You are on page 1of 11

A.

Pemeriksaan Plasenta Baru Lahir


Pemeriksaan plasenta setelah persalinan merupakan keterampilan yang sangat penting
yang dilakukan oleh bidan untuk menurunkan kemungkinan terjadinya perdarahan pascapartum
dan infeksi. Struktur plasenta berbentuk diskus yang memiliki dua permukaan yaitu permukaan
maternal dan permukaan janin.

Terkadang plasenta berkembang dengan struktur dan tampilan abnormal seperti plasenta
sirkumvalat. Plasenta melebar di bawah permukaan endometrium dan kantong embrionik
membesar di atasnya, endometrium di antara keduanya terdesak dan hancur, menyebabkan
terbentuknya membrane aseluler, dan dapat memengaruhi penempelan plasenta di desidua
sehingga meningkatkan risiko terjadinya abrupsio plasenta. Plasenta memiliki cincin tebal
putih_abu-abu menonjol yang mengelilingi bagian tengah permukaan janin, cincin tersebut terjadi
akibat terlipatnya selaput janin ke arah belakang (Blackburn & Loper ,1992).

Pada kehamilan cukup bulan, berat plasenta sekitar 500-600 gr (kira-kira 1/6 berat badan
bayi), diameternya 15-20 cm dengan tebal 2-3 cm. Jumlah kotiledon 16-20. Pemeriksaan plasenta
sisi maternal (yang melekat pada dinding uterus) untuk memastikan bahwa semuanya lengkap
dan utuh (tidak ada bagian yang hilang). Jumlah kotiledon, keutuhan pinggir kotiledon.
Pasangkan bagian-bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk memastikan tidak ada bagian
yang hilang. Periksa plasenta sisi fetal (yang menghadap ke bayi) untuk memastikan tidak adanya
kemungkinan lobus tambahan (suksenturiata).

Tatalaksana pemeriksaan plasenta:

1
1) Jelaskan prosedur pada orang tua, dan tanyakan apakah mereka ingin mengopserpasi
pemeriksaan.
2) Siapkan alat:
– Sarung tangan dan apron
– Kantong sekali pakai untuk plasenta
– Plasenta
3) Cuci tangan dan pakai sarung tangan dan apron.
4) Letakkan plasenta diatas permukaan datar dengan permukaan janin menghadap keatas, cacat
ukuran, bentuk dan bahu serta warnanya.
5) Periksa tali pusat, catat panjangnya, titik insersi dan kemungkinan adanya simpul.
6) Hitung jumlah pembuluh darah diujung potongan tali pusat (bila ujungnya sudah hancur,
potong lagi sedikit tali pusat, dan hitung jumlah pembuluh darah yang ada).
7) Observasi permukaan janin untuk adanya ketidakteraturan.
8) Pegang tali pusat dengan tangan non-dominan, angkat plasenta dan periksa robekan selaput
plasenta dan kembalikan ketempatnya.
9) Buka membran plasenta ke arah luar, periksa adanya pembuluh darah atau lobus tambahan,
atau adanya lubang yang tidak penyebabnya.
10) Pisahkan amnion dan korion, tarik amnion ke arah belakang melewati dasar tali pusat.
11) Balik plasenta sehingga permukaan maternal berada diatas.
12) Periksa kotiledon, periksa kelengkapannya, catat ukuran dan jumlah area yang mengalami
infark atau terdapat bekuan darah.
13) Timbang dan cuci plasenta bila diindikasikan.
14) Buang placenta dan bereskan alat dengan benar.
15) Cuci tangan.
16) Diskusikan hasilnya dengan orang tua.
17) Dokumentasikan hasilnya dan lakukan tindakan yang sesuai.

FaktorPenilaian Kondisi Penampilan


Plasenta lengkap Utuh dan lengkap Seluruh kotiledon
lengkap

TidakUtuh Kotiledontertinggal
PlasentaVelamentosa

2
Ukuran Plasenta Normal Diameter +/- 22 cm
Ketebalan 2-2,5 cm
Berat +/- 500 g
Plasenta tipis < 2 cm
Plasenta tebal > 4 cm
Kelainan permukaan / Infarkplasenta Terdapat area abu-
substansiplasenta abu/pucat maupun area
gelap.

Endapan Fibrin Area abu-abu


Clot/Gumpalandarah
yang menuju pusat
plasenta dengan distorsi
bentuk plasenta.

Gumpalan darah segar


Perdarahan placenta terletak di sepanjang
margin, tanpa distorsi
bentuk plasenta.

