Professional Documents
Culture Documents
4
5
3. Fine Crushing
Merupakan peremukan tahap lanjut dari secondary crushing, alat yang
digunakan adalah rolls, dry ball mills, disc mills dan ring mills. Umpan material
yang biasanya kurang dari 50 mm. Produk fine crushing inilah kemudian
dilakukan pengayakan (screening) yang akan menghasilkan dua macam produk,
yaitu produk yang lolos ayakan (undersize) dan menjadi produk akhir serta
produk yang tidak lolos (under size) yang perlu dilakukan peremukan lagi.
Tabel 2.2 Klasifkasi peremukan
Ukuran
Klasifikai Alat/Mesin Ukuran Feed
Produk
Primary 1. Jaw Crushing
12 – 60 inci 4 – 6 inci
Crushing 2. Gyratory Crushing
1. Gyratory Cone
Crushing
Secondary
2. Rool Crushing 6 – 8 inci 1/2 – 3/8 inci
Crushing
3. Gravity Stamp Mill
4. Hammer Mill
Tertiary 1. Ball Mill
Crushing/Fine 2. Tube Mill 3 inci 50 – 200 mesh
Grinding 3. Rod Mill
Sumber: Currie (1973)
2. Reduction Ratio
Nisbah reduksi (reduction ratio) sangat menentukan keberhasilan suatu
peremukan, karena besar kecilnya nilai reduction ratio ditentukan oleh
kemampuan alat peremuk untuk mengecilkan ukuran material yang akan diremuk.
Untuk itu harus dilakukan pengamatan terhadap tebal material umpan maupun
tebal material produk.
Reduction ratio adalah perbandingan ukuran terbesar umpan dengan ukuran
terbesar produk. Pada primary crushing besarnya nilai reduction ratio adalah 4–7,
sedangkan pada secondary crushing 5-20. Besarnya reduction ratio merupakan
batasan agar kerja alat lebih efektif.
tF wF
RL= = ...................................................................................(2.1)
tP wP
Keterangan :
RL = Reduction ratio
tF = Tebal umpan (cm)
tP = Tebal produk (cm)
wF = Lebar umpan (cm)
wP = Lebar produk (cm)
Selain faktor-faktor di atas, faktor yang berpengaruh juga terhadap
peremukan adalah cuaca, karena apabila hujan maka batu pada ban berjalan akan
tergelincir, sehingga peremukan material batuan akan berjalan lambat sampai
dengan kegiatan bisa terhenti.
yang akan dikembalikan lagi ke dalam mesin peremuk melalui belt conveyor
(Taggart, 1987).
2.5.1 Hopper
Hopper merupakan salah satu alat bantu dari unit peremuk, berfungsi
sebagai tempat penampungan sementara dari material umpan batuan, selanjutnya
material tersebut diumpankan ke alat peremuk oleh alat pengumpan (feeder)
Hopper ini terbuat dari beton yang dilapisi oleh lembaran baja pada dinding-
dindingnya dengan tujuan agar terhindar dari keausan akibat gesekan dan
benturan dinding dengan material.
Kapasitas hopper dihitung dengan rumus berdasarkan volume trapesium
terpancung, yaitu :
1
Vh = t ( L alas + L bawah + √L atas x L bawah )............................(2.2)
3
Setelah volume hopper diketahui, maka kapasitas hopper tersebut adalah :
K = Vh x Bi ..........………….…………………………………....…..(2.3)
Keterangan :
K = Kapasitas hopper (ton)
Vh = Volume hopper (m3)
Bi = Bobot isi material berai (ton/m3)
2.5.2 Alat Pengumpan (Feeder)
Feeder adalah alat pengumpan material dari hopper ke unit peremuk atau
ke atas belt conveyor dengan kecepatan konstan. Penggunaan alat pengumpan
bertujuan agar proses pengumpanan dari hopper menuju ke alat peremuk dapat
berlangsung dengan laju yang konstan, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil,
sehingga dapat mencegah terjadinya penumpukan batu atau tidak ada umpan di
dalam hopper.
