You are on page 1of 31

MAKALAH Commented [u1]: acc

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN


INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

Disusun Oleh :
Kelompok 17
1. Endah Kusuma Wati (14.401.16.020)
2. Indra Anggara (14.401.16.040)

PROGRAM STUDI DIPLOMA D-III KEPERAWATAN


AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
KRIKILAN – GLENMORE – BANYUWANGI
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infark miokard diawali proses berkurangnya pasokan oksigen iskemia jantung yang
disebabkan oleh berbagai hal antara lain: ateroskelorosis, trombus arteri, spasme,
emboli koroner, anomali kongenital yang merupakan gangguan pada pembuluh darah
koroner. Penyebab pada gangguan jantung seperti : hipertrofi ventrikel, dan penyakit
istemik seperti anemia oleh menyebabkan kapasitas pembawa oksigen keseluruh
penyebab diatas bisa mengakibatkan iskemik jantung bila tidak tertolong akan
mengakibatkan kematian jantung yang disebut infark miokard. (Kasron, 2016, hal.
159)
Infark miokard akut merupakan penyakit jantung yang disebabkan oleh karena
sumbatan arteri koroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya aterosklerotik
pada dinding arteri koroner, sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot
jantung. Aterosklerotik adalah suatu penyakit pada arteri-arteri besar dan sedang
dimana lesi lemak yang disebut plak ateromatosa timbul pada permukaan dinding
arteri. Sehingga mempersempit bahkan menyumbat suplai aliran darah ke arteri
bagian distal. (Kasron, 2016, hal. 160)

B. Batasan masalah
Batasan masalah yang akan dibahas adalah mengenai bagaimana asuhan keperawatan
bagi penderita penyakit Infark Miokard Akut (IMA) sehingga dapat mengurangi
keluhan yang dirasakan untuk proses penyembuhan.

