You are on page 1of 18

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. A

Umur : 50 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Cakung, Jakarta Selatan

Agama : Islam

Pekerjaan : PNS

Status Perkawinan : Menikah

Tanggal Pemeriksaan : Selasa, 21 Agustus 2018

1. 2. Anamnesis

Dilakukan autoanamnesis pada pasien tanggal 21 Agustus 2018.

Keluhan Utama:

Bercak kemerahan yang terasa gatal dan panas di lengan kanan atas

Keluhan Tambahan:

Tidak ada.

Riwayat Perjalanan Penyakit:

Pasien datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSPAD Gatot Soebroto dengan
keluhan terdapat bercak kemerahan di kulit lengan kanan atas pasien sejak 4 hari
SMRS. Awalnya pasien menempelkan koyo di bagian lengan kanan atas tersebut
pada malam hari kemudian keesokan harinya, saat pasien melepas koyonya,
muncul bercak kemerahan yang terasa gatal. Kemerahan yang timbul mengikuti

1
bentuk koyo. Bercak kemerahan tersebut disertai bintil-bintil kecil yang terasa
gatal dan panas. Gatal dirasakan terus menerus sehingga pasien sering
menggaruknya dan keluar darah dari tempat garukan. Keluhan gatal tidak
bertambah saat pasien berkeringat.

Selama ini pasien hanya memberikan minyak kutus-kutus dan untuk mengatasi
gatalnya. Namun, tidak ada perbaikan yang dirasakan dengan pemberian minyak
kutus kutus tersebut.

Kisaran 6 bulan yang lalu pasien mengatakan timbul keluhan yang sama pada
punggungnya setelah pemakaian koyo. Keluhan tersebut berupa bercak
kemerahan berebentuk seperti koyo disertai bintil-bintil yang terasa gatal. Padahal
sebelumnya pasien pernah memakai koyo di punggungnya namun tidak
mengalami keluhan tersebut. Pasien mengaku tidak mengobati keluhannya itu dan
keluhannya sembuh sendiri setelah beberapa hari.

Sehari-hari pasien merupakan seorang PNS yang bekerja di bagian


administrasi. Pasien menyangkal adanya kontak dengan bahan kimia kuat. Pasien
juga menyangkal melakukan aktivitas berkebun

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat asma, rinitis alergik, dan konjungtivitis alergik disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
Tidak ada riawayat alergi di keluarga pasien.

1.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi : BB = 57 kg, TB = 156 cm
IMT = BB (kg) / TB (m2) = 23.4 kg/m2 (normal)

2
 Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : tidak dilakukan
Nadi : 84 x /menit
Pernapasan : 16 x /menit
Suhu : Afebris

 Status Generalis
Kepala : Normosefal, simetris
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-.
THT : Normotia, normosepta, faring tidak hiperemis
Leher : Kelenjar tiroid dan KGB tidak teraba membesar
Jantung : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur -, gallop –
Paru : Gerak napas kedua dada simetris, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Nyeri tekan - , bising usus + normal
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-)

1.4 Status Dermatologikus


1. Lokasi :Regio brachialis dextra

Efloresensi :Bercak eritema soliter berukuran + 6 cm x 11 cm berbatas


sirkumskrip sebagian difus. Pada tepi-tepi bercak terdapat ekskoriasi

3
Gambar 1. Bercak Eritema pada Regio Brachialis dextra

Gambar 2. Tampak bercak dari dekat terdapat ekskoriasi pada sisi-sisi bercak

4
1.5 Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada

1.6 Resume
Ny. A, perempuan, 50 tahun, datang dengan keluhan bercak eritem
pada regio brachialis dextra yang timbul setelah pemakaian koyo. Pruritus +,
Panas +. Sebelumnya pernah timbul bercak eritem disertai papulovesikel di
punggung karena pemakaian koyo namun sembuh sendiri. Pasien berusaha
mengatasi keluhannya dengan mengolesi lesi degan minyak kutus-kutus namun
keluhan tidak berkurang.

Pada pemeriksaan fisik keadaan umum kesan sakit ringan, kesadaran


compos mentis. Respirasi 16x/menit, Nadi 84 x/Menit, suhu afebris. Status
generalis dalam batas normal. Status dermatologikus didapatkan bercak
eritema soliter berukuran + 6 cm x 11 cm berbatas sirkumskrip sebagian difus.
Pada tepi-tepi bercak terdapat ekskoriasi

1.7 Diagnosis Kerja


Dermatitis Kontak Alergi

1.8 Diagnosis Banding


Dermatitis Kontak Iritan
1.9 Anjuran Pemeriksaan
Tes Tempel/Patch test

1.10 Penatalaksanaan
Non medikamentosa

 Hentikan pemakaian koyo dan hindari pemakaian koyo jenis tersebut


berikutnya

 Menjaga kebersihan diri serta tidak menggaruk lesi agar tidak timbul
infeksi.

