You are on page 1of 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, ibu dan anak merupakan anggota keluarga
yang perlu mendapatkan prioritas. Oleh karena itu, upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak
perlu mendapat perhatian yang khusus. Penilaian terhadap status kesehatan dan kinerja upaya
kesehatan ibu penting untuk dilakukan pemantauan. Hal tersebut dikarenakan Angka Kematian
Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator yang peka dalam menggambarkan kesejahteraan
masyarakat di suatu negara (Kemenkes, 2014).
AKI mengacu pada jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait
dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus
insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan)
tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup. AKI juga dapat digunakan
dalam pemantauan kematian terkait dengan kehamilan. Indikator ini dipengaruhi status
kesehatan secar a umum, pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan melahirkan.
Sensitivitas AKI terhadap perbaikan pelayanan kesehatan menjadikannya indikator keberhasilan
pembangunan sektor kesehatan (Dinkes, 2013).
Angka kematian ibu di dunia masih sangat tinggi. Sekitar 830 wanita meninggal akibat
komplikasi kehamilan dan melahirkan di seluruh dunia setiap hari. Pada akhir tahun 2015,
diperkirakan 303.000 wanita akan meninggal selama dan setelah kehamilan maupun persalinan.
Hampir semua kematian ini terjadi di daerah dengan sumber daya yang rendah, dan sebagian
besar kasus tersebut dapat dicegah. (WHO, 2015).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka
kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini
sedikit menurun meskipun tidak terlalu signifikan. Berdasarkan laporan dari profil
kabupaten/kota AKI maternal yang dilaporkan di Sumatera Utara tahun 2012 hanya 106/100.000
kelahiran hidup (KH), namun ini belum bisa menggambarkan AKI yang sebenarnya di populasi.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) 2010, AKI di Sumatera Barat sebesar.........kelahiran
hidup, angka ini masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan angka nasional hasil SP 2010
sebesar 259/100.000 KH. Berdasarkan hasil SDKI tahun 2007 menyebutkan bahwa AKI
Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini turun dibandingkan AKI tahun
2002 yang mencapai 307/100.000 KH (Dinkes, 2013).
Target global MDGs (Millenium Development Goals) ke-5 adalah menurunkan Angka
Kematian Ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Mengacu dari
kondisi saat ini, potensi untuk mencapai target MDGs ke -5 untuk menurunkan AKI adalah off
track, artinya diperlukan kerja keras dan sungguh-sungguh untuk mencapainya (Kemenkes,
2014).
Pemerintah bersama masyarakat bertanggung jawab untuk menjamin bahwa setiap ibu
memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, mulai dari saat hamil,
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan perawatan pasca persalinan bagi ibu
dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, serta akses terhadap keluarga
berencana. Disamping itu, pentingnya melakukan intervensi lebih ke hulu yakni kepada
kelompok remaja dan dewasa muda dalam upaya percepatan penurunan AKI (Kemenkes, 2014).
Kematian ibu biasanya disebabkan oleh komplikasi yang terjadi selama kehamilan
ataupun ketika dan setelah melahirkan. Hampir semua komplikasi ini terjadi selama kehamilan.
Komplikasi lainnya dapat muncul sebelum kehamilan namun memberat selama kehamilan.
Komplikasi-komplikasi utama yang bertanggung jawab dalam menyebabkan hampir 75%
kematian ibu adalah pendarahan hebat (25%), infeksi (15%), preeklamsia-eklamsia (12%), partus
yang terhambat (8%), dan aborsi yang tidak aman (WHO, 2014).
Asuhan pranatal merupakan satu dari empat pilar utama dari kehamilan dan persalinan
ibu yang aman, sebagaimana dirumuskan oleh Program Kesehatan dan Keselamatan Ibu, Divisi
Kesehatan Keluarga, WHO pada tahun 1994. Tiga pilar lainnya adalah perencanaan keluarga,
Kelahiran yang steril, dan tatalaksana obstetrik yang esensial. Keempat pilar ini dirumuskan
untuk meyakinkan bahwa ibu dapat melewati masa kehamilan, kelahiran, dan melahirkan bayi
yang sehat. Dengan kata lain, keempat pilar ini mencegah kemunculan hal-hal yang tidak
diinginkan, seperti kematian ibu dan bayi baru lahir (Garg, 2006).
Menurut Depkes RI (2010), pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh
tenaga kesehatan terlatih untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan
standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan. Pengertian
antenatal care adalah perawatan kehamilan. Pelayanan perawatan kehamilan merupakan
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan
standar pelayanan antenatal care yang sudah ditetapkan (Kemenkes, 2010). Banyak masalah
kesehatan pada ibu hamil dapat dicegah, dideteksi, dan diobati oleh tenaga medis yang terlatih
selama asuhan antenatal. WHO merekomendasikan minimal 4 kunjungan antenatal dengan
memberikan intervensi-intervensi seperti vaksinasi TT, skrining dan pengobatan infeksi, dan
mengidentifikasi tanda-tanda bahaya selama kehamilan. Tujuan utama dilakukan kunjungan
antenatal adalah pencegahan dan pengobatan komplikasi yang ada, persiapan kegawatdaruratan
selama proses kelahiran, perencanaan kelahiran, peningkatan gizi ibu dengan gizi kurang,
dukungan emosional dan fisik yang dibutuhkan ibu hamil, dan identifikasi kehamilan risiko
