You are on page 1of 21

CASE STUDY 3

PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN


KONSEP SEKSUALITAS

Disusun Oleh:
Kelompok VII

Ervina Dwi Atika Arisandi 1610913320009


Ilham Budi Prawira 1610913310014
Nadila 1610913320027
Nur Millah Tsariy 1610913320033
Rahmad 1610913210015
Sayyidina Scleropages 1610913210020
Siti Syifa Agustina 1610913120015
Yulia Rahayu 1610913120017

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Dosen Pengampu : Selvia Harum Sari, Ns.

Kelompok : VII (Tujuh)

Nama Anggota : Ervina Dwi Atika Arisandi 1610913320009

Ilham Budi Prawira 1610913310014

Nadila 1610913320027

Nur Millah Tsariy 1610913320033

Rahmad 1610913210015

Sayyidina Scleropages 1610913210020

Siti Syifa Agustina 1610913120015

Yulia Rahayu 1610913120017

Banjarbaru, 5 Maret 2018


Dosen Pembimbing,

Selvia Harum Sari, Ns.


BAB I
KASUS

Topik: Konsep Seksualitas


Tn. Tomi, usia 50 tahun, suku Banjar, mengalami serangan jantung 3 minggu yang
lalu. Tn. Tomi juga memiliki diabetes mellitus.Tn. Tomi mau bekerja sama dengan
baik dalam pengobatan dan program rehabilitasi cardiac. Diabetes mellitus nya
dikontrol dengan diet dan saat ini obat yang diminum oleh Tn. Tomi adalah aspirin
yang diminum setiap hari dan obat antihipertensi.
Selama pemeriksaan rutin, Anda sebagai perawat bertanya bagaimana perasaannya,
apakah ada keluhan yang dirasakannya, dan apakah Tn. Tomi meminum obatnya
dengan rutin. Dengan enggan, dia mengakui bahwa dia mengalami beberapa masalah
seksual. Anda mendorong diskusi lebih lanjut mengenai masalah ini dengan
menunjukkan minat dan menjelaskan bahwa tidak masalah baginya untuk berbagi
masalah yang ia alami kepada Anda. Tn. Tomi kemudian mengatakan bahwa dia
mengalami beberapa kesulitan untuk melakukan hubungan suami istri.

Diskusikan mengenai:
1. Konsep tentang seksualitas (dimensi seksualitas, identitas seksual, dan orientasi
seksual)
2. Perkembangan seksual (masa bayi, masa usia bermain dan prasekolah, masa usia
sekolah, pubertas dan masa remaja, masa dewasa, dan masa dewasa tua [lansia])
3. Kesehatan seksual (komponen kesehatan seksual)
4. Faktor yang memengaruhi seksualitas
5. Siklus respon seksual (model Master & Johnson)
6. Masalah yang berhubungan dengan seksualitas
7. Proses keperawatan dan seksualitas (pertanyaan dasar mengenai seksualitas yang
harus perawat tanyakan saat pengkajian, merumuskan diagnosis keperawatan,
dan merencanakan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami masalah
seksual)
BAB II
LAPORAN STUDI KASUS

