You are on page 1of 20

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan, hal tersebut di
pengaruhi oleh 4 faktor yaitu : lingkungan, genetik, perilaku dan pelayanan kesehatan.
Apabila keempat faktor tersebut mengalami suatu ketidakseimbangan, maka individu berada
dalam keadaan yang di sebut dengan sakit (Notoatmodjo, 2005). Sakit adalah suatu keadaan
dimana seseorang merasakan ketidaknyamanan secara fisik, mental maupun sosial karena
hadirnya penyakit sehingga menyebabkan kelemahan pada tubuh dan perubahan fungsi
anggota tubuh (Joyomartono,2006).

Anak merupakan aset masa depan yang akan melanjutkan pembangunan di suatu
Negara. Masa perkembangan tercepat dalam kehidupan anak terjadi pada masa balita. Masa
balita adalah masa yang paling rentan terhadap serangan penyakit. Terjadinya gangguan
kesehatan pada masa tersebut berakibat negatif bagi pertumbuhan anak itu seumur hidupnya.
Menurut Depkes 2000, Secara umum penyakit pada anak sangat banyak macamnya. Penyakit
yang sering terjadi pada anak di anataranya batuk atau ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan
Atas), diare, DHF (dengue Hemorage Fever), typoid, demam dan masih banyak lagi. Dari
beberapa penyakit tersebut yang sering terjadi pada anak adalah diare. Permasalahan
kesehatan yang sering di jumpai pada balita yaitu penyakit infeksi. Penyakit infeksi yang
masih perlu diwaspadai menyerang balita adalah diare atau gastroenteritis (Widjaya, 2003).

Angka kejadian diare pada anak didunia mencapai 1 miliar kasus tiap tahun, dengan
korban meninggal sekitar 5 juta jiwa. Statistik di amerika mencatat tiap tahun terdapat 25 -
35 juta kasus diare dan 16,5 juta diantaranya adalah balita. Angka kematian balita dinegara
berkembang akibat diare ini sekitar 3,2 juta tiap tahun. Sedangkan data statistik di Indonesia
menunjukan bahwa setiap tahun diare menyerang 50 juta penduduk di Indonesia, dua
sepertiganya adalah anak balita dengan korban meninggal sekitar 600.000 jiwa (Depkes RI
2010).
2

Gastroenteritis merupakan penyakit menular yang mempunyai mekanisme penularan


tinja melalui mulut dan makanan dan air sebagai pengantar untuk kebanyakan kejadian.
Sehinga klien gastroenteritis yang dirawat harus di tempatkan pada tempat yang bersih,
termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien, sarung tangan bila
menyentuh bahan yang terinfeksi, klien dengan keluarganya harus dididik mengenai cara
perolehan enteropathogen dan cara mengurangi penularan (Kamus Besar Dorland, 2002).

Penyakit ini mempunyai masalah utama yaitu diare dan muntah, akibatnya klien akan
kehilangan air dan elektrolit terutama natrium dan kalium yang akhirnya menimbulkan
asidosis metabolik. Disamping itu menyebabkan klien kekurangan cairan atau dehidrasi,
keadaan kekurangan cairan ini apabila tidak segera diatasi akan menyebabkan shock
hipovolemik, maka akibatnya pada anak yang mengalami dehidrasi akan menyebabkan
kematian, dimana 80% bagian dari tubuh anak terdiri dari cairan (Nelson, 2000).

Berdasarkan pembahasan diatas penanganan anak pada gastroenteritis perlu


mendapatkan perhatian secara tepat. Agar tidak terjadi komplikasi pada anak dengan diare
misalnya dehidrasi, syok hipovolemik, bahkan sampai kematian. Oleh karena itu, penulis
menyusun makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Gangguan
Pencernaan : Gastroenteritis “. Dengan harapan sebagai perawat kita mampu memahami
konsep penyakit yang dialami klien dengan gangguan sistem pencernaan, khususnya
gastroenteritis atau diare, sehingga kita pun mampu memberi asuhan keperawatan yang tepat
dan kontrahensif, yang meliputi pengenalan konsep anatomi fisiologi, dan patofisiologi
sistem pencernaan, pengkajian untuk menegakkan masalah keperawatan, perencanaan dan
tindakan keperawatan, sampai mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada masalah sistem
pencernaan. Dalam hal ini khususnya masalah pencernaan yang dialami pada anak.
3

B. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai :
1. Tujuan umum
Diharapkan agar Mahasiswa/i Keperawatan, sebagai calon perawat mampu
memahami tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pada
sistem pencernaan, terlebih pada anak.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa dapat memahami tentang konsep dasar Gastroenteritis
b. Mahasiswa dapat memahami tentang anatomi dan fisiologi sistem pencernaan.
c. mahasiswa dapat memaparkan pengkajian selama memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan pada sistem pencernaan.
d. mahasiswa dapat menjelaskan diagnosa keperawatan selama memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan pada sistem pencernaan.
e. mahasiswa dapat menguraikan rencana tindakan selama memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan pada sistem pencernaan.
f. mahasiswa dapat menguraikan implementasi keperawatan pada klien dengan
gangguan pada sistem pencernaan
g. Mahasiswa dapat mengaplikasikan konsep asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem pencernaan, khususnya dalam hal ini pada anak.

C. METODE PENELITIAN
Dalam menyusun makalah ini, penulis mengunakan metode deskriptif yaitu
dengan mengumpulkan data-data yang diambil dari sumber buku perpustakaan, browsing
ke internet, serta konsultasi dengan dosen pembimbing.
D. SISTEMATIKA PENELITIAN
Dalam penyusunan makalah ini, penulis membagi dalam tiga bab, yaitu BAB I
Pendahuluan yang berisi: latar belakang penulisan, tujuan penulisan, metode penulisan,
sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Teoritis yang berisi : konsep dasar lansia, konsep
dasar penyakit gastroenteritis, meliputi ; anatomi fisiologi sistem muskuloskeletal,
konsep gangguan pada muskoluskeletal, dan konsep asuhan keperawatan pada klien
dengan rheumatoid arthritis. BAB III Penutup berisi: kesimpulan dan saran.
4

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Gastroenteritis
Gastroenteritis adalah suatu keadaan pengeluaran tinnja yang tidak normal atau tidak seperti
biasanya, ditandai dengan peningkaan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali dan
pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah (Hidayat,2006).
Gastroenteritis adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih
dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur
lendir atau darah atau lendir saja (Ngastiyah, 2005). Gastoenteritis adalah inflamasi lambung dan
usus yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus dan pathogen parasitik (Wong, 2003).
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa gastroenteritis adalah suatu
keadaan dimana terjadi inflamasi pada lambung dan usus yang ditandai dengan frekuensi buang
air besar pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dan pada anak 3 kali sehari dengan konsistensi
feses encer, dengan atau tanpa lendir dan darah.

B. Anatomi Fisiologi Gastrointestinal

Gbr.1.Usus Halus

1. Usus Halus/ Intestinum minor


Intestinum minor adalah bagian dari system pencernaan makanan yang berpangkal pada
pylorus dan berakhir pada seikum panjangnya  6 m, merupakan saluran paling panjang
5

tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan. Lapisan usus halus : lapisan mucosa
(sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M.Sirkuler), Lapisan otot memanjang
(M.Longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah Luar).

Bagian-bagian dari usus halus :

a. Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya  25 cm beerbentuk sepatu kuda melengkung
ke kiri. Pada lengkungan ini terdapat pancreas, dan pada bagian kanan terdapat selaput
lendir yang membukit disebut papilla vateri. Pada papilla vateri ini bermuara saluran
empdu (ductus coleductus) dan saluran pancreas (ductus wirsungi, ductus pankreatikus)
empedu dibuat dihati untuk dikeluarkan kedoedenum melalui duktus koledokus yang
fungsinya mengemulsikan lemak dengan bantuan lipase.

Pankreas juga menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi
disakarida dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin
dan polipeptida. Dinding duodenum mempunyai lapuisan mucosa yang banyak
mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar brunner yang berfungsi untuk
memproduksi getah intestinum

b. Yeyenum dan ileum


Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar  6 m 2/5 bagian atas adalah
yeyenum dengan panjang  23 m dan ileum dengan panjang  4-5 m. Lekukan yeyunum
dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan
peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.

Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri dan


vena mesentrika superior. Pembuluh limfe dan saraf keruang antara 2 lapisan peritoneum
yang membentuk mesentrium. Sambungan antara yeyunum dan ileum tidak memiliki
batas yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantaraan
lubang yang bernama orifisium ileoseikal. Orifisium ini diperkuat oleh sfinter ileoseikalis
san pada bagian ini terdapat katub valvula baukhini yang berfungsi untuk mencegah cairan
dalam colon asenden tidak masuk kembali kedalam ileum
6

c. Mucosa dan usus halus


Permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan mucosa dan kicrovili memudahkan
pencernaan dan absorbsi, lipatan ini dibentuk oleh mucosa dan submucosa yang dapat
memperbesar parmukaan usus halus. Pada penampang melintang vili dilapisi oleh epitel
dan kripta yang menghasilkan bermacam-macam peranan aktif dalam pencernaan.

Absorbsi makanan yang sudah dicernakan seluruhnya berlangsung didalam usus


halus melalui 2 saluran yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan saluran limfe disebelah
dalam permukaan vili usus. Sebuah vilus berisis lacteal, pembuluh darah epitelium dan
jaringan otot yang diikat bersama oleh jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar
dan ditutupi oleh epitelium. Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan dengan
makan cair dan lemak yang diabsorbsi kedalam lacteal kemudian berjalan melalui
pembuluh limfe masuk kedalam pembuluh kapiler darah vili dan vena porta dibawa ke
hati untuk mengalami beberapa perubahan.

Ringkasan Absorbsi

Hasil Akhir
Sumber Makanan Organ Absorbsi
Cernaan

Dari epitelium masuk ke


Protein Asam amino
pembuluh dan aliran darah

Gliserin dan asam Dari epitelium vili masuk


Lemak
lemak lacteal dan aliran limfe

Mono sacarida :
Dari epitelium vili dan
Hidrat Carbon - Glukosa dinding pembuluh dara
- Leavilosa masuk aliran darah
- Galaktosa
Fungsi usus halus :

1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler
darah dan saluran-saluran limfe
7

2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino


3) Karbohidrat diserap dalam bentuk monosacarida
Didalam usus halus terdapat kelenjar yang menghsilkan getah usus yang menyempurnakan
pencernaan makanan :

1) Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik


2) Eripsin, menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino
3) Laktase mengubah lactase menjadi monosakarida
4) Maltosa mengubah maltosa menjadi monosacarida
5) Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosacarida

2. Usus Besar/Intestinum Mayor


Panjangnya  1,5 m dan lebarnya 5-6 m. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam keluar :

a. Selaput lendir
b. Lapisan Otot melingkar
c. Lapisan otot memanjang
d. Jaringan Ikat

Fungsi Usus besar terdiri dari :

a. Menyerap air dari makanan


b. Tempat tinggal bakteri coli
c. Tempat feces

Bagian-bagian dari usus besar :

a. Seikum
Dibawah seikum terdapat appendiks vermitoris yang berbentuk seperti cacing sehingga
disebut juga umbal cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum mudah
bergerak walaupun tidak mempunyai mesentrium dan dapoat diraba melalui dinding
abdomen pada orang yang masih hidup
8

b. Colon Asenden
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur keatas dari ileum
kebawa hati, dibawah hati melengkung kekiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatica,
dilanjutkan sebagai colon tranversum.

Gbr.2.Usus besar

c. Appendiks (usus Buntu)


Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum, mempunyai
pintu keluar yang sempit tapi masi memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isis usus.
Appendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk kedalam rongga pelvis
minor terletak horizontal dibelakang seikum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap
infeksi kadang appendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang bias menimbulkan
perforasi dindingnya kedalam rongga abdomen

d. Colon Tranversum
Panjangnya  38 cm, membujur dari colon asenden sampai colon desenden berada
dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapatr
fleksura lienalis.

e. Colon desenden
Panjangnya  25 cm, terletak diwah abdomen bagian kiri membujur dari atas
kebawah dari fleksura lienalis sampai kedepan ileum kiri, bersambung dengan colon
sigmoid.
9

f. Colon Sigmoid
Merupakan lanjutan dari colon desenden, terletak miring, dalam rongga pelvis
sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rectum

g. Rectum
Terletak dibawah colon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan
anus, terletak dalm rongga pelvis didepan os sacrum dan os coksigis

h. Anus
Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan
dunia luar (udara luar). Terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter:

 Sfingter ani internus (sebelah atas) bekerja tidak menurut kehendak


 Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak
 Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak

C. Fisiologi usus besar

Defekasi (Buang air Besar)

Didahului oleh transport feses kedalam rectum yang mengakibatkan ketegangan dinding
rectum mengakibatkan rangsangan untuk refleks defekasi sedangkan otot usus lainnya
berkontraksi, musculus levator ani relaksasi secara volunteer dan terkena ditimbulkan oleh
otot-otot abdomen.