1. Perhitungan kapasitas teoritis alat pengumpan (feeder)
Kapasitas teoritis pengumpan (feeder) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
Q = V x T x L x d x 60 …………....……………………………......….....(2.4)
10
Keterangan :
V = Kapasitas feeder (ton/jam)
V = Kecepatan angkut feeder (m/menit)
T = Tinggi tumpukan material di atas feeder (m)
d = Lebar feeder (m)
L = Densitas lepas material (ton/m3)
2.5.3 Alat Peremuk
A. Alat Peremuk Jaw Crusher
Menurut Taggart (1987), jaw crusher merupakan alat pemecah atau
penghancur yang terdiri dari 2 jaw plate saling berhadapan dibuat membentuk
sudut yang kecil ke arah bawah, yang dapat membuka dan menutup. Jaw crusher
bekerja mengandalkan kekuatan motor. Melalui roda motor, poros eksentrik
digerakkan oleh sabuk segitiga dan slot wheel untuk membuat jaw plate bergerak
seirama . Salah satu jaw diam tertahan pada crusher frame (kerangka jaw crusher)
disebut fixed jaw, sedangkan yang satu lagi ditahan pada sumbunya dapat
bergerak sedikit mendekat dan menjauh dari fixed jaw disebut swing jaw. Batu -
batu yang masuk ke jaw akan terjepit dan mengalami gaya tekanan dan gaya
pukulan pada waktu jaw mendekat dan dilepaskan pada waktu jaw menjauh.
Kedua gaya tersebut dapat memecahkan batuan apabila melebihi batas elastisitas
dari batuan.
Jaw crusher dapat dibedakan berdasarkan pada sumbu penahan swing jaw,
yaitu blake crusher, dodge crusher, dan universal crusher.
a. Blake type jaw crusher, swing jaw tertahan pada porosnya di sebelah atas,
sehingga swing jaw bergerak dengan ampitudo terbesar berada disebelah
bawah. Jadi lobang penerimaan tetap, sedangkan pengeluaran sebelah bawah
berubah - ubah dan produknya lebih bervariasi. Blake type jaw crusher
dibedakan dalam 2 jenis yaitu doble toggle blake crusher dan single toggle
crusher.
b. Dodge type jaw crusher, swing jaw tertahan pada poros di sebelah bawah,
sehingga amplitudo terbesar di sebelah atas, jadi lobang penerimaanya
berubah - ubah, sedangkan lubang pegeluaranya hampir tetap ukurannya.
Produknya lebih rata ukuranya karena mempunyai gerakan yang kecil sebelah
bawah, maka sering terjadi penyumbatan dan menahan turunnya material yang
sudah hancur.
c. Universal type jaw crusher, swing jaw tertahan dan porosnya berada di bagian
tengah, sehingga lubang penerimaan dan lobang pengeluaran dapat berubah -
ubah.
T = Kapasitas (ton/jam)
L = Panjang lubang penerimaan
S = lebar lubang penerimaan
Sedangkan menurut Currie (1973), kapasitas jaw crusher dihitung dengan
menggunakan persamaan.
TR = Kc x Km x Kf x Ta ................................................................(2.6)
Keterangan :
bertambah yang diakibatkan oleh adanya air hujan, maka sabuk berjalan harus
dilengkapi dengan penutup, sehingga dengan demikian kandungan air tetap.
- Komposisi material
Material yang berada di kuari tidak hanya berupa material saja, tetapi juga
tersisipi oleh tanah (soil). Pada saat kandungan air pada material besar, tanah
akan menjadi lengket. Apabila kondisi demikian maka dapat menyebabkan
material lengket atau menempel pada return idler, sehingga jalannya belt
conveyor akan bergelombang dan daya motor akan semakin bertambah besar.