1. Konsep tentang seksualitas (dimensi seksualitas, identitas seksual, dan


orientasi seksual)
Konsep tentang seksualitas.
Seksualitas merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Lingkup
seksualitas suatu yang lebih luas dari pada hanya sekedar kata seks yang merupakan
kegiatan hubungan fisik seksual. Kondisi Seksualitas yang sehat juga menunjukkan
gambaran kualitas kehidupan manusia, terkait dengan perasaan paling dalam, akrab
dan intim yang berasal darilubuk hati yang paling dalam, dapat berupa pengalaman,
penerimaan dan ekspresi diri manusia.Seks adalah perbedaan badani atau biologis
perempuan dan laki-laki, yang sering disebut jenis kelamin yaitu penis untuk laki-laki
dan vagina untuk perempuan.
Dimensi Seksualitas
Seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas, yaitu dimensi
biologis, sosial, perilaku dankultural. Seksualitas dari dimensi biologis berkaitan
dengan organ reproduksi dan alatkelamin, termasuk bagaimana menjaga kesehatan
dan memfungsikan secara optimal organ reproduksi dan dorongan seksual (BKKBN,
2006).
Seksualitas dari dimensi psikologis erat kaitannya dengan bagaimana
menjalankan fungsi sebagai mahluk seksual, identitas peran atau jenis (BKKBN,
2006).Dari dimensi sosial dilihat pada bagaimana seksualitas muncul dalam
hubungan antar manusia, bagaimana pengaruh lingkungan dalam membentuk
pandangan tentang seksualitas yang akhirnya membentuk perilaku seks (BKKBN,
2006).
Dimensi perilaku menerjemahkan seksualitas menjadi perilaku seksual, yaitu
perilaku yang muncul berkaitan dengan dorongan atau hasrat seksual (BKKBN,
2006).
Orientasi Seksual
Orientasi seksual terdiri dari tiga, yaitu :
a. Homoseksual : ketertarikan pada jenis kelamin yang sama, laki - laki tertarik
pada laki - laki (gay), perempuan tertarik pada perempuan (lesbian). Secara
kasat mata, dilihat dari jenis kelaminnya, waria termasuk dalam penggolongan
homoseksual, tetapi fenomena waria tidaklah sesederhana itu. Aspek
psikologis lebih dominan dimana waria lebih suka diklasifikasikan ke dalam
pengglongan identitas gender.
b. Heteroseksual : ketertarikan pada jenis kelamin yang berbeda, laki - laki
tertarik pada perempuan dan sebaliknya.
c. Biseksual : ketertarikan pada semua jenis kelamin, laki - laki tertarik pada
perempuan dan laki - laki, perempuan tertari pada perempuan dan laki - laki.
Identitas Seksual
Identitas Seksual adalah bagaimana seseorang mendefinisikan dan
memperkenalakan dirinya di masyarakat mengacu pada orientasi seksual tertentu
Macam - macam identitas seksual:
Identitas seksual mengacu pada penggolongan orientasi seksual :
a. Homoseksual
b. Heteroseksual
c. Biseksual

Identitas seksual merupakan "pengakuan seseorang kepada masyarakat


tentang orientasi seksualnya. Identitas seksual seseorang bisa sama dengan orientasi
seksualnya, tetapi bisa jua berbeda. Identitas seksual merupakan pilihaan.
Berdasarkan kasus tersebut tn tomi yang mengalami masalah seksual karena
kesulitan akibat penyaklit yang dideritanya Pria penderita diabetes dapat menderita
beberapa masalah yang berkaitan dengan komplikasi diabetes terhadap syaraf dan
pembuluh darah kecil. Dalam hal ini, yang paling sering muncul adalah disfungsi
erektil (ED/ Erectile Dysfunction) di mana seorang pria tidak dapat memunculkan
atau mempertahankan kemampuan ereksinya untuk penetrasi saat hubungan seksual.
Sehingga membuat Tn. Tomi mengalami kesulitan.

