You are on page 1of 47

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Mahasiswa

1. Pengertian Mahasiswa

Menurut Siswoyo (2007) mahasiswa dapat didefinisikan sebagai

individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik

negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan

tinggi. Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba

ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah

satu bentuk perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik,

sekolah tinggi, institut dan universitas.

Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi,

kecerdasan dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir

kritis dan bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang

cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip

yang saling melengkapi (Hartaji, 2012 dalam Fahrina, 2016).

Dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBI), mahasiswa didefinisikan

sebagai orang yang belajar di Perguruan Tinggi (Kamus Bahasa Indonesia

Online, kbbi.web.id).

Perguruan tinggi dapat menjadi masa penemuan intelektual dan

pertumbuhan kepribadian. Mahasiswa berubah saat merespon terhadap

kurikulum yang menawarkan wawasan dan cara berpikir baru seperti;

16
17

terhadap mahasiswa lain yang berbeda dalam soal pandangan dan nilai,

terhadap kultur mahasiswa yang berbeda dengan kultur pada umumnya,

dan terhadap anggota fakultas yang memberikan model baru. Pilihan

perguruan tinggi dapat mewakili pengejaran terhadap hasrat yang

menggebu atau awal dari karir masa depan (Siswoyo, 2007 )

Seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan yang

usianya 18 sampai 25 tahun. Tahap ini dapat digolongkan pada masa

remaja akhir sampai masa dewasa awal dan dilihat dari segi

perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini ialah

pemantapan pendirian hidup (Gunarsa, 2010 dalam Fahrina, 2016).

Ciri-ciri perkembangan remaja lanjut atau remaja akhir (usia 18 sampai

21 tahun) dapat dilihat dalam tugas-tugas perkembangan yaitu (Gunarsa:

2010).

a) Menerima keadaan fisiknya; perubahan fisiologis dan organis yang

sedemikian hebat pada tahun-tahun sebelumnya, pada masa remaja

akhir sudah lebih tenang. Struktur dan penampilan fisik sudah

menetap dan harus diterima sebagaimana adanya. Kekecewaan

karena kondisi fisik tertentu tidak lagi mengganggu dan sedikit demi

sedikit mulai menerima keadaannya.

b) Memperoleh kebebasan emosional; masa remaja akhir sedang pada

masa proses melepaskan diri dari ketergantungan secara emosional

dari orang yang dekat dalam hidupnya (orangtua). Kehidupan emosi

yang sebelumnya banyak mendominasi sikap dan tindakannya mulai


18

terintegrasi dengan fungsi-fungsi lain sehingga lebih stabil dan lebih

terkendali. Dia mampu mengungkapkan pendapat dan perasaannya

dengan sikap yang sesuai dengan lingkungan dan kebebasan

emosionalnya.

c) Mampu bergaul; dia mulai mengembangkan kemampuan

mengadakan hubungan sosial baik dengan teman sebaya maupun

orang lain yang berbeda tingkat kematangan sosialnya. Dia mampu

menyesuaikan dan memperlihatkan kemampuan bersosialisasi

dalam tingkat kematangan sesuai dengan norma sosial yang ada.

d) Menemukan model untuk identifikasi; dalam proses ke arah

kematangan pribadi, tokoh identifikasi sering kali menjadi faktor

penting, tanpa tokoh identifikasi timbul kekaburan akan model yang

ingin ditiru dan memberikan pengarahan bagaimana bertingkah laku

dan bersikap sebaik-baiknya.

e) Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri; pengertian dan

penilaian yang objektif mengenai keadaan diri sendiri mulai

terpupuk. Kekurangan dan kegagalan yang bersumber pada keadaan

kemampuan tidak lagi mengganggu berfungsinya kepribadian dan

menghambat prestasi yang ingin dicapai.

f) Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma; nilai

pribadi yang tadinya menjadi norma dalam melakukan sesuatu

tindakan bergeser ke arah penyesuaian terhadap norma di luar

dirinya. Baik yang berhubungan dengan nilai sosial ataupun nilai


19

moral. Nilai pribadi adakalanya harus disesuaikan dengan nilai-nilai

umum (positif) yang berlaku dilingkungannya.

g) Meninggalkan reaksi dan cara penyesuaian kekanak-kanakan; dunia

remaja mulai ditinggalkan dan dihadapannya terbentang dunia

dewasa yang akan dimasuki. Ketergantungan secara psikis mulai

ditinggalkan dan ia mampu mengurus dan menentukan sendiri.

Dapat dikatakan masa ini ialah masa persiapan ke arah tahapan

perkembangan berikutnya yakni masa dewasa muda.

2. Mahasiswa Kos

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kos merupakan jasa yang

menawarkan sebuah kamar atau tempat untuk ditinggali dengan sejumlah

pembayaran tertentu untuk setiap periode tertentu (umumnya pembayaran

per bulan atau per tahun). Selain itu, menurut dinas perumahan propinsi

DKI Jakarta pengertian tentang rumah kos adalah perumahan pemondokan

atau rumah kost adalah rumah yang penggunaannya sebagian atau

seluruhnya dijadikan sumber pendapatan oleh pemiliknya dengan jalan

menerima penghuni pemondokan minimal satu bulan dengan memungut

uang pemondokan. Kos dirancang untuk memenuhi kebutuhan hunian

yang bersifat sementara dengan sasaran pada umumnya adalah mahasiswa

dan pelajar yang berasal dari luar kota atau luar daerah. Namun tidak

sedikit pula Kos ditempati oleh masyarakat umum yang tidak memiliki

rumah (Wikipedia,2017).
20

Oleh karena itu, fungsi kos dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Sebagai sarana tempat tinggal sementara bagi mahasiswa yang

pada umumnya berasal dari luar daerah selama masa studinya.

b. Sebagai sarana tempat tinggal sementara bagi masyarakat umum

yang bekerja dikantor atau yang tidak memiliki rumah tinggal agar

berdekatan dengan lokasi kerja.

c. Sebagai sarana pembentukan kepribadian mahasiswa untuk lebih

berdisiplin, mandiri dan bertanggung jawab.

d. Sebagai tempat menggalang pertemanan dengan mahasiswa lain

dan hubungan sosial dan lingkungan sekitarnya.

Kos dirancang untuk memenuhi kebutuhan hunian yang bersifat

sementara dengan sasaran mahasiswa. Fasilitas yang disediakan pada

tempat kos disesuaikan dengan kemampuan mahasiswa untuk memenuhi

kenyamanannya sendiri. Oleh karena itu, mahasiswa dapat mengatur

suasana kos yang dia tempati agar menunjang konsentrasi belajarnya.

Mahasiswa merupakan sekelompok individu yang termasuk dalam

periode remaja dan dewasa muda. Mahasiswa yang tinggal di kos pada

umumnya adalah mahasiwa remaja yang mempunyai kebiasaan makan

yang kurang baik, Beberapa remaja khususnya remaja puteri sering

mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak seimbang karena takut

mengalami kegemukan. Lestari, 2013 dalam Sarimah, 2016, menunjukkan

bahwa remaja suka sekali jajan makanan ringan, terutama kue-kue yang

manis. Sementara itu, golongan sayur-sayuran dan buah-buahan yang


21

mengandung banyak vitamin dan mineral yang mengandung banyak

vitamin dan mineral tidak popular dikalangan remaja. Remaja seharusnya

memiliki kebiasaan makan yang baik agar status gizinya juga baik dan

dapat menerapkan gizi seimbang. Selain itu, kebiasaan makan yang

terbentuk saat diakhir periode remaja juga akan mempengaruhi kebiasaan

makan seseorang saat dewasa, karena kebiasaan makan terbentuk sejak

dini dan akan terbawa sampai wktu yang akan datang (Lestari, 2013 dalam

Sarimah, 2016).

3. Perbedaan Mahasiswa Kos dengan Tidak Kos

Secara garis besar, sudah pasti bahwa kehidupan mahasiswa kost pada

umumnya lebih banyak mengalami kesulitan ketimbang mahasiswa yang

tinggal di rumah sendiri. Hal tersebut didasari oleh peran orang tua yang

dialami mahasiswa kost tidak lebih besar dibanding peran orang tua yang

dialami oleh mahasiswa yang tinggal di rumah (Gunarsa, 2016).

Pola hidup yang lebih keras juga lebih sering di alami oleh mahasiswa

kost. Mahasiswa kost dituntut agar lebih mandiri, hemat dan disiplin

dibandingkan dengan mahasiswa yang tinggal di rumah.

Biasanya kesusahan yang dialami oleh mahasiswa yang tinggal di

rumah adalah faktor eksternal kampus seperti rumah yang mungkin

lumayan jauh dari kampus atau jam malam yang sudah di atur oleh orang

tua. Bisa dikatakan faktor kebebasan dari mahasiswa yang tinggal di

rumah tidak sebesar kebebasan yang dirasakan oleh mahasiswa kost.