b. Keadaan topografi
Kondisi lapangan dapat mempengaruhi penggunaan belt conveyor. Daerah
dengan karakteristik berbukit-bukit dimana kemiringan pada daerah tersebut
cukup besar, maka dibandingkan dengan penggunaan lori atau truck dalam
mengangkut material, belt conveyor lebih memungkinkan untuk digunakan karena
dalam mengatasi kemiringan kemampuan sabuk berjalan lebih besar, yaitu dapat
mencapai 30 - 35%. Hal ini dapat digunakan sebagai alternatif dalam pemilihan
suatu alat angkut.
c. Jarak pengangkutan
Sabuk berjalan dapat digunakan untuk mengangkut material jarak dekat
maupun jarak jauh. Untuk pengangkutan jarak jauh belt conveyor dibuat dalam
beberapa unit. Hasil kerja pengangkutan material dengan sabuk berjalan
berlangsung berkesinambungan, sehingga dengan demikian dapat menghasilkan
produksi belt conveyor yang besar, tetapi jika pada suatu saat belt conveyor
mengalami kerusakan, maka produksi akan menjadi sangat menurun atau bahkan
tidak bisa berproduksi sama sekali. Dengan demikian pertimbangan terhadap
kemungkinan ini perlu dilakukan dalam penggunaan belt conveyor.
A. Bagian-bagian Belt Conveyor
Belt conveyor terdiri dari ban yang menggelindingi roda gerak awal dan roda
gerak ujung yang menghampar di atas roll. Bagian-bagian terpenting dari
belt conveyor dapat dibagi kedalam dua kelompok bagian, yaitu:
16
Keterangan:
Q = Kapasitas teoritis belt conveyor (m3/Jam)
A = Luas penampang muatan di atas belt conveyor (m2)
V = Kecepatan belt conveyor (m/menit)
Bi = Bobot isi material (ton/m3)
S = Koefisien pengaruh kemiringan belt conveyor
C. Kapasitas Produksi Nyata Belt Conveyor
Rumus umum yang digunakan dalam menghitung kapasitas produksi nyata
menurut Kurimoto (1997), sebagai berikut :
60 x v x G
P= .....................................................................................(2.9)
1000 x L
Keterangan :
P = Produksi nyata belt conveyor (ton/jam)
V = Kecepatan belt conveyor (m/menit)
G = Berat material conto (kg)
L = Panjang pengambilan conto belt conveyor (m)
D. Ayakan Getar
Menurut Kelly (1982), ayakan getar adalah alat yang digunakan untuk
memisahkan ukuran material hasil proses peremukan berdasarkan besarnya
bukaan pada ayakan tersebut yang dinyatakan dengan mesh.
alat dikatakan baik apabila persen kesediaan alat berkisar antara 83-92 %,
dikatakan sedang apabila berkisar antara 75-83 %, dikatakan kurang baik apabila
berkisar antara 67-75 % dan dikatakan buruk (kecil) apabila kurang dari 67 %
(Partanto, 1983).
2.6.1 Mechanical Availability
Adalah cara untuk mengetahui kondisi alat yang sesungguhnya dari alat
yang sedang digunakan.
W
MA = x 100 % ................................................................ (2.12)
WR
Keterangan :
W = Jumlah jam kerja alat tanpa mengalami kerusakan
R = Jumlah jam perbaikan
2.6.2 Physical Availability
Adalah berguna untuk menunjukkan ketersediaan keadaan fisik alat yang
sedang digunakan.
W S
PA = x 100 % ............................................................(2.13)
W R S
Keterangan :
S = Jumlah jam alat tidak dapat digunakan tapi tidak
mengalami kerusakan
W+R+S = Seluruh jam kerja dimana alat dijadwalkan untuk
dioperasikan.
2.6.3 Use of Availability
Use of Availability biasanya dapat memperlihatkan seberapa efektif suatu
alat yang sedang tidak rusak untuk dapat dimanfaatkan, hal ini dapat dijadikan
suatu ukuran seberapa baik pengelolaan pemakaian peralatan.
W
UA = x 100% ......................................................................(2.14)
W S
Keterangan :
UA = Memperlihatkan efektivitas alat yang tidak sedang rusak dapat
dimanfaatkan.
21