2. Perkembangan seksual (masa bayi, masa usia bermain dan prasekolah,


masa usia sekolah, pubertas dan masa remaja, masa dewasa, dan masa
dewasa tua [lansia])
Perkembangan seksual di awali dari masa pre natal dan bayi, kanak-kanak,
masa pubertas, masa dewasa muda dan pertengahan umur, serta dewasa.
1. Masa prenatal dan bayi
Pada masa ini komponen fisik atau biologis sudah mulai berkembang.
Berkembangnya organ seksual mampu merespon rangsangan, seperti adanya ereksi
penis pada laki-laki dan adanya pelumas vagina pada wanita. Perilaku ini terjadi
ketika mandi, bayi merasakan adanya perasaan senang. Menurut Sigmund Freud,
tahap perkembangan psikoseksual pada masa ini adalah :
a. Tahap Oral, terjadi pada umur 0-1 tahun. Kepuasan, kesenangan atau
kenikmatan dapat dicapai dengan cara menghisap, menggigit, mengunyah,
atau bersuara. Anak memiliki ketergantungan yang sangat tinggi dan selalu
minta dilindungi untuk mendapatkan rasa aman. Masalah yang di peroleh
pada masa ini adalah masalah menyapih dan makan.
b. Tahap Anal, terjadi pada umur 1-3 tahun. Kepuasan pada tahap ini terjadi
pada saat pengeluaran feses. Anak mulai menunjukan keakuannya, sikapnya
sangat narsistik (cinta terhadap diri sendiri), dan egois. Anak juga mulai
mempelajari struktur tubuhnya. Pada tahap ini anak sudah dapat di latih dalam
hal kebersihan.
2. Masa Kanak-kanak
Masa ini di bagi dalam usia prasekolah, dan sekolah. Perkembangan seksual
pada masa ini di awali secara biologis atau fisik, sedangkan perkembangan
psikoseksual pada masa ini adalah :
a. Tahap oedipal/phalik, terjadi pada umur 3-5 tahun. Kepuasan anak terletak
pada rangsangan otoerotis, yaitu meraba-raba, merasakan kenikmatan dari
beberapa erogennya. Anak juga mulai menyukai lain jenis. Anak laki-laki
cenderung lebih suka sama ibunya dari pada ayahnya, sebaliknya anak
perempuan lebih suka ayahnya. Anak mulai dapat mengidentifikasi jenis
kelamin dirinya, apakah laki-laki atau perempuan, belajar melalui interaksi
dengan figur orang tua, serta mulai mengembangkan peran sesuai dengan
jenis kelaminnya.
b. Tahap Laten, terjadi pada umur 5-12 tahun. Kepuasan anak mulai terintegrasi,
mereka memasuki masa pubertas dan berhadapan langsung pada tuntutan
sosial, seperti suka berhubungan dengan kelompoknya atau teman sebaya,
dorongan libido mulai berbeda. Pada masa sekolah ini, anak sudah banyak
bertanya tentang hal seksual melalui interaksi dengan orang dewasa, membaca
atau berfantasi.
3. Masa Pubertas / Remaja
Pada masa ini sudah terjadi kematangan fisik dari aspek seksual dan akan
terjadi kematangan secara psikososial. Terjadinya perubahan secara psikologis ini
ditandai dengan adanya perubahan dalam citra tubuh (body image) , perhatian yang
cukup besar terhadap fungsi tubuh, pembelajaran tentang perilaku, kondisi sosial,
dan perubahan lain, seperti perubahan berat badan, tinggi badan, perkembangan otot,
bulu di pubis, buah dada atau mentruasi bagi wanita. Tahap yang di sebut oleh Freud
sebagai tahap genital ini terjadi pada umur 12 - 18 tahun. Kepuasan anak pada tahap
ini akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan cinta yang matang terhadap
lawan jenis.
4. Masa Dewasa Muda dan Pertengahan Umur.
Pada tahap ini perkembangan secara fisik sudah cukup dan ciri seks sekunder
mencapai puncaknya, yaitu antara umur 18-30 tahun. Pada masa pertengahan umur
terjadi perubahan hormonal; pada wanita di tandai dengan penurunan estrogen,
pengecilan payudara dan jaringan vagina, penurunan cairan vagina, selanjutnya akan
terjadi penurunan reaksi ereksi; pada pria di tandai dengan penurunan ukuran penis
serta penurunan semen. Dari perkembangan psikososial, sudah mulai terjadi
hubungan intim antara lawan jenis, proses pernikahan dan memiliki anak, sehingga
terjadi perubahan peran.
5. Masa Dewasa Tua
Perubahan yang terjadi pada tahap ini pada wanita di antaranya adalah atrofi
pada vagina dan dan jaringan payudara, penurunan cairan vagina, dan penurunan
intensitas orgasme pada wanita; sedangkan pada pria akan mengalami penurunan
produksi sperma, berkurangnya intensitas orgasme, terlambatnya pencapaian ereksi,
dan pembesaran kelenjar prostat

Berdasarkan kasus diatas klien memasuki tahap perkembangan seksual masa


dewasa tua yang dimana diketahui bahwa dari kasus tersebut umur klien berusia 50
tahun dimana pada pria akan mengalami penurunan produksi sperma, berkurangnya
intensitas orgasme, dan terlambatnya percapaian ereksi

