Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Amputasi adalah pengangkatan atau pemotongan sebagian anggota tubuh atau anggota
gerak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomielitis dan
kanker (Smeltzer dan Brenda G. bare,2002).
Amputasi adalah pengangkatan melalui bedah / traumatik pada tungkai . Dalam kamus
kedokteran Dorland, amputasi adalah memotong atau memangkas, pembuangan suatu
anggota badan atau suatu penumbuhan dari badan.
Dengan melihat beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa amputasi adalah
pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian anggota tubuh atau anggota garak yang
disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomielitis dan kanker melalui
proses pembedahan ( Lukman ., Nurna ningsih . 2009).
B. ETIOLOGI
Penyakit vaskulaer perifer progresif (sering terjadi sebagai gejala sisa diabetes
militus), gangren, trauma (cidera, remuk, luka bakar), deformitas kongenital, atau tumor
ganas. Penyakit vaskularisasi perifer merupakan penyebab tertinggi amputasi ekstremitas
bawah. Diperlukannya amputasi terjadi pada penyakit vascular perifer, trauma, neoplasma
malignan (misalnya steosarkoma), infeksi (misalnya infeksi akut, gangrene, infeksi kronik,
osteomilitis), deformitas, dan paralisis. Secara umum penyebab Amputasi adalah
kecelakaan, penyakit, dan gangguan congenital ( Abd.Wahid , 2013).
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan penyebab Amputasi adalah penyakit
vascular perifer, infeksi, trauma, deformitas, tumor ganas, dan paralisis. Amputasi dapat
dilakukan pada kondisi:
1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
3. Gangguan vascular/sirkulasi pada ekstremitas yang berat
4. Infeksi yang berat dan beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konserfatif.
6. Deformitas organ ( Abd.Wahid , 2013).
1
C. PATOFISIOLOGI
Amputasi dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh dengan
metode:
1. Metode terbuka (guillotine amputasi). Metode ini digunakan pada Pasien dengan infeksi
yang mengembang atau berat. Dimana pemotongan dilakukan pada tingkat yang sama.
Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih dan luka dapat
ditutup setelah tidak terinfeksi.
2. Metode tertutup. Dilakukan dalam kondisi yang lebih mungkin. Pada metode ini kulit tepi
ditarik atau dibuat skalf untuk menutupi luka, pada atas ujung tulang dan dijahit pada
daerah yang diamputasi ( Abd.Wahid , 2013).
D. PATHWAYS
E. KLASIFIKASI AMPUTASI
Berdasarkan pelaksanaan Amputasi, dibedakan menjadi :
1. Amputasi selektif/terencana:
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penaganan
yang baik serta terpantau secara terus menerus. Amputasi dilakukan sebagai tindakan
alternative terakhir.
2
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan
tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang
multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Jenis Amputasi yang dikenal antara lain:
1.Amputasi terbuka
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada
tulang dan otot pada tingkat yang sama.
2.Amputasi tertutup
Amputasi tertutup dilakukan pada kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat
skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong Kurang lebih 5
sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, selanjutnya diikuti perawatan luka
operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur,
memperthankan intake jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese (Smeltzer dan
Brenda G. bare. (2002)).
3
F. TINGKATAN AMPUTASI
1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini berkaitan
dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang
lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki
yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak amputasi
yaitu :
1. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan
inschemic limb.
2. Amputasi diatas lutut
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit
vaskuler perifer (Smeltzer dan Brenda G. bare. (2002)).
4
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi dan
menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat . pada
lansia mungkin mengalami kelembatan penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan
masalah kesehatan lainnya. Percepatan penyembuhan dapat dilakukan dengan penanganan
yang lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan
kompres lunak atau rigid, dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka untuk
menghindari infeksi.
1. Balutan rigid tertutup
Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu
dikamar operasi.Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan apakah penderita
harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat memasang ekstensi
prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan.Balutan ini sering digunakan untuk
mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri
dan mencegah kontraktur.Kaoskaki steril dipasang pada sisi steril dan bantalan dipasang
pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (punting) kemudian dibalut dengan gips elastic
yang ketika mengeras akan memberikan tekanan yang merata. Hati-hati jangan sampai
menjerat pembuluh darah.Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu
tubuh, nyeri berat atau gips mulai longgar harus segara diganti.
2. Balutan lunak.
Balutan lunak dengan atau tanpakompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi
berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan.Bidai imobilisasi dapat dibalutkan pada
balutan.Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan
infeksi.
3. Amputasi bertahab.
Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama dilakukan
amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka
didebridemen dan dibiarkan mengering.Jika dalam beberapa hari infeksi telah terkontrol
dank lien telah stabil, dilakukan amputasi definitife dengan penutupan kulit.
