You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma pada anak-anak atau orang dewasa biasanya ditandai dengan
serangan sesak napas yang disebut juga bengek, saat penderita kecapaian atau
mungkin sedang istirahat, dan serangannya bisa ringan atau berat. Ada
beberapa pecetus terjadinya asma, seperti hewan, asap, atau serbuk sari. (Jon
Ayres, 2003)Ada yang mengira asma hanya terjadi pada anak-anak, dan ada
menganggap asma dapat menyerang manusia pada usia berapa saja. Ada yang
menganggapnya sebagai gangguan yang muncul sekali-kali dan hanya
memerlukan perawatan sekedarnya, dan ada pula yang menganggapnya
sebagai masalah yang menetap, perlu diperhatikan dan membutuhkan
perawatan terus menerus. (Jon Ayres, 2003)

Kata asma digunakan sebagai istilah untuk keadaan sesak napas akibat
penyempitan pada pipa bronkial (pembuluh tenggorokan). Banyak faktor yang
berperan dalam mencetuskan asma dan beberapa di antaranya menyebabkan
serangan asma. Sebagai tambahan, faktor ini sangat bervariasi pada tiap orang.
(Jon Ayres, 2003)Pada tenaga kesehatan, khususnya perawat, perlu adanya
pemberan asuhan keperawatan gadar dan kritis yang baik pada pasien asma.
(Jon Ayres, 2003)

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Asma bronchial?
2. Bagaimana klasifikasi Asma bronchial?
3. Bagaimana etiologi Asma bronchial?
4. Bagaimana patofisiologi Asma bronchial?
5. Untuk mengetahui pathway Asma bronchial
6. Bagaimana manifestasi klinis Asma bronchial?
7. Bagaimana kompilkasi Asma bronchial?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang Asma bronchial?
9. Bagaiamana penanganan medis Asma bronchial?
10. Bagaimana pengkajian Asuhan Keperawatan Asma bronchial?

C. Tujuan Rumusan Masalah

1
1. Untuk mengetahui pengertian Asma bronchial.
2. Untuk mengetahui klasifikasi Asma bronchial.
3. Untuk mengetahui etiologi Asma bronchial.
4. Untuk mengetahui patofisiologi Asma bronchial.
5. Untuk mengetahui pathway Asma bronchial
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis Asma bronchial
7. Untuk mengetahui kompilkasi Asma bronchial
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Asma bronchial.
9. Untuk mengetahui penanganan medis Asma bronchial.
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Asma bronchial.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan
maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin,2008).
Asma adalah wheezing berulang dan atau batuk persisten dalam keadaan
dimana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih
jarang telah disingkirkan (Mansjoer, 2008).
Asma adalah penyakit paru-paru kronis, asma ditandai dengan mengi
(wheezing ), batuk dan rasa sesak di dada yang timbul secara episodic atau
kronis akibat bronkokonstriksi ( Ganong, MD dan William F, 2008 ).
Asma Bronkhial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai oleh
spasme akut otot polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara
dan penurunan ventilasi alveolus (Elizabeth, 2009).
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan
jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan
maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society).
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Asma
merupakan penyempitan jalan napas yang disebabkan karena hipersensitivitas
cabang-cabang trakeobronkhial terhadap stimuli tertentu. Sedangkan Asma
Bronkhial merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif yang
bersifat reversible, ditandai dengan terjadinya penyempitan bronkus, reaksi
obstruksi akibat spasme otot polos bronkus, obstruksi aliran udara, dan
penurunan ventilasi alveoulus dengan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus
yang khas.

