You are on page 1of 24

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

OLEH
KELOMPOK 1
1. Luh Gede Dwi Saputri (P07120016093)
2. Dewa Ayu Putri Diah Anggraeny (P07120016094)
3. Ni Luh Putu Desi Ulan (P07120016095)
4. Komang Ita Trisna Dewi (P07120016096)
5. Ni Kadek Mita Selviani (P07120016098)
6. Ida Ayu Putu Mirah Adi Anggraeni (P07120016099)
7. Ni Ketut Wulandari (P07120016100)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
TAHUN AKADEMIK 2017/2018

1
KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu”
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Sang Hyang
Widhi Wasa, karena atas berkat rahmat beliau penulis mampu menyelesaikan tugas
“Komunikasi” dengan membahas tentang “Komunikasi Terapeutik” dalam bentuk
makalah.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini,tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak selaku pembimbing yang telah memberikan penulis tugas, serta
petunjuk kepada penulis. Sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan tugas.
2. Orang tua yang juga turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai
kesulitan sehinga tugas ini selesai.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai.Sekian dan terima kasih.
“Om Santi Santi Santi Om”

Denpasar, 31 Agustus 2017

Penulis

ii

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR. ............................................................................................ i


DAFTAR ISI. .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang. ..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3 Tujuan Masalah. ............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik ................................................................3
2.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik......................................................................3
2.3 Dasar dan Prinsip Komunikasi Terapeutik. ...................................................4
2.4 Teknik Komunikasi Terapeutik......................................................................5
2.5 Fase-fase Komunikasi Terapeutik Perawat-Klien........................................10
2.6 Hambatan dalam Komunikasi Terapeutik ....................................................13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan. .................................................................................................14
3.2 Saran. ............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA. ...........................................................................................15

iii

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa lepas dari kegiatan komunikasi.
Sehingga sekarang ilmu komunikasi berkembang pesat. Salah satu kajian ilmu
komunikasi ialah komunikasi kesehatan yang merupakan hubungan timbal balik
antara tingkah laku manusia masa lalu dan masa sekarang dengan derajat kesehatan
dan penyakit, tanpa mengutamakan perhatian pada penggunaan praktis dari
pengetahuan tersebut atau partisipasi profesional dalam program-program yang
bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melalui pemahaman yang lebih besar
tentang hubungan timbal balik melalui perubahan tingkah laku sehat ke arah yang
diyakini akan meningkatkan kesehatan yang lebih baik.
Kenyataaanya memang komunikasi secara mutlak merupakan bagian
integral dari kehidupan kita, tidak terkecuali perawat, yang tugas sehari-harinya
selalu berhubungan dengan orang lain. Entah itu pasien, sesama teman, dengan
atasan, dokter dan sebagainya. Oleh karena itu komunikasi sangatlah penting
sebagai sarana yang sangat efektif dalam memudahkan perawat melaksanakan
peran dan fungsinya dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Apakah yang dimaksud dengan komunikasi terapeutik?
1.2.2. Apakah tujuan dari komunikasi terapeutik?
1.2.3. Apakah dasar dan prinsip komunikasi terapeutik?
1.2.4. Bagaimana teknik komunikasi terapeutik?
1.2.5. Bagaimana fase-fase komunikasi terapeutik perawat-klien?
1.2.6. Apa hambatan dalam komunikasi terapeutik?

4
1.3 Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian dari komunikasi terapeutik
1.3.2. Untuk mengetahui tujuan dari komunikasi terapeutik
1.3.3. Untuk mengetahui dasar dan prinsip komunikasi terapeutik
1.3.4. Untuk mengetahui teknik komunikasi terapeutik
1.3.5. Untuk mengetahui fase-fase komunikasi terapeutik perawat-klien
1.3.6. Untuk mengetahui hambatan dalam komunikasi terapeutik

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang
untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien
mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi, (Suryani 2005). Menurut
Purwanto yang dikutip oleh (Mundakir 2006), komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan
untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan
komunikasi professional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien,
(Siti Fatmawati, 2010). Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien, (Siti Fatmawati, 2010). Dari beberapa pengertian di atas dapat
dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan seorang
perawat dengan teknik-teknik tertentu yang mempunyai efek penyembuhan.
Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk membina hubungan saling
percaya terhadap pasien dan pemberian informasi yang akurat kepada pasien,
sehingga diharapkan dapat berdampak pada perubahan yang lebih baik pada pasien
dalam menjalanakan terapi dan membantu pasien dalam rangka mengatasi
persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan.