22

Dengan memilah beberapa faktor di atas, maka terdapat perbedaan

yang di alami oleh keduanya, yaitu :

1. Prestasi

Berbicara tentang prestasi sebenarnya tergantung dari individunya

juga. Akan tetapi ada salah satu faktor yang sangat mendukung agar

kita dapat berprestasi, yaitu pola hidup. Pola hidup yang lebih teratur

bisa jadi menjadikan mahasiswa yang tinggal di rumah akan lebih

berprestasi

2. Teman

Pergaulan mahasiswa kost biasanya lebih luas dibanding mahasiswa

yang tinggal di rumah. Hal ini didukung oleh kebebasan tanpa kontrol

langsung dari orang tua mahasiswa kost. Namun, meksipun begitu

sebagai mahasiswa kita harus tetap bijak dalam memilih pergaulan,

jangan sampai berdampak buruk dan merugikan

3. Karakter

Banyaknya kesulitan-kesulitan yang dialami mahasiswa kostdapat

menjadikannya menjadi manusia yang lebih tangguh. Karakter yang

mandiri juga secara tidak langsung tertanam dalam dirinya. Mulai dari

mengatur keuangan, menjaga pola hidup, sampai mengatur jadwal

kegiatan.

Terlepas dari pandangan-pandangan di atas, semuanya pasti

mempunyai sisi yang baik bagi mahasiswa kost dan mahasiswa yang

tinggal di rumah. Tergantung bagaimana kita dapat menjalaninya dengan


23

tekun dan baik. Jadilah mahasiswa yang bijak dan menginspirasi

(Sumber: Gunarsa, 2016 )

4. Perilaku Konsumsi Anak Kos dan Tidak Anak Kos

Mahasiswa yang sebagian besar sebagai masa peralihan dari anak

rumahan yang kebutuhan apapapun bergantung dengan orang-orang rumah

orang tua khususnya, sebagai contoh sarapan setiap paginya sudah

disiapkan, apapun pekerjaaan sudah terselesaikan.

Namun sebagai anak kost yang kehidupannya menuntut untuk menjadi

lebih mandiri dan dapat memanajemen waktu serta keuangan dengan baik,

dalam hal makan, tidur, belajar, dan aktivitas lainnya. Beberapa dari

mahasiswa anak kost tidak tertib hidupnya karena tak tak lepas dari tidak

adanya peran orang tua atau wali secara langsung, salah satunya dalam hal

pola makan dan asupan gizi setiap harinya.

Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat Indonesia khususnya

sebagai generasi penerus bangsa tidak luput dari aktifitas yang tinggi.

Aktifitas yang padat serta kehidupan sosial pada mahasiswa ini sangat

mempengaruhi perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makan dan

juga asupan gizi yang baik dan seimbang. Dalam pola makan sehari-hari

sering terlihat kebiasaan jadwal makan yang sering tidak teratur, seperti

terlambat makan atau menunda waktu makan bahkan tidak sarapan pagi

sehingga membuat perut mengalami kekosongan dalam jangka waktu yang

lama.
24

Mahasiswa diharapkan memiliki perilaku hidup sehat, karena hal ini

dapat berpengaruh dan berperan penting terhadap kesehatan dan kinerja

tubuh. Asupan gizi yang baik akan meningkatkan kerja otak sehingga

dapat memperlancar segala konsentrasi dan aktivitas mahasiswa. Selain

itu, dengan asupan gizi yang baik dapat memperkuat tubuh untuk melawan

penyakit yang menyerang tubuh, sehingga mahasiswa khususnya anak

kost yang biasanya rentan terhadap penyakit khususnya maag tipus, dll.

Hal ini dapat diminimalisir dari semua asupan gizi dari yang mereka

konsumsi. Apabila kesehatan sudah terganggu proses pendidikan akan ikut

terganggu dan pencapaian mahasiswa sebagai sumber daya manusia yang

berkualitas tidak berjalan lancar.

Saat ini, di kota- kota besar telah tersebar restoran fast food yang

menyajikan makanan siap saji. Restoran adalah suatu tempat atau

bangunan yang diorganisir secara komersil, yang menyelenggarakan

pelayanan dengan baik kepada semua konsumennya baik berupa makanan

maupun minuman yang memiliki kelebihan dalam hal penyajiannya yang

cepat, kemasan menarik dan pengkonsumsian yang praktis. Konsumen

utama makanan dan minuman cepat saji adalah masyarakat yang memiliki

banyak aktivitas di luar rumah, yang membutuhkan sesuatu yang praktis

dan serba cepat, tidak terkecuali mahasiswa. Mahasiswa menggunakan

makanan cepat saji tidak hanya untuk kebutuhan komsumsi tubuh setiap

hari, tapi juga sebagai kebutuhan sosial/pencitraan sosial yang didukung

oleh lingkungan sekitar seperti teman, gaya hidup dan juga ego dari
25

mahasiswa itu sendiri, di samping itu kebanyakan mahasiswa yang

menyukai makanan yang cepat saji dan praktis, tanpa memikirkan asupan

gizi dan kesehatan dan tidak lain tanpa mempertimbangkan pengeluaran

sebagai anak kost.

Pada kehidupan mahasiswa sehari-hari apalagi di usia ketika memulai

perkuliahan merupakan waktu yang sangat padat dan waktunya untuk

beraktivitas penuh, apalagi mahasiswa sebagai anak kost. Sebagai anak

kost yang memenuhi segala kebutuhan harus sendiri dan mandiri dalam

segala sesuatu, hal ini harus menuntut mahasiswa dapt membagi waktu

atau memanajemen waktu serta keuangan dengan baik. Sulitnya

mahasiswa membagi atau memanajemen waktu dan keuangan serta

beratnya kewajiban mahasiswa akan tugas, belajar dan berorganisasi

bahkan aktivitas lainnya membuat kebanyakan mahasiswa lebih menyukai

segala sesuatu yang serba cepat dan praktis sehingga lupa akan pentingnya

asupan gizi untuk kesehatan, seperti mengkonsumsi makanan siap saji

yang memiliki kandungan gizi yang tidak seimbang dan banyak

mengandung lemak bahkan bahan pengawet. Hal ini akan menyebabkan

berbagai macam penyakit degeneratif usia muda, seperti, tipus, kanker

bahkan ancaman obesitas.

Mahasiswa juga kurang memperhatikan pola makan teratur setiap

harinya, pada pagi hari misalnya mahasiswa jarang yang menyempatkan

untuk sarapan pagi, bahkan sarapan pagi pun digabung dengan makan

siang, tentunya hal itu berdampak negatif pada tubuh dan mengganggu
26

ketidakmaksimalan kinerja tubuh. Sarapan pagi sangat diperlukan untuk

meningkatkan energi, konsentrasi dan kinerja otak serta kinerja tubuh,

apalagi disertai dengan asupan gizi yang baik sehingga tentunya dapat

menujang kegiatan belanja, akan meningkatkan fungsi otak sehingga

belajar akan lebih mudah. banyak kasus dimana mahasiswa kurang

berkonsentrasi saat kuliah dan kebanyakan dari mereka mengatuk saat

kuliah. Pola makan yang teratur akan membuat tubuh cenderung lebih

tahan terhadap berbagai macam penyakit yang akan menyerang tubuh,

karena asupan gizi yang cepat terpenuhi.

Kehidupan mahasiswa khususnya anak kost yang segala sesuatunya

harus dilakukan sendiri dan harus mandiri tanpa menggantungkan kepada

orang lain bahkan kedua orang tuanya. Kehidupan mahasiswa yang

menuntut harus benar-benar dapat memanajemen keuangan mereka

sendiri. Dalam masalah keuangan, menurut sumber juga berpegaruh pada

pola makan sehari-hari serta asupan gizi yang mereka makan setiap

harinya. Pada saat mereka ingin makan, mereka harus berfikir harga dari

setiap makanan dan uang saku yang mereka punyai yang mana harus dapat

bertahan hingga satu bulan bagi mereka yang mendapat uang saku per

bulan, atau harus dapat bertahan satu minggu bagi mereka yang mendapat

uang saku per minggu.

Mahsiswa lebih memilih makan di tempat yang memiliki harga relatif

murah dan terjangkau bagi saku para mahasiswa, prinsip dari mereka yaitu

yang penting “kenyang” tanpa mempertimbangkan asupan gizi dan


27

kebersihan dari makanan yang mereka makan. Disaat uang saku mereka

menipis karena banyak kebutuhan yang lain atau telah akhir bulan mereka

lebih memilih makan seadanya saja, seperti mie instant, roti bahkan ada

yang hanya minum energen saja, atau sehari hanya makan satu kali. Hal

ini tentunya mereka mendapat asupan gizi yang tidak seimbang dan hal ini

tentunya dapat mengganggu kesehatan dan kinerja tubuh, yang akan

berdampak pada gangguan kesehatan dan memicu berbagai macam

penyakit.

Kebanyakan mahasiswa yang bisa dikatakan “irit” lebih memilih

tempat makanan yang memiliki harga yang terjangkau tanpa

mempedulikan asupan gizi, apakah seimbang atau tidak dan kebersihan

dari makanan yang ia makan seperti di waung pinggir jalan, warteg, dll.

Mahasiswa yang bisa dikatakan “boros” lebih memilih tempat makan yang

cepat saji tanpa memperdulikan asupan gizi makanan yang makan serta

harga yang relatif mahal misalkan mahasiswa yang suka makan di

retaurant seperti KFC, Mc Donald’s dll..

Kehidupan mahasiswa jaman sekarang yang penuh dengan kehidupan

modern dan gaya hidup yang semakin maju, bahkan berpengaruh pada

pola makan mahasiswa sehari-harinya, seperti makan di restoran yang

harganya relatif mahal yang asupan giziya belum tentu seimbang dan baik

bagi kesehatan meskipun kemungkinan besar kebersihan terjamin

dibandingkan dengan makan di warung biasa yang memiliki harga relatif

murah, dari tempat makan pun sudah kelihatan kebersihannya jika


28

dibandingkan dari sisi kebersihan, namun kemungkinan besar asupan gizi

di warung lebih seimbang dibanding di restauran tergantung menu yang

mau di makan yang kebanyakan fast food yang banyak bahan pengawet.