Nebyerupaiinfarksegar
Chorioangioma
Sepertianggur/viliadema
Molahidatidosa

3
Kelainan permukaan Anemia janin Janinpucat
plasenta
Plasentasirkumvalata Cincintebalpadamembrane

Plasentasirkumarginal Membran cincin bagian


dalam lebih tipis dari
plasenta circumvallete

Amnion nodosum Terdapatbeberapanodul


putih, abu-abu,
ataukuning

Metaplasia skuamosa Terdapat beberapa nodul


putih, abu-abu, atau
kuning terutama di
sekitar penyisipan tal
ipusat,

Papyraceus janin dan Satu atau beberapa nodul


janin compressus

Band amnion Band kuat/haluspada


amnion

B. Pemeriksaan Selaput Ketuban

4
Amnion dan korion terdiri dari selaput janin yang tampak menyatu. Amnion terasa halus,
tembus cahaya dan liat, sedangkan karion lebih tebal, keruh dan rapuh. Korion mulai terdapat
ditepi plasenta dan melebar kesekitar desidua. Setelah kelahiran, selaput ketuban akan berlubang
karena dilewati bayi. Bila selaput ketuban tampak tidak rata, kemungkinan ada bagian yang
tertinggal di uterus. Hal ini dapat mempengaruhi kontraktillitas uterus dan mencetus kan
perdarahan pascapartum. Hal ini juga menjadi media tumbuhnya mikroorganisme, yang menjadi
pencetus infeksi. Bekuan pascapartum yang keluar harus diperiksa untuk adanya selaput ketuban.
Setelah plasenta lahir, periksa kelengkapan selaput ketuban untuk memastika tidak ada
bagian yang tertinggal didalam uterus. Caranya dengan meletakkan plasenta diatas bagian yang
datar dan pertemukan setiap tepi selaput ketuban sambil mengamati apakah ada tanda-tanda
robekan dari tepi selaput ketuban.
Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir, pakai sarung tangan steril untuk
melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian dengan hati-hati gunakan jari-jari tangan atau klem
untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.

C. Pemeriksaan Tali Pusat


Setelah plasenta lahir, periksa mengenai data yang berhubungan dengan tali pusat seperti :
1. Panjang tali pusat, normal nya 56 cm.
2. Bentuk tali pusat (besar, kecil atau terpilin-pilin)
3. Insersi tali pusat.
Macam-macam insersi tali pusat :
 Tali pusat berada di tegah plasenta → Insertio sentralis
 Tali pusat berada agak dipinggir plasenta → Insertio lateralis
 Tali pusat berada di pinggir plasenta → Insertio marginalis
 Tali pusat berada di luar plasenta, dan hubungan plasenta melalui selaput janin →
Insertio Velamentosa
4. Jumlah arteri dan vena pada tali pusat yang terputus untuk mendeteksi plasenta suksenturia
5. Adakah lilitan tali pusat

D. Identifikasi Kelainan Plasenta


1. Retensio Plasenta
a. Definisi

5
Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir 30 menit sesudah
bayi lahir. (Sastrawinata, 2008:174)
Pengertian tersebut juga dikuatkan oleh Winkjosastro (2006:656) yang
menyebutkan retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setangah jam setelah
janin lahir.
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu
setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian
plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera.
Bila retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan
terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba
(2006:176).
Plasenta inkarserata artinya plasenta telah lepas tetapi tertinggal dalam uterus
karena terjadi kontraksi di bagian bawah uterus atau uteri sehingga plasenta tertahan di
dalam uterus. (Manuaba (2006:176).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa retensio plasenta ialah
plasenta yang belum lahir dalam
setengah jam setelah janin lahir,
keadaan ini dapat diikuti perdarahan
yang banyak, artinya hanya sebagian
plasenta yang telah lepas sehingga
memerlukan tindakan plasenta manual
dengan segera.
b. Jenis-jenis retensio plasenta:
a) Plasenta Adhesive : Implantasi
yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme
separasi fisiologis
b) Plasenta Akreta : Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian
lapisan miometrium.
c) Plasenta Inkreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot
hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
d) Plasenta Prekreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan serosa
dinding uterus hingga ke peritonium

6
e) Plasenta Inkarserata : Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh
konstriksi ostium uteri. (Sarwono, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
2002:178).
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas
dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian
plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau
tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila
lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta manual.
Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta
dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (Early
Postpartum Hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (Late Postpartum
Hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan.
c. Penyebab retensio plasenta
Penyebab Retentio Plasenta menurut Sastrawinata (2006:174) adalah:
Fungsional:
a) His kurang kuat (penyebab terpenting)
b) Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba); bentuknya (plasenta
membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil).
Plasenta yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive.
c) Faktor uterus :
- Bekas sectio caesaria sering
- Bekas pembedahan uterus
- Anomali uterus
- Tidak efektif kontraksi uterus
- Bekas curetage uterus, yang terutama dilakukan setelah abortus
- Bekas pengeluaran plasenta secara manual
- Bekas ondometritis.
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila
sebagian palsenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi
untuk segera mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung
kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena:
 Plasenta belum lepas dari dinding uterus
 Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.