2.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien
kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang
meliputi:
Pertama, realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan diri.
Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien
yang tadinya tidak biasa menerima apa adanya atau merasa rendah diri, setelah
berkomunikasi terapeutik dengan perawat akan mampu menerima dirinya.

6
Kedua, kemampuan membina hubungan interpersonal dan saling
bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar
bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka,
jujur dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan
kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya .
Ketiga, peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan
serta mencapai tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal diri atau
tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya.
Keempat, rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
Identitas personal disini termasuk status, peran, dan jenis kelamin. Klien yang
mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya
diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan
perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri
yang jelas. Dalam hal ini perawat berusaha menggali semua aspek kehidupan klien
di masa sekarang dan masa lalu. Kemudian perawat membantu meningkatkan
integritas diri klien melalui komunikasinya dengan klien, (Suryani 2005).

2.3 Dasar dan Prinsip Komunikasi Terapeutik


Ada beberapa dasar dan prinsip yang harus dipahami dalam membangun
dan mempertahankan hubungan yang terapeutik:
2.3.1 Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik
Prinsip-prinsip yang terkandung pada komunikasi terapeutik antara lain
(Suryani,2005):
a. Kejujuran (trustworthy)
Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang
bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling
percaya. Klien hanya akan terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi
yang benar hanya bila yakin bahwa perawat dapat dipercaya.
b. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif.
Dalam berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan kata-kata yang
mudah dimengerti oleh klien. Komunikasi nonverbal harus mendukung

7
komunikasi verbal yang disampaikan. Ketidaksesuaian dapat menyebabkan
klien menjadi bingung.
c. Bersikap positif
Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh
perhatian dan penghargaan terhadap klien. Roger menyatakan inti dari hubungan
terapeutik adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap
positif.
d. Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan
sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien
seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang perawat
dapat memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien, karena meskipun
dia turut merasakan permasalahan yang dirasakan kliennya, tetapi tidak larut
dalam masalah tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang
dihadapi klien secara objektif. Sikap simpati membuat perawat tidak mampu
melihat permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional dan
terlarut didalamnya.
e. Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada
klien, (Suryani, 2005). Untuk itu agar dapat membantu memecahkan masalah
klien perawat harus memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang klien.
Untuk itu perawat harus menggunakan terkhnik active listening dan kesabaran
dalam mendengarkan ungkapan klien. Jika perawat menyimpulkan secara
tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara keseluruhan ungkapan klien
akibatnya dapat fatal, karena dapat saja diagnosa yang dirumuskan perawat tidak
sesuai dengan masalah klien dan akibatnya tindakan yang diberikan dapat tidak
membantu bahkan merusak klien.
f. Menerima klien apa adanya
Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan
aman dalam menjalin hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau

8
mengkritik klien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan
bahwa perawat tidak menerima klien apa adanya.
g. Sensitif terhadap perasaan klien
Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit terjalin dengan baik,
karena jika tidak sensitif perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas,
privasi dan menyinggung perasaan klien.
h. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa
lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi
perawat untuk membantu klien, jika ia sendiri memiliki segudang masalah dan
ketidakpuasan dalam hidupnya.
Dasar-dasar Komunikasi Terapeutik