C. Rumusan masalah
1. Bagaimana definisi Infark Miokard Akut (IMA) ?
2. Apa saja etiologi dari Infark Miokard Akut (IMA) ?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari Infark Miokard Akut (IMA) ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Infark Miokard Akut (IMA) ?
5. Apa saja klasifikasi dari Infark Miokard Akut (AMI) ?
6. Apa saja komplikasi dari Infark Miokard Akut (AMI) ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan dari Infark Miokard Akut (IMA) ?
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran tentang pemenuhan kebutuhan aktivitas pada pasien dengan
Infark Miokard Akut (IMA) serta dalam pemberian asuhan keperawatan yang benar
supaya penderita IMA tidak mengalami komplikasi yang semakin berat.
2. Tujuan Khusus
1. Agar Mahasiswa dapat Mengetahui dan Memahami Bagaimana definisi dari
Infark Miokard Akut (IMA).
2. Agar Mahasiswa dapat Mengetahui dan Memahami Apa saja etiologi dari
Infark Miokard Akut (IMA).
3. Agar Mahasiswa dapat Mengetahui dan Memahami Bagaimana tanda dan
gejala dari Infark Miokard Akut (IMA).
4. Agar Mahasiswa dapat Mengetahui dan Memahami Bagaimana patofisiologi
dari Infark Miokard Akut (IMA).
5. Agar Mahasiswa dapat Mengetahui dan Memahami Apa saja klasifikasi dari
Infark Miokard Akut (IMA).
6. Agar Mahasiswa dapat Mengetahui dan Memahami Apa saja komplikasi dari
Infark Miokard Akut (IMA).
7. Agar Mahasiswa dapat Mengetahui dan Memahami Bagaimana asuhan
keperawatan dari Infark Miokard Akut (IMA).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Infark Miokard Akut adalah suatu penyakit yang mengacu pada kerusakan
bagian jaringan miokard saat suplai darah secara tiba-tiba terganggu. (Manurung,
2016, hal. 84)
Infark Miokard Akut adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan
untuk menggambarkan sprektum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang
meliputi angina pektoris tidak stabil. (Nurarif, 2015, hal. 23)
Berdasarkan uraian diatas Infark Miokard Akut adalah proses rusaknya
jaringan jantung akibat adanya sumbatan arteri koroner dan suplai darah yang
tidak adekuat sehingga berkurangnya suplai oksigen ke miokard dan
meningkatkan kebutuhan oksigen tubuh.
2. Etiologi
Infark Miokard Akut (IMA) terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai
dengan kebutuhan dan tidak tertangani dengan baik sehingga menyebabkan
kematian sel-sel jantung tersebut. Beberapa hal yang menimbulkan gangguan
oksigenasi tersebut diantaranya :
a. Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah
mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang dapat mengganggu kepatenan
pembuluh darah diantaranya : artheroclerosis, spasme, dan arteritis.
Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi pada orang yang tidak memiliki
riwayat penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya dihubungkan dengan
beberapa hal antara lain : mengkonsumsi obat-obatan tertentu, stress emosional
atau nyeri, terpapar suhu dingin yang ekstrim, dan merokok. (Kasron, 2016, hal.
161)
b. Faktor curah jantung yang meningkat
Seperti aktifitas berlebihan, emosi, makan terlalu banyak, dan hypertiroidisme.
(Wijaya, 2013, hal. 37)
c. Suplai oksigen ke miokard berkurang karena disebabkan oleh faktor pembuluh
darah, sirkulasi dan darah itu sendiri. (Nurarif, 2015, hal. 24)
d. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi
diantaranya dengan meningkatnya denyut jantung untuk meningkatkan COP.
Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap penyakit jantung, mekanisme
kompensasi justru pada akhirnya semakin memperberat kondisinya karena
kebutuhan oksigen semakin meningkat, sedangkan suplai oksigen tidak
bertambah. Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya
kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya : aktivitas berebih,
makan terlalu banyak, dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya
infark karena semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan
asupan oksigen menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektif. (Kasron,
2016, hal. 162)
e. Tanda dan gejala
1. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda,
biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan
gejala utama.
2. Keparahan nyeri dapat menetap secara meningkat sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
3. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang menjalar ke bahu dan
terus kebawah menuju ke lengan
4. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam/hari dan tidak hilang dengan
bantuan istirahat atau nitrogliserin(NTG)
5. Dapat menjalar ke arah rahang dan leher
6. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah. (Wijaya, 2013, hal. 40)
f. Patofisiologi
IMA terjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama yaitu lebih dari
30-45 menit sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang iireversibel. Bagian
jantung yang terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya.
Iskemia yang terjadi paling banyak disebabkan oleh penyakit arteri koroner/coronary
artery disease ( CAD). Pada penyakit ini terdapat materi lemak (plaque) yang telah
terbentuk dalam beberapa tahun didalam lumen arteri koronaria (arteri yang suplai
darah dan oksigen pada jantung). Plaque dapat rupture sehingga menyebabkan
terbentuknya bekuan darah pada permukaan plaque. Jika bekuan menjadi cukup besar,
maka bisa menghambat aliran darah baik total maupun sebagian pada arteri koroner.
Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen mencapai bagian
otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya oksigen akan merusak otot
jantung. Jika sumbatan itu tidak ditangani dengan cepat, otot jantung yang rusak itu
akan mulai mati. Selain disebabkan oleh terbentuknya sumbatan oleh plaque ternyata
infark juga bisa terjadi pada orang dengan arteri koroner normal (5%). Diasumsikan
bahwa spasme arteri koroner berperan dalam kasus ini.
Spasme yang terjadi bisa dipicu oleh beberapa hal antara lain: mengkonsumsi obat-
obatan tertentu, stress emosional, merokok, dan paparan suhu dingin yang ekstrim.
Spasme bisa terjadi pada pembuluh darah yang mengalami aterosklerotik sehingga
bisa menimbulkan oklusi kritis sehingga bisa menimbulkan infark jika terlambat
penanganannya. Letak infark ditentukan juga oleh letak sumbatan arteri koroner yang
mensuplai darah ke jantung. Terdapat dua arteri koroner besar yaitu arteri koroner
kanan dan kiri. Kemudian arteri koroner kiri bercabang menjadi dua yaitu desenden
anterior dan arteri sirkumpeks kiri. Arteri koronaria desenden anterior kiri berjalan
melalui bawah anterior dinding ke arah afeks jantung. Bagian ini menyuplai aliran dua
pertiga dari septum intraventrikel, sebagian besar apeks, dan ventrikel kiri anterior.
Berdasarkan hal diatas maka dapat diketahui jika infark anterior kemungkinan
disebabkan gangguan pada cabang desenden anterior kiri, sedangkan infark inferior
bisa disebabkan oleh lesi pada arteri koroner kanan.
Berdasarkan ketebalan dinding otot jantung yang terkena maka infark bisa dibedakan
menjadi infark transmural dan subendokardial. Kerusakan pada seluruh lapisan
miokardiom disebut infark transmural, sedangkan jika hanya mengenai lapisan bagian
dalam saja disebut infark subenokardial. Infark miokardium akan mengurangi fungsi
ventrikel karena otot yang nekrosis akan kehilangan daya kontraksinya begitupun otot
yang mengalami iskemi (disekeliling darah infark ). Secara fungsional infark
miokardium menyebabkan perubahan-perubahan sebagai berikut :
a. Daya kontraksi menurun.
b. Gerakan dinding abnormal (daerah yang terkena infark akan menonjol keluar saat
yang lain melakukan kontraksi).
c. Perubahan daya kembang dinding ventrikel .
d. Penurunan volume sekuncup.
e. Penurunan fraksi ejeks. (Kasron, 2016, hal. 166-167)
f. Pathway

Penyempitan arteri koroner Adanya obstruksi dari embolus


kronis dari aterosskelorosis atau trombus

Penurunan suplai oksigen ke otot jantung

Kerusakan jaringan miokard

Kematian jaringan miokard

Kurang
INFARK MIOKARD cemas
pengetahuan

Perasaan mual pusing dispnea


nyeri tertindih beban
yang berat

nyeri Resiko tinggi Resiko tinggi Intoleransi


terhadap terhadap aktivitas
perubahan penurunan curah
perfusi jantung
jaringan

Sumber : (Manurung, 2016, hal. 86)