B. Klasifikasi

3
Menurut Brunner dan Suddarth, (2001) Pembagian asma pada anak yaitu:
1. Asma episodic yang jarang
Biasanya terdapat pada anak umur 3-8 tahun. Serangan umumnya
dicetuskan oleh infeksi virus saluran nafas bagian atas. Banyaknya serangan
3-4 kali dalam satu tahun. Lamanya serangan paling lama beberapa hari
saja dan jarang merupakan serangan yang berat. Gejala yang timbul lebih
menonjol pada malam hari. Mengi dapat berlangsung 3-4 hari. Sedangkan
batuk dapat berlangsung 10-14 hari. Manifestasi alergi lainnya misalnya
eksim jarang didapatkan pada golongan ini.
2. Asma episodic sering
Biasanya serangan pertama terjadi pada usia sebelum 3 tahun, berhubungan
dengan infeksi saluran nafas akut. Pada umur 5-6 tahun dapat terjadi
serangan tanpa infeksi yang jelas. Banyaknya serangan 3-4 kali dalam satu
tahun dan tiap kali serangan beberapa hari sampai beberap minggu.
Frekuensi serangan paling sering pada umur 8-13 tahun.
3. Asma kronik atau persisten
Lima puluh persen anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun pertama
dan 50 % sisanya serangan episodic. Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas
terjadinya obstruksi saluran nafas yang persisten. Pada malam hari sering
terganggu oleh batuk dan mengi. Obstruksi jalan nafas mencapai puncaknya
pada umur 8-14 tahun.
Menurut Brunner dan Suddarth, (2001) berdasarkan penyebabnya,
asthma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe golongan besar yaitu:
a. Asma episodic berat dan berulang
Dapat terjadi pada semua umur, biasanya berhubungan dengan infeksi virus
saluran nafas. Tidak terdapat obstruksi saluran nafas yang persisten.
b. Asma persisten pada bayi
1) Mengi yang persisten dengan takipneu
2) Dapat terjadi pada umur 3-12 bulan
3) Mengi biasanya terdengar jelas kalau anak sedang aktif dan tidak
terdengar kalau sedang tidur.
4) Beberapa anak bahkan menjadi gemuk “fat happy whezzer”
5) Gambaran rontgen paru biasanya normal.
6) Gejala obstruksi saluran nafas lebih banyak disebabkan oleh edema
mukosa dan hipersekresi daripada spasme ototnya.
c. Asma hipersekresi
1) Biasanya terdapat pada anak kecil dan permulaan anak sekolah.

4
2) Gambaran utama serangan: batuk, suara nafas berderak (krek-krek,
krok-krok), dan mengi
3) Didapatkan ronki basah dan kering
d. Asma karena beban fisik (exercise induced astma)
e. Asma dengan alergen atau sensitivitas spesifik
f.Batuk malam
1) Terdapat pada semua golongan asma
2) Banyak terjadi karena inflamasi mukosa, edema dan produksi
mucus banyak.
3) Pada umur 2-6 tahun, gejala utama batuk malam keras dan kering,
biasanya terjadi jam 1-4 pagi.
g. Asma yang memburuk pada pagi hari (early morning dipping)

C. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal
yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas
bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi
maupun non imunologi.
Menurut Smeltzer & Bare (2002) , Adapun rangsangan atau faktor
pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh
alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulubulu
binatang.
2. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen,
seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan
polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik

Menurut Heru Sundaru, (2002) Ada beberapa hal yang merupakan faktor
predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan Asma Bronkhial yaitu :

1. Faktor predisposisi Genetik


Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma

5
Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas
saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a) Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan.
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi 21
b) Ingestan : yang masuk melalui mulut.
Contoh : makanan dan obat-obatan
c) Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
2) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan Asma. Kadangkadang serangan berhubungan dengan
musim, seperti musim hujan, musim kemarau.
3) Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan Asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan Asma yang sudah ada. Disamping
gejala Asma yang timbul harus segera diobati penderita Asma yang
mengalami stres atau gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi
maka gejala belum bisa diobati.
4) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan Asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang
bekerja di laboratorium hewan, industri 22 tekstil, pabrik asbes, polisi
lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5) Olah raga atau aktifitas jasmani
Sebagian besar penderita Asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan Asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

D. Patofisiologi

6
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus
yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi
yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut :
seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah
antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan
reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.

Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast
dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya
histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),
faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-
faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil
maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot
polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat.

Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi


daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama
eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah
tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan
eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat,
tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas
residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama
serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal
ini bisa menyebabkan barrel chest (Smeltzer & Bare, 2002).

7
E. PHATWAYS

Ekstinsik (inhaled alergi) Intrinsik


(infeksi,psikososial, Stres)

Bronchial mukosa menjadi


sensitif olwh Ig E Penurunan stimuli reseptor
terhadap iritan

Peningkatan mast cell


pada trakheobronkhial Hiperaktif non spesifik
stimuli penggerak dari cell mast

Stimulasi reflek pelepasan histamin terjadi Perangsang reflek


Reseptor syarat stimulasi pada bronkial smooth reseptor
Parasimpatis pada sehingga terjadi kontraksi bronkus tracheobronkhia
Mukosa bronkial

Peningkatan permiabilitas Stimuli bronchial


Vaskuler akibat kebocoran protein smooth dan kontraksi
Dan cairan dalam jaringan otot bronkhiolus

Perubahan jaringan, peningkatan Ig E dalam serum

Respon dinding bronkus

bronkospasme Cemas Udema mukosa Hipersekresi mukosa

Hiperventilasi

wheezing Bronkus menyempit Penumpukan sekret


kental

Ventilasi terganggu sekret tidak keluar


Ketidakefektifitas
Pola nafas

hipoksemia batuk
tidak efektif batuk

8
Bersihan jalan napas
Intoleransi Aktivitas
tidak efektif

F. Manifestasi Klinis
Menurut Irman Somantri, (2008) gejala asma terdiri dari triad yaitu
Dispne, Batuk, Mengi ( bengek atau sesak nafas ). Biasanya pada penderita
yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat
serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan
menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan
keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing
), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-
gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan.

Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin
banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi
dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali
terjadi pada malam hari. Gambaran klinis pasien yang menderita asma :

1. Gambaran obyektif adalah kondisi pasien dalam keadaan :


a. Sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing
b. Dapat diserati batuk dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan
c. Bernafas dengan otot-otot nafas tambahan
d. Sianosis, takikardi, gelisah
2. Gambaran suyektif adalah pasien mengeluhkan sesak, sukar
bernafas dan anoreksia
3. Gambaran psikososial adalah cemas, takut, mudah tersinggung dan
kurangnya pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya (Irman
Somantri, 2008)

G. Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul
adalah:

1. Pneumothoraks

9
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang
dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan
kegagalan napas.
2. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal
sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana 26 udara hadir
di mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec, kondisi
ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke
udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada .
3. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
4. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur
dan tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak
dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi
Aspergillus sp.
5. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan
pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
6. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian
dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis)
mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi
lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang
dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit
bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.
7. Fraktur iga

H. Pemeriksaan Penunjang

10
1. Test Fungsi paru ( spirometri)
Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam mengkaji
obstruksi jalan napas akut. Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan
menyimpangkan gas darah ( respirasi asidosis) , mungkin menandakan
bahwa pasien menjadi lelah dan akan membutuhkan ventilasi mekanis,
adalah criteria lain yang menandakan kebutuhan akan perawatan di rumah
sakit. Meskipun kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi mekanis,
tindakan ini digunakan bila pasien dalam keadaan gagal napas atau pada
mereka yang kelelahan dan yang terlalu letih oleh upaya bernapas atau
mereka yang kondisinya tidak berespons terhadap pengobatan awal.
2. Pemeriksaan gas darah arteri
Dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver fungsi pernapasan
karena obstruksi berat atau keletihan, atau bila pasien tidak berespon
terhadap tindakan. Respirasi alkalosis ( CO2 rendah ) adalah temuan yang
paling umum pada pasien asmatik. Peningkatan PCO2 ( ke kadar normal
atau kadar yang menandakan respirasi asidosis ) seringkali merupakan tanda
bahaya serangan gagal napas. Adanya hipoksia berat, PaO2 < 60 mmHg
serta nilai pH darah rendah.
3. Arus puncak ekspirasi
APE mudah diperiksa dengan alat yang sederhana, flowmeter dan
merupakan data yang objektif dalam menentukan derajat beratnya penyakit.
Dinyatakan dalam presentase dari nilai dungaan atau nilai tertinggi yang
pernah dicapai. Apabila kedua nilai itu tidak diketahui dilihat nilai mutlak
saat pemeriksaan.
4. Pemeriksaan foto thoraks
Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal – hal yang ikut
memperburuk atau komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat
penangan seperti atelektasis, pneumonia, dan pneumothoraks. Pada
serangan asma berat gambaran radiologis thoraks memperlihatkan suatu
hiperlusensi, pelebaran ruang interkostal dan diagfragma yang menurun.

11
Semua gambaran ini akan hilang seiring dengan hilangnya serangan asma
tersebut.
5. Elektrokardiografi
Tanda – tanda abnormalitas sementara dan refersible setelah terjadi
perbaikanklinis adalah gelombang P meninggi ( P pulmonal ), takikardi
dengan atau tanpa aritmea supraventrikuler, tanda – tanda hipertrofi
ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan.

I. Penanganan Asma
1. Agenis Beta : untuk mendilatasi otot-otot polos bronkial dan
meningkatkan gerakan sililaris. Contoh obat : epinefrin, albutenol, meta
profenid, iso proterenoli isoetharine, dan terbutalin. Obat-obat ini biasa
digunakan secara parenteral dan inhalasi.
2. Metil salin untuk bronkodilatasi, merilekskan otot-otot polos, dan
meningkatkan gerakan mukus dalam jalan nafas. Contoh obat:
aminophyllin, teophyllin, diberikan secara IV dan oral.
3. Antikolinergik, contoh obat : atropin, efeknya : bronkodilator,
diberikan secara inhalasi.
4. Kortikosteroid, untuk mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor.
Contoh obat: hidrokortison, dexamethason, prednison, dapat diberikan
secara oral dan IV.
5. Inhibitor sel mast, contoh obat: natrium kromalin, diberikan
melalui inhalasi untuk bronkodilator dan mengurangi inflamasi jalan nafas.
6. Oksigen, terapi diberikan untuk mempertahankan PO2 pada tingkat
55 mmHg.
8. Fisioterapi dada, teknik pernapasan dilakukan untuk mengontrol
dispnea dan batuk efektif untuk meningkatkan bersihan jalan nafas, perkusi
dan postural drainage dilakukan hanya pada pasien dengan produksi sputum
yang banyak.
9. Laboratorium.