Perbedaan antara komunikasi sosial dan komunikasi terapeutik dapat dikenali


melalui beberapa hal sebagai berikut :
1. Perawat mengenal dengan baik pribadi pasien serta memahami dirinya dengan
nilai-nilai yang dianutnya.
2. Komunikasi ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya, dan saling
menghargai.
3. Perawat mampu memahami, menghayati, nilai yang dianut oleh pasien.
4. Perawat menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
5. Perawat mampu menciptakan suasana yang dapat memotivasi pasien untuk
mengubah sikap dan perilaku sehingga dapat memecahkan masalah yang
dihadapinya.
6. Perawat harus mampu menguasai perasaannya secara bertahap untuk mengetahui
dan mengatasi perasaan sedih, marah, dan frustasi.
7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensi.
8. Memahami dengan baik arti simpati sebagai sifat tindakan terapeutik dan yang
bukan terapeutik.
9. Kejujuran dan keterbukaan komunikasi merupakan dasar hubungan terapeutik.
10. Mampu memerankan model agar dapat menunjukkan dan meyakinkan orang
lain tentang kesehatan sehingga perawat perlu mempertahankan suatu kondisi sehat
secara fisik, mental sosial, spiritual dan gaya hidup.
11. Perawat perlu mampu menciptakan suasana yang memungkinkan bagi pasien
untuk berkembang tanpa rasa takut.
12. Perawat merasa puas dapat menolong orang lain secara manusiawi.

9
13. Memperhatikan etika dengan cara berusaha sekuat daya setiap mengambil
keputusan didasakan atas prinsip kesejahteraan manusia.

2.4 Teknik Komunikasi Terapeutik


2.4.1 Mendengarkan (lestening)
Mendengar ( listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi
terapeutik Keliat, (1992). Mendengarkan adalah proses aktifdan penerimaan
informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesanyang diterima
Suryani, (2005). Untuk member kesempatan lebih banyak pada klien untuk
berbicara, maka perawat harus menjadi pendengar yang aktif. Selama
mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibicarakan klien dengan
penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak
memotong pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat
mempunyai waktu untuk mendengarkan. Ketrampilan mendengarkan penuh
perhatian adalah dengan:
1. Pandang klien ketika sedang bicara
2. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan
untuk mendengarkan
3. Sikap tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak
menyilangkan kaki atau tangan
4. Hindarkan gerakan yang tidak perlu
5. Angkat kepala jika klien membicarakan hal penting atau
memerlukan umpan balik
6. Condongkan tubuh kearah lawan bicara (pasien)

2.4.2 Bertanya
Bertanya (question) merupakan teknik yang dapat mendorong klien
untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Teknik berikut sering
digunakan pada tahap orientasi:
1. Pertanyaan fasilitatif (fasilitatif question)

10
Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika
pada saat bertanya perawat sensitive terhadap pikiran
dan perasaan serta secara langsung berhubungan dengan
masalah klien, sedangkan pertanyaan non fasilitatif (non
facilitative question) adalah pertanyaan yang tidak
efektif karena memberikan pertanyaan yang tidak fokus
pada masalah atau pembicaraan, bersifat mengancam,
dan tampak kurang pengertian terhadap klien
Suryani,(2005).
2. Pertanyaan terbuka atau tertutup
Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila
perawat membutuhkan jawaban yang banyak dari klien.
Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu mendorong
klien mengekspresikan dirinya Antai-Otong Suryani,
(2005).Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan
ketika perawat membutuhkan jawaban yang singkat.
2.4.3 Penerimaan
Yaitu mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku
yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan
berarti persetujuan. Penerimaan berarti bersedia untuk mendengarkan orang
lain tanpa menunjukan keraguan atau tidak setuju. Perawat sebaiknya
menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak
setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak
percaya.
2.4.4 Mengulangi (restating)
Mengulangi (restating) yaitu mengulang pokok pikiran yang
diungkapkan klien maksudnya adalah mengulangi pokok pikiran yang
diungkapkan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri. Gunanya untuk
menguatkan ungkapan klien dan member indikasi perawat mengikuti
pembicaraan atau memperhatikan klien dan mengharapkan komunikasi
berlanjut klien (Keliat, 1992 ).

