You are on page 1of 13

MAKALAH ASKEP BAYI DENGAN ASFIKSIA NEONATURUM

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada tahun pertama
kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Dua pertiga dari yang
meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama. Dua pertiga dari yang
meninggal pada minggu pertama, meninggal pada hari pertama. Penyebab utama kematian
pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia,
sepsis dan komplikasi berat lahir rendah. Kurang lebih 99% kematian ini terjadi di negara
berkembang dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan pengenalan dini dan
pengobatan yang tepat.
Asfiksia neonatorum adalah kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa depresi pernapasan yang
berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Oleh sebab itu, asfiksia memerlukan
intervensi dan resusitasi segera untuk meminimalkan mortalitas dan morbiditas. Survei atas
127 institusi pada 16 negara—baik negara maju ataupun berkembang—menunjukkan bahwa
sarana resusitasi dasar seringkali tidak tersedia, dan tenaga kesehatan kurang terampil dalam
resusitasi bayi. Sebuah penelitian di 8 negara.
Tujuan
Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan klien dengan asfiksia neonaturum
Tujuan Khusus
Dapat melakukan pengkajian secara langsung pada klien asfiksia neonaturum
Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada klien asfiksia
neonaturum.
Dapat membuat perencanaan pada klien asfiksia neonaturum.
Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu mengevaluasi tindakan yang telah
dilakukan pada klien asfiksia neonaturum.
BAB II
LANDASAN TEORI
Konsep Dasar Penyakit
Definisi
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan
dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir
(Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan dimana
hipoksia dan hiperapneu serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967). Keadaan ini disertai dengan hipoksia,
hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini
merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap
kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971). Penilaian statistic dan pengalaman klinis atau
patologi anatomis menunjukan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan
morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang
mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat
lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi.
Haupt (1971) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi sebagai akibat
hipoksia sangat tinggi. Asidosis, gangguan kerdiovaskular serta komplikasinya sebagai akibat
langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan adaptasi bayi baru lahir (James,
1958). Kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-
hari pertama setelah lahir (James, 1959). Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh
Larrhoce dan Amakawa (1971) menunjukkan nekrosis berat dan difus pada jaringan otak bayi
yang meninggal karena hipoksia. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa sekuele neurologis
sering ditemukan pada penderita asfiksia berat. Keadaan ini sangat menghambat pertumbuhan
fisis dan mental bayi di kemudian hari. Untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan
tersebut diatas, perlu dipikirkan tindakan istimewa yang tepat dan rasionil sesuai dengan
perubahan yang mungkin terjadi pada penderita asfiksia.
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan sempurna,
sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan
mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan,
beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.
Etiologi
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian
disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan
oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul
pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi
baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa
kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan bayi.
Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu disertai
anoksia/hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia neonatus dan bayi mendapat perawatan
yang adekuat dan maksimal pada saat lahir.
Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah:
Faktor ibu
Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu ini
dapat terjadi kerena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesia
dalam.Gangguan aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus yang
menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering ditemukan
pada keadaan ; gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus
akibat penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karna perdarahan, hipertensi pada
penyakit eklamsi dan lain-lain.
Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksi janin
akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta,
perdarahan plasenta, dan lain-lain.
Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah dalam pembuluh darah
umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini
dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara
janin dan jalan lahir dan lain-lain.
Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ; pemakaian obat anastesi/analgetika
yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin,
traoma yang terjadi pada persalinan mosalnya perdarahan intra cranial, kelainan kongenital
pada bayi masalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan,hipoplasia
paru dan lain-lain.
Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas oleh karena
plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO 2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini
paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam
paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini
sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi
dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus
Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru
janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan
yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini
arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara
memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya
tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya
melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti
kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk
sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan penurunan perfusi
pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada usus,
ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak
akan meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard dan
cardiac output . Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan saat ini
akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan
gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi
baru lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat dan
tepat (Aliyah Anna, 1997).
