Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
1102013003
Pembimbing:
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SW
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 20 Februari
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan terakhir : D-3
Status pernikahan : Menikah
Status pekerjaan : Konsultan hukum (saat ini sedang cuti)
Alamat : Bidara cina
Tanggal pemeriksaan : 12 Maret 2018
A. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan pusing dan masih merasa kaku
B. Keluhan Tambahan
Pasien sesekali masih merasa sulit berkomunikasi dengan orang lain, gelisah, dan sulit
BAB sejak 1 minggu.
C. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien Ny. SW, 52 tahun datang ke Poli Jiwa RS POLRI pada tanggal 12 Maret
2018 pada pukul 10.00 ditemani oleh suaminya. Pasien datang dengan keluhan pusing,
masih terasa kaku jika berjalan dan dalam beraktivitas serta masih sedikit sulit untuk
berkomunikasi dengan orang sekitar. Pusing biasa dirasakan setiap hari khususnya saat
pasien baru bangun tidur dan berkurang pada malam hari. Pasien menjelaskan pusing
yang dirasakan seperti kepala terasa ringan dan pening. Pusing telah dirasakan selama
1 minggu. Pasien juga mengeluhkan masih merasa kaku seperti “robot” dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Tubuh kaku ini telah dirasakan pasien semenjak pasien
diberikan obat racikan 4 bulan yang lalu. Pasien mengatakan bahwa ia juga sulit untuk
BAB dan sulit buang angin selama 2 minggu terakhir. Pasien sempat dirawat seminggu
yang lalu untuk keluhan sulit BAB dan mengatakan bahwa BAB mulai lancar sejak
pulang dari perawatan. Pasien sudah merasakan perbaikan yang cukup signifikan
terhadap kondisinya, selama 1 bulan terakhir pasien sudah mulai dapat berinteraksi
dengan teman dan orang sekitar walaupun masih belum terasa nyaman dan merasa
kegelisahannya berkurang namun sesekali masih dirasakan.
1.5
0.5
0
1965- APR-17 MEI OKT NOV DES JAN-18 FEB MAR
2017
• Tahun 1965-2017 : Pasien tidak mengalami keluhan gangguan jiwa, beraktifitas dengan
normal.
• April 2017 : Gejala gangguan pada pasien mulai muncul yaitu sesak nafas dan
ketakutan berlebih terhadap orang sekitar. Pasien sempat dirawat inap di RS POLRI
• Mei 2017 : Pasien dirawat inap kembali karena keluhan sesak nafas belum
teratasi walaupun tidak ditemukan kelainan pada tubuh.
• Oktober 2017 : Pasien dirawat inap kembali dengan keluhan ketakutan berlebih
pada orang sekitar serta merasa gelisah setiap saat. Pasien mulai mendapatkan
perawatan dari bagian kejiwaan.
• November 2017 : Keluhan sesak nafas berkurang namun pasien sulit berkomunikasi
dengan orang lain, merasa gelisah dengan banyak orang disekitar dan tubuhnya dirasa
kaku. Pasien cenderung diam dan tidak dapat menonton TV ataupun melakukan
aktivitas seperti biasa karena merasa tidak dapat berkonsentrasi.
• Desember 2017 : Pasien menunjukan adanya perbaikan gejala karena pasien tidak
lagi merasa begitu gelisah dan ketakutan disekitar orang-orang namun tubuh masih
merasa kaku dan adanya keluhan sulit tidur.
• Januari 2018 : Pasien kembali di rawat inap dan pasien mengeluhkan tubuh
makin terasa kaku
• Februari 2018 : Pasien menunjukan perbaikan yang signifikan yaitu pasien dapat
kembali berkomunikasi dengan teman serta orang-orang disekitar dan ketakutan
berkurang.
• Maret 2018 : Pasien hanya mengeluhkan kepala terasa pusing dan sulit untuk
BAB. Pasien sudah dapat berkomunikasi dengan baik.
• Riwayat pendidikan
✓ SD : Pasien menyelesaikan pendidikan SD tanpa pernah tinggal kelas, dan
beberapa kali menjadi juara kelas.