11
2.4.5 Klarifikasi (clarification)
Klasifikasi (clarification) adalah penjelasan kembali ke idea tau
pikiran klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari
ungkapannya (Suryani, 2005). Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas,
tidak mendengar atau klien malu mengemukakan informasi, informasi yang
diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. Pada
saat klarifikasi perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan
klien, juga tidak boleh menambahkan informasi (Suryani, 2005). Fokus
utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan
klien sangat penting dalam memahami klien.
2.4.6 Refleksi ( reflection )
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan,
pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk
memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan
menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien (Suryani,
2005). Refleksi menganjurkan klien untuk mengungkapkan dan menerima
ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien
bertanya apa yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat
dapat menjawab; bagaimana menurutmu? Dengan demikian perawat
mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dank lien
mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan
berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan
kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian
dari orang lain.
2.4.7 Memfokuskan (focusing)
Memfokuskan (focusing) adalah bertujuan memberikan kesempatan
kepada klien untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi
klien pada pencapaian tujuan (Stuart dan Sundeen, 1995). Metode ini
dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga
pembahasan masalah lebih spesifik dan dimengerti dan mengarahkan
komunikasi klien pada pencapaian tujuan.

12
2.4.8 Diam ( silence )
Teknik diam digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien
sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan
kesempatan kepada perawadan klien untuk Mengorganisasi pikiran masing-
masing (Stuart dan Sundeen, 1995).
2.4.9 Memberikan Informasi ( informing )
Memberikan informasi tambahan merupakan tindakan penyuluhan
kesehatan untuk klien. Teknikini sangat membantu dalam mengajarkan
kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan
dengan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi tambahan yang
diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman
yang lebih baik tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam
memberikan alternative pemecahan masalah, (Suryani 2005).
2.4.10 Menyimpulkan (summerizing)
Menyimpulkan adalah teknik komunikasi yang membantu klien
mengeksporasi point penting dari interaksi perawat-klien. Teknik ini
membantu perawat dank lien untukmemiliki pikiran dan ide yang sama saat
mengakhiri pertemuan.
2.4.11 Mengubah Cara Pandang (reframing)
Teknik ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga
klien tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja (Suryani,
2005) sehingga memungkinkan klien untuk membuat
perencanaan yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya
2.4.12 Eksplorasi
Teknik ini bertujuan untuk mencari atau menggali lebih dalam
masalah yang dialami klien (Suryani, 2005) supaya masalah tersebut bisa
diatasi. Teknik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan
gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien.
2.4.13 Membagi Persepsi (Sharing perception)
(Stuart dan Sundeen, 1995), menyatakan membagi persepsi (sharing
perception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat

13
rasakan atau pikirkan. Teknik ini digunakan ketika perawat merasakan atau
melihat ada perbedaan antara respons verbal atau respons nonverbal dari
klien.
2.4.14 Identifikasi tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan
harus mampu menangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya
untuk meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting. (Stuart dan
Sundeen, 1995). Teknik ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk
memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan
klien.
2.4.15 Menganjurkan untuk Melanjutkan Pembicaraan
Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh
pembicaraan yang mengidentifikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa
yang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang dibicarakan selanjutnya.
Perawat lebih berusaha untuk menaksirkan dari pada mengarahkan
diskusi/pembicaraan.
2.4.16 Humor
Melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamine dan
hormone yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi
terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernafasan
dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau
menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.
(Suryani, 2005)
2.4.17 Memberikan Pujian
Memberikan pujian (reinforcement) merupakan keuntungan
psikologis yang didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat.
Reinforcement berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan
perilaku klien (Suryani, 2005). Reinforcement bias diungkapkan dengan
kata-kata ataupun melalui inyarat nonverbal.