Gejala Klinis
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang
singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga
menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki
periode apnue primer. Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi
pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia :
Pernafasan megap-magap dalam
Denyut jantung terus menurun
Tekanan darah mulai menurun
Bayi terlihat lemas (flaccid)
Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO 2 )
Meningginya tekanan CO 2 darah (PaO 2 )
Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik)
Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular
Pernafasan terganggu
Detik jantung berkurang
Reflek / respon bayi melemah
Tonus otot menurun
Warna kulit biru atau pucat
Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi
renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan
menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga
dapat menimbulkan perdarahan otak.
Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal
istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi.
Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan
ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium
dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport
O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat
menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena
beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
Pemeriksaan diagnostik
Laboratorium AGD
Untuk mengkaji tingkat dimana paru-paru mampu untuk memberikan oksigen yang adekuat
dan membuang karbondioksida serta tingkat dimana ginjal mampu untuk menyerap kembali
atau mengekresi ion-ion bikarbonat untuk mempertahankan PH darah yang normal.
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
Foto rontgen dada (baby gram)
Jaringan pulmonal normal adalah radiolusent karenanya ketebalan atau densitas yang
dihasilkan oleh cairan, tumor, benda asing dan kondisi patologis lain dapat dideteksi dengan
cara pemeriksaan rontgen.
Elektrolit darah
Gula darah
Pulse Oximetry
Adalah metode pemantauan non invasif secara kontinue terhadap saturasi Oksigen
Hemoglobin. Jadi pulse oximetry merupakan suatu cara efektif untuk memantau pasien
terhadap perubahahn saturasi oksigen yang kecil / mendadak.
Penatalaksanaan
Resusitasi
Tahapan resusitasi tidak melihat nilai APGAR.
Terapi medikamentosa
Epinefrin
Indikasi :
Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan
pemijatan dada.
Asistolik.
Dosis : 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB). Cara : i.v atau
endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
Volume ekspander
Indikasi :
Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan
resusitasi.
Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat,
perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.
Jenis cairan :
Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)
Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak. Dosis : dosis awal
10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
Bikarbonat
Indikasi :
Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi
dan sirkulasi sudah baik.
Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai
dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.
Dosis: 1-2 mEq/kgBB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (8,4%). Cara : Diencerkan
dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara intravena dengan kecepatan
minimal 2 menit. Efek samping : Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari
bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.
Nalokson
Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi
pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.
Indikasi :
Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelum
persalinan.
Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat
narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi. Dosis : 0,1
mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml). Cara : Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik
diberikan I.M atau S.C.
Suportif
Jaga kehangatan.
Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.
Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit).
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Identitas orang tua
Identitas bayi baru lahir
Riwayat Persalinan
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum tampak lemah
Kepala : bentuk mesocephal, ubun-ubun besar sudah menutup.
Mata : sklera tak ikterik, konjungtifa tak anemis
Hidung : bentuk simetris, ada cuping hidung, nampak megap-megap, belum napas
Telinga : bentuk simetris, tak ada kotoran
Mulut : bibir sianosis, membran mukosa tak kering
Leher : tak ada pembesaran kelenjar tiroid
Dada : bentuk simetris, ada retraksi dada
Frekuensi nafas < 30 kali/menit, atau apena (henti napas > 20 detik)
) Jantung : denyut jantung < 100 kali/menit
) Paru-paru : masih terdengar suara nafas tambahan ( ronkhi basah +)
) Abdomen : meteorismus + tali pusat berwarna putih dan masih basah
) Kulit : warna kulit sianosi
) Extremitas : tak ada tonus otot, tonus otot sedikit/lemah
) Refleks : tak ada reflek moro
Diagnosa keperawatan
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
Hipotermi berhubungan dengan terpapar lingkungan dingin
Resiko infeksi berhubungan dengan presedur invasif.
Pola makan bayi tidak efektif b.d kegagalan neurologik
Rencana keperawatan
No Dianogsa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Pola napas tidak efektif b.d hipoventilasi.