Mahasiswa makan di warung makan dengan harga yang relatiif murah dan

kenyang, dibanding di restoran, kebanyakan dari mereka makan di

restoran jika awal bulan dengan uang saku yang masih banyak atau disaat

ada acara-acara tertentu dan hanya mengikuti teman serta ego mereka.

Namun kedua hal tersebut tergantung dari gaya hiduup masing-masing

mahasiswa itu sendiri. Terdapat pilihan untuk memasak sendiri untuk

mendapat gizi yang seimbang, mengurangi pengeluaran, dan dapat

berkesempatan untuk membawa bekal ke kampus, namun menurut

beberapa sumber terdapat kendala, antara lain fasilitas kos yang tidak

mendukung untuk memasak, tidak dapat memasak, waktu, dan minimnya

pengetahuan tentang memasak. Meskipun hal ini sangat effisien bagi

mahasiswa khususnya anak kos untuk meminimalisir pengeluaran,

kebersihan, dan asupan gizi yang mereka dapatkan.

Dari berbagai masalah diatas yang timbul akibat pola makan yang

tidak teratur dan asupan gizi yang tidak seimbang maka ada beberapa

solusi untuk mengatasi masalah-masalah diatas mengenai pola makan

teratur dan asupan gizi seimbang bagi anak kost yaitu, pertama mahasiswa

dapat mengatur pola makan dengan pembagian waktu yang baik. Misalnya

dengan membawa bekal ke kampus disaat tidak sempat sarapan, atau

mungkin dapat membeli makanan seperti roti gandum, roti tawar atau susu
29

yang dapat mengisi dan mengganjal perut maka dengan begitu maka pola

makan dapat teratur. Kedua, mahasiswa dapat mendapatkan asupan gizi

yang baik apabila mahasiswa memasak sendiri sekaligus selama sehari

selain lebih murah, hemat pengelaran dan juga terjamin kebersihannya,

dan juga dapat memilih tempat makanan yang sekiranya memenuhi asupan

gizi dengan harga yang terjangkau dan terjamin kebersihannya, dan

usahakan tidak terlalu sering mengkonsumsi makanan siap sajidan makan

harus seimbang ada nasi, sayur, buah, lauk hewani dan lauk nabatinya.

Ketiga, mahasiswa tidak perlu gengsi ataupun mengikuti gaya hidup dan

ego, sebaiknya makan ditempat yang memiliki harga terjangkau untuk

menghemat pengeluaran dan memiliki asupan gizi yang seimbang

sehingga dapat berdampak positif bagi kesehatan, tidak perlu di restoran

yang tentunya memiliki harga yang relatif mahal dan belum tentu memiliki

asupan gizi yang baik dan sebagian besar mengandung bahan pengawet

setara dengan makanan siap saji (Ari, 2008).

5. Mahasiswa Jurusan Gizi

Mahasiswa Jurusan gizi dimana adalah seorang peserta didik berusia

rata-rata 18 sampai 25 tahun yang sudah terdaftar untuk menjalani

pendidikan di Perguruaan Tinggi Jurusan Gizi.

Mahasiswa Jurusan gizi atau sebut saja mahasiswa Ilmu Gizi dituntut

untuk terampil dan cakap dalam berkomunikasi. Selama perkuliahan

mereka dituntut untuk dapat mengabdikan ilmu bagi banyak kalangan

masyarakat. Mereka terbiasa juga melakukan banyak penyuluhan


30

kesehatan, interaksi sosial untuk menanggulangi gizi, konseling gizi,

intervensi gizi, dan banyak hal lainnya. dari usia anak baru lahir, anak tk,

usia sekolah, remaja, usia dewasa hingga lansia.

Mahasiswa Jurusan Gizi berbeda dengan mahasiswa jurusan lain,

terutama dalam hal penegtahuan tentang gizi yang di kuasainya. Mereka

yang kuliah di jurusan gizi akan mengetahui apakah tubuh mereka berada

dalam kondisi bugar. Selain itu mereka sangat paham mengenai pola gizi

seimbang, dan memiliki prinsip untuk selalu memantau berat badan ideal (

Resti, 2010).

Mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di Jurusan Gizi pada

akhirnya memiliki tujuan untuk mencegah dan menanggulangi serta

meningkatkan status gizi masyarakat di dunia terutama gizi masyarakat

Indonesia. Salah satu yang harus di pahami mahasiwa jurusan gizi adalah

mengenai pesan gizi seimbang . Gizi Seimbang adalah Susunan pangan

sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai

dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman

pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan mempertahankan berat

badan normal untuk mencegah masalah gizi. Berbagai definisi atau

pengertian mengenai Gizi Seimbang (Balanced Diet) telah dinyatakan oleh

berbagai institusi atau kelompok ahli, tetapi pada intinya definisi Gizi

Seimbang mengandung komponen-komponen yang lebih kurang sama,

yaitu: cukup secara kuantitas, cukup secara kualitas, mengandung berbagai

zat gizi (energi, protein, vitamin dan mineral) yang diperlukan tubuh untuk
31

tumbuh (pada anak-anak), untuk menjaga kesehatan dan untuk melakukan

aktivitas dan fungsi kehidupan sehari-hari (bagi semua kelompok umur

dan fisiologis), serta menyimpan zat gizi untuk mencukupi kebutuhan

tubuh saat konsumsi makanan tidak mengandung zat gizi yang dibutuhkan

Dan Mahasiswa jurusan gizi sudah dapat menerapkan pesan gizi seimbang

yang mana adalah konsumsi makan sehari-hari harus mengandung zat gizi

dalam jenis, jumlah (porsi) yang sesuai dengan kebutuhan setiap orang

atau kelompok umur dan salah satunya mengenai banyak makan sayur dan

buah-buahan sesuai dengan yang dianjurkan maka akan dengan mudah

menyampaikan kepada masyarakat (Kemenkes RI, 2014).

B. Konsumsi dan Perilaku Konsumsi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Farida , 2010), konsumsi adalah

suatu kegiatan dari individu untuk memenuhi kebutuhan dirinya, baik berupa

barang produksi, bahan makanan dan lainlain. Dalam penelitian ini, konsumsi

lebih dititik beratkan pada bahan makanan, khususnya konsumsi buah dan

sayur. Jadi,perilaku konsumsi adalah suatu kegiatan atau aktivitas individu

untuk memenuhi kebutuhannya akan bahan makanan agar terpenuhi

kecukupan gizi individu tersebut. Konsumsi adalah kegiatan dari individu

untuk memenuhi kebutuhan dirinya, baik berupa barang produksi, bahan

makanan dan lainlain (KBBI, 2014). Dalam penelitian ini, konsumsi lebih di

titik beratkan pada bahan makanan, khususnya sayur dan buah. Jadi, perilaku

konsumsi adalah suatu kegiatan atau aktivitas individu untuk memenuhi


32

kebutuhan akan bahan makanan sayur dan buah agar kecukupan gizi individu

terpenuhi.

Konsumsi makanan adalah makanan dan minuman yang dicerna tubuh.

Pertama dinyatakan dengan jenis makanan atau minuman. Kemudian

pengukurannya dapat menggunakan kuantitas dan frekuensi dari jenis makan

dan minuman yang berbeda yang di makan selama kurun waktu tertentu (

Farisa, 2012).

Penilaian konsumsi makanan merupakan salah satu metode yang

digunakan untuk menentukan status gizi individu atau kelompok. Ada

beberapa metode yang dapat digunakan untuk memberikan penilaian terhadap

konsumsi makanan di tingkat individu yaitu metode penimbangan, metode

recall, riwayat makan, dan frekuensi pangan ( Supariasa, et al, 2012).

Dalam menentukan metode apa yang tepat digunakan pada sebuah studi,

harus mengetahui terlebih dahulu informasi apa yang ingin didapatkan.

Menurut (Cameron, 2012 dalam Fahrina, 2016) ada 4 jenis informasi yang

dapat diperoleh, yaitu :

a. Rata-rata konsumsi makanan pada sebuah kelompok

b. Rata-rata dan distribusi konsumsi makanan dalam sebuah kelompok untuk

mengetahui proporsi populasi yang beresiko

c. Kebiasaan asupan gizi pada individu untuk mengurutkan ranking di dalam

suatu kelompok

d. Kebiasaan asupan makanan atau gizi pada individu untuk konseling atau

analisis regresi dan korelasi.


33

Setiap informasi dapat menggunakan metode yang berbeda-beda. Untuk

mengetahui proporsi dapat digunakan recall 24 jam, Frekuensi pangan, dan

riwayat makan. Penggunaan metode recall 24 jam valid untuk mengetahui

informasi rata-rata konsumsi tetapi tidak untuk mengklasifikasi subjek

menjadi konsusmsi tinggi, sedang, atau rendah. Untuk mengatasi masalah ini,

maka dapat digunakan metode frekuensi pangan (Farisa, 2012 ).