 Mengedukasi pasien untuk kontrol setelah 7 hari untuk melihat respon


pengobatan dan perbaikan klinis.

5
Medikamentosa

Sistemik

 Loratadine tablet 1 x 10 mg/hari

Topikal

 Krim desnoid 0.05% dioles 2x sehari (pagi dan sore)

 Krim hidrofilik urea 10% dioles 2x sehari

1.10 Prognosis

Quo ad vitam : ad Bonam

Quo ad functionam : ad Bonam

Quo ad sanactionam : ad Bonam

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DERMATITIS KONTAK ALERGI

2.1 Pendahuluan

Sebagai organ terbesar dalam tubuh manusia, kulit adalah organ


yang sangat kompleks dan dinamis yang berfungsi sebagai perlindungan
fisik dan imunologis terhadap lingkungan. Kulit adalah pertahanan lini
pertama dari paparan substansi atau zat.1

Dikenal dua macam dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan


dan dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut atau kronik.2
Diketahui lebih dari 3700 substansi sebagai penyebab dermatitis kontak
alergi pada manusia. Reaksi imunologi mengeskpresikan reaksi dermatitis
dari yang ringan, sementara, sampai berat, persisten, dan kronik. Maka
dari itu perlu pengidentifikasian alergen yang tepat untuk mengihindari
terjadinya dermatitis ini.1

2.2 Definisi

Dermatitis kontak alergi adalah suatu reaksi peradangan kulit yang


disebabkan karena kontak dari alergen eksogen spesifik pada orang yang
telah mengalami sensitisasi alergik.1

2.3 Epidemiologi

Dari subgrup dermatitis kontak ditemukan setidaknya 20% kasus


baru dermatitis kontak alergi, sedangkan 80% adalah dermatitis kontak
iritan. Namun, prevelensi dermatitis kontak alergi berbeda-beda pada
setiap negara. Ditemukan bahwa prevalensi terjadinya lebih tinggi pada
orang yang berumur 41-60 tahun dan lebih sering pada wanita.1

7
2.4 Etiologi

Penyebab dermatitis kontak alergi adalah bahan kimia sederhana


dengan berat molekul kurang dari 1000 dalton, merupakan alergen yang
belum diproses, disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat
menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya
(sel hidup). Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis
kontak alergi, misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas
daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban
lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan
kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum,ketebalan epidermis),
status imunologik (misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar
matahari).2

Alergen yang menjadi penyebab sangat bervariasi mulai dari garam


metal sampai anti biotik, produk cat sampai tanaman. Alergen ini bisa
ditemukan pada perhiasan, produk perawatann sehari-hari, obat-obatan
topikal, tanaman, peralatan rumah tangga, dan kimi yang mungkin
terpapar saat individu sedang melakukan pekerjaannya.1

Diketahui terdapat lebih dari 3700 yang menjadi penyebab


munculnya dermatitis kontak alergi seperti pada karet atau latex yang
mengandung carba mix atau thiuram. Banyak juga pasien yang alergi
terhadap plester. Zat-zat pada plester yang menjadi alergen adalah asam
hidroabietik adhesif, ester gliserol dari bahan adhesif, rosin yang
digunakan sebagai adhesif, tricresyl phosphate; 2,5-di(tertiary-
amyl)hydroquinone, antioksidan pada adhesif; benzoyl peroxide,
digunakan untuk meningkatkan elastisitas pada perekat; epoxy resin, untuk
memperkuat rekatan; dodecyl maleamic acid dan octadecyl maleamic acid;
diethyldithiocarbamate, sebagai bahan preservatif; tetrahydrofurfuryl
acrylate, sebagai adhesif; and p-tertbutylphenol formaldehyde resin, MA''-
disalicylidene-l,2-diaminopropane; acrylate polymer digunakan sebagai

8
untuk fleksibilitas dan penguat pada perekat. Bahan pengawet pada
makanan, parfum atau pewangi ruangan juga dapat menjadi penyebab
yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari.3,4