Batasan karakteristik :
- Bernapas menggunakan otot napas tambahan.
- Dispnea
- Napas pendek
- Frekwensi napas < 25 kali / menit atau > 60 kali / menit Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama…X 24 jam, diharapkan pola napas bayi efektif dengan kriteria:
Status Respirasi : Ventilasi (0403) :
- Pernapasan pasien 30-60X/menit.
- Pengembangan dada simetris.
- Irama pernapasan teratur
- Tidak ada retraksi dada saat bernapas
- Inspirasi dalam tidak ditemukan
- Saat bernapas tidak memakai otot napas tambahan
- Bernapas mudah tidak ada suara napas tambahan Manajemen Jalan Napas (3140):
1. Buka jalan napas
2. Posisikan bayi untuk memaksimalkan ventilasi dan mengurangi dispnea
3. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan
4. Identifikasi bayi perlunya pemasangan alat jalan napas buatan
5. Keluarkan sekret dengan suctin
6. Monitor respirasi dan ststus oksigen bila memungkinkan
Monitor Respirasi (3350) :
1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan upaya bernapas
2. Monitor pergerakan, kesimetrisan dada, retraksi dada dan alat bantu pernapasan
3. Monitor adanya cuping hidung
4. Monitor pada pernapasan: bradipnea, takipnea, hiperventilasi, respirasi kusmaul, cheyne
stokes, apnea
5. Monitor adanya penggunaan otot diafragma
6. Auskultasi suara napas, catat area penurunan dan ketidakadanya ventilasi dan bunyi napas.
2. Hipotermi b.d terpapar lingkungan dingin.
Batasan karakteristik :
- Pucat
- Kulit dingin
- Suhu tubuh di bawah rentang normal
- Menggigil
- Kuku sianosis
- Pengisian kapiler lambat Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…X 24 jam
hipotermi teratasi de-ngan indicator :
Termoregulasi Neonatus (0801) :
- Suhu axila 36-37˚ C
- RR : 30-60 X/menit
- Warna kulit merah muda
- Tidak ada distress respirasi
- Tidak menggigil
- Bayi tidak gelisah
- Bayi tidak letargi Pengobatan Hipotermi (3800) :
1 Pindahkan bayi dari lingkungan yang dingin ke tempat yang hangat (di dalam incubator atau
di bawah lampu sorot)
2 Bila basah segera ganti pakaian bayi dengan yang hangat dan kering, beri selimut
3 Monitor suhu bayi
4 Monitor gejala hipotermi : fatigue, lemah, apatis, perubahan warna kulit.
5 Monitor status pernapasan
6 Monitor intake/output
3 Resiko infeksi
Faktor Resiko :
1. Prosedur invasif
2. Ketidak adanya pera-watan imun buatan
3. Malnutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…X 24 jam bayi diharapkan
terhin-dar dari tanda dan gejala infeksi dengan indicator :
Status Imun (0702) :
- RR : 30-60X/menit
- Irama napas teratur
- Suhu 36-370 C
- Integritas kulit baik
- Integritas nukosa baik
- Leukosit dalam batas normal Mengontrol Infeksi (6540) :
1. Bersihkan box / incubator setelah dipakai bayi lain
2. Pertahankan teknik isolasi bagi bayi ber-penyakit menular
3. Batasi pengunjung
4. Instruksikan pada pengunjung untuk cuci tangan sebelum dan sesudah berkunjung
5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
6. Cuci tangan sebelum dan sesudah mela-kukan tindakan keperawatan
7. Pakai sarung tangan dan baju sebagai pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line kontrol dan dressing sesuai ketentuan