D. Etiologi
Faktor penyebab diare menurut Ngastiyah (2005) yaitu :
a. Factor infeksi
Infeksi enteral adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
utama gastroenteritis pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut : infeksi bekteri,
seperti vibrio, E.coli, salmonella, shigella campylobacter, aeromonas dan sebagainya;
infeksi virus yaitu enterovirus (virus ECHO,coxsackie, poliomyelitis, adeno-
10

virus,rotavirus, dan lain-lain); infeksi parasit cacing (ascaris, trichuris, oxyuris), protozoa
(entamoeba histolytica) dan jamur (candida albicans).
b. Factor parenteral
Infeksi parenteral adalah infeksi diluar pencernaan makanan seperti otitis media akut
(OMA), tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopnemonia, ensefalitis dan sebaginya. Keadaan
ini terutama terdapat pada bayi dan anak yang berumur dibawah 2 tahun.
c. Factor malabsorpsi
Malabsorpsi karbohidrat, misalnya disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galktosa); malabsorpsi lemak dan
malabsorpsi protein.
d. Factor makanan
Seperti makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
e. Factor psikologis
Seperti rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar).

E. Manifestasi klinik
Klien yang menderita gastroenteritis, mula-mula klien cengeng, gelisah, suhu tubuh
biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemungkinan timbul diare. Tinja
cair mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama makin berubah
menjadi kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya
timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin
banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidaak di absorpsi oleh usus selam diare.
Gejala muntah dapat timbul setelah atau sebelum diare dan dapat disebabkan karena
lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila
klien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai tampak, yaitu berat
badan menurun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi),
selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering (Ngastiyah, 2005).
Frekuensi BAB (Buang Air Besar) pada bayi lebi dari 3 kali sehari dan pada neonatus
lebih dari 4 kali sehari, bentuk cair padaa buang air besarnya kadang-kadang disertai lendir
dan darah, nafsu makan menurun, warnanya lama kelamaan menjadi kehijauan karena
bercampur empedu, munah, rasa haus, malaise, adanya lecet pada daerah sekitar anus, feses
11

bersifat asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diserap oleh usus, adanya
tanda dehidrasi, kemudian dapat terjadi dieresis yang berkurang atau sampai dengan terjadi
asidosis metabolic seperti tampak pucat dengan pernafasa kumaul (Hidayat, 2006).

F. Patofisiologi
Gastroenteritis adalah peningkatan keenceran dan frekuensi tinja. Gastroenteritis
dapat terjadi akibat adanya zat terlarut yang tidak dapat diserap dalam tinja, yang disebt diare
osmotic, atau karena iritasi saluran cerna. Penyebab tersering iritasi adalah infeki virus atau
bakteri di usus halus distal atau usus besar. Gastroenteritis dapat ditularan melalui rute rectal
oral dari orang ke orang beberapa fasilitas keperawatan harian juga meningkatkan resiko
diare. Transport aktif akibat rangsang toksin bakteri terhadap elektrolit kedaam usus halus,
sel mukosa intestinal mengalami iritasi dan meningkatkan sekresi cairan dan elektrolit.
Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga menurunkan area
permukaan intestinal.
Iritasi usus oleh suatu petogen mempengaruhi lapisan mukosa usus, sehingga terjadi
peningkatan produk-produk sekretorik, termasuk mucus. Iritasi oleh mikroba juga
mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi peningkatan motilitas. Peningkatan motillitas
menyebabkan banyak air dan elektrolit terbuang karena waktu yang tersedia untuk
penyerapan zat-zat tersebut di kolon berkurang. Seseorang yang mengalami diare berat dapat
meninggal akibat syok hipovolemik dan kelainan elektrolit. Toksin colera yang ditularkan
melalui bakteri colera adalah contoh dari bahan yang sangat merangsang motilitas dan secara
langsung dapat menyebabkan sekresi air dan elektrolit kedalam usus besar sehingga unsure-
unsur plasma yang penting ini terbuang dalam jumlah yang besar.
Gangguan absorpsi cairan dan elektrolit dapat menyebabkan peradangan dan
menurunkan kemampuan intestinal untuk mengabsorpsi cairan dan elektrolit. Hal ini terjadi
karena sindrom malbsorpsi meningkatkan motilitas usus intestinal. Meningkatnya motilitas
dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan gangguan dari absorpsi dan sekresi
cairan elektrolit yang berlebihan. Cairan sodium potassium dan bikarbonat berpindah dari
rongga ekstraseluler kedalam tinja sehingga menyebabkan dehidrasi, kekurangan elektrolit
dapat mengakibatkan asidosis metabolic.
12