2.5 Patogenesis

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti


respons imun yang diperantai oleh sel (cell-mediated immune respons)
atau reaksi imunologi tipe IV yaitu reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
Reaksi ini dihasilkan dari pemaparan dan sensitisasi dari host yang mudah
terpengaruh secara genetik terhadap alergen dari lingkungan dengan
paparan secara berulang menimbulkan reaksi inflamasi kompleks. Yang
akhirnya menyebabkan eritema, edema, dan vesikel serta papul yang
distribusinya sesuai dengan kontak alergen dengan pruritus sebagai gejala
yang mayor. Reaksi ini terjadi melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan
fase elitisasi.1,2

Sensitisasi dimulai saat hapten menembus kulit melewati stratum


korneum, kemudian berikatan dengan protein carrier pada epidermis, yang
menghasilkan antigen. Lalu sel Langerhans (Antigen Precenting Cell)
mengambil kompleks protein hapten dengan cara pinositosis, dan di proses
oleh enzim lisosom serta dikonjugasikan pada molekul HLA-DR.
Kemudian melalui limfatik menstimulasi sel T. Aktivasi ini akan
meningkatkan sekresi sitokin tertentu (IL-1) serta ekspresi MHC klas I dan
II, ICAM-1, LFA-3, dan B7 serta sitokin proinflamasi lainnya. Sel T
efektor akan teremigrasi dari saluran limfatik ke sirkulasi diedarkan ke
seluruh tubuh. Fase ini berlangsung 10-15 hari.1, 2

Fase kedua adalah elisitasi dimana subjek peka terhadap hapten.


Hipersensitivitas tipe lambat terjadi. Proliferasi dan ekspansi dari sel T
akan mengeluarkan IFN- yang akan mengaktivasi keratinosit yang

9
melepaskan sitokin yang memperkuat respon inflamasi pada kulit. Fase ini
berlangsung antara 24-48 jam.1,2

2.6 Gejala Klinis

Gejala klasik yang ditemui pada Dermatitis Kontak Alergi adalah


pruritus yang terlokalisasi pada daerah yang terpapar alergen.1 Kelainan
kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang
akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian
diikuti edema, papulovesikel, vesikel, atau bula. Vesikel atau bula dapat
pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Dermatitis kontak alergi
akut ditempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis, skrotum, eritema dan
edema lebih dominan daripada vesikel. Pada yang kronis terlihat kulit
kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya
tidak jelas. Dermatitis kontak alergi dapat meluas ke tempat lain, misalnya
dengan cara autosensitisasi, skalp, telapak tangan dan kaki relatif resisten
terhadap dermatitis kontak alergi.2

Berbagai lokasi terjadinya dermatitis kontak alergi berupa : 2

1. Tangan

Kejadian dermatitis kontak baik iritan atau alergi paling sering


ditangan, mungkin karena tangan merupaka organ tubuh yang paling
sering digunakan untuk melakukan pekerjaan sehari – hari. Penyakit
kulit akibat kerja, sepertiga atu lebih mengenai tangan. Tidak jarang
ditemukan riwayat atopi pada penderita. Pada pekerjaan yang basah
(wet work), misalnya memasak makanan, mencuci pakaian, pengatur
rambut di salon, angka kejadian dermatitis tangan lebih tinggi.

Etiologi dermamtitis di tangan sangat kompleks karena banyak


sekali faktor yang berperan disamping atopi. Contoh bahan yang dapat
menimbulkan dermatitis tangan, misalnya detergen, antiseptik, getah
sayuran, semen dan pestisida.

10
2. Lengan

Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh


jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di
ketiak dapat disebabkan oleh deodoran, anti perspiran, formaldehid
yang ada di pakaian.

3. Wajah

Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan


kosmetik, spons (karet), obat topikal, alergen diudara (aero – alergen).
Nikel (tangkai kaca mata), semua alergen yang kontak dengan tangan
dapat mengenai muka, kelopak mata, dan leher pada waktu menyeka
keringat. Bila dibibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstik,
pasta gigi, getah buah – buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat
disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, maskara, eye shadow, obat tetes
mata,salep mata.

4. Telinga

Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis


kontak pada telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca
mata, cat rambut, hearing aids, gagang telepon.

5. Leher

Penyebab kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung
jari), parfum,alergen di udara, zat warna pakaian.

6. Badan

Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh teksitil, zat


warna, kancing logam, karet (elastis,busa), plastik, deterjen, bahan
pelembut atau pewangi pakaian.

7. Genitalia

11
Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,
pembalut wanita, alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi,
deterjen. Bila mengenai daerah anal, mungkin disebabkan oleh obat
antihemoroid.