✓ SMP : Pasien menyelesaikan pendidikan SMP tanpa pernah tinggal kelas,
dan beberapa kali menjadi juara kelas.
✓ SMA : Pasien menyelesaikan pendidikan SMA tanpa pernah tinggal kelas,
dan beberapa kali menjadi juara kelas.
✓ D-3: Pasien menyelesaikan pendidikan Akademi dibidang hukum
• Riwayat pekerjaan
Pasien sebelumnya bekerja sebagai konsultan hukum di perusahaan swasta namun
sejak gejala gangguan jiwa muncul, pasien memutuskan untuk berhenti.
• Kehidupan beragama
Pasien seorang penganut agama Islam dan taat dalam beribadah terutama shalat.
• Kehidupan sosial
Pekerjaannya sebagai konsultan hukum membuat pasien banyak berinteraksi
dengan orang dan mendengarkan masalah serta memberi solusi. Sebelum gangguan
jiwa ini muncul pasien memiliki banyak teman dan tidak memiliki masalah dalam
berinteraksi terhadap orang lain.
• Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah berurusan dengan aparat penegak hukum, dan tidak pernah
terlibat dalam proses peradilan yang terkait dengan hukum.
• Kehidupan Perkawinan
Pasien tinggal bersama suaminya. Pasien dan suami telah menikah selama 31 tahun.
Suaminya berprofesi sebagai polisi dan masih aktif bekerja sampai sekarang.
Suaminya mengalami stroke ringan 1 tahun yang lalu namun masih dapat
melakukan segala aktivitasnya seperti sedia kala.
F. Riwayat Keluarga
Pasien sejak kecil tinggal bersama orang tua pasien. Bapak kandung pasien telah
meninggal sedangkan ibu pasien berada di Jawa Tengah. Saat ini pasien tinggal
bersama suaminya. Pasien memiliki 2 orang anak laki-laki yang berprofesi sebagai
polisi. Anak laki-laki pertamanya telah menikah dan tinggal dirumah terpisah dan
memiliki 2 orang anak sedangkan anak laki-laki yang kedua baru saja melangsungkan
pernikahan bulan November 2017. Pasien mengatakan bahwa keluarganya merupakan
keluarga yang harmonis dan tidak pernah ada permasalahan dalam keluarga.
G. Genogram
2. Kesadaran
Kesadaran Neurologik : Composmentis
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor
❖ Sebelum di wawancara : Pasien terlihat tenang
❖ Saat diwawancara : Pasien kurang kooperatif tetapi masih dapat menjawab
beberapa pertanyaan dengan baik dan pasien tampak ingin mengakhiri
wawancara sesegera mungkin
❖ Setelah diwawancara : Pasien tersenyum kepada pemeriksa dan kembali
duduk bersama suaminya.
4. Sikap terhadap pemeriksa
Kurang kooperatif
5. Pembicaraan
Menjawab spontan dan atensi cukup baik
C. GANGGUAN PERSEPSI
• Halusinasi : Tidak ada
• Ilusi : Tidak ada
• Depersonalisasi : Tidak ada
• Derealisasi : Tidak Ada
E. PROSES PIKIR
❖ Arus Pikir
• Kontinuitas : Koheren
• Hendaya Bahasa : Tidak ada
❖ Isi Pikir
• Preokupasi : Tidak ada
• Waham : Tidak ada
• Obsesi : Tidak ada
• Kompulsi : Tidak ada
• Fobia : Pasien merasa ketakutan dan cemas terhadap orang-orang sekitar
F. PENGENDALIAN IMPULS
Cukup baik, selama wawancara pasien dapat berlaku tenang walaupun sesekali pasien tampak
ingin mengakhiri wawancara tetapi tidak menunjukan gejala agresif dan tidak marah.
G. DAYA NILAI
1. Daya nilai sosial :
Kurang (Pasien memiliki masalah dalam berinteraksi dengan orang-orang sekitar
namun tidak sampai terlibat perkelahian)
2. Uji daya nilai :
Baik (Tahu bahwa berkelahi merupakan hal yang buruk)
3. Penilaian Realita : Baik
H. TILIKAN
Derajat 6 : pasien menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk
mencapai perbaikan.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
a) Keadaaan Umum : Baik
Status Neurologis
Tidak dilakukan pemeriksaan neurologi
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah lengkap dengan hasil yang baik
dan tidak ditemukan kelainan. (1 minggu sebelum pemeriksaan)
IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
• Pasien perempuan berusia 52 tahun mengeluh pusing sejak seminggu yang lalu dan
masih merasa kaku serta sejak 4 bulan yang lalu. Serta tidak bisa BAB dan buang
angina sejak 1 minggu yang lalu.
