You are on page 1of 12

Nama : ZEFRY OKTA WARDANA Offering :G

NIM : 150342600433 Prodi : S1 BIOLOGI

PERKEMBANGAN HAM DI INDONESIA

Secara garis besar, perkembangan pemikiran HAM di Indonesia dapat dibagi ke


dalam dua periode: sebelum kemerdekaan (1908-1945) dan sesudah kemerdekaan.
a.Periode Sebelum Kemerdekaan (1980-1945)
Pemikiran HAM dalam periode sebelum kemerdekaan dapat dijumpai dalam sejarah
kemunculan organisasi pergerakan nasional, seperti Boedi Oetomo (1908), Sarekat Islam
(1911), Indische Partij (1912), Partai Komunis Indonesia (1920), Perhimpunan Indonesia
(1925), dan Partai Nasional Indonesia (1927). Puncak perdebatan HAM yang dilontarkan
oleh para tokoh pergerakan nasional, seperti Soekarno, Agus Salim, Mohammad Natsir,
Mohammad Yamin, K.H. Mas Mansur, K.H. Wahid Hasyim, dan Mr. Maramis, terjadi
dalam sidang BPUPKI. Dalam sidang tersebut para tokoh nasional berdebat dan berunding
merumuskan dasar-dasar ketatanegaraan dan kelengkapan negara.
Inti dari perjuangan Boedi Oetomo adalah perjuangan akan kebebasan berserikat
dan mengeluarkan pendapat melalui organisasi massa dan konsep perwakilan rakyat.
Mohammad Hatta, Nazir Pamontjak, Ahmad Soebardjo, A. Maramis, lebih menekankan
perjuangan HAM melalui wacana hak menentukan nasib sendiri. Tjokro Aminoto, H.
Samanhudi, dan Agus Salim menyerukan pentingnya usaha-usaha untuk memperoleh
penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan diskriminasi rasial yang dilakukan
pemerintah kolonial.
b.Periode Setelah Kemerdekaan
Perdebatan tentang HAM terus berlanjut sampai periode pasca-kemerdekaan
Indonesia: 1945-1950, 1950-1959, 1959-1966, 1966-1998, dan periode HAM Indonesia
kontemporer (pasca-Orde Baru).
1.Periode 1945-1950
Sepanjang periode ini, wacana HAM bisa dicirikan pada:
a.Bidang sipil dan politik, melalui:
 UUD 1945 (Pembukaan, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30,
Penjelasan Pasal 24 dan 25);
 Maklumat Pemerintah 1 November 1945;
 Maklumat Pemerintah 3 November 1945;
 Maklumat Pemerintah 14 November 1945;
 KRIS, khususnya Bab V, Pasal 7-33; dan
 KUHP Pasal 99.
b.Bidang ekonomi, sosial, dan budaya, melalui:
 UUD 1945 (Pasal 27, Pasal 31, Pasal 33, Pasal 34, Penjelasan Pasal 31-32)
 KRIS Pasal 36-40
2.Periode 1950-1959
Periode 1950-1959 dikenal dengan masa demokrasi parlementer. Sejarah pemikiran
HAM pada masa ini dicatat sebagai masa yang sangat kondusif bagi sejarah perjalanan
HAM di Indonesia. Menurut catatan Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM Indonesia
pada masa ini tercermin pada lima indikator HAM:
1) Munculnya partai-partai politik dengan beragam ideologi.
2) Adanya kebebasan pers.
3) Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas, dan demokratis.
4) Kontrol parlemen atas eksekutif.
5) Perdebatan HAM secara bebas dan demokratis.
Nama : ZEFRY OKTA WARDANA Offering :G
NIM : 150342600433 Prodi : S1 BIOLOGI