3. Kesehatan seksual (komponen kesehatan seksual)


Konsep seksual diri yaitu nilai tentang kapan, dimana, dengan siapa dan
bagaimana seseorang mengekspresikan seksualitasnya. Konsep seksual diri yang
negatif menghalangi terbentuknya suatu hubungan dengan orang lain.
a. Body image yaitu pusat kesadaran terhadap diri sendiri, secara konstan dapat
berubah. Bagaimana seseorang memandang (merasakan) penampilan tubuhnya
berhubungan dengan seksualitasnya: Kehamilan, proses penuaan, trauma,
penyakit, dan terapi tertentu. Contoh : wanita bentuk tubuh dan ukuran payudara,
Pria ukuran penis.
b. Identitas gender yaitu suatu pandangan mengenai jenis kelamin seseorang, sebagai
laki-laki atau perempuan, mencakup komponen biologi, juga norma sosial dan
budaya.
c. Orientasi seksual (identitas seksual) adalah bagaimana seseorang mempunyai
kesukaan berhubungan intim dengan orang lain, dengan lawan jenis atau sejenis.
Berdasarkan kasus diatas komponen kesehatan seksual yang dialami klien
adalah normal karena orientasi seksual dengan lawan jenis memiliki keinginan untuk
berhubungan suami istri tetapi pada komponen body image klien merasakan kesulitan
saat melakukan hubungan intim dikarenakan penyakit yang dideritanya.

4. Faktor yang memengaruhi seksualitas


Faktor-faktor yang mempengaruhi pada seksualitas yaitu:
1. Faktor Fisik
Klien dapat mengalami penurunan keinginan seksual karena alasan fisik,
karena bagaimanapun aktivitas seks bisa menimbulkan nyeri dan
ketidaknyamanan. Kondisi fisik dapat berupa penyakit ringan/berat, keletihan,
medikasi maupun citra tubuh. Citra tubuh yang buruk terutama disertai
penolakan atau pembedahan yang mengubah bentuk tubuh menyebabkan
seseorang kehilangan gairah.
2. Faktor Hubungan
Masalah dalam berhubungan (kemesraan, kedekatan ) dapat mempengaruhi
hubungan seseorang untuk melakukan aktivitas seksual. Hal ini sebenarnya
tergantung dari bagaimana kemampuan mereka dalam berkompromi dan
bernegosiasi mengenai seksual yang dapat diterima dan menyenangkan.
3. Faktor Gaya Hidup
Gaya hidup disini meliputi penyalahgunaan alkohol dan aktivitas seks,
ketersediaan waktu mencurahkan perasaan dan berhubungan, dan penentuan
waktu yang tepat untuk aktivitas seks. Penggunaan alkohol dapat
menyebabkan rasa sejahtera atau gairah palsu dalam tahap awal seks dengan
efek negatif yang jauh lebih besar dibanding perasaan eforia palsu tersebut.
Sebagian klien mungkin tidak mengetahui bagaimana mengatur waktu antara
bekerja dengan aktivitas seksual,sehingga pasangan yang sudah merasa lelah
bekerja merasa kalau aktivitas seks merupakan beban baginya.
4. Faktor Harga Diri
Jika harga dirinya seksual tidak di perlihara dengan mengembangkan perasaan
yang kuat tentang seksual diri dan dengan mempelajari ketrampilan
seksual,aktivitas seksual mungkin menyebabkan perasaan negatif atau tekanan
perasaan seksual (Purnawan,2004).
5. Meningkatnya Seksualitas
Usia kematangan seksual bagi remaja putri pada saat usia haid pertama 13
tahun. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk
tingkah laku seksual tertentu, semakin tinggi dorongan seksual maka tingkat
perilaku seksualnya juga semakin tinggi.
6. Penundaan Usia Perkawinan
Adanya undang-undang perkawinan yang menetapkan batas usia menikah
sedikitnya 17 tahun untuk wanita dan 20 tahun untuk pria. Norma sosial
makin lama makin menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, persiapan mental. Norma agama yang
melarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah.
7. Kultur / budaya
berpakaian,tata cara pernikahan, perilaku yang diharapkan sesuai norma.
Peran laki-laki dan perempuan mungkin juga akan dipengaruhi budaya
8. Nilai-nilai agama
Aturan atau batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan terkait seksualitas.
Misalnya larangan aborsi, hubungan seks tanpa nikah
9. Status Kesehatan
Klien dapat mengalami penurunan keinginan seksual karena alasan fisik.
Medikasi dapat mempengaruhi keinginan seksual. Citra tubuh yang buruk,
terutama ketika diperburuk oleh perasaan penolakan atau pembedahan yang
mengubah bentuk tubuh, dapat menyebabkan klien kehilangan perasaannya
secara seksual.
10. Hospitalisasi
a. Kesepian, tidak lagi memiliki privasi, merasa tidak berguna.
b. Beberapa klien di rumah sakit mungkin dapat berperilaku secara seksual
melalui pengucapan kata-kata kotor, mencubit,dll
c. Klien yang mengalami pembedahan dapat merasa kehilangan harga diri
dan perasaan kehilangan yang mencakup maskulinitas dan femininitas.