• Pasien sebelumnya merasakan gejala pertamakali 10 bulan yang lalu yaitu sesak nafas
disertai gelisah namun tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna.
• Pasien merasa ketakutan dan khawatir berlebih jika orang-orang disekitarnya dan juga
dengan suara orang-orang tersebut. Pasien juga tidak dapat berinteraksi dan
berkomunikasi dengan baik kepada orang-orang disekitar.
• Pasien terlihat kebingungan dan gelisah, serta kesulitan tidur pada malam hari.
• Suami pasien mengatakan bahwa pasien merasa tertekan karena harus mengurus
persiapan pernikahan anaknya seorang diri yang merupakan stressor utama, pasien
merasa terbebani takut tidak dapat memenuhi ekspektasi dalam menjalankan tugas
tersebut karena pasien terbiasa melakukan segalanya dengan maksimal.
• Saat pemeriksaan dilakukan, mood pasien eutim, tenang, orientasi baik dan perawatan
diri baik.
• Saat pemeriksaan dilakukan, tilikan pasien derajat 6, pasien menyadari sepenuhnya apa
yang mendasari gejala yang dialaminya disertai motivasi untuk mencapai perbaikan.
FORMULA DIAGNOSTIK
1. Setelah wawancara pasien ditemukan adanya psikopatologi yang menyebabkan distress
dan disabilitas dalam fungsi dan aktivitasnya sehari-hari, oleh karena itu dapat
disimpulkan pasien mengalami gangguan jiwa yang sesuai dengan definisi yang
tercantum dalam PPDGJ III yaitu .
2. Pasien ini tidak termasuk gangguan mental organik karena pasien pada saat di periksa
dalam keadaan sadar, dan dari hasil pemeriksaan penunjang tidak ditemukan kelainan
yang mendukung diagnosis. (F0)
3. Pasien ini tidak termasuk dalam gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat
karena pasien tidak mengkonsumsi rokok, alkohol dan zat psikotropika. (F1)
4. Pasien ini tidak termasuk ke dalam Skizofrenia, Gangguan skizotipal & gangguan
waham karena pasien tidak memiliki gangguan presepsi dan gangguan isi pikir. (F2)
5. Pasien ini tidak termasuk dalam gangguan suasana perasaan karena tidak ada gangguan
perasaan yang dialami (F3)
6. Pasien ini termasuk ke dalam gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan gangguan
terkaitt stress (F4)
Susunan formulasi diagnostik ini berdasarkan dengan penemuan bermakna dengan urutan
untuk evaluasi multiaksial, seperti berikut :
o Aksis I : Gangguan Klinis dan Gangguan Lain yang Menjadi Fokus Perhatian
Klinis
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala
maupun kejang dan riwayat penyakit jantung. Pasien tidak pernah menggunakan zat
psikoaktif. Sehingga gangguan mental dan perilaku akibat gangguan mental organik
dan penggunaan zat psikoaktif dapat disingkirkan. Pasien juga tidak memiliki waham
ataupun halusinasi dalam jangka waktu tertentu sehingga Skizofrenia,
Gangguan skizotipal & gangguan waham dapat disingkirkan.
Berdasarkan anamnesis, didapatkan bahwa pasien mengalami gangguan cemas dengan
gejala kecemasan terus menerus, sulit berkonsentrasi, pusing dan sesak nafas dengan
stressor pemicu yang jelas.