12
10. Analisa gas darah. Hanya di lakukan pada serangan asthma berat
karena terdapat hipoksemia, hyperkapnea, dan asidosis respiratorik
11. Sputum. Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan
Asthma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan
transudasi dari adema mukasa, sehingga terlepaslah sekelompok sel — sel
epitel dari perlekatannya. Peawarnaan gram penting untuk melihat adanya
bakteri, diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotic
12. Sel eosinofil Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat
mencapai 1000 — 1500 /mm3 baik asthma Intrinsik ataupun extrinsik,
sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3 . Perbaikan
fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan
pengobatan telah tepat

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas klien
b. Identitas penanggungjawab
2. Primer Survey
a. Airway (A) : mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan
nafas disertai kontrol servikal. Peningkatan sekresi pernafasan, bunyi
nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing (B) : mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola
pernafasan agar oksigenasi adekuat. Distress pernafasan : pernafasan
cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi. Menggunakan otot aksesoris
pernafasan. Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation (C) : mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol
perdarahan. Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi. Sakit
kepala. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah. Papiledema. Urin
output meurun
d. Dissability (D) : mengecek status neurologis. Mengetahui kondisi
umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi dengan
memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
e. Exposure (E) : environmental control, buka baju penderita tapi
cegah hiportermia.

3. Secondary Survey
a. Exposure (E) : Kaji apakah terdapat luka atau lesi pada daerah
mukosa mulut, hidung atau bagian pernapasan
b. Fluid, Farenheit (F) : Observasi output urine jika terdapat dehidrasi
atau tanda-tanda syok (urine output : 1-2cc/kgBB/jam).
c. Get Vital Sign (G) : Kaji tanda-tanda vital, dan perubahanya secara
teratur.

14
d. Head To toe, History (H) : Kaji pemeriksaan dari kepala sampai
ujung kaki apakah terdapat jejas atatu lesi

4. Analisa Data

Data Etiologi Masalah


Data Subjuektif : Pencetus serangan (alergen)
1. klien menyatakan Ketidakefektifan
sesak atau sulit Reaksi antigen & antibodi bersihan jalan napas
bernapas
2. klien menyatakan Dikeluarkannya substansi vasoaktif
batuk berdahak (histamin, bradikinin, & anafilaksin)

Data Objektif :
permeabilitas kapiler
1. perubahan
frekuensi pernapasan
Kontraksi otot polos, Edema
menjadi cepat
mukosa, Hipersekresi
2. sesak nafas disertai
batuk berdahak,
Obstruksi jalan nafas
berwarna putih agak
kental.
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas

Data Subyektif : Perubahan jaringan, peningkatan Ig E Ketidakefektifitas


1. klien menyatakan dalam serum Pola nafas
sesak atau sulit
Respon dinding bronkus
bernapas
Data Obyektif :
1. perubahan frekuensi Bronkospasme
pernapasan menjadi
cepat

15
3. Suara napas Wheezing
Whezing

Data Subyektif : Kompensasi tubuh terhadap adanya Ansietas


1. Klien menyatakan kekurangan suplai 02 yaitu
sangat cemas dengan meningkatkanfrekuensi nafas
keadaannya
Data Obyektif : Reaksi terhadap stress hospitalisasi
1. Perilaku : gelisah, sesak
agitasi
2. Affektive:
ketakutan,
3. Fisiologis:
suara bergetar, gemetar, Cemas dengan tindakan prosedur
peningkatan keringat, tindakan
4. Respirasi
meningkat, nadi
meningkat, tekanan
darah meningka
Oksigenasi berkurang
2.

stress psikologis

Cemas
Data Subjektif : Obstruksi jalan nafas Intoleran aktivitas
1. Klien menyatakan
merasa letih,
Susah bernapas dengan normal
Klien menyatakan mersa
lemah,
Kelelahan, kelemahan fisik
Data Objektif :
1. Respon terkanan
Aktivitas ringan
darah abnormal
terhadap aktivitas,

16
Respon frekuensi jantung
abnormal terhadap
aktivitas,

5. Diagnosa Keperawatan (NANDA 2012-2014 & Aplikasi Asuhan


Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC
2013)
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas (00031) berhubungan
dengan Obstruksi Jalan Napas
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi,
Ansietas. (00032)
c. Ansietas (00146) berhubungan dengan Pajanan Pada Toksin
d. Intoleran aktivitas (00092)berhubungan dengan kelemahan umum.

17

You might also like