Perilaku Konsumsi adalah suatu keadaan yang menggambarkan perilaku

seseorang terhadap tata krama makan, frekuensi makan, pola makan,

kesukaan makan, dan pemilihan makanan. Konsumsi zat gizi yang tidak

optimal berkaitan dengan kesehatan yang buruk. Bila konsumsi zat gizi selalu

kurang dari kecukupan maka seseorang akan mengalami gizi kurang,

sebaliknya jika konsumsi melebihi kecukupan akan menderita gizi lebih dan

obesitas. Konsumsi zat gizi yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan

akan membantu remaja mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang

optimal (Nurdin, 2010 dalam Farisa, 2012).

Periku konsumsi yang dilakukan di masa remaja akan memberikan

dampak kesehatan pada periode kehidupan selanjutnya. Perilaku konsumsi

yang salah atau buruk selama remaja akan berlanjut sampai ia dewasa dan

mengakibatkan untuk mudahnya terkena penyakit kronis (Farisa, 2012).

Menurut Guthrie dalam Picciano dalam Farisa 2012, pada usia dewasa

perubahan perilaku konsumsi, mereka menjadi tidak tergantung pada pola

makan orang tua, lebih banyak makan dan jajan di luar rumah. Mereka sering

mencoba makanan baru dan meninggalkan kebiasaan makan orang tua.


34

Remaja pada umumnya sering melewatkan sarapan Aktivitas yang tinggi

membuat mereka menjadi sibuk sehingga dapat menyebabkan frekuensi pada

remaja menjadi tidak teratur. Ketidakteraturan frekuensi makan berhubungan

dengan konsumsi buah dan sayur yang rendah (Almatsier, 2011).

Mahasiswa saat ini banyak menggemari makanan cepat saji, dan

mengakibatkan kurangnya mengkonsumsi makanan yang mengandung serat

seperti sayur dan buah. Banyak studi di perguruan tinggi dan universitas di

seluruh bangsa telah menemukan bahwa mahasiwa secara umum tidak

mengkonsumsi sayur dan buah sesuai anjuran (Lestari, 2013 dalam Sarimah,

2016).

Meningkatnya aktivitas, kehidupan sosial dan kesibukan para mahasiswa

akan mempengaruhi pola makan mereka. Pola makan sering tidak teratur,

sering jajan, sering tidak makan pagi dan sama sekali tidak makan siang.

Pertumbuhan mahasiswa diiringi dengan meningkatnya aktifitas mahasiwa

yang pada akhirnya dapat menimbulkan dampak terhadap apa yang dimakan

mahasiwa tersebut (Suci, 2011 dalam Syakhdiah, 2016).

C. Konsumsi Makanan dan Penilaian Konsumsi Makanan

Konsumsi makanan adalah makanan dan minuman yang dicerna tubuh.

Pertama dinyatakan dengan jenis makanan atau minuman. Kemudian

pengukurannya dapat menggunakan kuantitas dan frekuensi dari jenis makan

dan minuman yang berbeda yang di makan selama kurun waktu tertentu (

Farisa, 2012).
35

Penilaian konsumsi makan atau dietary merupakan salah satu metode

penilaian status gizi. Metode ini sangat khas dan penting untuk dikuasai oleh

ahli gizi. Data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang

konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu.

Penilaian konsumsi makanan merupakan salah satu metode yang

digunakan untuk menentukan status gizi individu atau kelompok (Farisa,

2012). Banyak oengalaman membuktikan bahwa dalam melakukan penilaian

konsumsi makanan banyak terjadi bias tentang hasil yang di peloreh. Hal ini

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain ketidaksesuaian dalam

menggunakan alat ukur, waktu pengumpulan data yang tidak tepat, instrumen

yang tidak sesuai dengan tujuan, ketelitian alat timbangan maknan,

kemampuaan petugas pengumpulan data, daya ingat responden, daftar

komposisi makanan yang digunakan tidak sesuai dengan mkanan yang

dikonsumsi responden dan interprestasi hasil yang kurang tepat (Supariasa

dkk, 2012).

Tujuan Penilaian Konsumsi Makanan :

1. Mengetahui & mempelajari kebiasaan makan.

2. Menghitung jmlh makanan yg dimakan responden.

3. Menentukan tingkat kecukupan konsumsi individu/ sekelompok

orang/masyarakat.

4. Sabagai dasar perencanaan program gizi

5. untuk pengembangan program gizi dan untuk pendidikan gizi.


36

6. untuk menentukan pedoman kecukupan makanan, untuk menyusun menu

bergizi dgn biaya rendah.

7. Menentukan perundang-undangan yang berkenaan dgn makanan,

kesehatan dan gizi masyarakat.

Kelemahan Metode Pengukuran Konsumsi Makanan yaitu tidak dapat

menentukan status gizi secara langsung hanya dapat dipakai sebagai bukti

awal akan kemungkinan terjadinya kekurangan gizi pada seseorang. Lebih

efektif bila disertai dengan hasil pemeriksaan biokimia, klinis atau

antropometri (Supariasa , 2012).

Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka penilaian makanan dapat

dibedakan sebagai berikut (Supariasa , 2012).

1. Metode kualitatif

Tujuannya untuk mengetahui frekuensi makan, kebiasaan makan, serta

cara memperolehnya.

Metode-metode penilaian konsumsi makanan yang bersifat kualitatif

antara lain :

1. Metode frekuensi makanan

2. Metode dietary history

3. Metode telepon

4. Metode pendaftaran makanan


37

2. Metode Kuantitatif

Untuk mengetahui jmlh mkn yg dikonsumsi shg dapat dihitung

konsumsi zat gizi dgn menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan

(DKBM) atau daftar lain yg diperlukan.

Terdiri atas :

1. Metode recall 24 jam

2. Perkiraan makanan (estimated food records).

3. Penimbangan makanan (food weighing)

4. Metode food account

5. Metode inventaris (inventory method)

6. Metode food records

3. Motode Kualitatif dan Kuantitatif

Beberapa metode pengukuran bahan dapat menghasilkan data yang bersifat

kualitatif maupun kuantitatif. Metode tersebut antara laian:

a. Metode recall 24 jam

b. Metode riwayat makan (dietary history)

Metode-metode dalam penilaian konsumsi makanan diatas memiliki

kekurangan dan kelebihan masing-masing. Kebanyakan peneliti lebih sering

menggunakan metode recall 24 jam dan metode food frequency

questionnarires (FFQ) karena kedua metode tersebut lebih banyak kelebihan

di bandingkan kekurangan. Metode tersebut selain cepat juga masih memiliki

presisi yang cukup tinggi bila dilakukan oleh orang yang ahli (Widajanti,

2009).
38

Pada penelitian yang akan dilakukan ini penilaian konsumsi makanan yang

berupa sayur dan buah. Yang di pilih adalah metode semiquantitatif food

frequency questionnaires ( semiquantitatif FFQ). Pada awalnya FFQ hanya

bersifat kualitatif karena hanya menampilkan frequensi pangan menurut

kelompok pangan atau sumber-sumber pangan kaya zat gizi tertentu yang

diteliti. Akan tetapi, dalam perkembangannya banyak peneliti yang tidak puas

hanya dengan frekuensi konsumsi pangan sehingga pada akhirnya metode

food frequency questionnaies ( FFQ) dimodifikasi menjadi semiquantitatif

food frequency questionnaires (semiquantitatif FFQ) (Widajanti, 2009).

Modifikasi yang dilakukan adalah dengan menambahkan patokan ukuran

rumah tangga (URT) dan berat pangan dalam gram (g) sehingga metode ini

tidak hanya memperoleh hasil menegenai frekuensi konsumsi makanan per

orang per hari tetapi juga dapat memperoleh hasil mengenai jumlah konsumsi

makanan per orang per hari (Widajanti, 2009). Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa tujuan peneliti yang ingin mengetahui jumlah konsumsi

sayur dan buah pada responden dapat terpenuhi dengan menggunakan

semiquantitatif FFQ.

Metode FFQ terdiri tentang daftar bahan makanan dan frekuensi

penggunaan makann tersebut pada periode tertentu. Periode konsumsi yang

ditulis berupa berapa kali perhari sehingga berapa kali per tahun, setelah itu

dibuat rata-rata perhariannya. Apabila data frekuensi yang di peroleh dalam

minggu, maka di bagi dengan 7 hari, bila data frekuensi dalam bulan , dibagi

dengan frekuensi 30 hari, bila data frekuensi dalam tahun, maka frekuensi
39

dibagi dengan 365hari sehingga di dapatkan frekuensi konsumsi makanan atau

bahan makanan per orang per harinya kemudian dibandingkan dengan skor

(Widajanti, 2009).