14
2.4.18 Menawarkan Diri
Bukan tidak mungkin bahwa klien belum siap untuk berkomunikasi
secara verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat
dirinya dimengerti. Perawat menyediakan diri tanpa renpons bersyarat atau
respons yang diharapkan.
2.4.19 Memberikan Penghargaan
Memberi salam pada klien dan keluarga dengan menyebut namanya,
menunjukan kesadaran tentang perubahan yang terjadi, untuk menghargai
klien dan keluarga sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan
tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.
2.4.20 Asertif
Asertif adalah kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman
untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai
orang lain.

2.5 Fase-Fase Komunikasi Terapeutik Perawat-Klien


Stuart dan Sundeen (1995) mengenalkan empat fase “helping
relationships” yang berkembang secara berurutan dan tiap fase mempunyai
tugas yang berbeda. Fase hubungan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fase prainteraksi.
Pada fase prainteraksi, tugas keperawatan adalah (1) menggali
perasaan, fantasi, dan rasa takut dalam diri sendiri; (2) menganalisis
kekuatan dan keterbatasan profesional diri sendiri; (3) mengumpulkan data
tentang klien jika memungkinkan; (4) merencanakan pertemuan pertama
dengan klien.
2. Fase orientasi dan perkenalan.
Tugas keperawatan pada fase ini adalah
(1) menetapkan alasan klien untuk mencari bantuan;
(2) membina rasa saling percaya, penerimaan dan komunikasi terbuka;
(3) menggali pikiran, perasaan dan tindakan klien;
(4) mengidentifikasikan masalah klien;

15
(5) mendefinisikan tujuan dengan klien;
(6) merumuskan bersama kontrak termasuk nama, peran, tanggung jawab,
harapan, tujuan, tempat pertemuan, waktu pertemuan, kondisi untuk
terminasi, dan kerahasiaan.
3. Fase kerja.
Menurut Stuart dan Sundeen (1995) pada fase kerja, keperawatan bertugas;
(1) menggali stressor yang berhubungan;
(2) meningkatkan pengembangan penghayatan klien dan penggunaan
mekanisme koping yang konstruktif; dan
(3) membahas dan mengatasi perilaku resisten.
4. Fase Terminasi.
Dalam fase terakhir ini, keperawatan bertugas;
(1) membina kenyataan tentang perpisahan;
(2) meninjau kemajuan terapi dan pencapaian tujuan; dan
(3) menggali bersama perasaan ditolak, kehilangan, kesedihan dan
kemarahan serta perilaku yang terkait lainnya.
2.6 Hambatan dalam komunikasi terapeutik

2.1 Resistens
Resistens merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari
penyebab cemas atau kegelisahan yang dialami. Ini juga merupakan keengganan
alamiah atau penghindaran secara verbal yang dipelajari. Klien yang resisten
biasanya menunjukkan ambivalensi antara menghargai tetapi juga menghindari
pengalaman yang menimbulkan cemas padahal hal ini merupakan bagian normal
dalam proses terapeutik. Resisten ini sering akibat dari ketidaksesuaian klien untuk
berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resisten biasanya
diperlihatkan oleh klien pada fase kerja, karena pada fase ini sangat banyak berisi
proses penyelesaiaan masalah (Stuart danSundeen dalam Intan. 2005).
Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen , 1995)
a. Supresi dan represi informasi yang terkait
b. Intensifikasi gejala
c. Devaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan tentang masa depan

16
d. Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya kesembuhan
yang bersifat sementara
e. Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan ia tidak
mempunyai pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya, saat ia tidak
memenuhi janji untuk pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu sesi, lupa, diam,
atau mengantuk
f. Pembicaraan yang bersifat permukaan/ dangkal
g. Penghayatan intelektual dimana klien memverbalisasi pemahaman dirinya
dengan menggunakan istilah yang tepat namun tetap berprilaku maladaptive, atau
menggunakan mekanisme pertahanan intelektualisasi tanpa diikuti penghayatan
h. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai
penghayatan tetap menolak memikul tanggung jawab untuk berubahdengan alas an
bahwa normalitas adalah hal yang tidak penting
i. Reaksi transference (respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan
sakit terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dengan kehidupan
yang dulu)
j. Perilaku amuk atau tidak rasional

