You are on page 1of 17

ATRESIA DUODENUM

PRESENTASI KASUS

Disusun Oleh:
Kelompok 2
Muhammad Faizal Alhas (1406564906)
Muhammad Ariq Aufa (1406565644)
Albert Owen (1406565751)
Johan Qomarasandhi (1406574951)
Nadya Farhana (1406599310)
Ivana Ariela Nita Hadi (1406599304)

Narasumber:
dr. Damayanti Sekarsari, sp. Rad(K)

MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
April 2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2

ILUSTRASI KASUS ................................................................................................................. 3

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 6

Anatomi Duodenum ............................................................................................................... 6

Atresia duodenum .................................................................................................................. 7

Etiologi ................................................................................................................................... 7

Klasifikasi .............................................................................................................................. 8

Manifestasi klinis ................................................................................................................... 8

Diagnosis................................................................................................................................ 8

Tatalaksana ............................................................................................................................ 9

PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 10

Foto polos Atresia Duodenum ............................................................................................. 10

Pembahasan Pemeriksaan Barium Enema ........................................................................... 13

KESIMPULAN ........................................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 17

2
BAB I
ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien
Nama : Bayi Aqilla Tsalbita Ahzar
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 10 Agustus 2014
Alamat : J. Suyeni Bambu 4, Jakarta Utara
Nomor Rekam Medik : 395-63-59
Ayah : Tuan Baskoro Ahzar
Usia Ayah : 33 tahun
Ibu : Ny. Afni Seliyani
Usia Ibu : 32 tahun

Ilustrasi Kasus:
Keluhan Utama: (14 Desember 2015)
Pasien datang dengan keluhan muntah berulang
Riwayat Penyakit Sekarang: (14 Desember 2015)
Pasien datang dengan keluhan muntah berulang 4 hingga 5 kali sehari. Muntah pasien berwarna
hijau. Tidak terdapat demam pada pasien. Pasien minum pregestimil 8x60 ml dan selalu habis.
Intake pasien baik dan aktif. Toleransi terhadap pregestimil baik. BAB pasien 1 kali sehari
dengan konsistensi keras dan bulat-bulat. Tidak terdapat batuk ataupun badan kuning pada
pasien. Berat badan pasien sekarang 5,2 kg.
Riwayat Penyakit Sebelumnya:
Pasien pernah dirawat selama 3 minggu untuk perawatan post laparatomi eksplorasi ec astresia
jejenum dan 1 minggu untuk obstruksi vomitus post LE ec atresia jejenum
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat sakit serupa di keluarga disangkal
Riwayat penyakit saat hamil disangkal
Riwayat Lahir, Imunisasi, dan Tumbuh Kembang:
Riwayat kelahiran bayi dilakukan oleh dokter secara spontan. Bayi lahir cukup umur dengan
berat badan 2400 gram dan panjang badan 45 cm. Didapatkan adanya microcephaly pada saat
lahir dan imunisasi pasien belum lengkap.

3
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum : compos mentis, aktif
Frekuensi Nadi : 141 kali per menit, regular
Frekuensi Nafas : 24 kali per menit
Suhu : 36oC
Mata : Mata cekung, konjungtiva pasien tidak pucat, sklera anikterik
Dada : Gerakan dada simetris saat statis dan dinamis
Jantung : Dalam batas normal
Paru : Dalam batas normal
Abdomen : Datar, lembut, bising usus sedikit menurun, turgor baik, buli
lembut
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik
Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan Laboratorium:
SGOT/SGPT : 40/11
Albumin : 5,62
Ureum/kreatinin : 117/0,7
Glukosa : 77
Elektrolit : 130/2,57 (tanpa klinis)/65,7
Ca darah : 10,8

4
Pemeriksaan Radiologi:

Gambar 1. Foto polos abdomen pasien pra operasi

Assessment:
 Vomitus dehidrasi berat ec stenosis setinggi loop duodenum
 Obstruksi jejenum proksimal stenosis
 Gizi buruk

Plan:
 Rawat IGD
 Perbaikan KU
 Rehidrasi KUEN3B 104 ml/jam selama 4 jam kemudian KUEN3B 42 ml/jam selama
20 jam
 Omeprazole 2x10 mg IV
 Periksa darah perifer lengkap, hitung jenis, elektrolit pasca rehidrasi