Metode Kuesioner Frekuensi Pangan (Food Frequency Questionaire /

FFQ) merupakan salah satu jenis metode yang biasa digunakan dalam Survei

Konsumsi Gizi yang memiliki banyak kelebihan, yaitu cepat, murah, mudah

dilakukan dilapangan dan mampu mendeteksi kebiasaan makan masyarakat

dalam jangka panjang dalam waktu yang relatif singkat. Langkah pertama

dalam melakukan FFQ membuat kuesioner frekuensi pangan berdasarkan

kebutuhan zat gizi yang diteliti serta kebiasaan makan masyarakat, sehingga

tidak perlu semua nama makanan masuk ke dalam kuesioner namun juga tidak

ada nama makanan yang tidak terekam di kuesioner karena terlewat didata. (

Widajanti, L.2009). Daftar nama makanan dan minuman dibuat berdasarkan

kelompok pangan lalu dibuat kategori respon berapa kali frekuensi yang ada

terhadap daftar nama makanan yang sudah dibuat. Frekuensi pangan yang

ditulis berupa berapa kali perhari hingga berapa kali per tahun, setelah itu

dibuat rata-rata harian. Kadang-kadang diperlukan nilai baru untuk

pengolahan lebih lanjut, sehingga frekuensi konsumsi diberikan skor atau

nilai. Katagori nilai atau skor yang biasa dipakai menurut Widajanti (2009)

yang di modifikasi adalah sebegai berikut adalah : A (Sering sekali

dikonsumsi)= lebih dari 1 kali sehari (tiap kali makan), skor = 50; B (Sering

dikonsumsi) = 1 kali sehari (4-6 kali seminggu), skor = 25; C (Biasa

dikonsumsi) = 3 kali perminggu, skor = 15; D (Kadang-kadang dikonsumsi) =


40

kurang dari 3 kali perminggu (1-2 kali perminggu), skor = 10; E (Jarang

dikonsumsi) = kurang dari 1 kali perminggu, skor = 1; F (Tidak pernah

dikonsumsi), skor = 0.

Jika metode FFQ yang digunakan adalah semiquantitatif FFQ, maka

perhitungannya tidak hanya berupa frekuensi, tapi dapat mengetahui jumlah

konsumsi maknan atau bahan makann per orang per hari. Contoh: sayur di

konsumsi satu kali dalam dua hari dari satu bulan dengan porsi sedang (70

gram), maka jumlah rata-rata konsumsi harian sebesar= (1 kalix2 hari)/30 hari

x 70 gram=4,67 gram per hari..

Dalam menentukan katagori semiquantitatif FFQ dapat dilakukan dalam

berbagai cara,, tergantung dari penelitian yang akan dilakukan. Dalam

penelitian ini, yang ingin di ketahuo adalah jumlah konsumsi sayur dan buah,

maka katagori yang di ambil berdasarkan anjuran konsumsi sayur dan buah

menurut WHO yaitu 400 gram (5 porsi_) per orang per hari.

Makanan atau minuman yang ada pada daftar kuesioner adalah siring

dikonsumsi oleh responden, sehingga perlu di lakukan uci coba ter lebih

dahulu dengan mengguanakan responden yang mirip dengan responden yang

sesuangguhnya ( Widajanti, 2009).

Awalnya kuesioner ini dikembangkan dengan tidak memasukkan data

kuantitatif yang mengistimasi porsi per hari, minggu atau bulan . Dengan

menambahkan perkiraan ukuran porsi di kuesioner tersebut, metode ini dapat

menjadi semi kualitatif sehingga dapat melakukan penghitungan energi dan

zat gizi tertentu (Soraya, FKM UI, 2012). Untuk mengistimasi asupan gizi,
41

skor frekuensi pangan untuk individual mengguanakan standar porsi atau

perkiraan ukuran porsi. Di Indonesia belum memiliki standar porsi yang baku,

tetapi terdapat daftar bahan makanan penukar yang dpaat digunakan sebagai

perkiraan ukuran porsi.

Dibawah ini akan dijelaskan mengenai kelebihan dan kekurangan dari

metode Frekuensi makanan menurut (Soraya, FKM UI, 2012):

Kelebihan metode frekuensi makanan, yaitu :

a. Relatif murah dan sederhana

b. Responden dapat mengisi sendiri

c. Tidak memerlukan latihan khusus

d. Dapat membantu menjelaskan antara penyakit dan kebiasaan makan.

Kekurangan metode frekuensi makanan, yaitu:

a. Tidak dapat menghitung asupan zat gizi sehari

b. Kuesioner untuk penegelompokan data sulit dikembangkan

c. Cukup membusankan bagi pewawancara

d. Diperlukan percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan

makanan yang akan masuk dalam kuesioner

e. Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi

f. Membutuhkan waktu wawancara yang lebih lama dibandingkan dengan

recall
42

Tabel. 2.1 Contoh kuesioner frekuensi makanan

No Nama >1x 1x 3-6x 1-2x <2x Tidak URT


Makan perh per per permi perbu pernah
an ari hari mingg nggu lan
u
Sayur-
sayura
n
Sumber: Farisa, (2012)
Metode ini menggunakan daftar makanan yang spesifik untuk mencatat

asupan dalam kurun waktu yang diberikan, missal hari, minggu, bulan atau

tahun. Untuk metode frekuensi makanan semi kuantitatif, ditambahkan 1

kolom mengenai ukuran atau porsi, sehingga dapat diketahui berat makanan

yang dikonsumsi. Contoh FFQ semi kuantitatif dapat dilihat pada tabel 3.1

diatas (Farisa, 2012).

D. Sayur dan Buah

1. Pengertian sayur dan buah

Buah dan sayur merupakan kelompok bahan makanan dari bahan

nabati (tumbuh-tumbuhan). Buah adalah bagian dari tanaman yang

strukturnya mengelilingi biji dimana struktur tersebut berasal dari indung

telur atau sebagai fundamen (bagian) dari bunga itu sendiri. Sedangkan

sayur adalah bahan makanan yang berasal dari tumbuhan. Bagian

tumbuhan yang dapat dibuat sayur antara lain daun (sebagian besar sayur

adalah daun), batang (wortel adalah umbi batang), bunga (jantung pisang),

buah muda (labu), sehingga dapat dikatakan bahwa semua bagian

tumbuhan dapat dijadikan bahan makanan sayur. Sayuran adalah tunas,


43

daun dan akar tanaman yang lunak dan dapat di konsumsi secara utuh, atau

sebagian, segar/ mentah atau di masak, sebgaian pelengkap makanan lain.

Sayuran merupakan bahan makanan yang berasal dari nabati dan

sebagaian besar dari tumbuhan dapat dijadikan bahan makanan sayur.

Biasanya sayuran tidak lah cukup memenuhi kebutuhan gizi harian dan

perlu dikonsumsi dalam jumlah yang sangat besar untuk memenuhi

seluruh pasokan gizi yang dibutuhkan (Farisa, 2012). Sebagai Negara

tropis, Indonesia sangat kaya akan buah dan sayur. Oleh karena itu, patut

disayangkan jika konsumsi buah dan sayur masyarakat masih relatif

rendah dibandingkan Negara lain yang bukan penghasil buah dan sayur

(Putra, 2016).

Buah dan sayur merupakan salah satu bagian penting dalam diet yang

sehat. Mengkonsumsi buah dan sayur dengan porsi yang cukup dapat

mencegah terjadinya penyakit jantung coroner, kanker, diabetes mellitus

tipe 2, serta obesitas (WHO, 2003,). WHO merekomendasikan konsumsi

buah dan sayur sebayak 400 gram per hari untuk mengurangi resiko

terjadinya penyakit kronik (WHO,2003 dalam Putra, 2016). Di Indonesia,

rekomendasi konsumsi buah dan sayur adalah 2 sampai 3 porsi untuk buah

dan 3 sampai 5 porsi untuk sayur berdasarkan Pedoman Umum Gizi

Seimbang (PUGS) (Almatsier, 2009). Walaupun WHO sudah

merekomendasikan konsumsi buah dan sayur, masih banyak remaja

didunia yang belum mengkonsumsi cukup buah dan sayur. Penelitian

systematic review oleh Ledoux,et al 2010 dalam Putra, 2016, ditemukan


44

bahwa orang yang mengkonsumsi buah dan sayur berkontribusi dalam

pengurangan jaringan lemak pada dewasa yang mengalami obesitas dan

overweight.

2. Klasifikasi Sayur dan Buah

Menurut Freisling (2009), berdasarkan ketersediaan di pasar, buah-

buahan dapat dibedakan menjadi:

1. Buah bersifat musiman seperti durian, mangga, rambutan dan lain-lain.

2. Buah tidak musiman

Seperti pisang, nanas, alpukat, papaya, semangka danlain-lain.

Sedangkan berdasarkan prioritas pengembangan, Freisling (2009

)membagi buah-buahan menjadiBuah prioritas nasional yang meliputi

jeruk, mangga, rambutan, durian dan pisang.

3. Buah prioritas daerah yang meliputi manggis, duku, leci, lengkeng,

salak dan markisa.

Buah-buahan memiliki jenis yang sangat beragam, sehingga

diperlukan pengelompokkan buah-buahan tersebut. Menurut broto (2003)

dalam (Farisa, 2012) buah dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik

fisiologisnya, yaitu :

a. Buah-buahan klimakterik kematangan dapat diperoleh melalui

pemeraman, jadi ketika dipetik belum dalam keadaan matang.

Misalnya buah alpukat, cempedak, durian, kemang, kesemek, manga,

nangka, papaya, pisang, sawo , sirsak, srikaya.


45

b. Buah non klimakterik, buah matang di pohon dan tidak dapat melalui

proses pemeraman. Misalnya buah anggur, belimbing, duku, jambu air,

jambu bol, aneka jeruk, leci, lengkeng, salak, semangak, stawberi.