g. Klasifikasi
Secara morfoligis IMA dibedakan atas dua jenis yaitu : IMA transmural, yang
mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi pada daerah distribusi suatu arteri
koroner :
a. IMA sub-endokardial dimana nekrosis hanya terjadi pada bagian dalam dinding
ventrikel dan umumnya berupa bercak-bercak dan tidak konfluens.
b. IMA sub-endokardial dapat regional (terjadi pada distribusi satu arteri koroner)
atau difus (terjadi pada distribusi lebih dari satu arteri koroner. (Wijaya, 2013, hal.
36)
h. Komplikasi
1. Aritmia
Karena dapat pula dipandang sebagai bagian perjalanan penyakit IMA. Aritmia
perlu diobati apabila menyababkan gangguan hemodinamik, meningkatkan
kebutuhan oksigen miokard dengan akibat mudahnya perluasan infark atau bila
merupakan predisposisi untuk terjadinya aritmia yang lebih gawat seperti
takikardia ventrikel , vibrasi ventrikel, atau asistol. (Kasron, 2016, hal. 173)
2. Disritmia
Komplikasi paling sering dari infark miokard akut adalah gangguan irama jantung
(90%). Faktor predisposisi adalah 1) Iskemia jaringan, 2) hipoksemia, 3) pengaruh
sistem saraf para simpatis dan simpataia, 4) asidosis laktat, 5) kelainan
hemodinamik, 6) keracunan obat dan 7) gangguan keseimbangan elektrolit.
(Wijaya, 2013, hal. 43)
3. Bradikardia sinus
Umumnya disebabkan oleh vagotonia dan sering menyertai IMA inferior atau
posterior. Bila hal ini menyebabkan keluhan hipotensi, gagal jantung,atau bila
disertai peningkatan intabilitas ventrikel diberi pengobatan dengan sulfas antropin
intravena. (Kasron, 2016, hal. 174)
4. Bekuan darah
Pada sekitar 20-60% orang yang pernah mengalami serangan jantung, terbentuk
bekuan darah didalam jantung. Pada 5% dari penderita ini bekuan bisa pecah,
mengalir didalam arteri dan tersangkut di pembuluh darah yang lebih kecil di
seluruh tubuh, menyebabkan tersumbatnya aliran darah ke sebagian dari otak
(menyebabkan stroke) atau ke organ lainnya. (Kasron, 2016, hal. 174)
5. Ruptura Miokardium
Ruptur dinding bebas dari ventrikel kiri menimbulkan kematian akibat IMA, ruptur
ini menyebabkan tamponade jantung dan kematian. Ruptur septum
interventrikular, jarang terjadi yang terjadi pada kerusakan miokard luas dan
menimbulkan defek septum ventrikel. (Wijaya, 2013, hal. 43)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas
Infark Miokard Akut risiko meningkat pada pria diatas 45 tahun dan wanita
diatas 55 tahun (setelah menopause). (Nurarif, 2015, hal. 24)
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan utama
Pasien infark miokard akut mengeluh nyeri dada seperti rasa tertekan, berat
atau seperti diremas yang timbul secara mendadak atau hilang timbul (residif).
(Udjianti, 2010, hal. 85)
2) Alasan masuk rumah sakit
Penderita dengan infark miokard akut menunjukkan gejala dan tanda lain
seperti: fever, dispnea, pucat, diaforesis, paroxysmal nocturnal dyspnea
(PND). (Udjianti, 2010, hal. 86)
3) Riwayat penyakit sekarang
a. Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur
b. Faktor perangsang nyeri yang spontan.
c. Kualitas nyeri : rasa nyeri digambarkan dengan rasa sesak yang berat atau
mencekik.
d. Lokasi nyeri : dibawah atau sekitar leher, dengan dagu belakang, bahu atau
lengan.
e. Diaforeasi, mual, muntah, kadang-kadang demam, dispnea. (Wijaya, 2013,
hal. 43-44)
c. Riwayat kesehatan terdahulu
1) Riwayat penyakit sebelumnya
Penunjang infark miokard adalah hipertensi, angina, distritmia, kerusakan
katup, bedah jantung, diabetes mellitus, dan trombosis. (Udjianti, 2010, hal.
86)
2) Riwayat penyakit keluarga
Memungkinkan keluarga mempunyai riwayat penyakit jantung, hipertensi,
stroke, diabetes melitus, dan penyakit vaskular. (Wijaya, 2013, hal. 44)
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran
Klien dengan infark miokard akut biasanya didapatkan kesadaran baik atau
compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan
perfusi sistem saraf pusat. (Muttaqin, 2012, hal. 161)
b) Tanda-tanda vital
Didapatkan tekanan darah normal atau naik/turun, nadi dapat normal penuh,
lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur
(disritmia) mungkin terjadi. (Manurung, 2016, hal. 87)
2) Body system
a) Sistem pernafasan
Biasanya pasien infark miokard akut dispnea dengan atau tanpa kerja, batuk
produktif atau tidak produktif , penyakit pernafasan kronis, bunyi napas
bersih atau krekels, wheezing serta sputum bersih, merah muda dan kental.
(Mubarak, 2015, hal. 50)
b) Sistem kardiovaskuler
Biasanya bunyi jantung (BJ1, BJ2, BJ3/BJ4 atu irama gallop’s) bising.
(Udjianti, 2010, hal. 86)
c) Sistem persarafan
Pasien mengalami pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun,
perubahan mental, dan kelemahan. (Wijaya, 2013, hal. 45)
d) Sistem perkemihan
Pasien biasanya mengalami oliguria, haluaran urine menurun bila curah
jantung menurun berat. (Udjianti, 2010, hal. 86)
e) Sistem pencernaan
Pada pasien IMA kaji pola makan klien apakah sebelumnya terdapat
peningkatan konsumsi garam dan lemak. Adanya nyeri akan memberikan
respon mual dan muntah. Palpasi abdomen didapatkan nyeri tekan keempat
kuadran. Penurunan peristaltik usus merupakan tanda kardial pada IMA.
(Muttaqin, 2012, hal. 162)
f) Sistem integument
Pada pasien infark miokard akut mengalami penurunan turgor kulit, kulit
kering/berkeringat. (Manurung, 2016, hal. 88)
g) Sistem muskuloskeletal
Pasien dengan infark miokard akut terjadi nyeri, pergerakan ekstremitas
menurun dan tonus otot menurun. (Nurarif, 2015, hal. 25)
h) Sistem endokrin
Pasien dengan infark miokard akut biasanya terjadi penurunan HDL, dan
peningkatan tekanan darah (Bararah, 2013, hal. 111)
i) Sistem reproduksi
Pada pasien infark miokard akut biasanya tidak ditemukan gangguan pada