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Duodenum
Duodenum adalah bagian pertama dari usus halus yang berbentuk seperti huruf C dan
mengelilingi pankreas bagian kaput. Duodenum berukuran berkisar 25 cm. Duodenum dibatasi
oleh pilorus pada bagian proksimal dan fleksura duodenojejunal pada bagian distal. Duodenum
terletak segaris dengan vertebrae setinggi L2.1
Duodenum dapat terbagi menjadi 4 bagian antara lain:
1. Pars superior : Pars superior dapat dibagi menjadi dua, yaitu 2 cm pertama dan 3 cm
terakhir. Bagian pertama bersifat mobile dan terdapat mesenterium sedangkan bagian
kedua immobile dan tidak memiliki mesenterium. Pars superior terletak anterolateral
vertebral L1.1
2. Pars desendens : Pada pars desendens, terdapat papila duodenum yang merupakan
muara duktus koledokus dan pankreatikus mayor. Pars desendens memiliki panjang
sekitar 7-10 cm dan terletak pada bagian kanan.1
3. Pars inferior : Pars inferior memiliki panjang 6-8 cm. Berjalan secara transfersal dan
melintang vena kava inferior dan aorta.1
4. Pars asendens : Pars asendens memiliki panjang sekitar 5 cm berjalan disamping aorta.
Bagian ini yang berhubungan dengan jejenum hingga membentuk fleksura
duodenojejunal yang diikat oleh ligamentum Treitz.1

Duodenum diperdarahi oleh arteri cabang dari trunkus celiaka dan a. mesenterika superior, (a.
pankreatoduodenal superior dan inferior). Vena pada duodenum berjalan bersama dengan
arteri. Vena akan bermuara pada vena porta. Pembuluh limfatik yang ada di duodenum
bermuara pada nodus limfe pankreatoduodenal, pilorik, dan mesenterika superior. Duodenum
dipersarafi oleh n. vagus serta n. splanknik magna dan parva.1

6
Gambar 2: Anatomi duodenum (Sumber: Moore clinical oriented anatomy)

Gambar 3: Anatomi duodenum tampak anterior (Sumber: Moore clinical oriented anatomy)

Atresia duodenum
Atresia duodenum dan stenosis merupakan salah satu obstruksi pada saluran cerna yang paling
sering pada neonatus. Atresia pada bagian tersebut terjadi 1 dari 5000 sampai 10000 kehidupan.
Selain itu, biasanya terjadi pada anak laki-laki dibandingkan perempuan. 50% dipengaruhi oleh
anomali kongenital lainnya dengan 30% pasien memiliki trisomi.2
Etiologi
Obstruksi duodenum kongenital dapat disebabkan lesi gastrointestinal intrinsik atau ekstrinsik.
Pada intrinsik, paling sering disebabkan oleh gangguan rekanalisasi pada duodenum fetus.
Pada minggu ke empat, duodenum mulai terbentuk dari foregut dan midgut. Pada minggu ke
lima dan enam, lumen duodenum hilang sementara karena terjadi proliferasi sel epitel.
Vakuolasi terjadi karena degenerasi sel epitel pada minggu sebelas hingga terjadi rekanalisasi
duodenum. Jika terjadi gangguan pada minggu tersebut, dapat menyebabkan gangguan
obstruksi. Faktor eksterinsik gangguan obstruksi duodenum disebabkan oleh kerusakan
perkembangan struktur di dekat duodenum seperti pankreas dan vena porta.2
7
Klasifikasi
Secara anatomis, obstruksi duodenum diklasifikasikan menjadi atresia atau stenosis. Obstruksi
tidak komplit dapat disebut dengan stenosis sedangkan atresia adalah obstruksi total. Stenosis
mempengaruhi bagian tiga atau empat duodenum. Atresia dapat diklasifikasikan menjadi tiga
morfologik. Obstruksi juga dapat diklasifikasikan menjadi pre ampula dan post ampula.2

Gambar 4 : tipe obstruksi duodenum (sumber: Ascraff’s pediatric surgery)

Manifestasi klinis
Neonatus yang memiliki atresia duodenal biasanya mengalami gejala muntah beberapa jam
setelah kelahirannya. Muntahan mengandung cairan empedu. Selain itu, dapat ditemukan
distensi epigastrik karena terisi hingga penuh pada bagian superior dari dudenum yang
mengalami obstruksi. Muntah empedu terjadi akibat obstruksi terjadi pada distal dari ampula
vater. Selain itu, pasien dengan atresia dudenum mengalami polihidraamnion. Hal ini terjadi
akibat gangguan absorpsi cairan amnion yang tertelan pada masa kandungan.2
Diagnosis
Diagnosis dapat dilakukan pada pemeriksaan antenatal dengan menggunakan ultrasonografi
(USG). Pada USG, dapat ditemukan fluid-filledstructure dan double-bubble sign. Hal tersebut
dapat dideteksi pada bulan ke tujuh hingga delapan kehamilan walaupun pada beberapa laporan
dapat ditemukan pada bulan ke lima. Diagnosis juga dapat dilakukan setelah kelahiran sesuai
dengan manifestasi klinisnya. Jika neonatus mengalami muntah pada awal kehidupannya,
dapat dicurigai terjadi atresia. Kemudian, neonatus dilakukan pemeriksaan penunjang seperti
USG atau foto polos. Pada pemeriksaan tersebut, dapat ditemukan double bubble yang
merupakan interpretasi dari dilatasi abdomen dan duodenum.