Tabel 2.2. Tabel Musim buah di Indonesia


Nama Buah Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Des
Alpukat
Anggur
Apel
Belimbing
Buah Naga
Duku
Durian
Jambu air
Jeruk bali
Jeruk manis
Kecap
Kedongdon
g
Kelapa
Kesemek
Leci
Lengkeng
Mangga
Manggis
Markisa
Melon
Nenas
Pepaya
Pisang
Rambutan
Salak
Sawo
durian
Sawo
menila
Semangka
Sirsak
Srikaya
Strawberi

Sumber: Rahardi (2007) dan Suhardjo (2010) dalam Farisa (2012)


46

Menurut Astawan (2008), berdasarkan bagian tanaman yang dapat

dimakan, sayuran dibedakan menjadi:

1. Sayuran daun seperti kangkung, sawi, katuk dan bayam.

2. Sayuran bunga seperti brokoli dan kembang kol.

3. Sayuran buah seperti terong, cabe, ketimun dan tomat.

4. Sayuran biji muda seperti asparagus dan rebung.

5. Sayuran akar seperti wortel dan lobak.

6. Sayuran umbi keperti kentang dan bawang

Sayuran memiliki warna yang bermacam-macam, sehingga sayuran

dapat pula dibagi berdasarkan warnanya, antara lain: ( Farisa, FKM,

2012).

a. Warna hijau tua, seperti sayuran daun, sayuran kacang muda, beberapa

sayuran buah misalnya pare. Sayur berwarna hijau merupakan sumber

karoten atau provitamin A.

b. Warna kuning atau orange, sepert wortel dan labu kuning

c. Wara merah, seperti bit, kol merah dan tomat

d. Warna ungu, seperti terong, kol ungu dan radis

e. Warna putih, seperti lobak, kol putih, kembang kol, dat tauge

3. Kandungan dan Manfaat sayur dan buah

Buah dan sayur merupakan sumber serat, vitamin A, vitamin C,

vitamin B khususnya asam folat, berbagai mineral seperti magnesium,

kalium, kalsium dan Fe, namun tidak mengandung lemak maupun

kolesterol. Setiap buah dan sayur mempunyai kandungan vitamin dan


47

mineral yang berbeda. Misalnya belimbing, durian, jambu, jeruk, mangga,

melon, papaya, rambutan, sawo dan sirsak merupakan contoh buah yang

mengandung vitamin C relatif tinggi dibandingkan buah lainnya.

Sedangkan jambu biji, merah garut, mangga matang, pisang raja dan

nangka merupakan sumber provitamin A yang sangat tinggi (Astawan,

2008 dalam Putra, 2016). Menurut Sekarindah (2008), kandungan vitamin

dan mineral pada buah dan sayur memang berbeda-beda, tidak saja

diantara berbagai spesies dan varietas, namun juga di dalam varietas

sendiri yang tumbuh pada kondisi lingkungan yang berbeda, iklim, macam

tanah dan pupuk, semuanya berpengaruh terhadap kandungan vitamin dan

mineral dalam produk buah dan sayur yang dihasilkan. Menurut Khomsan,

dkk (2008), buah dan sayur mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan.

Ada dua alas an utama yang membuat konsumsi buah dan sayur penting

untuk kesehatan, yaitu:

1. Buah dan sayur san gat kaya akan kandungan vitamin, mineral dan

zat gizi lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Tanpa

mengonsumsi buah dan sayur, maka kebutuhan gizi seperti vitamin C,

vitamin A, potassium dan folat kurang terpenuhi. Oleh karena itu, buah

dan sayur merupakan sumber makanan yang baik dan menyehatkan.

2. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang yang mengonsumsi

tinggi buah dan sayur dapat menurunkan insiden terkena penyakit

kronis.
48

Salah satu studi epidemiologi yang mengkaji secara umum terhadap

perilaku sekelompok masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat Cina,

Jepang dan Korea lebih sedikit terkena kanker dan penyakit jantung

koroner dibandingkan masyarakat Eropa dan Amerika. Hal ini disebabkan

karena masyarakat Korea, Jepang dan Cina dikenal sangat suka

mengonsumsi sayuran dan buah-buahan lebih banyak dari Negara Eropa

dan Amerika.Buah-buahan dan sayuran segar juga mengandung enzim

aktif yang dapat mempercepat reaksi-reaksi kimia di dalam tubuh.

Komponen gizi dan komponen aktif non-nutrisi yang terkandung

dalam buah dan sayur berguna sebagai antioksidan untuk menertalkan

radikal bebas, anti kanker dan menetralkan kolesterol jahat. Selain itu,

dalam sayuran dan buah terdapat dua jenis serat yang bermanfaat bagi

kesehatan pencernaan dan mikroflora usus, yaitu serat larut air dan tidak

larut air. Serat larut air dapat memperbaiki performa mikroflora usus

sehingga jumlah bakteri baik dapat tumbuh dengan sempurna. Sedangkan,

serat tidak larut air akan menghambat pertumbuhan bakteri jahat sebagai

pencetus berbagai macam penyakit (Almatsier, 2013 dalam Putra, 2016).

4. Dampak Kurang Konsumsi Sayur dan Buah

Beberapa dampak apabila seseorang kurang konsumsi buah dan sayur

menurut Ruwaidah (2007) dalam Putera (2016), antara lain:

1. Meningkatkan Kolesterol Darah

Jika tubuh kurang konsumsi buah dan sayur yang kaya akan serat,

makadapat mengakibatkan tubuh kelebihan kolesterol darah, karena


49

kandungan serat dalam buah dan sayur mampu menjerat lemak dalam

usus, sehingga mencegah penyerapan lemak oleh tubuh. Dengan

demikian, serat membantu mengurangi kadar kolesterol dalam

darah.Serat tidak larut (lignin) dan serat larut (pectin, β-glucans)

mempunyaiefek mengikat zat-zat organik seperti asam empedu dan

kolesterol sehingga menurunkan jumlah asam lemak di dalam saluran

pencernaan. Pengikatan empedu oleh serat juga menyebabkan asam

empedu keluar dari siklus enterohepatic, karena asam empedu yang

disekresi ke usus tidak dapat diabsorpsi, tetapi terbuang ke dalam

feses.Penurunan jumlah asam empedu menyebabkan hepar harus

menggunakan kolesterol sebagai bahan untuk membentuk asam

empedu. Hal inilah yang menyebabkan serat dapat menurunkan kadar

kolesterol (Nainggolan dan Adimunca, 2005 dalam Putra, 2016). Jika

konsumsi serat kurang, maka proses tersebut tidak terjadi dan akan

menyebabkan kolesterol darah meningkat.

2. Gangguan Penglihatan/Mata

Gangguan pada mata dapat diakibatkan karena tubuh kekurangan

ini yang berupa betakaroten. Gangguan matadapat diatasi dengan

banyak mengonsumsi wortel, selada air, dan buah-buahan lainnya

(Ruwaidah, 2007). Kandungan vitamin A dalam buah dan sayur

penting untuk pertumbuhan, penglihatan dan meningkatkan daya tahan

tubuh terhadap penyakit dan infeksi.Vitamin A berfungsi dalam

penglihatan normal pada cahaya remang.Kecepatan mata beradapatasi


50

setelah terkena cahaya terang berhubungan langsung dengan vitamin A

yang tersedia di dalam darah untuk membentuk rodopsin yang

membantu proses melihat (Ruwaidah, 2007).

3. Menurunkan Kekebalan

Tubuh Buah dan sayur sangat kaya dengan kandungan vitamin C

yang merupakan antioksidan kuat dan pengikat radikal bebas. Vitamin

C juga meningkatkan kerja system imunitas sehingga mampu

mencegah berbagai penyakit infeksi bahkan dapat menghancurkan sel

kanker (Silalahi, 2006 dalam Windi, 2016). Jika tubuh kekurangan

asupan buah dan sayur, maka imunitas/kekebalan tubuh akan menurun.

4. Meningkatkan Risiko Kegemukan

Kurang konsumsi buah dan sayur dapat meningkatkan risiko

kegemukan dan diabetes pada seseorang (WHO, 2003). Buah berperan

sebagai sumber vitamin dan mineral yang penting dalam proses

pertumbuhan. Buah juga bisa menjadialternatif cemilan (snack) yang

sehat dibandingkan dengan makanan jajanan lainnya, karena gula yang

terdapat dalam buah tidak membuat seseorang menjadi gemuk namun

dapat memberikan energi yang cukup (Khomsan, dkk, 2009). Sayuran

juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang sangat bermanfaat

untuk pertumbuhan dan perkembangan individu. Seseorang yang

mengonsumsi cukup sayuran dengan jenis yang bervariasi akan

mendapatkan kecukupan sebagian besar mkineral mikro dan serat yang

dapat mencegah terjadinya kegemukan. Selain itu, sayuran juga


51

berperan dalam upaya pencegahan penyakit degeneratif seperti PJK

(Penyakit Jantung Koroner),kanker, diabetes dan obesitas (Khomsan,

dkk, 2009 dalam Putra, 2016).

5. Meningkatkan Risiko Kanker Kolon

Diet tinggi lemak dan rendah serat (buah dan sayur) dapat

meningkatkan risiko kanker kolon. Penelitian epidemiologis

menunjukkan perbedaan insidenkanker kolorektal di Negara maju

seperti Amerika, Eropa dan di Negara berkembang seperti Asia dan

Afrika. Hal itu dikarenakan perbedaan jenis makanan di Negara maju

dan Negara berkembang tersebut, dimana masyarakat di Negara maju

lebih banyak mengonsumsi lemak daripada di Negaraberkembang

(Puspitasari, 2006). Serat dapat menekan risiko kanker karena serat

makanan diketahui memperlambat penyerapan dan pencernaan

karbohidrat, juga membatasi insulin yang dilepas ke pembuluh darah.