2.2 Transference
Transference merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku
terhadap perawat yang sebetulnya berawal dari berhubungan dengan orang-orang
tertentu yang bermakna baginya pada waktu dia masih kecil (Stuart dan Sundeen ,
1995)
Reaksi transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hal ini
diabaikan dan tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis utama
reaksi transference yaitu reksi bermusuhan dan tergantung.

Contoh reaksi transference bermusuhan (Intan, 2005) :


Bungkus (15 tahun) adalah klien yanag dirawat dirumah sakit karena demam
berdarah. Tanpa sebab yang jelas klien ini marah-marah kepada perawat Gengki.
Setelah dikaji, ternyata Gengki ini mirip pacar si Bungkus yang pernah menyakiti

17
hatinya. Hal ini dikarenakan klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat
yang pada dasarnya terkait dengan tokoh kehidupan yang lalu.

Contoh reaksi transference tergantung ( Intan, 2005) :


Seorang klien, Sinchan (18 tahun), dirawat oleh perawat bidadari. Perawat itu
mempunyai wajah dan suara mirip Ibu klien, sehingga dalam setiap tindakan
keperawatan yang harus dilakukan selalu meminta perawat bidadari yang
melakukannya.

2.3 Coutertransference
Coutertrasference merupakan kebutuhan terapeutik yang di buat oleh
perawat dan bukan oleh klien. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan perawat-
klien.
Beberapa bentuk countransference ( Stuart dan Sundeen dalamIntan, 2005):
a. Ketidakmampuan berempati terhadap klien dalam masalah tertentu.
b. Menekan perasaan selama atau sesudah sesi.
c. Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontrak dengan datang terlambat,
atau melampaui waktu yang telah ditentukan.
d. Mengantuk selama sesi.
e. Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan klien untuk berubah.
f. Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau efeksi klien.
g. Berdebat dengan klien atau kecendrungan untuk memaksa klien sebelum ia siap.
h. Mencoba untuk menolong klien dalam segala hal tidak berhubungan dengan
tujuan keperawatan yang telah diidentifikasi.
i. Keterlibatan dengan klien dalam tingkat personal dan sosial.
j. Melamunkan atau memikirkan klien.
k. Fantasi seksual atau agresi yang diarahkan kepada klien.
l. Perasaan cemas, gelisah atau persaan bersalah terhadap kien
m. Kecendrungan untuk memusatkan secara berulang hanya pada satu aspek atau
cara memandang pada informasi yang di berikan klien.
n. Kebutuhan untuk mempertahankan intervensi keperawatan dengan klien.

18
Reaksi coutrtrasference biasanya dalam tiga bentuk ( Stuart danSundeen dalam
Intan, 2005):
a. Reaksi sangat mencintai atau “caring”.
Perawat Dono melakukan perawatan pada klien dini dengan cara yang
berlebih-lebihan yaitu dengan cara ,masih berlama-lama mengobrol dengan klien
tersebut padahal masih banyak klien yang perlu di tangani.perawat Dono juga
mencoba menolong klien dengan segala hal yang tidak berhubungan dengan tujuan
yang telah diidentifikasi.
b. Reaksi sangat bermusuhan.
Perawat Dora mempunyai klien yang sangat Menjenkelkan.Derry (25 tahun) Derry
ini selalu marah-marah dan menjengkelkan perawat Dora sangat dendam pada
klienini dan selalumengacuhkan Derry meskipun dia membutuhkan pertolongan
c. Reaksi sangat cemas sering kali di gunakan sebagai respon terhadap resistensi.