8
Gambar 5 : Double-bubble sign (sumber: Ascraff’s pediatric surgery)
Tatalaksana
Setelah diagnosis ditegakkan, dibutuhkan resusitasi cairan untuk memperbaiki keseimbangan
cairan. Pasien dapat dilakukan dekompresi dudenum dengan cara memasukkan orogastric
tube. Setelah pasien hemodinamik stabil tercapai, pasien dapat dilakukan dudeno-
duodenostomi. Pasien diinsisi secara transversal pada kuadran atas kanan supraumbilikal.
Setelah mendapatkan organ yang mengalami obstruksi, dilakukan anastomosis proksimal
transversal ke disatal longitudinal. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk bypass bagian
duodenum yang mengalami obstruksi2

9
BAB III
PEMBAHASAN

Foto polos Atresia Duodenum


Kelainan obstruksi dapat dievaluasi melalui radiografi foto polos abdomen. Obstruksi
proksimal akan menunjukkan adanya gambaran udara usus yang lebih sedikit dan terdapat
dilatasi organ proksimal dari letak obstruksi. Semakin distal letak obstruksi, semakin banyak
gambaran segmen yang mengalami distensi. Pada kasus obstruksi letak tinggi, pemeriksaan
yang dianjurkan adalah dengan kontras upper gastrointestinal sedangkan pada kasus obstruksi
distal dianjurkan pemeriksaan kontras enema. Pemeriksaan foto polos juga dapat digunakan
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya udara bebas intraperitoneal, terutama pada posisi-
posisi tertentu seperti tegak dan miring ke sisi kiri (left-side-down decubitus).2

Gambar 6: Obstruksi letak proksimal (kanan) dan distal (kiri).2


Gambaran radiologi yang tampak pada kasus atresia duodenum adalah gambaran double-
bubble. Gambaran ini dapat ditemukan pada pemeriksaan ultrasonografi prenatal dan foto
polos abdomen.3 Lingkaran yang lebih besar yang terletak di sisi sebelah kiri adalah lambung
yang mengalami dilatasi akibat terisi cairan sementara lingkaran yang lebih kecil yang berada
di sisi sebelah kanan dari garis tengah adalah bagian proksimal dari duodenum yang mengalami
dilatasi.3,4 Apabila obstruksi komplit, gambaran gas pada distal akan lebih sedikit. Adanya gas
pada distal menunjukkan obstruksi parsial. Pada beberapa kondisi di mana terdapat kecurigaan
atresia duodenum namun tidak ada tanda double bubble, pemeriksa dapat menyuntikkan udara
sebanyak 30-60 mL melalui selang nasogastrik untuk melihat gambaran double bubble. Pada
pemeriksaan radiografi dengan sinar horizontal, gambaran yang terlihat berupa air and fluid

10
levels pada kedua lingkaran tersebut. Dengan gambaran yang khas pada foto polos abdomen,
pemeriksa dapat langsung melakukan intervensi operatif tanpa harus pencitraan dengan
kontras.5

Gambar 7: Pemeriksaan ultrasonografi prenatal pada pasien atresia duodenum (D=duodenum,


S=Gaster)6

Gambar 8: Gambaran foto polos abdomen pada atresia duodenum (D=duodenum, S=Gaster)6

11
Meskipun demikian, gambaran double bubble tidak hanya dimiliki oleh atresia duodenum.
Beberapa anomali lain yang menyebabkan obstruksi duodenum memberikan gambaran serupa.
Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain faktor intrinsik (atresia duodenum, stenosis
duodenum, duodenal webs) dan faktor ekstrinsik (pankreas annularis, malrotasi usus, posisi
preduodenal dari vena porta).4 Pemeriksaan upper gastrointestinal study (UGI) dapat
digunakan untuk membedakan antara obstruksi duodenal intrinsik dan midgut volvulus. Pada
obstruksi intrinsik, ujung distal pada daerah obstruksi umumnya halus dan berbentuk lingkaran.
Pada obstruksi komplit, ligamentum Treitz dapat terlihat. Sementara itu, pada volvulus
umumnya ditemukan gambaran seperti paruh burung pada bagian distal.5

Foto Polos Abdonem An. ATA (13/10/2014)


Berikut merupakan hasil pemeriksaan foto polos yang dilakukan pada 2 bulan post-laparotomy.
Pada gambar terlihat adanya distribusi udara usus yang mencapai pelvis minor dan tampak
adanya distensi usus-usus. Hal ini menunjukkan bahwa udara dapat mencapai distal usus.
Gambar tersebut tidak dapat merepresentasikan adanya atresia duodenum karena tidak terdapat
tanda-tanda seperti berkurangnya distribusi udara usus dan double bubble akibat dilatasi gaster
dan duodenum. Tidak adanya tanda atresia duodenum pada foto polos tersebut kemungkinan
disebabkan karena pengambilan foto polos abdomen dilakukan setelah adanya intervensi
berupa laparotomi. Pemeriksaan lanjutan yang dianjurkan adalah pemeriksaan dengan
menggunakan kontras upper gastrointestinal.