sistem reproduksi tetap normal. (Bararah, 2013, hal 110)
j) Sitem penginderaan
Biasanya pasien dengan IMA wajah meringis, perubahan postur tubuh,
meringis, merintih, meregang, menggeliat, kehilangan kontak mata dan
respon otonom. (Mubarak, 2015, hal. 49-50)
k) Sistem imun
Pada pasien infark miokard akut semakin daya tahan tubuhnya menurun
maka akan terjadi infeksi berkelanjutan. (Bararah, 2013, hal. 110)
e. Pemeriksaan penunjang
Penegakan diagnosa serangan jantung berdasarkan gejala, riwayat kesehatan,
prbadi dan keluarga, serta hasil tes diagnostik
1) EKG (electrocardiogram)
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan
menghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran
listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan
iskemik akan mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST.
Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk
repolarisasi secara normal, mengakibatkan elevasi segmen T. Pada saat infark
miokard elevasi ST disertai dengan gelombang T tinggi. Sesuai dengan umur
infark miokard gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.
(Kasron, 2016, hal. 171)
2) Enzim jantung : CPK-MB meningkat, AST (asparpat amino tranferase)
meningkat.
3) Test laboratorium darah
Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehinggan protein-
protein tertentu keluar masuk aliran darah
Kreatinin Pospokinase (CPK) termasuk dalam hal ini CPKMB terdeteksi
selama 6-8 jam, mencapai puncak setelah 24 jam dan kembali menjadi normal
setelah 24 jam berikutnya. (Kasron, 2016, hal. 170-171)
4) Tes radiologis
Coronary Angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada
jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk
menemukan letak sumbatan pada arteri koroner. Kateter dimasukkan melalui
arteri pada lengan atau paha menuju jantung. Prosedur ini dinamakan
katerisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiography coroner.
(Kasron, 2016, hal. 172)
f. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaannya adalah mengembalikan aliran darah koroner untuk
menyelamatkan jantung dari infark miokard, membatasi luasnya infark miokard, dan
mempertahankan fungsi jantung. Pada prinsipnya terapi pada kasus ini ditujukan
untuk mengatasi nyeri angina dengan cepat, intensif dan mencegah berlanjutnya
iskemia serta terjadinya infark miokard akut atau kematian mendadak.
1) Terapi trombolik
Obat intravena trombolik mempunyai keuntungan karena dapat diberikan
melalui vena perifer, direkomendasikan penderita infark miokard akut <12 jam
yang mempunyai elevasi segmen ST atau left bundle branch block (LBBB).
Dosis streptokinase diberikan 1,5 juta IU diberikan dalam tempo 30-60 menit
2) Terapi antiplatelet
a. Aspirin : mempunyai efek untuk menghambat siklooksigenase platelet
secara irreversibel. Pemberian aspirin untuk penghambatan agregasi
platelet diberikan dosis awal paling sedikit 160 mg dan dilanjutkan dosis
80-325 mg/hari.
3) Terapi nitrat organik
Nitrogliserin : penggunaan nitrogliserin per oral untuk menanggulangi
serangan angina cukup efektif. Secara intravena digunakan pada
dekompensasi tertentu setelah infark jantung, jika digoksin dan diuretika
kurang memberikan hasil. Absorpsi sublingual dan oromukosal cepat sekali
karena menghindari efek lintas pertama. Efeknya 2 menit dan bertahan selama
30 menit. Dosis sublingual adalah 0,15-0,6 mg dan dosis oral 6,5-13 mg.
(Nurarif, 2015, hal. 26-27)
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Standrar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2016) diagnosa keperawatan
infark miokard akut yang muncul antara lain :
a. Penurunan curah jantung
Definisi : ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh
Penyebab :
1. Perubahan irama jantung
2. Perubahan frekuensi jantung
3. Perubahan kontraktilitas
4. Perubahan preload
5. Perubahan afterload
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Peubahan irama jantung
1) Palpitasi
2. Perubahan preload
1) Lelah
3. Perubahan afterload
1) Dispnea
4. Perubahan kontraktilitas
1) Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
2) Ortopnea
3) Batuk
Objektif
1. Perubahan irama jantung
1) Bradikardia/takikardia
2) Gambaran EKG aritmia atau gangguan konduksi
2. Perubahan preload
1) Edema
2) Distensi vena jugularis
3) Central venous pressure (CVP) meningkat/menurun
4) Hepatomegali
3. Perubahan afterload
1) Tekanan darah meningkat/menurun
2) Nadi perifer teraba lemah
3) Capillary refill time >3 detik
4) Oliguria
5) Warna kulit pucat dan/ sianosis
4. Perubahan kontraktilitas
1) Terdengar suara jantung S3 dan/ S4
2) Ejection fraction (EF) menurun
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1. Perubahan preload
(tidak tersedia)
2. Perubahan afterload
(tidak tersedia)
3. Perubahan kontraktilitas
(tidak tersedia)
4. Perilaku/emosional
1) Cemas
2) Gelisah
Objektif
1. Perubahan preload
1) Murmur jantung
2) Berat badan bertambah
3) Pulmonary artery wedge pressure (PAWP) menurun
2. Perubahan afterload
1) Pulmonary vascular resistance (PVR) meningkat/mrnurun
2) Systemic vascular resistance (SVR) meningkat/menurun
3. Perubahan kontraktilitas
1) Cardiac index (CI) menurun
2) Left ventricular stroke work index (LVSWI) menurun
3) Stroke volume index (SVI) menurun
4. Perilaku/emosional
(tidak tersedia).
Kondisi klinis terkait
1. Gagal jantung kongestif
2. Sindrom koroner akut
3. Stenosis mitral
4. Regurgitasi mitral
5. Stenosis aorta
6. Regurgitasi aorta
7. Stenosis trikuspidal
8. Regurgitasi trikuspidal
9. Stenosis pulmonal
10. Regurgitasi pulmonal
11. Aritmia
12. Penyakit jantung bawaan(PPNI, 2016, hal. 34-35)
b. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan
Definisi: beresiko mengalami penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang
dapat mengganggu metabolisme tubuh.
Faktor risiko
1. Hiperglikemia
2. Gaya hidup kurang gerak
3. Hipertensi
4. Merokok
5. Prosedur endovaskuler
6. Trauma
7. Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat (mis. merokok, gaya
hidup kurang gerak, obesitas, imobilitas)
Kondisi klinis terkait
1. Aterosklerosis
2. Raynaud’s disease
3. Trombosis arteri
4. Atritis reumatoid
5. Leriche’s syndrome
6. Aneurisma
7. Buerger’s disease
8. Varises
9. Diabetes melitus
10. Hipotensi
11. Kanker (PPNI, 2016, hal. 48)
c. Nyeri akut
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab
1. Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. mengeluh nyeri
Objektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (misalnya waspada, posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1. (tidak tersedia)
Objektif
1. Tekanan darah menigkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. diaforesis
Kondisi klinis terkait :
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koronar akut
5. Glaukoma (PPNI, 2016, hal. 172)
d. Kurang pengetahuan
Definisi : ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan denagan
topik tertentu
Penyebab :
1. Keteratasan kognitif
2. Gangguan fungsi kognitif
3. Kekeliruan mengikuti anjuran
4. Kurang terpapar informasi
5. Kurang minat dalam belajar
6. Kurang mampu mengingat
7. Ketidaktahuan menemukan sumber informasi
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Menanyakan masalah yang dihadapi
Objektif
1. Menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran
2. Menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah
Gejala dan tanda minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat
2. Menunjukkan perilaku berlebihan (mis. apatis, bermusushan, agitasi,
histeria)
Kondisi klinis terkait
1. Kondisi klinis yang baru dihadapi oleh klien
2. Penyakit akut
3. Penyakit kronis. (PPNI, 2016, hal. 246)
e. Cemas (gangguan rasa nyaman)
Definisi : perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik,
psikospiritual, lingkungan dan sosial
Penyebab
1. Gejala penyakit
2. Kurang pengendalian situasional/lingkungan
3. Ketidakadekuatan sumber daya (mis. dukungan finansial, sosial, dan
pengetahuan)
4. Kurangnya privasi
5. Gangguan stimulus lingkungan
6. Efek samping terapi (mis. medikasi, radiasi, kemoterapi)
7. Gangguan adaptasi kehamilan
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Mengeluh tidak nyaman
Objektif
1. Gelisah
Gejala dan tanda minor
subjektif
1. Mengeluh sulit tidur
2. Tidak mampu rileks
3. Mengeluh kedinginan/kepanasan
4. Merasa gatal
5. Mengeluh mual
6. Mengeluh lelah
Objektif
1. Menunjukkan gejala distress
2. Tampak merintih/menangis
3. Pola eliminasi berubah
4. Postur tubuh berubah
5. Iritabilitas
Kondisi klinis terkait
1. Penyakit kronis
2. Keganasan
3. Distrees psikologis (PPNI, 2016, hal. 166)
f. Intoleransi aktivitas
Definisi : ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Penyebab :
1. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2. Tirah baring
3. Kelemahan
4. Imobilitas
5. Gaya hidup monoton
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Mengeluh lelah
Objektif
1. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1. Dispnea saat/setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa lelah
Objektif
1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivas
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4. Sianosis
Kondisi klinis terkait:
1. Anemia
2. Gagal jantung kongestif
3. Penyakit jantung koroner
4. Penyakit katup jantung
5. Aritmia
6. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
7. Gangguan metabolik
8. Gangguan muskuloskeletal.(PPNI, 2016, hal. 128)
3. Intervensi
1. Penurunan curah jantung (Wilkinson, 2016, hal. 63-66)
1) Tujuan : penurunan curah jantung tidak sensitif terhadap isu keperawatan.
Oleh sebab itu, perawat sebaiknya tidak bertindak secara mandiri untuk
melakukannya, upaya kolaboratif perlu dan penting dilakukan.
2) Kriteria hasil
Pasien akan:
 Klien mempunyai indeks jantung dan fraksi ejeksi dalam batas normal
 Mempunyai haluaran urine, berat jenis urine, blood urea nitrogen (BUN)
dan kreatinin plasma dalam batas normal
 Mempunyai warna kulit yang normal
 Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas fisik (misalnya
tidak mengalami dispnea, nyeri dada atau sinkope
 Menjelaskan diet, obat, aktivitas, dan batasan yang diperlukan (mis. untuk
penyakit jantung)
 Megindentifikasi tanda dan gejala perburukan kondisi yang dapat
dilaporkan
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
a. Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adaya sianosis, status pernapasan,
dan status mental
b. Pantau tanda kelebihan cairan ( misalnya : edema dependen, kenaikan berat
badan)
c. Kaji toleransi aktivitas pasien dengan memerhatikan adanya awitan nafas
pendek, nyeri, palpitasi, lambung
d. Evaluasi respon pasien terhadap terapi oksigen.
e. Kaji kerusakan kognitif
Regulasi hemodinamik (NIC)
 Pantau fungsi pacemaker, jika perlu
 Pantau denyut perifer, pengisian ulang kapiler, dan suhu serta warna
ekstremitas
 Pantau asupan dan haluaran, haluaran urine dan berat badan pasien, jika
perlu
 Pantau resistensi vaskular sistemik dan paru, jika perlu
 Auskultasi suara paru terhadap bunyi crackle atau suara napas tanbahan
lainnya
 Pantau dan dokumentasikan frekuensi jantung, irama dan nadi
Penyuluhan untuk keluarga
a. Jelaskann tujuan pemberian oksigen per kanula nasal atau sungkup
b. Instruksikan mengenai pemeliharaan keakuratan asupan dan haluaran
c. Ajarkan penggunaan, dosis, frekuensi, dan efek samping obat
d. Ajarkan untuk melaporkan dan menggambarkan awitan palpitasi dan nyeri,