Terlalu banyak insulin (hormon pengatur kadar gula darah) akan

menghasilkan protein dalam darah yang menambah risiko munculnya

kanker, yang disebut insulin growth faktor (IGF). Serat dapat melekat

pada partikel penyebab kanker lalu membawanya keluar dari dalam

tubuh (Puspitasari, 2006 dalam Putra, 2016).

6. Meningkatkan Risiko Sembelit (Konstipasi)

Konsumsi serat makanan dari buah dan sayur, khususnya serat tak

larut (tak dapat dicerna dan tak larut air) menghasilkan tinja yang

lunak. Sehingga diperlukan kontraksi otot minimal untuk


52

mengeluarkan feses dengan lancar.Sehingga mengurangi konstipasi

(sulit buang air besar). Diet tinggi serat juga dimaksudkan untuk

merangsang gerakan peristaltik usus agar defekasi (pembuangan tinja)

dapat berjalan normal. Kekurangan serat akan menyebabkan tinja

mengeras sehingga memerlukan kontraksi otot yang besar untuk

mengeluarkannya atau perlu mengejan lebih kuat. Hal inilah yang

sering menyebabkan konstipasi. Oleh karena itu, diperlukan konsumsi

serat yang cukup khususnya yang berasal dari buah dan sayur

(Puspitasari, 2006).

5. Anjuran Konsumsi Sayur dan buah

Organisasi pangan dan pertanian dunia Food and Agriculture

Organization (FAO) dalam Farisa, 2012, merekomendasikan warga dunia

untuk makan sayur dan buah secara teratur sebanyak 75 kg/kapita/tahun

begitupun dengan WHO merekomendasikan agar konsumsi sayur dan

buah sebanyak 400 gram setiap hari. Di Negara Indonesia konsumsi buah

dan sayur yang dianjurkan terdapat dalam piramida gizi seimbang

((Yayasan Institusi Danone & Nakita, 2010) dalam Farisa, 2016).

Indonesia menganjurkan masyarakat untuk mengkonsumsi buah

sebayak 2-3 porsi dalam sehari. Sedangkan untuk sayuran dianjurkan

dikonsumsi 3-5 porsi dalam sehari. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar

5.1. Tetapi pada kenyataan penduduk Indonesia banyak yang belum

memenuhi kecukupan konsumsi buah dan sayur tersebut.


53

Gambar 2.1. Tumpeng Gizi Seimbang


(Sumber: Kemenkes RI,2014)

WHO menganjurkan agar mengkonsumsi minimal 400 gram buah

dan sayur dalam sehari untuk mencegah terjadinya penyakit kronis.

Kurang lebih setiap porsi buah atau sayur memiliki berat 80 gram.

Menurut Almatsier (2009) jumlah sayur yang dianjurkan untuk

dikonsumsi dalam sehari sebesar 150-200 gram dan jumlah buahnya

sebesar 200-300 gram. Menurut WHO/FAO (2003) dalam Farisa (2012),

yang dimaksud dengan 1 porsi sayur adalah mangkuk sayur segar atau ½

mangkuk sayur masak dan 1 porsi buah adalah 1 potongan sedang atau 2

potong kecil buah atau 1 mangkuk buah irisan. Konsumsi sayur dan buah

dianggap ‘cukup’ apabila asupan sayur dan buah 5 porsi atau lebih per

hari. Sedangkan yang dianggap ‘kurang’ apabila asupan sayur dan buah

kurang dari 5 porsi sehari.

Bagi orang Indonesia dianjurkan konsumsi sayur dan buah 300-400

gram per orang per hari bagi remaja dan orang dewasa. Sekitar dua pertiga

dari jumlah anjuran konsumsi sayur dan buah tersebut adalah porsi sayur.
54

Jika dilihat dari tumpeng gizi seimbang, masyarakat Indonesia di anjurkan

mengkonsumsi sayur sebanyak 3-4 porsi dalam sehari sedangkan untuk

buah sebanyak 2-3 porsi dalam sehari (Kemenkes RI, 2014).

E. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Sayur dan Buah

Menurut Soraya dan Windi (2016), Perilaku konsumsi sayur dan buah

pada remaja setidaknya dipengaruhi oleh empat faktor besar. Pertama faktor

personal yang terdiri dari pengetahuan, sikap, kesukaan, keyakinan diri,

preferensi dan hambatan, Kedua, Faktor sosial yang terdiri dari dukungan

orang tua dan dukungan teman sebaya, Ketiga, Faktor Lingkungan Fisik

antara lain ketersediaan dan akses untuk sayur dan buah baik ketersediaan di

rumahnya maupun dilingkungan sekitarnya dimana ia banyak menghabiskan

waktunya, dan terakhir faktor keterpaparan media Massa yaitu media cetak

maupun media elektronik sumber promosi untuk informasi mengenai makanan

yang sehat dan bergizi.

Adapun faktor-faktor yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah faktor

sosial, faktor lingkungan fisik dan keterpaparan media massa yaitu:

1. Faktor sosial

Faktor lingkungan sosial yang mana baik itu lingkungan sosial rumah

maupun di luar rumah. Faktor yang paling berperan di dalam rumah antara

lain faktor dukungan orangtua terutama ibu karena perilaku pertama kali

diadopsi dari dalam rumah. Sedangkan faktor lingkungan sosial di luar

rumah seperti teman sebaya yang mana pada usia remaja mereka lebih
55

banyak menghabiskan waktunya bersama teman sebayanya. Orangtua

merupakan salah satu pengaruh sosial yang penting terhadap perilaku

makan remaja. Pada Penelitian Farisa, FKM UI, 2012. Terdapat hubungan

yang bermakna antara dukungan orang tua untuk konsumsi sayur dan

buah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Granner dan

Evans (2012). Umumnya, remaja mulai mengenal buah dan sayur dari

keluarganya dan akan mudah memakan makanan yang sehat apabila

mendapat dukungan dan motivasi dari orang tuanya untuk mengkonsumsi

makanan yang sehat.Penelitian Lestari (2013) pada SMA Negeri 226

Jakarta Selatan tahun 2012 menunjukkan bahwa orang tua siswa dengan

kebiasaan baik sebesar 65,1% sedngkan orang tua dengan kebiasaan

kurang sebesar 34,9% ada hubungan signifikan antara kebiasaan orang tua

dengan perilaku konsumsi buah dan sayur dengan nilai p=0,016.

Dukungan orang tua dalam meningkatkan buah dan sayur meliputi antara

lain peraturan orang tua tersebut dalam menganjurkan dan menyuruh

anaknya untuk mengkonsumsi buah dan sayur serta memberikan fasilitas

seperti menyiapkan buah dan sayur untuk dibawa sehari-hari. Penelitian

Fibrihirzani (2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara buah dan sayur yang dibawa ketempat sekolahnya atau

kampus dengan konsumsi buah dan sayur pada remaja. Daro penelitian

Fibrihirzani (2012) diketahui bahwa sebagian anak yang mengkonsumsi

buah dan sayur setiap hari adalah mereka yang membawa bekal sendiri

oleh orang tuannya berupa buah dan sayur. Membawa bekal adalah salah
56

satu dukungan orang tua dalam rangka mencukupi kebutuhan gizi

anaknya. Dengan membawa bekal untuk anaknya, secara tidak langsung

orang tua akan mengurangi peluang anak untuk jajan diluar. Seperti yang

diketahui, sebagian besar jajanan seperti dikantin sangat jarang yang

menyediakan lengkap dengan sayur atau buah sehingga sangat minimum

kandungan gizinya (Fibrihirzani, 2012). Hasil penelitian Sarimah (2016)

menunjukkan bahwa orang tua dengan kebiasaan positif sebesar 54,7%

sedangkan orang tua dengan kebiasaan negative 45,3%. Dengan peran

orang tua yang positif pula konsumsi sayur dan buah seseorang,

sebaliknya dengan peran orang tua yang negative maka kecenderungan

anak untuk mengkonsumsi sayur dan buah akan kurang.

Teman atau kelompok teman sebaya memiliki pengaruh yang

sangat kuat terhadap pemilihan makan individu, yang mulai

mempengaruhi sejak anak mulai sekolah. Hal ini daoat menyebabkan

kebutuhan gizi yang terabaikan, sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan

zat gizi tersebut. Seiring dengan pertumbuhannya, Interaksi antara anak

dengan lingkungan sosial semakin luas dan komunikasi menjadi sangat

pending. Hasil penelitian Betty (2004) teman mempengaruhi dalam

pemilihan dan kesukaan makanan. Dalam penelitian Safitri (2012),

adanya hubungan teman sebaya terhadap konsumsi sayur dan buah dan

ditemukan bahwa teman sebaya juga sangat berpengaruh signifikan

terhadap konsumsi individu yaitu dalam pemilihan makanannya.


57

Selain orang tua, pada remaja teman sebaya juga ikut

mempengaruhi perilaku mengkonsumsi buah dan sayur. Remaja

perempuan mengkonsumsi lebih banyak makanan sehat jika berada di

dekat temannya dibandingkan dengan dekat ibunya (Salvy et al, 2011

dalam Farisa, 2012).