(Gambar 9: Foto polos abdomen An. ATA)

12
Pembahasan Pemeriksaan Barium Enema
Pada pemeriksaan radiologi perlu diperhatikan apakah obstruksi duodenum
bersifat complete atau incomplete. Selain itu, perlu diperhatikan juga apakah lokasi dari
obstruksi tersebut setelah atau sebelum dari ampulla vater. Hal ini dapat dilihat dari klinis
pasien apakah terdapat keluhan adanya muntah berwarna kehijauan atau tidak. 10% kasus
atresia duodenum memiliki obstruksi preampulla vater dan biasanya tidak memiliki
keluhan klinis berupa muntah hijau. Pada atresia duodenum distensi abdomen mungkin
dapat terlihat pada pemeriksaan fisik dan adanya produksi dari nasogastric tube lebih dari
20 ml menandakan adanya obstruksi usus.2
Pada pemeriksaan barium meal, dapat dilihat bahwa kontras masih dapat masuk
pada proksimal usus yang mengalami distensi, namun tidak terlihat masuknya kontras pada
usus distal akibat adanya atresia duodenum. Berikut merupaka gambaran atresia duodenum
dengan menggunakan pemeriksaan barium meal:2

Gambar 1. Barium meal pada atresia duodenum.2


Pada pasien dengan klinis menunjukkan muntah hijau perlu dilakukan
pemeriksaan barium meal untuk mengeksklusikan adanya malrotasi atau volvulus.
Pemeriksaan barium meal sebenarnya tidak diperlukan pada pasien dengan atresia
duodenal complete. Namun kontras dengan jumlah terbatas dapat diberikan pada pasien
dengan kecurgiaan malrotasi, volvulus, atau atresia duodenal incomplete.3,4

13
Gambar 10: Hasil pemeriksaan barium meal pada pasien

Pada hasil pemeriksaan barium meal pada pasien diatas, dapat dilihat adanya
dilatasi lambung akibat terisi cairan pada gambar pertama dan kedua. Kontras kemudian
melalui duodenum, namun terdapat adanya distensi usus pada saat kontras melewati usus
proksimal. Terlihat pula kontras yang tidak masuk berjalan ke arah usus distal menandakan

14
adanya penyempitan pada duodenum yang menyebabkan kontras tidak dapat masuk. Tidak
ditemukan adanya volvulus maupun malrotasi pada pasien ini. Volvulus umumnya
memiliki gambaran seperti paruh burung pada bagian usus distal.5

15
BAB IV
KESIMPULAN

Pasien Bayi ATA, 3 tahun, datang dengan keluhan muntah berulang hingga 4-5 kali sehari.
Pasien dikaji mengalami atresia duodenum berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan radiologi. Hasil foto polos bayi ATA tidak menunjukkan gambaran double bubble
yang menjadi ciri khas dari tanda radiologis atresia duodenum namun terdapat pada foto
radiologis dengan kontras. Selanjutnya Bayi ATA akan memasuki rawat inap, rehidrasi cairan
menggunakan KUEN3B 104ml/ jam selama 4 jam kemudian dilanjuti dengan KUEN3B 42
ml/jam selama 20 jam berikutnya, disertai dengan pemberian omeprazole 2 x 10 mg IV sebagai
tatalaksana awal sampai hemodinamik pasien stabil untuk dilakukan operasi duodenostomi.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Moore clinically oriented anatomy. 7th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2014.

2. Holocomb JW, Murphy JP. Ashcraft’s Pediatric Surgery. 5th ed. United States of
America: Saunders Elsevier. 2010.
3. Shalkow J. Small intestine atresia dan stenosis [Internet]. Medscape.com; 2017.
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/939258-workup#c10
4. Mandell G. Imaging in duodenal atresia [Internet]. Medscape.com; 2015. Available
from: https://emedicine.medscape.com/article/408582-overview
5. Applebaum H, Sydorak R. Duodenal atresia and stenosis – annular pancreas. In:
Coran AG, Adzick NS, editors. Pediatric surgery. 7th ed. Philadelphia, Pa: Elsevier
Mosby; 2012.
6. Traubici J. The double bubble sign. Radiology. 2001 Aug;220(2):463–4.

17

You might also like