Professional Documents
Culture Documents
ANALISIS KASUS
45
karena memiliki bunyi jantung tambahan, adanya bising jantung pansistolik di
bagian ICS II-III LPS sinistra, dan kardiomegali saat MRS. Karditis pada kasus
ini termasuk karditis berat karena sudah terdapat dekompensasi kordis.
Diagnosis penyakit jantung rematik ditegakkan jika terdapat kelainan
pada katup jantung sebagai sekuele dari demam rematik. Pada kasus ini telah
dilakukan pemeriksaan echocardiography ditemukan adanya regurgitasi mitral
berat, regurgitasi aorta moderate, dan regurgitasi trikuspid ringan.
Terdapat tiga hal yang berperan penting dalam terjadinya demam rematik,
yakni agen penyebab penyakit yaitu Streptokokus β-hemolitikus grup A, host
(manusia), dan faktor lingkungan. Streptokokus akan menyerang sistem
pernafasan dan menyebabkan faringitis. Protein M, faktor virulen yang terdapat
pada dinding sel Streptokokus, secara imunologis memiliki kemiripan dengan
struktur protein yang terdapat dalam tubuh manusia seperti miokardium (miosin
dan tropomiosin), katup jantung (laminin), sinovial (vimentin), kulit (keratin) juga
subtalamus dan nukleus kaudatus (lysogangliosides) yang terdapat diotak. Adanya
kemiripan pada struktur molekul inilah yang mendasari terjadinya respon
autoimun pada demam rematik. Kelainan respon imun ini didasarkan pada
reaktivitas silang antara protein M Streptokokus dengan jaringan manusia yang
akan mengaktivasi sel limfosit B dan T. Sel T yang telah teraktivasi akan
menghasilkan sitokin dan antibodi spesifik yang secara langsung menyerang
protein tubuh manusia yang mirip dengan antigen Streptokokus. Pada kasus ini,
dari anamnesis didapatkan bahwa pasien pernah mengalami batuk sebelumnya
sehingga kemungkinan kerusakan katup jantung yang dialaminya adalah akibat
antibodi. Hal padat dibuktikan dari hasil laboratorium ASTO. Kerusakan pada
katup jantung yang terjadi dapat menyebabkan regurgitasi dan menimbulkan
bunyi murmur pada jantung.
Berdasarkan panduan praktik klinik (PPK) kasus penyakit jantung rematik
diterapi dengan menggunakan antibiotik berupa benzatin penisilin G dengan dosis
600.000-900.000 unit (BB <27kg) dan 1.200.000 unit (BB ≥27kg) selama 10 hari
untuk eradikasi bakteri. Selain antibiotik juga diberikan obat antiinflamasi yaitu
prednison dengan dosis 2mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Dosis prednison mulai
46
ditappering pada minggu ketiga. Untuk mengatasi dekompensasi kordis yang
dialami pasien, diberikan diuretika berupa furosemid sebanyak 1-2mg/kgBB/kali
IV sebanyak 2 kali per hari. Furosemid bekerja dengan menginhibilisi reabsorbsi
natrium dan klorida di ginjal yang mengakibatkan banyaknya kalium dan kalsium
yang terbuang melalui urin, sehingga dapat terjadi keadaan hipokalemia dan
hipokalsemia. Untuk mengatasi efek samping tersebut, pada pasien ini diberikan
diuretik hemat kalium (spironolakton) yakni aldactone 3x25mg. Diberikan juga
ACE inhibitor yaitu captopril 2 x 12,5 mg untuk meningkatkan cardiac output
akibat mitral regurgitasi yang terjadi.
47