Ada 35,6% responen yang mendapatkan contoh baik dari teman

sebaya dalam mengkonsumsi buah dan sayur. Remaja berusaha keras

untuk bisa sama dengan teman-teman mereka dalam peer group dengan

mengadopsi preferensi makanan dan membuat pilihan makanan

berdasarkan pengaruh teman sebaya (Brown, 2005). Pada penelitian

Cullen et al (2005) dalam Farisa (2012) murid SMP di Amerika Serikat

sebanyak 33,9% memilih teman sebaya sebagai yang mempengaruhi

keinginan untuk memakan lebih banyak buah, jus dan sayur, sedangkan

yang memilih keluarga hanya sebesar 27,8%.

2. Faktor Lingkungan Fisik

Faktor lingkungan Fisik yang terdiri dari ketersediaan dan akses.

Pada penelitian ini faktor lingkungan fisik lebih ke arah ketersediaannya

baik itu di kampus maupun disekitarnya. Ketersediaan juga sangat

berpengaruh terhadap konsumsi sayur dan buah. Remaja mungkin

memiliki keterbatasan dalam pemilihan maknanan oleh dirinya sendiri

karena kesibukannya, sehingga faktor lingkungan seperti ketersediaan

sayur dan buah dapat langsung berpengaruh pada jumlah konsumsinya (

Farisa, 2012) . Penelitian oleh Fibrihirzani (2012) yang dilakukan pada


58

anak remaja menunjukkan hubungan yang bermakna anytara konsumsi

sayur dan buah dengan ketrsediaan di rumah. Semakin banyak

ketersediaan sayur dan buah maka semakin tinggi pula konsumsi sayur dan

buah. Penelitian Mandira dan Indrawani (2013) pada siswa di SMA Negeri

115 Jakarta menunjukkan bahwa 25,8% responden yang memiliki

ketersediaan dirumah kurang baik dan 91,7% responden memiliki

ketersediaan buah dan sayur di sekolah yang kurang baik. Dalam

penelitiannya itu menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara

ketersediaan buah dan sayur dengan konsumsi buah dan sayur pada siswa.

Ketersediaan artinya ada atau sudah disiapkan (Alwi, 2008).

Dalam hal ini ketersediaan sayur dan buah adalah ada atau tidaknya sayur

dan buah dirumahnya dan dilingkungan sekitarnya seperti di kampus

tempatnya menghabiskan waktu. Ketersediaan sayur dan buah didalam

keluarga sangatlah penting. Menurut Bahria, dkk (2009) mutu gizi pangan

seseorang dapat diperbaiki dengan diversifikasi konsumsi pangan. Untuk

mencapai hal tersebut diperlukan diversifikasi pangan yaitu menyediakan

berbagai ragam pangan ditingkat keluarga.

Ketersediaan buah dan sayur sepanjang tahun berdamfak positif

terhadap konsumsi buah dan sayur terutama keluarga dengan status

ekonomi yang tinggi. Demikian pula ketersediaan dan akses buah dan

sayur ditingkat rumah tangga sangat penting untuk konsumsi pada anak,

remaja dan dewasa. Disisi lain kurangnya atau terbatasnya pasokan buah

dan sayuran misalnya dikantin, ditoko-toko local dengan kualitas yang


59

buruk merupakan hambatan untuk konsumsi buah dan sayuran (Eufik

Review, 2012 dalam Karmila 2015).

Ketersediaan artinya ada atau sudah disiapkan (Alwi, 2001dalam

Fibrihirzani, 2012). Dalam hal ini, ketersediaan buah dan sayur adalah ada

atau tidaknya buah dan sayur dirumah dan disekitarnya.

Penelitian Fibrihirzani (2012) menunjukkan adanya hubungan yang

bermakna antara ketersediaan buah dan sayur dengan konsumsi buah dan

sayur pada remaja dengan nilai p sebesar 0.010.

Penelitian Koul dan Jago (2008) dalam Fibrihirzani (2012) menunjukkan

bahwa ketersediaan buah dan sayur terutama dirumah memiliki hubungan

yang bermakna dengan tingkat konsumsi buah dan sayur pada remaja.

Ketersediaan buah dan sayur dirumah menjadi factor terpenting bagi

konsumsi buah dan sayur bagi remaja, baik dirumah dan disekolah.

Remaja yang memiliki ketersediaan buah dirumah, bisa membawa buah

kampus sebagai bekal makanan. Selain itu, membuat buah dan sayur lebih

terlihat juga memudahkan remaja untuk mengkonsumsinya, seperti

menaruh buah atau sayuran di mangkuk dan ditaruh di dalam kulkas

(Farisa, 2012).

Dalam penelitian Kristjandottir et al (2006), Gallaway et al(2007), dan

Granner & Evans(2011) adanya hubungan yang bermakna antara

ketersediaan buah dan sayur dengan konsumsi buah dan sayur dirumah,

dirumah menjadi factor terpenting bagi konsumsi buah dan sayur bagi

remaja, baik dirumah dan dkampus. Remaja yang memiliki ketersediaan


60

buah dirumah, bisa membawa buah ke kampus sebagai bekal makanan.

Pnelitian Molaison et al(2005) menunjukkan bahwa terdapat remaja yang

tidak mengkonsumsi buah dan sayur disebabkan berbagai hal diantaranya

lingkungan rumahnya, seperti orngtua mereka yang tidak pernah membeli

buah dan sayur, took dilingkungan mereka tidak ada yang menjual buah

dan sayur.

3. Keterpaparan Media Massa

Menurut Fisher dan Diane (2003) dalam Bahria (2009) dalam

Farida (2010), media massa bisa berpengaruh poisitif maupun negarif

dalam mempromosikan macam informasi. Perkembangan teknologi dan

maedia massa juga mempunyai perandalan mempromosikan pemilihan

makanan. Media massa sebagai salah satu sarana berkomunikasi

berpengaruh besar membentuk opini dan kepercayaan seseorang. Dalam

penyampaian informasi, media massa membawa pesan dan sugesti yang

mengarahkan opini seseorang (Suhardjo, 2006 dalam Farida, 2010).

Dalam penelitian Srimaryani (2010) ditemukan bahwa media massa

berpengaruh signifikan terhadap perilaku konsumsi individu. Faktor

keterpaparan media massa yang mana perkembangan teknologi dan media

massa memiliki peran dalam pemilihan bahan makanan.

Pada penelitian kali ini keterpaparan media massa yang di

maksudkan adalah apakah mahasiwa mendapatkan informasi dari media

massa mengenai gizi dan kesehatan. Media massa yang terdiri dari media

cetak dan media elektronik seperti Tv, Radio, Koran, majalah, booklet,
61

iklan di hp, dll. Keterpaparan media massa memiliki pengaruh yang besar

terhadap perilaku makan remaja. Iklan makanan merupakan salah satu

factor yang mempengaruhi perilaku makan remaja. Selain menjadi media

pemasaran makanan, media massa juga mempunyai peranan yang penting

sebagai informasi mengenai gizi. Para remaja dapat memperoleh informasi

mengenai buah dan sayur dari berbagai media massa, seperti media

elektronik dan media cetak. Pada penelitian Lowry et al (2012) dalam

Farisa (2012), menonton televisi lebih dari 2 jam sehari pada remaja SMA

di amerika Serikat berhubungan dengan berkurangnya konsumsi buah dan

sayur. Hal tersebut terjadi karena terdapat kemungkinan buah dan sayur

tersebut digantikan oleh konsumsi makanan lain yang di iklankan di

televisi (Boynton-jarret et al.,2013). Menurut Fisher (2003) dalam Putra

(2016) di penelitiannya terdapat hubungan yang bermakna media massa

bisa berpengaruh positif maupun negative dalam mempromosikan

berbagai informasi. Perkembangan teknologi dan media massa juga

mempunyai perandalan dalam mempromosikan pemilihan makanan

remaja.
62

F. Kerangka Teori

Menurut Notoatmodjo (2007) yang di modifikasi teori Farisa (2012) dan

Putra (2016), Perilaku konsumsi sayur dan buah pada remaja dipengaruhi oleh

empat faktor besar. Pertama faktor personal yang terdiri dari pengetahuan,

sikap, kesukaan, keyakinan diri, preferensi dan hambatan, Kedua, Faktor

sosial yang terdiri dari dukungan orang tua dan dukungan teman sebaya,

Ketiga, Faktor Lingkungan Fisik antara lain ketersediaan dan akses untuk

sayur dan buah baik ketersediaan di rumahnya maupun dilingkungan

sekitarnya dimana ia banyak menghabiskan waktunya, dan terakhir faktor

keterpaparan media Massa yaitu media cetak maupun media elektronik

sumber promosi untuk informasi mengenai makanan yang sehat dan bergizi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi sayur dan buah dapat dilihat pada

gambar 2.2 sebgai berikut :

Faktor Lingkungan Fisik :


Ketersediaan dirumah
Ketersediaan di sekolah

Faktor Personal : Faktor Sosial :


Langsung

Pengetahuan Dukungan Orang Tua Faktor Keterpaparan


Sikap Dukungan Teman Media Massa :
Keyakinan Diri Sebaya Media Cetak
Preferensi
Media Elektronik
Hambatan yang
dirasakan

Tidak Langsung

Konsumsi sayur dan buah


(Sumber: Modifikasi Teori Konsumsi Sayur dan Buah Soraya Farisa (2012), Notoatmodjo (2007)
dan Putra (2016).
Gambar 2.2 Kerangka Teori Konsumsi Sayur dan Buah

You might also like