10. Tingkatkan intake nutrisi
11. Beri antibiotik bila perlu.
Mencegah Infeksi (6550)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Batasi pengunjung
3. Skrining pengunjung terhadap penyakit menular
4. Pertahankan teknik aseptik pada bayi beresiko
5. Bila perlu pertahankan teknik isolasi
6. Beri perawatan kulit pada area eritema
7. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, dan drainase
8. Dorong masukan nutrisi yang cukup
9. Berikan antibiotik sesuai program
4. Pola makan bayi tidak efektif b.d kegagalan neurologik
Batasan karakteristik :
- Tidak mampu dalam menghisap, menelan dan bernafas
- Tidak mampu dalam memulai atau menunjang penghisapan efektif Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama … X 24 jam pola makan bayi efektif Enteral Tube Feeding
(1056) :
- Pasang NGT / OGT
- Monitor ketepatan insersi NGT / OGT
- Cek peristaltic usus
- Monitor terhadap muntah / distensi abdomen
- Cek residu 4-6 jam sebelum pemberian enteral
Pelaksanaan
Implementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan.
Implementasi adalah tahap ketiga dari proses keperawatan dimana rencana keperwatan
dilaksanakan, melaksanakan / aktivitas yang lebih ditentukan.
Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan criteria
dan standar yang telah ditetetapkan ntk melihat keberhasilannya.(suprajitno,2004).
Tahap evaluasi merupakan tahapan akhir pada proses keperawatan. Evaluasi adalah
perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria yang dibuat pada tahap intervensi
(Dongoes, Marillyn, 2001). Bayi akan kembali ke dalam sistem atau proses keperawatan jika
masalah keperawatan belum selesai atau akan keluar dari proses keperawatan jika masalah
keperawatan bayi telah berakhir.
Tahapan evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen, yaitu kriteria hasil, keefektifan
tahap-tahap proses keperawatan dan perbaikan rencana asuhan keperawatan. Kerangka
pembuatan kriteria hasil dibuat dalam bentuk SOAP (Subyektif, Obyektif, Assessment,
Planning).
Adapun penjelasan lebih lanjut sebagai berikut :
S (subyektif), yaitu keluhan-keluhan klien (apa saja yang dikatakan klien, keluarga klien dan
orang terdekat klien).
O (obyektif), yaitu segala sesuatu yang dapat dilihat, dicium, diraba, dan diukur oleh perawat.
A (analisis), yaitu suatu kesimpulan yang dirumuskan oleh perawat tentang kondisi klien.
P (planning), yaitu rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah klien selanjutnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas
serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan
kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan / persalinan,
akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi
akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak
tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan
suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan
usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha
nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan
pula bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan
basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan
berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga
glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada
kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara
alveoli yamh tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan
di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada
kehidupan bayi selanjutnya.
Saran
Bagi tenaga kesehatan supaya lebih memahami tanda dan gejala bronchiolitis sehingga tidak
terjadi kesalahan dalam memberikan pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
C.V. (1998). Memahami Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan . EGC. Jakarta
. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. FKUI. Jakarta
er and Suddart. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah , Edisi 8, EGC. Jakarta
nito. J.L. (2001). Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta
oes. M.E. (2001). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan . EGC. Jakarta
d. (2002). Kamus Saku Kedokteran . Edisi 25. EGC. Jakarta
at. A.A.A. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Salemba Media. Jakarta
m. A.H. (2002). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I. FKUI. Jakarta
. (2000). Ilmu Kesehatan Anak . EGC. Jakarta
yah. (1997). Perawatan Anak Sakit . EGC. Jakarta
lam. dkk. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Anak (untuk perawat dan bidan) .
Salemba Medika: Jakarta
. E.C. (1979). Iktisar Penyakit Anak . Binarupa Aksara. Jakarta
no. H. dkk. (1985). Ilmu kesehatan anak. FKUI. Jakarta
i. S.F.A. (2001). Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta
ingsih (1998). Tumbuh Kembang Anak . EGC. Jakarta
jitno. (2004). Askep Keluarga . EGC. Jakarta
din. (1997). Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Edisi 2. EGC. Jakarta
osastro. H. (2006). Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta

You might also like