Gastroenteritis akut ditandai dengan muntah dan diare terkait kehilangan cairan dan
elektrolit yang menimbilkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Penyebab utama diare adalah virus (adenovirus enteric dan robavirus) serta parasit (biada
lambiachristopodium) pathogen ini menimbilkan penyakit dengan mengnfeksi sel-sel
menghasilkan enterotoksin atau kristotoksin yang melekat pada dinsing usus. Alat
pencernaan yang terganggu pada pasien yang mengalami gastroenteritis akut adalah usus
halus (Corwin, 2000).

G. Komplikasi
Kehilangan cairan dan elektrolit merupakan komplikasi utama terutama pada anak-
anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi syok
hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke
hipokalemia dan asidosis metabolic (Ciesla et al, 2003). Pada kasus-kasus yang terlambat
meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatas
lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal
multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan yang tidak
adekuat sehingga tidak tercapai rehidrasi yang optimal. (Nelwan, 2001)

Arthritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
Campylobakter, Shigella, Salmonella. Bisa juga terjadi malnutrisi pada anak, disebabkan
karena muntah dan diare yang dialami oleh anak.

H. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakan diagnose yang tepat
sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula. Adapun pemeriksaan yang perlu
dikerjakan menurut Mansjoer (2000) adalah :
1) Pemeriksaan feses
Tes tinja untuk mengetahui makroskopis dan mikroskopis, biakan kuman untuk
mengetahui kuman penyebab, tes resistensi terhadap natibiotik serta untuk mengetahui Ph
dan kadar gula jika diduga intoleransi glukosa
13

2) Pemeriksaan darah
darah perifer lengkap, analisa gas darah dan elektrolit (terutama Na, Ca, K dan P serum
pada diare yang disertai kejang), anemia (hipokronik) dan dapat terjadi karena
malnutrisi/malabsorpsi tekanan fungsi sum-sum tulang.
3) Pemeriksaan elektrolit tubuh
Untuk mengetahui kadar natrium, kalium, kalsium, dan bikarbonat.
4) Duodenal intubation
Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuentitatif dan kualitatif terutama diare
kronik.

I. Penatalaksanaan medis
Dasar pengobatan diare adalah
1) Pemberian cairan (rehidrasi)
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam rehidrasi adalah jenis cairan, cara memberikan
cairan dan jumlah pemberiannya. Cara memberikan cairan dalam terapi rehidrasi adalah
jikaa belum ada dehidrasi : anjurkan anak untuk minum (ad libitum) atau 1 gelas tiap
defekasi, dehidrasi ringan : 1 jam pertama 25-50 ml/kg BB peroral (intragastrik),
Selanjutnya 125 ml/kg BB/ hari ad libitium. Dehidrasi sedang : 1 jam pertama 50-100
ml/kg BB per oral/intragastrik (sonde), selanjutnya 125 ml/kg BB/ hari ad libitum.
2) Dietetic (cara pemberian makanan)
Tujuan diit pada klien gastroenteritis adalahmemberikan makanan secukupnya untuk
memberikan makanan yang secukupnya untuk memenuhi kebutuhan zat gizi tanpa
memberatkan kerja usus, mencegah dan mengurangi resiko dehidrasi, mengupayakan agar
anak segera mendapatkan makanan sesuai dengan umur dan berat badannya. Syarat diit
pada klien gastroenteritis adalah klien tidak dipuasakan setelah terjadi rehidrasi, diberi
makanan peroral dalam dalam 24 jam pertama, pemberian ASI diutamakan, makanan
cukup energy dan protein, makanan tidak merangsang saluran pencernaan yaitu tidak
mengandung bumbu tajam, tidak menimbulkan gas, makanan diberikan bertahap dari
makanan ringan dalam bentuk yang sesuai menurut umur dan keadaan penyakit, makanan
diberikan dalam porsi kecil denga frekuensi sering.
14