Dari hal tersebut, kriteria diagnostik menurut PPDGJ III pada ikhtisar penemuan
bermakna pasien digolongkan dalam F 41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh
DIAGNOSIS
Diagnosis kerja : F 41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh
Diagnosis banding : F 41.2 Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
PROGNOSIS
QuoAd Vitam : ad bonam
Quo Ad Sanationam : dubia ad bonam
Quo Ad Fungsionam : dubia ad bonam
RENCANA TERAPI
a. Psikofarmaka :
• Cipralex 1 x 10 mg
• Alprazolam 1 x 0,5 mg
• Merlopam 1 x 0,5 mg
• Dogmatil 1 x 50mg
• Arkine 1 x 2 mg
b. Psikoterapi :
Psikoterapi suportif dengan memberikan motivasi kepada pasien agar bisa cepat kembali pulih,
berempati dan memberikan perhatian pada pasien, tidak menghakimi pasien, menghormati pasien
sebagai manusia seutuhnya dan peduli pada aktivitas keseharian pasien.
c. Psikoedukasi
Mengingatkan pasien dan keluarga tentang pentingnya minum obat sesuai aturan dan datang
kontrol ke poli kejiwaan serta menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa dukungan keluarga akan
membantu keadaan pasien.
GANGGUAN CEMAS MENYELURUH
1.1 DEFINISI
Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan
kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan
tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-
hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6
bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-
gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga
menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan
pekerjaan GAD ditandai dengan kecemasan yang berlebihan dan khawatir yang berlebihan
tentang peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-harinya tanpa alasan yang jelas untuk khawatir.
Kecemasan ini tidak dapat dikontrol sehingga dapat menyebabkan timbulnya stres dan
mengganggu aktivitas sehari-hari, pekerjaan dan kehidupan social. Pasien dengan GAD
biasanya mempunyai rasa risau dan cemas yang berlanjut dengan ketegangan motorik, kegiatan
autonomik yang berlebihan, dan selalu dalam keadaan siaga. Beberapa pasien mengalami
serangan panik dan depresi.
1.2 EPIDEMIOLOGI
Angka prevalensi untuk gangguan cemas menyeluruh 3-8% , dengan prevalensi pada
wanita > 40 tahun sekitar 10%. Rasio antara perempuan dan lakilaki sekitar 2:1. Onset penyakit
biasanya muncul pada usia pertengahan hingga dewasa akhir, dengan insidens yang cukup
tinggi pada usia 35-45 tahun. GAD merupakan gangguan kecemasan yang paling sering
ditemukan pada usia tua.
1.3 ETIOLOGI
Faktor Biologi
Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya gangguan ini adalah lobus oksipitalis
yang mempunyai reseptor benzodiazepin tertinggi di otak. Basal ganglia, sistem limbik dan
korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat pada timbulnya gangguan ini. Pada pasien juga
ditemukan sistem serotonergik yang abnormal. Neurotransmitter yang berkaitan adalah
GABA, serotonin, norepinefrin, glutamat, dan kolesitokinin. Pemeriksaan PET (Positron
Emission Tomography) ditemukan penurunan metabolisme di ganglia basal dan massa putih
otak.
Teori Genetik
Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien gangguan
anxietas menyeluruh dan gangguan depresi mayor pada pasien wanita. Sekitar 25% dari
keluarga tingkat pertama penderita juga mengalami gangguan yang sama. Sedangkan
penelitian pada pasangan kembar didapatkan angka 50% pada kembar monozigotik dan 15%
pada kembar dizigotik.
Teori Psikoanalitik
Teori psikoanalitik menghipotesiskan bahwa anxietas adalah gejala dari konflik bawah
sadar yang tidak terselesaikan. Pada tingkat yang paling primitif anxietas dihubungkan dengan
perpisahan dengan objek cinta. Pada tingkat yang lebih matang lagi dihubungkan dengan
kehilangan cinta dari objek yang penting. Anxietas kastrasi berhubungan dengan fase oedipal
sedangkan anxietas superego merupakan ketakutan seseorang untuk mengecewakan nilai dan
pandangannya sendiri (merupakan anxietas yang paling matang).
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan serta
keluhan somatik berulang-ulang. Adanya gejala-gejala lain yang bersifat sementara, terutama
depresi, tidak menyingkirkan gangguan anxietas menyeluruh sebagai diagnosis utama, selama
pasien tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32), gangguan anxietas fobik
(F40), gangguan panik (F41.0) atau gangguan obsesif kompulsif (F42).