5
4. Protesis.
Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera dapat
dimulai.Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah membiasakan Pasien
menggunakan protesis sedini mungkin.Kadang protesis darurat baru diberikan setelah
satu minggu luka sembuh.Pada amputasi, untuk penyakit pembuluh darah proteis
sementara diberikan setelah 4 minggu.Protesis ini bertujuan untuk mengganti bagian
ekstremitas yang hilang.Artinya defek system musculoskeletal harus diatasi, temasuk
defek faal.Pada ekstremitas bawah, tujuan protesis ini sebagian besar dapat
dicapai.Sebaliknya untuk ekstremitas atas tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan tangan
miolektrik canggih yang bekerja atas sinyal miolektrik dari otot biseps dan triseps
(Lukman ., nurna ningsih . 2009).
Pengaruh dari Amputasi :
1. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan imobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada
fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga sehingga
menurunkan kecepatan metabolismebasal.
a. System musculoskeletal
Terjadi penurunan kekuatan otot. Dengan adanya imobilisasi dan gangguan system
vaskuler memungkinkan supali O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan
demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu.
b. System integument
Tirah baring yang lama dapat mengakibatkan tubuh bagian bawah seperti punggung
dan bokong akan tertekan akibat tirah baring lama sehingga terjadi penurunan suplai
darah dan nutrisi kejaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis,
dekubitus dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase
untuk meningkatkan supali darah ( Lukman ., Nurna ningsih . 2009).
H. KOMPLIKASI
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit.Perdarahan dapat
terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat menjadi masif.Infeksi dapat
terjadi pada semua pembedahan dengan peredaran darah yang buruk atau adanya
6
kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk dan
iritasi penggunaan protesis (Smeltzer dan Brenda G. bare. (2002)).
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Foto rontgen untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang
b. CT Scan untuk mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, dan pembentukan
hematoma.
c. Aniografi dan pemeriksaan aliran untuk mengevaluasi perubahan sirkulasi/perfusi
jaringan dan membantu memperkirakan potensi penyembuhan jaringan setelah amputasi.
d. Ultrasound Doppler, flowmetri Doppler dilakukan untuk mengkaji dan mengukur aliran
darah
e. Termografi untuk mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik di dua sisi dari
jaringan kutaneus ketengah tulang. Perbedaan yang rendah antara dua pembacaan, makin
besar untuk sembuh.
f. Plestimografi untuk mengukur TD segmental bawah terhadap ekstremitas bawah
mengevaluasi aliran darah arterial.
g. LED, peningkatan mengidentifikasikan respon inflamasi.
h. Kultur luka untuk mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab
(Abd.Wahid , S.Kep , Ns ., M.Kep . 2013).
7
2. Kontra Indikasi
Kondisi umum yang buruk, sarkoma dengan metastasis (relatif), (Smeltzer dan Brenda
G. bare. (2002)).
8
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH
MUSKULUSKELETAL “AMPUTASI”
1. Pengkajian
a. Pengkajian Riwayat Kesehatan
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat
mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit
jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan
rokok dan obat-obatan.
b. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara
utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi
merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik
mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat (Smeltzer dan Brenda G.
bare. (2002)).
Sistem Cardiovaskuler : Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan pada
Cardiac reserve klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator fungsi
Pembuluh darah jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian
9
terhadap elastisitas pembuluh darah.
10
pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya, sehingga
memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi
masalah umum pada saat pre operatif (Smeltzer dan Brenda G. bare. (2002)).
d. Laboratorik
Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau melalui
pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang akan dioperasi yang
meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal, fungsi hepar dan fungsi jantung (
Lukman ., nurna ningsih . 2009)
INTERVENSI RASIONAL
Memberikan bantuan secara fisik Secara psikologis meningkatkan rasa aman
dan psikologis, memberikan dan meningkatkan rasa saling percaya.
dukungan moral.
Meningkatkan/memperbaiki pengetahuan/
Menerangkan prosedur operasi persepsi klien.
dengan sebaik-baiknya.
Meningkatkan rasa aman dan memungkinkan
Mengatur waktu khusus dengan klien melakukan komunikasi secara lebih
klien untuk berdiskusi tentang terbuka dan lebih akurat.
kecemasan klien.
11
2) Berduka yang antisipasi (anticipated griefing) berhubungan dengan kehilangan akibat
amputasi.
Tujuan : Setelah dilakukanya tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam klien
mampu mendemontrasikan kesadaran akan dampak pembedahan pada citra diri.
Kriteria hasil :
1. Mengungkapkan perasaan bebas, tidak takut.
2. Menyatakan perlunya membuat penilaian akan gaya hidup yang baru.
INTERVENSI RASIONAL
Anjurkan klien untuk mengekspresikan Mengurangi rasa tertekan dalam diri
perasaan tentang dampak pembedahan klien, menghindarkan depresi,
pada gaya hidup. meningkatkan dukungan mental.