Berdasarkan kasus diatas faktor yang mempengaruhi seksualitas Tn.tomi


adalah faktor fisik , faktor gaya hidup, status kesehatan klien dan hospitalisasi pada
faktor fisik klien menderita penyakit diabetes, klien dapat mengalami penurunan
keinginan seksual karena alasan fisik, karena bagaimanapun aktivitas seks bisa
menimbulkan nyeri dan ketidaknyamanan. pada faktor gaya hidup klien dituntut
meminum obat untuk mengontrol penyakitnya sehingga menimbulkan efek samping
ketidaknyamanan pada saat berhubungan seksual, pada status kesehatan klien
mengalami gangguan pada fisiknya karena menderita diabetes yang dapat
menyebabkan klien kehilangan perasaannya secara seksual, sedangkan pada
hospitalisasi klien yang mengalami penyakit diabetes akan merasa kehilangan harga
diri yang mencakup kehilangan maskulinitas.

5. Siklus Respon Seksual (Model Master & Johnson)


Siklus respon seksual adalah tahapan yang terjadi saat kita melakukan
kegiatan seksual. Secara ilmiah siklus respon seksual diartikan sebagai perubahan
fisik dan emosional yang terjadi saat seseorang terangsang dan merangsang secara
seksual melalui kegiatan seksual. Siklus respon seksual dapat anda rasakan saat
berhubungan seksual dan masturbasi.
Siklus respon seksual dengan fase-fase excitement, plateu, orgasmus dan
resolusi. Fase-fase ini adalah akibat dari vasokontriksik dan miotonia, yang
merupakan respon fisiologis dasar dari rangsangan seksual (master dan johnson,
1996).
Menurut Master dan Johnson (1966) siklus respon seksual terdiri dari fase
excitement, plateu, orgasmus, dan resolusi.
1. Tahap Excitement (peningkatan bertahap dalam rangsangan seksual)
Tubuh memperlihatkan perubahan dan tanda terangsang dan bangkitan seksual.
Dengan tanda yang bisa diperhatikan seperti dimulainya ereksi penis, ereksi
klitoris, lubrikasi awal hingga kelamin mengembang karena aliran darah menuju
kelamin.
a) Yang terjadi pada wanita pada tahap ini adalah:
 Lubrikasi vaginal: yaitu dinding vagina berkeringat
 Ekspansi 2/3 bagian dalam rongga vagina (lorong vagina membuka)
 Peningkatan sensitivitas dlam pembesaran klitoris serta labia
 Terjadi ereksi puting dan peningkatan ukuran payudara
b) Yang terjadi pada pria pada tahap ini adalah:
 Ereksi penis (penambahan besar penis dari yang sebelumnya)
 Penebalan dan elevasi skrotum
 Pembesaran skrotum
 Ereksi puting susu dan pembengkakan (tumescence)
2. Tahap Plateu (penguatan respon fase exicetement)
Bangkitan seksual terus meningkat dan terpelihara terus dalam jangka waktu yang
relatif lama sebelum klimaks seksual. Ereksi meningkat, lubrikasi bertambah dan
semakin banyak, dan saat ini penetrasi kelamin dalam hubungan seksual terjadi
dalam durasi lebih lama di banding fase lainnya.
a) Yang terjadi pada wanita pada tahap ini adalah:
 Pembesaran klitoris (retraksi klitoris di bawah topi klitoris)
 Pembentukan platform orgasmus: pembengkakan 1/3 luar vagina dan labia
minora
 Elevasi serviks dan uterus: perubahan warna kulit yang tampak hidup pada
labia minora
 Pembesaran areola dan payudara
 Peningkatan tegangan otot dan pernafasan
 Peningkatan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi
pernafasan
b) Yang terjadi pada pria pada tahap ini adalah:
 Peningkatan ukuran glans (ujung) penis
 Peningkatan intensitas warna glans
 Elevasi dan peningkatan 50% ukuran testis
 Peningkatan tegangan otot dan pernafasan
 Peningkatan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi
pernafasan
3. Tahap Orgasmus (penyaluran kumpulan darah dan tegangan otot)
Pencapaian klimaks atau puncak dari ketegangan seksual. Yang ditandai
dengan kontraksi atau mengejangnya otot-otot tanpa disadari, puting payudara teras
lebih keras lagi, detak jantung sangat meningkat, rasa nikmat yang luar biasa dengan
terkadang disertai desahan kuat. Pada laki-laki umumnya disertai dengan ejakulasi.
a) Yang terjadi pada wanita pada tahap ini adalah:
 Kontraksi volunter platformorgasmik, uterus, rektal, spinter uretral, dan
kelompok otot lain
 Hiperventilasi dan peningkatan frekuensi jantung
 Memuncaknya frekuensi jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernafasan
b) Yang terjadi pada pria pada tahap ini adalah:
 Penutupan sfinter urinarius internal
 Sensasi ejakulasi yang terjadi tertahankan
 Kontraksi duktus deferens vesikel seminalis prostat dan duktus ejakulatorius
 Relaksasi sfinter kandung kemih eksternal
 Memuncaknya frekuensi jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernafasan
 Ejakulasi
4. Tahap Resolusi (fisiologis dan psikologis kembali ke dalam keadaan tidak
terangsang)
Relaksasi dan kembali ke keadaan semula sebelum mengalami rangsangan
seksual. Ereksi penis kembali mengendur, ereksi klitoris mengendur ke arah normal,
lubrikasi berhenti, detak jantung kembali melambat, tubuh menjadi letih dan lemas.
Semua kembali ke normal dan seringkali menjadi tidur.
a) Yang terjadi pada wanita pada tahap ini adalah:
 Relaksasi bertahap pada dinding vagina
 Perubahan warna yang cepat pada dinding labia minora
 Berkeringat
 Secara bertahap frekuensi jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernafasan
kembali normal
 Wanita mampu kembali mengalami orgasmus karena tidak mengalami periode
refraktori seperti yang terjadi pada pria
b) Yang terjadi pada pria pada tahap ini adalah:
 Kehilangan eresi penis
 Periode refraktori ketika dilanjutkan stimulasi menjadi tidak enak
 Reaksi berkeringat
 Penurunan testis
 Secara bertahap frekuensi jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernafasan
kembali normal.