durasi, faktor pencetus, daerah, kualitas, dan intensitas.
e. Instruksikan kepada pasien dan keluarga dalam perencanaan perawatan di
rumah , meliputi pembatasan aktivitas, pembaatasan diet, dan penggunaan
alat terapeutik
f. Berikan informasi tentang teknik penurun stres, seperti: biofeed-back,
relaksasi otot progresif, meditasi, dan latihan fisik
g. Ajarkan kebutuhan untuk menimbang berat badan setiap hari
Aktivitas kolaboratif
a. Konsultasikan dengan dokter menyangkut parameter pemberian penghentian
obat tekanan darah
b. Berikan dan titrasikan obat antiaritmia,inotropik, nitrogliserin,dan vasodilator
untuk mempertahankan kontraktilitas, preload, dan afterload sesuai dengan
program medis atu protokol
c. Berikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan trombus perifer, sesuai
dengan program atau protokol
d. Tingkatkan penurunan afterload (mis. dengan pompa balon intraaorta) sesuai
dengan program medis atu protokol
e. Lakukan perujukan ke perawat praktisi lanjutan untuk tindak lanjut, jika
diperlukan
f. Pertimbangkan perujukan ke petugas sosial, manajer kasus, atau layanan
kesehatan komunitas dan layanan kesehatan di rumah
g. Lakukan perujukan ke petugas sosial untuk mengevaluasi kemampuan
membayar obat yang diresepkan
h. Lakukan perujukan kepusat rehabilitasi jantung jika diperlukan
Aktivitas lain
a. Ubah posisi pasien ke posisi datar atau trendelenburg ketika tekanan darah
pasien berada pada rentang lebih rendah dibandigkan dengan yang biasanya
b. Untuk hipotensi yang tiba-tiba, berat atau lama, pasang akses intravena
untuk pemberian cairan intravena atau obat untuk meningkatkan tekanan
darah
c. Hubungkan efek nilai laboratorium, oksigen, obat, aktivitas, ansietas, dan/
nyeri pada sidritmia
d. Jangan mengukur suhu dari rektum
e. Ubah posisi pasien setiap dua jam atau pertahankan aktivitas lain yang
sesuai atau dibutuhkan untuk menurunkan statis sirkulasi perifer
f. Regulasi hemodinamik (NIC)
 Minimalkan atau hilangkan stresor lingkungan
 Pasang kateter urine, jika diperlukan
2. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan (Wilkinson, 2016, hal. 446-
448)
1) Tujuan : menunjukkan status sirkulasi, integritas jaringan dan perfusi
jaringan.
2) Kriteria hasil
Pasien akan:
 Klien menunjukkan fungsi otonom yang utuh
 Melaporkan kecukupan energi
 Berjalan 6 menit dengan tidak merasakan nyeri ekstremitas bawah
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
a. Kaji ulkus statis dan gejala selulitis (yaitu nyeri, kemerahan, dan
pembengkakan ekstremitas)
b. Perawatan sirkulasi (insufiensi arteri dan vena) (NIC) :
 Lakukan penilaian komprehensif sirkulasi perifer (misalnya memeriksa
nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, dan suhu)[ekstremitas]
 Pantau derajat ketidaknyamanan atau nyeri dengan latihan, dimalam
hari, atau ketika istirahat [arteri]
 Pantau status cairan, termasuk asupan dan haluaran
Manajemen sensasi perifer (NIC)
 Pantau diskriminasi tajam, tumpul, panas atau dingin [perifer]
 Pantau paresterisa : baal, kesemutan, hiperestesia dan hipoestesia
 Pantau tromboflebitis dan trombosis vena dalam
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a. Ajarkan manfaat latihan fisik pada sirkulasi perifer
b. Ajarkan pentingnya latihan fisik secara bergantian dengan istrirahat,
terutama pada pasien yang mengalami insufiensi arteri
c. Ajarkan efek merokok pada sirkulasi perifer
Ajarkan pasien dan keluarga tentang:
a. Hindari suhu ekstrem ke ekstremitas
b. Pentingnya mematuhi program diet dan medikasi
c. Melaporkan tanda dan gejala yang mungkin perlu dilaporkan kepada dokter
d. Pentingnya pencegahan statis vena (mis. tidak menyilangkan tungkai,
meninggikan kaki tanpa menekuk lutut, dan latihan fisik)
e. Perawatan sirkulasi(insufisiensi arteri dan vena)(NIC):
 Ajarkan pasien mengenai perawatan kaki yang tepat
Aktivitas kolaboratif
a. Berikan medikasi berdasarkan instruksi atau protokol (mis. medikasi
analgesik, antikoagulan, nitrogliserin, vasodilator, diuretik dan inotropik
positif dan kontraktilitas)
b. Beri tahu dokter jika nyeri tidak mereda
c. Perawatan sirkulasi : berikan medikasi antitrombosit atau antikoagulan, jika
perlu
Aktivitas lain
a. Distribusikan asupan cairan yang diprogramkan secara tepat selam periode
24 jam
b. Pertahankan pembatasan cairan dan diet (mis. rendah natrium, tanpa
garam), sesuai instruksi
c. Hindari trauma kimia, mekanis, atau panas yang melibatkan ekstremitas
d. Kurangi rokok dan penggunaan stimulan
e. Perawatan sirkulasi: insufisiensi arteri(NIC):
 Letakkan ekstremitas pada posisi menggantung, jika perlu
3. Nyeri akut (Wilkinson, 2016, hal. 297-298)
1) Tujuan : memperlihatkan pengendalian nyeri.
2) Kriteria Hasil
Pasien akan:
 Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan
 Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang (dengan skala 0-10)
 Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
 Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk
memodifikasi faktor tersebut
 Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehatan
 Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesik secara tepat
 Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan, denyut
jantung, atau tekanan darah
 Mempertahankan selera makan yang baik
 Melaporkan pola tidur yang baik
 Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan performa peran dan
hubungan interpersonal.
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas Keperawatan
a. Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan informasi pengkajian.
b. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0-
10.
c. Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh
analgesik dan kemungkinan efek sampingnya
d. Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan
tingkat perkembangan pasien.
Management nyeri (NIC)
 Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,
karakterik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
keparahan nyeri dan faktor presipitasinya
 Observasi isyarat non verbal ketidaknyamanan, khususnya pada
mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif.
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a. Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus
diminum, frekuensi pemberian, kemungkinan interaksi obat, dan
kewaspadaan khusus saat mengonsumsi obat tersebut (misalnya
pembatasan aktivitas fisik, pembatasan diet) dan nama orang yang
harus dihubungi bila mengalami nyeri membandel
b. Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika
peredaan nyeri tidak dapat dicapai
c. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang disarankan.
d. Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau opiod
(misalnya risiko ketergantungan atau overdosis)
Manajemen nyeri (NIC)
Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, beberapa lama
akan berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur.
Aktivitas Kolaboratif
a. Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian obat (misalnya setiap
4 jam selam 36 jam) atau PCA.
Manajemen nyeri (NIC)
 Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih
berat
 Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan
saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri
pasien dimasa lalu.
Aktivitas lain
a. Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian nyeri dan
efek samping
b. Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif
dimasa lalu, seperti: distraksi, relaksasi, atau kompres hangat/dingin
c. Hadir didekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman dan
aktivitas lain untuk membantu relaksasi, meliputi tindakan sebagai
berikut:
 Lakukan perubahan posisi, masase punggung dan relaksasi
 Ganti linen tempat tidur, bila diperlukan
 Berikan perawatan dengan tidak dengan terburu-buru dengan sikap
yang mendukung
 Libatkan pasien dalam pengambilan keputusan yang menyangkut
aktivitas keperawatan
d. Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas bukan pada nyeri dan
rasa tidak nyaman dengan melakukan pengalihan melalui televisi,
radio, tape, dan interaksi dengan pengunjung
e. Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan respon
pasien terhadap analgesik.
4. Kurang pengetahuan (Wilkonson, 2013, hal. 441-447)
1) Tujuan : pasien akan mendapatkan pengetahuan untuk menguatkan
kepercayaan bahwa memberikan informasi akan mengubah perilaku dan
memecahkan masalah.
2) Kriteria hasil
Pasien akan:
 Mengidentifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan tentang program
terapi (mis. informasi tentang diet)
 Memperlihatkan kemampuan (sebutkan keterampilan atau perilaku)
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
a. Periksa keakuratan umpan balik untuk memastikan bahwa pasien memahami
program terapi dan informasi lainnya yang relevan
Penyuluhan individual (NIC):
a. Tentukan kebutuhan belajar pasien
b. Lakukan penilaian terhadap tingkat pengetahuan pasien saat ini dan
pemahaman terhadap materi (mis. pengetahuan tentang prosedur atu
penanganan yang diprogramkan)
c. Tentukan kemampuan pasien untuk mempelajari informasi khusus
d. Tentukan motivasi pasien untuk mempelajari informasi tertentu
e. Kaji gaya belajar pasien
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a. Beri penyuluhan sesuai dengan tingkat pemahaman pasien, ulangi informasi
bila diperlukan
b. Gunakan berbagai pendekatan penyuluhan, redemonstrasi, dan berikan umpan
balik secara verbal dan tertulis
Penyuluhan individual (NIC):
a. Bina hubungan saling percaya
b. Bangun kredibilitas sebagai guru, bila perlu
c. Tetapkan tujuan pembelajaran bersama yang realistis dengan klien
d. Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar
e. Pilih metode dan strategi penyuluhan yang sesuai
f. Ikut sertakan keluarga atau orang terdekat, bila perlu
Aktivitas kolaboratif
a. Beri informasi tentang sumbe-sumber komunitas yang dapat menolong pasien
dalam mempertahankan program terapi
b. Buat rencana pengajaran multidisipliner yang terkoordinasi, sebutkan
perencanaannya
c. Rencanakan penyesuaian dalam terapi bersama pasien dan dokter untuk
memfasilitasi kemampuan pasien mengikuti program terapi
Aktivitas lain
a. Berinteraksi dengan pasien dengan cara yang tidak menghakimi untuk
memfasilitasi pembelajaran
5. Cemas (Wilkinson, 2013, hal. 303-305)
1) Tujuan : memperlihatkan pengendalian diri ketakutan/cemas
2) Kriteria hasil
Pasien akan:
 Mencari informasi untuk menurunkan ketakutan
 Menghindari sumber ketakutan bila mungkin
 Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan ketakutan
 Memantau penurunan durasi episode
 Mempertahankan kontrol terhadap kehidupan
 Mempertahankan performa peran dan hubungan sosial
 Megendalikan respon ketakutan
 Tetap produktif
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
a. Kaji respon takut subjektif dan objektif pasien
b. Peningkatan koping (NIC): nilai pemahaman pasien terhadap proses
penyakitnya
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a. Jelaskan semua pemeriksaan dan pengobatan kepada pasien/keluarga
b. Bantu klien membedakan antara ketakutan rasional dan yang tidak rasional
c. Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana menggunakan imajinasi terbimbing
ketika mereka merasa ketakutan
Aktivitas kolaboratif
a. Kaji kebutuhan untuk layanan sosial atau intervensi psikiatrik
b. Dorong diskusi antara pasien dan dokter tentang ketakutan pasien