Gangguan cemas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi medis
umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat. Diperlukan pemeriksaan
medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid. Klinisi harus
menyingkirkan adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat atau
obat seperti alkohol, hipnotiksedatif dan anxiolitik.
Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan pada gangguan panik
harus dapat dibedakan dengan kelainan yang terjadi pada gangguan anxietas menyeluruh.
Selain itu, gangguan cemas menyeluruh juga dapat didiagnosis banding dengan fobia,
gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis, gangguan somatisasi, dan gangguan stres post-
trauma.
1. Fobia
Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu sehingga pasien
berusaha untuk menghindarinya, sedangkan pada GAD, tidak terdapat objek tertentu
yang menimbulkan kecemasan.
2. Gangguan obsesif kompulsif
Pada gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan berulang-ulang
(kompulsi) untuk menghilangkan kecemasannya, sedangkan pada GAD, pasien sulit
untuk menghilangkan kecemasannya, kecuali pada saat tidur.
3. Hipokondriasis
Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas terhadap
penyakit serius ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien dirasakannya dan
berusaha datang ke dokter untuk mengobatinya, sedangkan pada GAD, pasien
merasakan gejala-gejala hiperaktivitas otonomik sebagai akibat dari kecemasan yang
dirasakannya.
4. Gangguan stres pasca trauma
Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan sutau
peristiwa ataupun trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien, sedangkan pada GAD
kecemasan berlebihan berhubungan dengan aktivitas sehari-hari.
1.7 PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi
a. Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai dengan dosis terendah
dan ditingkatkan sampai mencapai respons terapi. Pengguanaan sediaan dengan waktu paruh
menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama
pengobatan rata-rata 2- 6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2 minggu.
Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek anti-anxietas, antikonvulsan, antiinsomnia, dan
premedikasi tindakan operatif. Adapun obat-obat yang termasuk dalam golongan
Benzodiazepin antara lain :
• Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 2-10 mg 9im/iv), broadspectrum.
• Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari, broadspectrum.
• Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan antiinsomnia berjauhan
(dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas, untuk pasien-pasien dengan kelainan hati
dan ginjal.
• Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan antiinsomnia berjauhan
(dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas, psychomotor performance paling kurang
terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang masih ingin tetap aktif.
• Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan antiinsomnia berjauhan
(dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas.
• Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk anxietas
tipe antisipatorik, “onset of action” lebih cepat dan mempunyai komponen efek anti-depresi.
b. Non-benzodoazepin (Buspiron)
Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki
gejala kognitif dibanding gejala somatik. Tidak menyebabkan withdrawal. Dosis anjuran 2-3x
10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat
bukti bahwa penderita GAD yang sudah menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan
respon yang baik dengan Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara
Benzodiazepin dengan Buspiron kemudian dilakukan tapering Benzodiazepin setelah 2-3
minggu, disaat efek terapi Buspiron sudah mencapai maksimal.
2. Psikoterapi
a. Terapi kognitif perilaku
Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran manusia
terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-respon, dimana proses kognisi akan
menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak.
Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak,
dengan menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, berbuat dan
memutuskan kembali. Dengan mengubah arus pikiran dan perasaan, klien diharapkan dapat
mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif. Tujuan terapi kognitif perilaku ini
adalah untuk mengajak pasien menentang pikiran (dan emosi) yang salah dengan menampilkan
bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi.
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara kangsung mengenali distorsi kognitif dan
pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan
pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.
b. Terapi suportif
Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan belum
tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan
pekerjaannya.
c. Psikoterapi Berorientasi Tilikan
Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar, menilik
egostrength, relasi objek, serta keutuhan self pasien. Dari pemahaman akan komponen-
komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah
untuk menjadi lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat
beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.
1.8 PROGNOSIS
Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin
berlangsung seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami gangguan panik, juga
dapat mengalami gangguan depresi mayor.
DAFTAR PUSTAKA
Elvira, Sylvia D., Hadisukanto, Gitayanti. 2017. Buku Ajar PSIKIATRI Edisi ke-3. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.
Sadock, B.J., Sadock, V.A., et al. 2007. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins.
Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III, editor Dr, Rusdi Maslim. Jakarta
2013.