Di lihat dari grafik, laki-laki umumnya hanya bisa menjalani siklus dengan satu kali
orgasme saja (grafik kuning). Sedangkan pada perempuan, jika rangsangan cukup,
bisa terjadi orgasme berulang atau multiorgasme (grafik biru).

Berdasarkan kasus diatas pada tahap siklus seksualitas klien mengalami


kendala dalam berhubungan seksualitas dikarenakan penyakit yang diderita klien,
karena Siklus respon seksual yang dirasakan saat berhubungan seksual, dan
berdasarkan kasus pasien mengalami kesulitan saat melakukan hubungan suami istri
sehingga siklus seksualitasnya terganggu
6. Masalah keperawatan Pada Seksualitas.
Masalah keperawatan yang terjadi pada kebutuhan seksual adalah pola seksual
dan perubahan disfungsi seksual. Pola seksual mengandung arti bahwa suatu kondisis
seorang individu mengalami atau berisiko mengalami perubahan kesehatan seksual,
sedangkan kesehatan sendiri adalah integrasi dari aspek somatic, emosional,
intelektual, dan social dari keberadaan seksual yang dapat meningkatkan rasa cinta,
komunikasi, dan kepribadian. Disfungsi seksual adalah keadaan dimana seseorang
mengalami atau berisiko mengalami perubahan fungsi seksual yang negative, yang di
pandang sebagai tidak berharga dan tidak memadainya fungsi seksual.
Beberapa Masalah Yang Berhubungan Dengan Seksualitas
1. Penganiayaan seksual :
a. Mencakup tindak kekerasan pada wanita, pelecehan seksual, perkosaan,
pedofilia, pornografi anak
b. Efek traumatik --- masalah fisik dan psikologis --- disfungsi seksual. Contoh :
Ibu yang yang mengalami penganiayaan selama masa kehamilan cenderung
melahirkan anak dengan berat badan lahir rendah.
c. Anak-anak yang mengalami penganiayaan dapat berisiko terhadap masalah
kesehatan, emosional, kinerja di sekolah dan dapat terjadi peningkatan
keagresifan dan menjadi orang dewasa yang suka melakukan tindak
kekerasan.
d. Dukungan perlu diberikan kepada korban dan keluarga. Pelaku penganiayaan
harus dilaporkan kepada yang berwenang.
2. Aborsi :
a. Dilakukan oleh wanita yang telah menikah maupun oleh wanita yang
berhubungan seks sebelum nikah.
b. Kontroversi baik yang pro maupun kontra.
c. Klien mungkin dapat mangalami rasa bersalah dan berduka
3. Penyakit menular seksual (PMS) :
a. Individu terlibat dalam melakukan hubungan seksual
b. PMS ditularkan dari individu yang terinfeksi kepada pasangannya selama
kontak seksual yang intim. Tempat penularannya biasanya genital, tetapi
mungkin juga tertular melalui oral-genital atau anal-genital.
c. Penyakit Gonorrea, Klamidia, Sífilis disebabkan oleh bakteri
d. Penyakit Herpes genital dan HIV/AIDS oleh virus