Lima cara mengidentifikasikan terjadi countertransference


(StuartG.Wdalam Suryani,2006):
a. Perawat harus mempunyai standaryang sama terhadap dirinya sendiriatas apa
yang di harapkan kepada kliennya.
b. Perawat harus menguji diri sendiri melalui latihan menjalin hubungan, terutama
ketika klien menentang atau mengeritik.
c. Perawat harus dapat menemukan sumber masalahnya.
d. Ketika countertrasference terjadi, perawat harus dapat melatih diri untuk
mengontrolnya.
e. Jika perawat membutuhkan pertolongan dalam
mengatasicountertransference, pengawasan secara individumaupun kelompok
dapat lebih membantu.

2.4 Pelanggaran batas.


Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien. Batas hubungan
perawat-klien adalah bahwa hubungan yang di bina adalah hubungan
terapeutik,dalam hubungan ini perawat berperan sebagai penolong dan klien

19
berperan sebagai yang di tolong. Baik perawat maupun klien harus menyadari batas
tersebut (Suryani, 2006).
Pelanggaran batas terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang
terapeutik dan membina hubungan sosial, ekonomi, atau personal dengan klien.
Beberapa batas hubungan perawat dank lien (stuart dansundeen,
dalam Intan, 2005)
a. Batas peran
Masalah batas peran ini memerlukan wawasan dan pengetahuan yang luas dari
perawat serta penentuan secara tegas mengenai batas-batas terapeutik perawat dan
klien.
b. Batas waktu
Penetapan waktu perlu dilakukan dimana perawat mengadakan hubungan
terapeutiknya dengan klien. Waktu pengobatan atau hubungan terapeutik yang
tidak wajar dan tidak mempunyai tujuan terapeutik harus dievaluasi kembali untuk
mencegah terjadinya pelanggaran batas.
c. Batas tempat dan ruang
Misalnya wawancara dimana? Kapan dan berapa lama?
Batas ini biasanya berhubungan dengan perawatan yang dilakukan . Pemanfaatan
terapeutik diluar kebiasaan misalnya dimobil atau dirumah klien, harus dengan
tindakan terapeutik yang rasional dan mempunyai tujuan yang jelas. Perawat tidak
di perbolehkan t dalam melakukan tindakan dikamar klien kadang perlu
menghormati batas-batas tertentu misanya pintu terbuka atau ada pegawai yang
lain.
d. Batas uang
Batas ini berhubungan dengan penghargaan klien dengan perawat berupa uang.
Disini juga perluadanya perhatian mengenai tawar-menawar terhadap klien miskin
tentang biaya pengobatan untuk mencegah timbulnya pelanggaran batas.
e. Batas pemberian hadiah dan pelayanan
Masalah ini controversial dalam keperawatan, namun yang pasti hal ini melanggar
batas.
f. Batas pakaian

20
Batas ini berhubungan dengan kebutuhan perawat dalam berpakaian secara tepat
dalam hubungan terapeutik perawat dank lien. Dimana perawat tidak diperbolehkan
memakai pakaian yang tidak sopan.
g. Batas bahasa ;
Perawat perlu memperhatikan nada bicara dan pilihan kata ketika komunikasi
dengan klien. Tidak terlalu akrab, mengarah sikap seksul dan memberikan pendapat
dengan nada menggurui merupakan pelanggaran batas.

h. Batas pengungkapan diri secara personal;


Mengungkapkan diri secara personal dari perawat yang tidak berhubungan dengan
tujuan terapeutik dapat mengarah kepada pelanggaran batas.
i. Batas kontak fisik;
Semua kontak fisik dengan klien harus dievaluasi untuk melihat apakah melanggar
batas atau tidak. Beberapa jenis kontak fisik/ seksual terhadap kien yang tidak
pernah tercangkup dalam hubungan terpeutik antara perawat dengan klien.