8. Paha dan tungkai bawah

Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh tekstil, dompet,


kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen,sepatu atau sandal.
Pada kaki dapat disebabkan oleh deterjen, bahan pembersih lantai

9. Dermatitis kontak sistemik

Terjadi pada individu yang telah tersensitisasi secara topikal


oleh suatu alergen, selanjutnya terpajan secara sistemik, kemudian
timbul reaksi terbatas pada tempat tersebut. Walaupun jarang terjadi,
reaksi dapat meluas bahkan sampai eritoderma. Penyebabnya,
misalnya nikel, formaldehid, balsam peru.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Uji Tempel

Kelainan kulit dermatitis kontak alergi sering tidak menunjukkan


gambaran morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik,
dermatitis numularis, dermatitis seboroik atau psoriasis. Diagnosis banding
yang utama adalah dengan dermatitis kontak iritan. Dalam keadaan ini
pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah
dermatitis tersebut kontak alergi.2

Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya dipunggung. Bahan


yang secara rutin dan dibiarkan menempel dikulit, misalnya kosmetik,
pelembab, bila dipaka untuk uji tempel, dapat langsung digunakan apa
adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air
untuk membilasnya, mislamya sampo, pasta gigi harus diencerkan atau

12
dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral. Produk yang diketahui
bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya diuji bila diduga keras penyebab
alergi. Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai
penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan
tersebut yang direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan
pengawet, atau air dan ditempelkan dikulit dengan memakai finn chamber,
dibiarkan sekurang – kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif
dengan alergen bukan standar untuk menyingkirkan kemungkinan terkena
iritasi.2

Gambar 3. Aplikasi patch test (uji tempel)

(allergyspecialist.com.au)

Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji


tempel : 2

1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam


keadaan akut atau berat dapat terjadi reaksi “angry back” atau “excited
skin” reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang
dideritanya semakin memburuk

13
2. Tes dilakukan sekurang – kurangnya satu minggu setelah
pemakaian kortikostiroid sistemik dihentikan (walaupun dikatan bahwa uji
tempel dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20 mg/hari
atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan reaksi
negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil
tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak
3. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca;
pembacaan kedua dilakukan pada hari ke – 3 sampai ke – 7 setelah
aplikasi
4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebbakan
uji tempel menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena
memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang –
kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung selalu kering
setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir selesai
5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap
penderita yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (innediate
urticaria type), karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan
reaksi anafilaksis. Pada penderita semacam ini dilakukan tes dengan
prosedur khusus.

Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas.


Pembacaan pertama dilakukan 15 - 30 menit setelah dilepas, agar efek
tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat
seperti berikut:2

1 = reaksi lemah (non vesikuler): eritema, infiltrat,papul (+)

2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)

3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) :bula atau ulkus (+++)

4 = meragukan : hanya makula eritematosa

14
5 = iritasi : seperti terbakar,pustul,atau purpura

6 = reaksi negatif (-)

7 = excited skin

8 = tidak dites (NT = non teted)

Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah


aplikasi, biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini
penting untuk membantu membedakan antara respons alergik atau iritasi,
dan juga mengindentifikasi lebih banyak lagi respon positif alergen. Hasil
positif dapat bertambah setelah 96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu
dipesan kepada penderita untuk melapor bila hal itu terjadi sampai satu
minggu setelah aplikasi.2

Untuk menginterprestasikan hasil uji tempel tidak mudah.


Interprestasi dilakuakn setelah pembacaan kedua. Respon alergik biasanya
menjadi lebih jelas antara pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/-
ke + atau ++ bahkan ke +++ (reaksi tipe crescendo), sedangkan respon
iritan cenderung menurun (reaksi tipe decrescendo). 2

2.8 Diagnosis

Diagnosis didapat berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan


fisik. Anamnesa dimulai dengan diskusi dari riwayat penyakit sekarang
yang fokus kepada daerah munculnya keluhan dan apa yang digunakan
untuk menanganinya. Riwayat penyakit kulit sebelumnya, atopi, dan
keadaan umum pasien juga perlu diperhatikan. Data yang berasal dari
anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan , hobi, obat topikal yang pernah
digunakan, obat sitemik,kosmetik. Pemeriksaan fisik sangat penting
dengan memperhatikan distribusi topografinya karena dengan melihat
lokasi dan pola kelainan kulit sering kali dapat diketahui kemungkinan
penyebabnya. Misalanya, diketiak oleh deodoran, dipergelangan tangan
oleh jam tangan, dikedua kaki oleh sepatu atau sandal. Pemeriksaan