3) Obat-obatan
Obat anti sekresi, obat spasmolik, obat antibiotic juga dapat diberikan bila terjadi penyakit
seperti OMA, faringitis, bronchitis atau bronkopneumonia (Ngastiyah, 2005).
15

J.Pathways

K. Pengkajian focus
Pengkajian meruakan dasar pertama atau langkah awal dari proses keperawatan secara
keseluruhan dan merupakan suatu proses yang sistematis dan pengumpulan daa dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien.
1) Riwayat keperawatan
Identitas pasien meliputi nama, umur, berat badan, jenis kelamin, alamat rumah, suku
bangsa, agama dan nama orangtua. Keluhan utama klien biasanya mengeluh BAB encer
dengan atau tanpalendir dan darah sebanyak lebih dari 3 kali sehari, berwarna kehijau-
16

hijauan dan berbau amis, biasanya disertai muntah, tidak nafsu makan dan diserai dengan
demam ringan atau demam tinggi pada anak yang menderita infeksi usus.
Riwayat penyakit sekarang meliputi lamanya keluhan : masing-masing orang berbeda
tergantung pada tingkat dehidrasi, atau gizi, keadaan sosial, ekonomi,, hygiene dan sanitasi.
Akibat timbil keluhan : anka menjadi rewl dan gelisah, badan menjadi emah dan aktivitas
bermain kurang. Factor yang memperberat adalah ibu menghentikan pemberian makanan,
anak tidak mau makan dan minum, tidak ada pemberian cairan tambahan (larutan oralit atau
larutan gula garam).
Riwayat penyakit dahulu yang perlu ditanyakan yaitu riwayat penyakit yang pernah
diderita oleh anak maupun keluarga. Apakah dalam keluarga pernah mempunyai riwayat
penyakit keturunan atau pernah menderita penyakit kronis sehingga harus dirawat dirumah
sakit.
Riwayat kehamilan dan kelahiran yang ditanyakan meliputi keadaan ibu saat hamil, gizi,
usia kehamilian dan obat-obatan. Hal tersebut juga mencakup kesehatan anak sebelum ampai
sesudah lahir. Riwayat tumbuh kembang yang perlu ditanyakan adalah hal-hal yang
berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan usia anak
sekarang.
Imunisasi yang ditanyakna kepada orangtua adalah apakah anak mendapatkan imunisasi
secara lengkap sesuai dengan usianya dan jadwal pemberian serta efek samping dari
pemberian imunisasi seperti panas alergi dan sebagainya.
Psikososial yang ditanyakan meliputi tugas perkembangan sosial anak, kemampuan
beradaptasi selama sakit, mekanisme koping yang digunakan oleh anak dan keluarga. Respon
emosional keluarga dan penyesuaian keluarga terhadap stres mencakup juga harapan-harapan
keluarga terhadap kesembuhan penyakit anak.
Kesehatan fisik meliputi pola nutrisi seperti frekuensi makanan, jenis makanan, makanan
yang disukai atau tidak disukai dan keinginan untuk makan dan minum. Pola aktivitas juga
ditanyakan baik dirumah dan juga bagaimana pola hygiene tubuh seperti mandim keramas
dan gaji baju. Kesehatan mental meliputi pola interaksi anak, pola kognitif anak, pola emosi
anak saat dirawat, pola psikologi keluarga serta kopingnya dan pengetahuan keluarga dalam
mengenali penyakit anak.
17

2) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum klien
Pada anak terdapat keluhan dan kelainan-kelainan yang perlu mendukung perlu dikaji adanya
tanda-tanda dehidrasi seperti mata cekung, ubun-ubun besar cekung, mukosa bibir kering dan
turgor kulit berkuran, keelastisannya, kemudian ditanyakan frekuensi BAB, adanya nyeri
atau disentri abdomen, demam dan terjadinya penurunan berat badan (Gunawan, 2009).
b. Pola fungsional kesehatan
Pola fungsional kesehatan dapat dikaji melalui pola Gordon dimana pendekatan ini
memungkinkan perawat untuk mengumpulkan data secara sistematis dengan cara
mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalah
khusus.
Model konsep & tipologi pola kesehatan fungsional menurut Gordon.
1. Pola persepsi-managemen kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharan dan penanganan kesehatan. Persepsi terhadap arti
kesehatan, dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan
tentang praktek kesehatan.
2. Pola nutrisi dan metabolic
Menggambarkan masukan nutrisi, cairan dan elektrolit. Nafsu makan, pola makan diet,
fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan menelan, mual/muntah, keutuhan jumlah
zat gizi, masalah/penyembuhan kulit, makanan kesukaan.

3. Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit kebiasaan defekasi, ada
tidaknya masalah defekasi.
4. Pola Latihan – aktivitas
Menggaambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi
5. Pola kognitif perceptual
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi pengkajian
fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau dan kompensasinya terhadap tubuh.
6. Pola istirahat tidur
18

Menggambarkan ola tidur, istirahat dan persepsi tentang energy. Jumlah jam tidur pada
siang dan malam, masalah selama tidur.
7. Pola konsep diri-persepsi diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan peprsepsi terhadap kemampuan.
Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri, harga diri, peran, identitas
dan ide diri sndiri. (Winugroho, 2008)

L. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan dehidrasi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah dan intake
inadekuat
3. Hipertermi berhungan dengan dehidrasi
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi rekctal karena diare
5. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan lingkungan terhadap pathogen
6. Deficit pengetahuan tentang penyakit dan cara perawatanya berhubungan dengan kurang
paparan informasi
7. Ansites berhubungan dengan hospitalisasi dan stress

(Wilkinson, 2007)

M. Intervensi keperawatan
1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan dehidrasi
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan kekurangan volume cairan akan
teratasi dan keseimbangan elektrolit dan asam basa dapat tercapai.
Kriteria hasil : hidrasi dan status nutrisi adekuat, frekuensi irama dan nadi dalam rentangyang
diharapkan.
Intervensi :
a) Beri larutan rehidrasi oral (LRO) sedikit tapi sering khususnya bila anak muntah
R : LRO untuk rehidrasi dan penggantian kehilangan cairan melalui feses
19

b) Berikan dan pantau cairan IV sesuai ketentuan.


R : untuk mengobati patogen khusus yang menyebabkan kehilangan cairan yang berlebihan.
c) Berikan diet regular pada anak sesuai toleransi.
R : karena pemberian diet normal secar dini bersifat menguntungkan untuk menurunkan
jumlah defekasi dan penurunan berat badan serta pemendekan durasi penyakit
d) Ganti LRO dengan cairan rendah natrium seperti air, ASI, formulasi bebas laktosa atau
formula yang mengandung setengah laktosa.
R : untuk mempertahankan terapi cairan
e) Pantau intake dan output (urin,feses dan emesis)
R : untuk mengevaluasi keefektifan intervensi
f) Pantau berat jenis urin setiap 8 jam atau sesuai indikasi
R : untuk mengkaji hidrasi
g) Timbang berat badan anak
R : untuk mengkaji hidrasi
h) Kaji tanda-tanda vital, turgor kulit, membrane mukosa dan status mental setiap 4 jam atau
sesuai indikasi
R : untuk mengkaji hidrasi

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan
intake inadekuat (Wilkinson, 2007 : 319).
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi klien
terpenuhi.
Kriteria hasil : asupan makanan dan cairan adekuat, asupan cairan oral atau IV dapat
terpenuhi dengan baik, mencapai berat badan yang ideal.
Intervensi :
a) Instruksikan ibu menyusui untuk melanjutkan pemberian ASI
R : hal ini penting untuk mengurangi kehebatan dan durasi penyakit.
b) Observasi dan catat respon terhadap pemberian makan
R : untuk mengkaji toleransi pemberian makanan
c) Anjurkan untuk makan dengan porsi sedikit tapi sering
20

R : pemberian makanan cair sedikit demi sedikit tidak akan menekan gastric sehingga
mengurangi perasaan mual dan muntah.
d) Timbang berat badan anak
R : untuk mengetahui perkembangan nutrisi setiap hari

You might also like