Berdasarkan kasus diatas klien menderita Disfungsi seksual dimana keadaan


seseorang mengalami atau berisiko mengalami perubahan fungsi seksual yang
negative, yang di pandang sebagai tidak berharga dan tidak memadainya fungsi
seksual. Dikarenakan kien menderita penyakit dibetes sehingga tidak memadainya
fungsi seksual.

7. Proses keperawatan dan seksualitas (pertanyaan dasar mengenai seksualitas


yang harus perawat tanyakan saat pengkajian, merumuskan diagnosis
keperawatan, dan merencanakan asuhan keperawatan pada pasien yang
mengalami masalah seksual)

a. Pengkajian Keperawatan
a) Riwayat seksual
1. Klien yang menerima perawatan kehamilan, PMS, infertility,
kontrasepsi.
2. Klien yang mengalami disfungsi seksual / problem (impoten, orgasmic
dysfuntion, dll)
3. Klien yang mempunyai penyakit-penyakit yang akan mempengaruhi
fungsi seksual (peny.jantung, DM, dll)
b) Pengkajian seksual mencakup :
Riwayat Kesehatan seksual
1. Pertanyaan yang berkaitan dengan seks untuk menentukan apakah klien
mempunyai masalah atau kekhawatiran seksual.
2. Merasa malu atau tidak mengetahui bagaimana cara mengajukan
pertanyaan seksual secara langsung – pertanyaan isyarat
c) Pengkajian fisik
1. Inspeksi dan palpasi
2. Beberapa riwayat kes. yang memerlukan pengkajian fisik misalnya
riwayat PMS, infertilitas, kehamilan, adanya sekret yang tdk normal dari
genital, perubahan warna pada genital, ggn fungsi urinaria, dll.
d) Identifikasi klien yang berisiko
1. Klien yang berisiko mengalami gangguan seksual misalnya :
Adanya ggn struktur/fungsi tubuh akibat trauma, kehamilan, setelah
melahirkan, abnormalitas anatomi genital
2. Riwayat penganiayaan seksual, penyalahgunaan seksual
3. Kondisi yang tidak menyenangkan seperti luka bakar, tanda lahir, skar
(masektomi) dan adanya ostomi pada tubuh
4. Terapi medikasi spesifik yang dapat menyebabkan mslh seksual;
kurangnya pengetahuan/salah informasi tentang fungsi dan ekspresi
seksual
5. Ggn aktifitas fisik sementara maupun permanen ; kehilangan pasangan
6. Konflik nilai-nilai antara kepercayaan pribadi dengan aturan religi

b. Diagnosa keperawatan

No Data Etiologi Diagnosa


1 Ds : kesulitan dalam Berhubungan dengan Ketidakefektifan
melakukan hubungan ambatan dalam hubungan pola seksual (00065)
suami istri dengan orang terdekat

Do: -
2 Ds : Gangguan aktivitas Berhubungan dengan Disfungsi seksual
seksual gangguan fungsi tubuh (00059)