7
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena kontraksi uterus kurang kuat
untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva), plasenta melekat erat pada dinding uterus
oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah
peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala
III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
Menurut Manuaba (2006:301) kejadian retensio plasenta berkaitan dengan:
 Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesive,
plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta perkreta.
 Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.

d. Penatalaksanaan
Tindakan penanganan retensio plasenta:
 Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000ml larutanNaCl 0,9%/Ringer Laktat
dengan kecepatan 60 tetes/menitdan 10 UNIT IM. LanjutkanInfus oksitosin 20 UNIT
dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringe Laktatdengan kecepatan 40 tetes/menit
hingga perdarahan berhenti.
 Lakukan tarikan tali pusat terkendali
 Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan plasenta manualsecara hati-
hati
 Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV
DANmetronidazol 500 mg IV)
 Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi
komplikasi perdarahan hebat atau infeksi.
Manual Plasenta :
- Lakukan bila plasenta tidak lahir setelah 30 menit bayi lahir dan telah
- disertai manajeman aktif kala III.
- Dan atau tidak lengkap keluarnya plasenta dan perdarahan berlanjut.
- Lakukan persetujuan tindakan medis (informed consent).
- Berikan sedatif diazepam 10 mg IM/IV.
- Antibiotika dosis tunggal (profilaksis):

8
- Ampisilin 2 g IV + metronidazol 500 mg IV, ATAU
- Cefazo lin 1 g IV + metronidazol 500 mg IV
- Cuci tangan dan pasang sarung tangan panjang steril.
- Jepit tali pusat dengan klem dan tegangkan sejajar dengan lantai.
- Masukkan tangan dalam posisi obstetri dengan menelusuri bagian bawah tali
pusat
- Tangan sebelah dalam menyusuri tali pusat hingga masuk ke dalam kavum uteri,
sedangkan tangan di luar menahan fundus uteri, untuk mencegah inversio uteri.
- Menggunakan lateral jari tangan, disusuri dan dicari pinggir perlekatan
(insersi) plasenta.
- Tangan obstetri dibuka menjadi seperti memberi salam, lalu jari-jaridirapatkan.
- Tentukan tempat implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang palingbawah.
- Gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke arah kranialhingga
seluruh permukaan plasenta dilepaskan.
- Jika plasenta tidak dapat dilepaskan dari permukaan uterus,
kemungkinanplasenta akreta. Siapkan laparotomi untuk histerektomi
supravaginal.
- Pegang plasenta dan keluarkan tangan bersama plasenta.
- Pindahkan tangan luar ke suprasimfisis untuk menahan uterus saatplasenta
dikeluarkan.
- Eksplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masihmelekat pada
dinding uterus.
- Periksa plasenta lengkap atau tidak, bila tidak lengkap, lakukan eksplorasi ke
dalam kavum uteri.

PASCA PLASENTA MANUAL


- Berikan oksitosin 10 unitdalam 500 mL cairan IV (NaCl atau Ringer
Laktat) 60 tetes/menit + masase fundus uteri untuk perangsangankontraksi.
- Bila masih perdarahan banyak:
 Berikan ergometrin 0,2 mg IM.
 Rujuk ibu ke rumah sakit.

9
 Selama transportasi, rasakan apakah uterus berkontraksi baik. Bila tidak,
tetap lakukan masase dan beri ulang oksitosin 10 unitIM/IV.
 Lakukan kompresi bimanual atau kompresi aorta bila perdarahan lebih hebat
berlangsung sebelum dan selama transportasi.

Manual plasenta berbahaya karena dapat terjadi robekan jalan lahir dan membawa
infeksi. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan
dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan dengan curet sisa plasenta. Pada umunya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase, Kuretase harus dilakukan di rumah
sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretasi pada
abortus. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemeberian
obat uterotonika. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi.

Daftar Pustaka
Damayanti, Ika dkk. 2014.AsuhanKebidananKomprehensif padaIbuBersalindanBayiBaruLahir.
Pekanbaru: Deepublish.

Buku saku pelayanan kesehatan. 2013. Jakarta. Kemenkes RI

Manuaba, dkk. 2007. PengantarObstetri. Jakarta: EGC.

http://www.aafp.org/afp/1998/0301/p1045.html

10
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/archives/255

11

You might also like