Selain masalah diatas, maka terdapat beberapa tindakan keperawatan preoperatif antara
lain :
12
a. Mengatasi nyeri
a) Menganjurkan klien untuk menggunakan teknik dalam mengatsi nyeri.
b) Menginformasikan tersdianya obat untuk mengatasi nyeri.
c) Menerangkan pada klien bahwa klien akan “merasakan” adanya kaki untuk
beberapa waktu lamanya, sensasi ini membantu dalam menggunakan kaki protese
atau ketika belajar mengenakan kaki protese.
b. Mengupayakan pengubahan posisi tubuh efektif
a) Menganjurkan klien untuk mengubah posisi sendiri setiap 1 – 2 jam untuk
mencegah kontraktur.
b) Membantu klien mempertahankan kekuatan otot kaki ( yang sehat ), perut dan
dada sebagai persiapan untuk penggunaan alat penyangga/kruk.
c) Mengajarkan klien untuk menggunakan alat bantu ambulasi preoperasi, untuk
membantu meningkatkan kemampuan mobilitas posoperasi, memprtahankan
fungsi dan kemampuan dari organ tubuh lain.
3) Mempersiapkan kebutuhan untuk penyembuhan
a) Mengklarifikasi rencana pembedahan yang akan dilaksanakan kepada tim bedah.
b) Meyakinkan bahwa klien mendapatkan protese/alat bantu ( karena tidak semua klien
yang mengalami operasi amputasi mendapatkan protese seperti pada penyakit DM,
penyakit jantung, CVA, infeksi, dan penyakit vaskuler perifer, luka yang terbuka).
c) Semangati klien dalam persiapan mental dan fisik dalam penggunaan protese.
d) Ajarkan tindakan-tindakan rutin postoperatif : batuk, nafas dalam.
B. Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik klie.
Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk menciptakan
kondisi opyimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan.
Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan
oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri
selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuktindakan perawatan luka,
perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi
13
jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya
dimasa postoperatif. ( Lukman ., nurna ningsih . 2009)
C. Post Operatif
1. Pengkajian
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan
tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah
diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa.
Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar
secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan
oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi
dan mencegah injuri.
Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya
perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat.
Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh
clot darah.
Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara
umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien.
Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien, khususnya
yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan klien.
Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan klien
untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat penyembuhan luka. Tindakan
keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya nyeri yang dapat timbul pada klien seperti
nyeri Panthom Limb dimana klien merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada daerah yang
sudah hilang akibat amputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan adanya depresi pada klien
karena membuat klien seolah-olah merasa ‘tidak sehat akal’ karena merasakan nyeri pada
daerah yang sudah hilang. Dalam masalah ini perawat harus membantu klien
mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh klien benar adanya.
14
a . Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah sekunder terhadap
amputasi
Tujuan : Setelah dilakukannya tindakan keperawatan 1x24 jam nyeri hilang / berkurang
pada klien .
Kriteria hasil:
1) Menyatakan nyeri hilang.
2) Ekspresi wajah rileks.
INTERVENSI RASIONAL
Evaluasi nyeri : berasal dari sensasi Sensasi panthom limb memerlukan waktu
panthom limb atau dari luka insisi. yang lama untuk sembuh daripada nyeri
Bila terjadi nyeri panthom limb akibat insisi.
Klien sering bingung membedakan nyeri
insisi dengan nyeri panthom limb.
b. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan citra tubuh sekunder terhadap
amputasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24jam pasien dapat
mendemontrasikan penerimaan diri pada situasi yang baru.
Kriteria Hasil:
1) Menyatakan penerimaan terhadap penerimaan diri.
2) Membuat rencana untuk melanjutkan gaya hidup.
INTERVENSI RASIONAL
15
Validasi masalah yang dialami Meninjau perkembangan klien.
klien.
INTERVENSI RASIONAL
Infeksi
Lakukan perawatan luka adekuat. Mencegah terjadinya infeksi.
Perdarahan
Pantau : Menghindari resiko kehilangan cairan dan
-Masukan dan pengeluaran cairan. resiko terjadinya perdarahan pada daerah
amputasi.
- Tanda-tanda vital tiap 4 jam.
Sebagai monitor status hemodinamik
16
- Kondisi balutan tiap 4-8 jam.
Indikator adanya perdaraham masif
D. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan.
(Smeltzer dan Brenda G. bare. (2002))
18
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Amputasi adalah pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian anggota tubuh
atau anggota garak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah,
osteomielitis dan kanker melalui proses pembedahan.
B. SARAN
a. Untuk Instansi
Untuk pencapaian kualitas keperawatan secara optimal secara optimal sebaiknya proses
keperawatan selalu dilaksanakan secara berkesinambungan
b. Untuk Klien dan Keluarga
Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan karena bagaimanapun teraturnya
pengobatan tanpa perawatan yang sempurna maka penyembuhan yang diharapkan tidak
tercapai.
19
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer dan Brenda G. bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol III. Edisi
8. Jakarta:EGC.
Lukman ., nurna ningsih . 2009 . Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuluskeletal . Jakarta : Salemba Medika .
Abd.Wahid , S.Kep , Ns ., M.Kep . 2013 . Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal . Jakarta : Sagung Seto
20