Do: -

c. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan intervensi


1 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan 1. Bantu klien
seksual (00065) keperawatan 1 x 24 jam untuk
Berhubungan dengan diharapkan pengaturan memutuskan
ambatan dalam hubungan psikososial perubahan bagaimana
dengan orang terdekat kehidupan meningkat dari masalah
jarang menunjukkan ke secara dipecahkan
konsisten menunjukkan 2. Libatkan
dengan kriteria hasil : keluarga
1. Melaporkan perasaan yang maupun orang –
berguna (2 - 5) jarang orang terdekat
menunjukkan ke secara klien jika
konsisten menunjukkan memungkinkan
2. Mengekspresikan
kepuasan dengan
prngaturan hidup (2 - 5)
jarang menunjukkan ke
secara konsisten
menunjukkan
2 Disfungsi seksual Setelah dilakukan tindakan 1. Diskusikan
(00059) Berhubungan keperawatan 1 x 24 jam dengan pasien
dengan gangguan fungsi diharapkan adaptasi terhadap mengenai
tubuh disabilitas fisik meningkat konsekuensi
dari jarang dilakukan ke dari perilaku
sering dilakukan dengan seksual dan
kriteria : verbal yang
1. Memodifikasi gaya secara sosial
hidup untuk tidak dapat
mengakomodasi diterima
disabilitas (2 – 4) 2. Diskusikan
jarang dilakukan ke dengan pasien
sering dilakukan dengan cara
2. Mengidentifikasi cara yang dapat
– cara untuk diterima untuk
beradaptasi dengan memenuhi
perubahan hidup (2 – kebutuhan
4) jarang dilakukan ke seksual dalam
sering dilakukan situasi yang
memiliki privasi
d. Implementasi

No. Hari/Tanggal Diagnosa Intervensi Jam/pukul

1. Bantu klien untuk


Ketidakefektifan memutuskan bagaimana 09.00 A.M
pola seksual masalah dipecahkan
(00065)
Berhubungan
dengan ambatan
dalam hubungan 2. Libatkan keluarga
dengan orang maupun orang – orang
terdekat 11.00 A.M
terdekat klien jika
memungkinkan
25 Februari
1
2018
1. Diskusikan dengan pasien
mengenai konsekuensi dari 14.00 P.M
perilaku seksual dan verbal
Disfungsi seksual
yang secara sosial tidak
(00059)
dapat diterima
Berhubungan
dengan gangguan 2. Diskusikan dengan pasien
fungsi tubuh dengan cara yang dapat
diterima untuk memenuhi 17.00 P.M
kebutuhan seksual dalam
situasi yang memiliki
privasi
Ketidakefektifan
pola seksual
(00065)
1. Bantu klien untuk
26 Februari Berhubungan
2 memutuskan bagaimana 09.00 A.M
2018 dengan ambatan
masalah dipecahkan
dalam hubungan
dengan orang
terdekat
2. Libatkan keluarga
maupun orang – orang
11.00 A.M
terdekat klien jika
memungkinkan

1. Diskusikan dengan pasien


mengenai konsekuensi dari 14.00 P.M
perilaku seksual dan verbal
Disfungsi seksual
yang secara sosial tidak
(00059)
dapat diterima
Berhubungan
dengan gangguan 2. Diskusikan dengan pasien
fungsi tubuh dengan cara yang dapat
diterima untuk memenuhi 17.00 P.M
kebutuhan seksual dalam
situasi yang memiliki
privasi
REFERENSI

Modul Petihan IPP oleh Kementrian Kesehatan RI, Jakarta 2009

Bobak, L dkk. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Chandranita, Ida Ayu dkk. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.


Jakarta: EGC

Glasier, Anna dan Ailsa Gebbie diterjemahkan oleh Brahm U. 2005. Keluarga
Berencana Dan Kesehatan Reproduksi, E/4. Jakarta: EGC

Mardiana. Aktifitas Seksual Pra Lansia dan Lansia yang Berkunjung ke


Poliklinik Geriatric RS Pusat Angkatan Udara dr. Esanawati Antariksa Jakarta Timur
tahun 2011. Skripsi. Depok. FKM UI.

Masters, W.H.; Johnson, V.E. (1966). Human Sexual Response. Toronto;


New. York: Bantam Books.

Reeder, Sharon J dkk diterjemahkan oleh Yati Afiyanti dkk. 2011.


Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi, & Keluarga. Jakarta: EGC

Stevens, PJM. 1999. Ilmu Keperawatan Jilid 2 Edisi 2. Jakarta: EGC

Stright, Barbara R. 2004. Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC

Alimul, Aziz. 2009. Kebutuhan Dasar Manusia,. Buku 1. Jakarta:Salemba


Medika.

A.Potter, Anne Griffin Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:


Konsep, Proses, dan Praktik.; Edisi 4 Volume 1. Jakarta : EGC.

You might also like