c. Adakan konferensi perawatan multidisiplin untuk membuat rencana
perawatan
Aktivitas lain
a. Sering berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku
yang dapat menurunkan atau mengurangi takut
b. Tetap bersama pasien selama menghadapi situasi baru atau ketika pasien
merasa sangat ketakutan
c. Jauhkan sumber ketakutan pasien apabila memungkinkan
d. Sampaikan penerimaan terhadap persepsi ketakutan pasien untuk mendukung
komunikasi terbuka mengenai sumber ketakutan
6. Intoleransi aktivitas (Wilkinson, 2016, hal. 16-18)
1) Tujuan : menoleransi aktivitas yang bisa dilakukan, yag dibuktikan oleh
toleransi aktivitas, ketahanan, penghematan energi, tingkat kelelahan, energi
psikomotorik, istirahat dan perawatan diri
2) Kriteria hasil
Pasien akan:
 Mengidentifikasi aktifitas atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang
dapat mengakibatkan intoleransi aktivitas
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan
denyut jantung, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah serta memantau
pola dalam batas normal
 Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktivitas (uraikan tingkat yang
diharapkan dari daftar pada saran penggunaan)
 Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen,
obat, dan/peralatan yang dapat meningkatkan toleransi aktivitas
 Menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) dengan beberapa
bantuan (mis. eliminasi dengan bantuan ambulasi untuk ke kamar mandi)
 Menampilkan manajemen pemeliharaan rumah dengan beberapa bantuan
(mis. membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu)
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
a. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri,
ambulasi, dan melakukan AKS dan AKSI
b. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
c. Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas.
Manajemen energi :
 Tentukan penyebab keletihan (misalnya perawatan, nyeri, dan pengobatan)
 Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas (misalnya takikardia,
disritmia lain, dispnea, diaforesis, pucat, tekanan hemodinamik dan frekuensi
pernapasan)
 Pantau respon oksigen pasien (misalnya denyut nadi, irama jantung, dan
frekuensi pernapasan) terhadap aktivitas perawatan atau aktivitas keperawatan
 Pantau asupan nutrisi untuk memasitikan sumber-sumber energi yang adekuat
 Pantau dan dokumentasikan pola tidur pasien lamanya waktu tidur dalam jam
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
Instruksikan kepada pasien dan keluarga dalam :
a. Penggunaan teknik napas terkontrol selam aktivitas, jika perlu
b. Mengenali tanda dan gejala intoleransi aktivitas, termasuk kondisi yag perlu
dilaporkan kepada dokter
c. Pentingnya nutrisi yang baik
d. Penggunaan peralatan seperti oksigen selama aktivitas
e. Penggunaan teknik relaksasi ( seperti : distraksi, visualisasi) selama aktivitas
f. Dampak intoleransi aktivitas terhadap tanggungjawab peran dalam keluarga
dan tempat kerja
g. Tindakan untuk menghemat energi, sebagai contoh: menyimpan alat atau
benda yang sering digunakan di tempat yang mudah dijangkau
Manajemen energi (NIC)
 Ajarkan kepada pasien dan orang terdekat tentang teknik perawatan diri yang
akan meminimalkan konsumsi oksigen (misalnya pemantauan mandiri dan
teknik langkah untuk melakukan AKS)
 Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk
mencegah kelelahan
Aktivitas kolaboratif
a. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan salah
satu faktor penyebab
b. Kolaborasikan degan ahli terapi okupasi, fisik (untuk kelatihan ketahanan)
atau relaksasi utuk merencanakan dan memantau program aktivitas, jika perlu
c. Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk ke layanan kesehatan jiwa di
rumah
d. Rujuk pasien ke pelayanan rumah untuk mendapatkan pelayanan bantuan
perawatan rumah, jika perlu
e. Rujuk pasien ke ahli gizi untuk perencanaan diet guna meningkatkan asupan
makanan yang kaya energi
f. Rujuk pasien ke pusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan dengan
penyakit jantung.
Aktivitas lain
a. Hindari menjadwalkan pelaksanaan aktivitas perawatan selama periode
istirahat
b. Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, bersandar, duduk, dan
ambulasi, secara toleransi
c. Pantau tanda-tanda vital sebelum, selama, dan setelah aktivitas; hentikan
aktivitas jika tanda-tanda vital tidak dalam rentang normal bagi pasien atau
jika ada tanda-tanda bahwa aktivitas tidak dapat ditoleransi (mis. nyeri dada,
pucat, vertigo, dispnea)
d. Rencanakan aktivitas bersama pasien dan keluarga yang meningkatkan
kemandirian dan ketahanan, sebagai contoh:
 Anjurkan periode untuk istirahat dan aktivitas secara bergantian
 Buat tujuan yang sederhana, realistis, dan dapat dicapai oleh pasien yang
dapat meningkatkan kemandirian dan harga diri.
Manajemen energi (NIC):
 Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas
 Rencanakan aktivitas pada periode saat pasien memiliki energi paling
banyak

DAFTAR PUSTAKA

Kasron. (2016). Buku Ajar Keperawatan Sistem Kardiovaskular. Jakarta Timur: CV. Trans
Info Media.

Manurung, N. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Cv


Trans Info Media.

Mubarak, W. I. (2015). Standar Asuhan Keperawatan Dan Prosedur Tetap Dalam Praktik
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular


dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan


Nanda Nic Noc. Jogjakarta: MediAction.

PPNI, T. p. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Persatuan Perawat


Naional Indonesia.

Udjianti, W. J. (2010). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

Wijaya, A. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

You might also like