tinggi. Kunjungan antenatal harus dilakukan pada trimester pertama (Kisuule, 2013).
Penelitian yang dilakukan Ewnetu et. al di Ethiopia melaporkan prevalensi dari
keterlambatan kunjungan antenatal sebesar 60,1%. Tingkat pengetahuan, jarak rumah ke fasilitas
kesehatan, riwayat kelahiran prematur, waktu menyadari kehamilan, dan kehamilan yang tidak
direncanakan merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan keterlambatan asuhan antenatal
(Ewnetu, 2015). Penelitian lain yang dilakukan di Ethiopia selatan melaporkan bahwa rata-rata
kunjungan pertama wanita hamil dilakukan pada usia kehamilan 5 bulan dan hanya 29,9%
responden yang melakukan kunjungan pertama pada usia kehamilan 4 bulan. Rendahnya
pendapatan bulanan menjadi salah satu alasan keterlambatan kunjungan antenatal (Gebremeskel,
2015).
Penelitian yang dilakukan di Nigeria, dengan populasi wanita berusia 20-39 tahun
melaporkan 73,6% sampel melakukan kunjungan pertama pada trimester kedua dan 26,4%
melakukannya pada trimester ketiga. Lebih dari tiga perlima sampel terlambat melakukan asuhan
antenatal dikarenakan ketidakpedulian dan kekurangpahaman terhadap tujuan dan waktu yang
tepat untuk melakukan kunjungan antenatal (Ndidi, 2010). Penelitian lain yang dilakukan oleh
Banda et Al. di Zambia, dimana peneliti membandingkan prevalensi dari keterlambatan
kunjungan antenatal dari 307 sampel yang tinggal di pedesaan dan 306 sampel yang tinggal di
perkotaan menunjukkan bahwa terjadi keterlambatan pada 72% sampel yang tinggal di pedesaan
dan 68,6% pada sampel yang tinggal di perkotaan, sehingga tidak dijumpai perbedaan yang
signifikan dari tingkat keterlambatan kunjungan antenatal. Kurangnya sarana kesehatan menjadi
faktor yang signifikan terhadap terlambatnya inisiasi kunjungan antenatal pada wanita yang
tinggal di pedesaan. Sedangkan pada wanita yang tinggal di perkotaan, persepsi terhadap tidak
adanya kegunaan dari melakukan kunjungan antenatal pada awal kehamilan menjadi faktor yang
signifikan (Banda, 2012).
Penelitian yang dilakukan di negara maju seperti yang dilakukan di Inggris, pada populasi
dengan etnis yang beragam dan melibatkan 20,135 responden, melaporkan bahwa terdapat
prevalensi keterlambatan inisiasi kunjungan antenatal pada 7.519 responden (37,5%). Usia ibu di
bawah 20 tahun, angka paritas yang tinggi, pendapatan yang rendah, dan hidup berpindah-pindah
menjadi alasan keterlambatan kunjungan antenatal (Cresswell, 2013). Penelitian lain yang
dilakukan di Wales, Australia, menunjukkan bahwa 41% responden melakukan kunjungan
antenatal pertama pada usia kehamilan di atas 12 minggu. Beberapa faktor yang menjadi alasan
keterlambatan itu adalah responden berusia di bawah 20 tahun, melahirkan lebih dari 3 kali, dan
imigran dari negara berkembang (Trinh, 2006).
Di Puskesmas Silungkang, cakupan KI (kunjungan I) selama tahun 2014 hanya mencapai
87,3% dengan target 98%. Sementara pada tahun 2015, capaian tersebut menurun menjadi
69,3%. Sehingga dapat disimpulkan, terdapat 31,7% ibu hamil yang terlambat melakukan
inisisasi kunjungan antenatal pada tahun 2015.
Sementara di Indonesia i, penelitian tentang penundaan inisiasi ANC masih sangat
kurang. Melalui mini project ini, diharapkan penelitian tentang penundaan inisiasi ANC akan
bertambah. Selain itu, hasil dari penelitian singkat selama April 2017 ini dijadikan landasan
untuk upaya peningkatan persentase cakupan K1 (kunjungan 1) di wilayah kerja Puskesmas
Silungkang.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut: gambaran faktor-faktor penyebab tertundanya inisiasi layanan
antenatal pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Silungkang?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui gambaran faktor-faktor penyebab tertundanya inisiasi layanan antenatal
pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Silungkang pada April 2017 sehingga
dapat dijadikan landasan untuk upaya peningkatan persentase cakupan KI
(Kunjungan I) di Puskesmas Silungkang.
2. Mengetahui gambaran karakteristik sosio-demografis ibu hamil di wilayah kerja
Puskesmas Silungkang pada bulan April 2017.
3. Mengetahui distribusi frekuensi usia ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas
Silungkang pada bulan April 2017.
4. Mengetahui distribusi frekuensi jumlah paritas ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas
Silungkang pada bulan April 2017.
5. Mengetahui distribusi frekuensi status pekerjaan ibu hamil di wilayah kerja
Puskesmas Silungkang pada bulan April 2017.
6. Mengetahui distribusi frekuensi status ekonomi ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas
Silungkang pada bulan April 2017.
7. Mengetahui distribusi frekuensi keterjangkauan ke tempat antenatal pada ibu hamil di
wilayah kerja Puskesmas Silungkang pada bulan April 2017.
8. Mengetahui distribusi frekuensi tingkat pengetahuan ibu hamil tentang layanan
antenatal di wilayah kerja Puskesmas Silungkang pada bulan April 2017.

1.4. Manfaat

1. Teridentifikasinya faktor-faktor penyebab tertundanya inisiasi layanan antenatal pada ibu


hamil di wilayah kerja Puskesmas Silungkang.
2. Bagi ibu hamil, mini project ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman mengenai layanan antenatal sehingga dapat memeriksakan kandungannya
tepat waktu.
3. Bagi petugas kesehatan, mini project ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk lebih
meningkatkan upaya promosi layanan antenatal sehingga dapat menurunkan angka
kematian ibu dan bayi.

You might also like