15
hendaknya dilakukan ditempat yang cukup terang, pada seluruh kulit
untuk melihat kemungkinan kelaianan kulit lain karena sebab – sebab
endogen. Setelah itu dilakukan verifikasi dengan patch test.1, 2,

2.9 Diagnosis Banding

Kelainan kulit dermatitis kontak alergi sering tidak menunjukkan


gambaran morfologi yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopi,
dermatitis numularis, dermatitis seboroik atau psoriasis. Diagnosis
banding yang terutama ialah dengan dermatitis kontak iritan. Dalam
keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangan untuk
menentukan, apakah dermatitis tersebut kontak alergi.2

2.10 Penatalaksanaan

 Non Medikamentosa

Pasien perlu mengidentifikasi faktor resiko, menghindari bahan-bahan yang


bersifat alergen, baik yang bersifat kimia, mekanis dan fisis, memakai sabun
dengan pH netral dan mengandung pelembab serta memakai alat pelindung
diri untuk menghindari kontak alergen saat bekerja.5

 Medikamentosa

a. Terapi Topikal

 Pelembab hidrofilik urea 10%


 Kortikosteroid: desnoid krim 0,05% (bila tidak tersedia bisa digunakan
Fluosinolon asetonid krim 0,025%)
 Pada kasus dengan manifestasi klinis likenfikasi dan hiperpigmentasi
dapat diberikan golongan betametason valerat krim 0.1% atau
mometason furoat krim 0,1%)
 Pada kasus infeksi skunder perlu pemberian antibiotik topikal

16
b. Terapi Sistemik

 Antihistamin hidroksisin 2x25 mg per hari maksimal 2 minggu

 loratadin 1x10 mg per hari selama 2 minggu

2.11 Pencegahan

Pencegahan dermatitis kontak alergi dapat dilakukan dengan cara


penghindaran allergen yang dicurigai dan dipastikan sebagai penyebab.
Penghindaran alergen secara drastis mengurangi insidensi dan keparahan
DKA. Memakai alat perlindungan diri saat bekerja dilakukan pada orang-
orang beresiko terpapar alergen di tempat kerjanya. Sarung tangan,
kacamata pengaman dan masker efektif untuk para pekerja.6

Selain alat juga dapat memakai krim pelindung yang mengandung


asam chleator diethylenetriaminepentaacetic bisa mencegah dermatitis
yang diinduksi nikel, krom, dan tembaga.6

Pendidikan dan pelatihan keselamatan perlindungan kulit untuk


para pekerja yang beresiko tak kalah pentingnya untuk menghindari
penyakit ini.6

2.12 Prognosis

Prognosis dermatitis kontak alergik umumnya baik, sejauh bahan


kontakmya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis
bila bersamaan dengan dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen
(dermatitis atopik, dermatitis numularisata atau psoriasis).2

Faktor lain yang membuat prognosis kurang baik adalah pajanan


alergen yang tidak mungkin dihindari misalnya berhubungan dengan
pekerjaan tertentu atau yang terdapat pada lingkungan penderita.2

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Castanedo, T., & Zug KA. Allergic Contact Dermatitis. In: Goldsmith,
L.A., Katz, S.I., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Leffell, D.J., Wolff, K. editor
Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine. 8th ed. New York: The
McGraw-Hill Companies, Inc; 2012. p. 152-164.
2. Sularsito, S.A., Djuanda, S. Dermatitis. In: Djuanda, A., Hamzah, M., &
Aisah, S., editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Ed. 6., Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. p. 130-138
3. Pigatto, P. Martelli A. Marsili C. Fiocchi A. Contact dermatitis in children.
Italian Journal of Pediatrics. 2010; 36:2
4. Widman, T.J., Oostman, H., Storrs, F.J. Allergic Contact Dermatitis from
Medical Adhesive Bandages in Patients Who Report Having a Reaction to
Medical Bandages. Dermatitis.2008;19(1):(32-37)
5. Kemenkes. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayaan
Kesehatan Tingkat Pertama. Edisi Revisi. Jakarta. 2014. p. 325-326
6. Gil, S. Isabella, NL. Christina, NK. Review of allergic contact dermatitis:
scratching the surface [Internet] world journal of dermatology. 2015. p.
95-102 [diakses tanggal 21 Agustus 2018]. Available from
hhtps://www.wjgnet.com/2218-6190/full/v4/i2/95.htm

18

You might also like