi adalah wujud lepasnya muatan listrik
abnormal secara bersamaan dan tidak terprogram dari sekumpulan sel-sel otak
atau dari seluruh otak. Akibat lepasnya muatan listrik secara tidak terkontrol ini
adalah kejang-kejang yang bisa dimulai dari lengan atau tungkai kemudian
epileptikus (SE) pada orang dewasa dan telah dilaporkan pada 22-32% kasus pada
penelitian yang berbeda. Insiden kejang yang terkait dengan stroke bervariasi dari
dalam rangkaian kejang pasca stroke yaitu kurang dari 10% dari semua kasus.
Status epileptikus adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit atau dua
atau lebih bangkitan, dimana diantara dua bangkitan tidak terdapat pemulihan
kesadaran. Penanganan kejang harus dimulai dalam 10 menit setelah awitan suatu
kejang.
serangkaian kejang yang berlangsung lebih dari 5 menit. Pasien dievaluasi dengan
protokol standar termasuk EEG, neuroimaging (CT atau MRI), dan tes darah
42
Pasien dikelompokkan menjadi onset awal (terjadi dalam waktu 2 minggu setelah
stroke) dan onset akhir (terjadi lebih dari 2 minggu setelah stroke). SE lebih lanjut
dikelompokkan menjadi konvulsif atau tidak konyektif sesuai temuan klinis dan
kontinu dalam EEG, dengan atau tanpa penekanan aktivitas ini melalui diazepam
dari Brodtkorb et al, sebagai berikut: NCS mengikuti NCS seizure parsial dan
NCS yang tidak yang tidak dapat di klasifikasikan. Stroke terbagi menjadi jenis
ke arteri serebral media (MCA), arteri serebral posterior (PCA), atau infark
terbagi menjadi lobar atau lokalisasi yang dalam. Pengobatan SE dilakukan sesuai
intravena (1 atau 2 kali) sebagai langkah ketiga, dan midazolam intravena atau
propofol sebagai langkah keempat. Konvulsif dan NCS dianalisis sesuai dengan
pengobatan dan tingkat mortalitas dianalisis antara berbagai subtipe SE dan stroke
etiologi SE, seperti yang ditunjukkan oleh kejadian 24,8% pada 121 pasien
dengan SE. Dalam penelitian ini, NCS adalah tipe predominan pada kelompok
onset awal (85%) dan sama seringnya dengan CS (50%) pada kelompok onset
akhir. Tingkat tinggi ini sekali lagi menekankan pentingnya NCS pada pasien
menegaskan bahwa kejang pasca stroke sebagian besar terkait dengan perdarahan
stroke iskemik. Studi saat ini Tidak dapat menunjukkan hubungan antara tipe
awal SE dan tipe stroke, namun tidak adanya stroke hemoragik pada kelompok SE
yang terlambat diketahui perlu dicatat. Laporan sebelumnya memiliki lesi korteks
terkait. atau lesi daerah karotis. dengan kejang pasca stroke.. Namun, dua studi
baru-baru ini menolak adanya hubungan antara lokalisasi dan kejadian SE dan
satu penelitian hanya dapat menghubungkan SE dengan lesi lobar. Infark PCA
Stadium Penatalaksanaan
oksigen, resusitasi
besar
pemeriksaan lab
Menangani asidosis
diperlukan
Mengoreksi komplikasi
BAB IV
KESIMPULAN
Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun
sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini
berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran
darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian. Stroke iskemik sering
yang menyeluruh dan teliti. Pemeriksaan yang menjadi gold standar untuk
klinis stroke hemoragik dan iskemik. Bila tidak dapat dilakukan CT-scan maka
tidak terjadi iskemik lebih lanjut. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah
Stroke diketahui merupakan faktor risiko yang umum untuk status epileptikus
2 kali) sebagai langkah ketiga, dan midazolam intravena atau propofol sebagai
langkah keempat.
46
DAFTAR PUSTAKA
7. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-
67.
9. Afsar, N., Kaya D., 2003. Stroke and status epilepticus: stroke type, type
of status epilepticus, and prognosis. Volume 12, Issue 1, Pages 23–27
12. Yastroki. 2007. Stroke Dapat Timbulkan Epilepsi. Diakses 7 Juli 2017:
http://www.yastroki.or.id
13. Hakim, A., Rokhayah, S., 2016, The Influence of Stroke Disease Toward
The Occurent of Epilepsy In Rsud Banyumas. Volume 8:2:41-48