Untuk mencegah terjadinya pelanggaran batas dalam berhubungan dengan


klien, perawat sejak awal interkasi perlu menjelaskan atau membuat kesepakatan
bersama klien tentang hubungan yang mereka jalin. Kemudian selama berinteraksi
perawat harus berhati-hatidalam berbicara agar tidak banyak terlibat dalam
komunikasi sosial. Dengan selalu berfokus pada tujuan interaksi, perawat bisa
terhindar daripelanggaran terhadap batas-batas dalam berhubungan dengan
klien.selalu mengingatkan kontrak dan tujuan interaksi setiap kali bertemu dengan
klien juga dapat menghindari pelanggaran batas ini.(Suryani 2006).
Contoh pelagggaran batas yaitu (Intan 2005):
- Klien mengajak makan perawat siang atau maka malam di luar.
- Klien memperkenalkan perawat pada keluarganya.
- Perawat menerimah pemberian hadiah dari bisis klien.
- Perawat menghadiri acara-acara sosial.
- Klien member perawat hadiah.
- Perawat secara rutin memeluk dan memegang klien.
- Perawat menjalankan bisnis atau memesan pelayanan dari klien.

21
- Perawat secara teratur memberi informasi personal kepada klien.
- Hubungan professional berubah menjadi hubungan sosial.
- Perawat menghadiri undangan klien.

2.5 Pemberian hadiah


Pemberian hadia merupakan masalah yang kontroversial dalam
keperawatan. Disatu pihak ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah dapat
membantu dalam mencapai tujuan terapeutik, tapi dipihak lain ada yang
menyatakan bahwa pemberian hadiah bisa merusak hubungan terapeutik.
Hadiah dapat dalam berbagai bentuk misalnya yang nyata seperti sekotak permen,
rangkaian bunga, rajutan atau lukisan. Sedangkan yang tidak nyata bisa berupa
ekspresi ucapan terima kasih dari klien kepada perawat sebagai orang yang akan
meninggalkan rumah sakit atau dari anggota keluarga yang lega dan berterima kasih
atas bantuan perawat dalam meringankan beban emosional klien.

2.6 Cara mengatasi hambatan komunikasi


Untuk mengatasi hambatan teurapeutik, perawat harus siap mengungkapkan
perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat -pasien.
Awalnya , perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan teurapeutik
dan mengenali prilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Kemudian
perawat dapat mengklarifikasi dan mengungkapkan perasaan serta isi agar lebih
berfokus secara objektif pada apa yang sedang terjadi.
Latar belakang prilaku dikaji, baik pasien (untuk reaksi resistens dan transferensa)
atau perawat (untuk reaksi kontertransferens dan pelanggaran batasan) bertanggung
jawab terhadap hambatan teurapeutik dan dampak negatifnya pada proses
teurapeutik. Terakhir, tujuan hubungan, kebutuhan, dan masalah pasien ditinjau
kembali. Hal ini dapat membantu perawat untuk membina kembali kerja sama
teurapeutik yang sesuai dengan proses hubungan perawat-pasien.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan seorang
perawat dengan teknik-teknik tertentu yang mempunyai efek penyembuhan.
Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk membina hubungan saling
percaya terhadap pasien dan pemberian informasi yang akurat kepada pasien,
sehingga diharapkan dapat berdampak pada perubahan yang lebih baik pada pasien
dalam menjalanakan terapi dan membantu pasien dalam rangka mengatasi
persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan. Komunikasi terapeutik bertujuan
untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau adaptif dan
diarahkan pada pertumbuhan klien

3.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan diharapkan dapat mengetahui dengan
lebih jelas materi komunikasi tentang komunikasi terapeutik.

23
DAFTAR PUSTAKA

Fatmawati S. 2010. Komunikasi Keperawatan plus Materi Komunikasi Terapeutik,


Yogyakarta: Nuha Medika
Keliat, BA. 1992. Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, Jakarta: EGC
Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan:Aplikasi Dalam Pelayanan,
Yogyakarta: Graha Ilmu
Purwanto H. 1994. Komunikasi Untuk Perawat, Jakarta: EGC
Suryani. 2005. Komunikasi Terapeutik Teori dan Praktik, Jakarta: EGC

24

You might also like