Tercatat pada periode ini Indonesia meratifikasi dua konvensi internasional HAM, yaitu:
 Konvensi Genewa (1949) yang mencakup perlindungan hak bagi korban perang,
tawanan perang, dan perlindungan sipil di waktu perang.
 Konvensi tentang Hak Politik Perempuan yang mencakup hak perempuan untuk
memilih dan dipilih tanpa perlakuan diskriminasi, serta hak perempuan untuk
menempati jabatan publik.
3.Periode 1959-1966
Periode ini merupakan masa berakhirnya Demokrasi Liberal, digantikan oleh sistem
Demokrasi Terpimpin yang terpusat pada kekuasaan Presiden Soekarno. Demokrasi
Terpimpin tidal lain sebagai bentuk penolakan Presiden Soekarno terhadap sistem
Demokrasi Parlementer yang dinilainya sebagai produk Barat. Menurut Soekarno,
Demokrasi Parlementer tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. Sistem Demokrasi
Terpimpin kekuasaan terpusat di tangan presiden. Parlemen dikendalkan oleh presiden.
Kekuasaan Presiden Soekarno bersifat absolut, bahkan dinobatkan sebagai Presiden RI
seumur hidup. Akibat langsung dari model pemerintahan yang sangat individual ini adalah
pemasungan hak-hak asasi warga negara.
4.Periode 1966-1998
Pada mulanya, lahirnya Orde Baru menjanjikan harapan baru bagi penegakan HAM di
Indonesia. Orde Baru telah menorehkan sejarah hitam pelanggaran HAM di Indonesia.
Janji-janji Orde Baru tentang pelaksanaan HAM di Indonesia mengalami kemunduran
sangat pesat sejak awal 1970-an hingga 1980-an. Setelah mendapatkan mandat
konstitusional, pemerintah Orde Baru mulai menunjukkan watak aslinya sebagai kekuasaan
yang anti-HAM yang dianggapnya sebagai produk Barat. Sikap ini sesungguhnya tidak
berbeda dengan argumen yang pernah dikemukakan Presiden Soekarno ketika menolak
prinsip dan praktik Demokrasi Parlementer, yakni sikap apologis dengan cara
mempertentangkan demokrasi dan prinsip HAM yang lahir di Barat dengan budaya local
Indonesia. Orde Baru memandang HAM dan demokrasi sebagai produk Barat yang
individualistis dan bertentangan dengan prinsip gotong royong dan kekeluargaan yang
dianut oleh bangsa Indonesia.
Di antara butir penolakan Pemerintah Orde Baru terhadap konsep universal HAM yaitu:
 HAM adalah produk pemikiran Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur
budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila.
 Bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang
dalam rumusan UUD 1945 yang lahir lebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi
universal HAM.
 Isu HAM sering kali digunakan oleh negara-negara Barat untuk memojokkan negara
yang sedang berkembang seperti Indonesia.

Sepanjang pemerntahan Presiden Soeharto tidak dikenal istilah partai opsisi, bahkan
sejumlah gerakan yang berlawanan dengan kebijakan pemerintah dinilai sebagai anti-
pembanguan bahkan anti-Pancasila. Kasus pelanggaran HAM Tanjung Priok, Kedung
Ombo Lampung, Aceh adalah segelintir daftar pelanggaran HAM yang pernah dilakukan
oleh negara di era Orde Baru.

Kehadiran Komnas HAM adalah untuk memantau dan menyelidiki pelaksanaan


HAM, memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan
HAM, membantu pengembangan dan pelaksanaan HAM yang sesuai dengan Pancasila dan
UUD 1945. Sayangnya, penegakan HAM tidak berdaya dalam mengungkap pelanggaran-
Nama : ZEFRY OKTA WARDANA Offering :G
NIM : 150342600433 Prodi : S1 BIOLOGI
pelanggaran HAM yang berat dilakukan oleh negara. Sikap akomodatif lainnya ditunjukkan
dengan dukungan pemerintah meratufikasi tiga konvensi HAM:
a) Konvensi tentangPenghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan,
melalui UU No. 7 Tahun 1984;
b) Konvensi Anti-Apartheid dalam Olahraga, melalui UU No. 48 Tahun 1993; dan
c) Konvensi Hak Anak, melalui Keppres No. 36 Tahun 1990.
Sikap akomodatif Pemerintah Orde Baru tuntutan HAM masyarakat belum
sepenuhnya diserasikan dengan pelaksanaan HAM oleh negara. Akumulasi pelanggaran
HAM negara semasa periode ini tercermin dengan tuntutan mundur Presiden Soeharto dari
kursi kepresidenan yang disuarakan oleh kelompok reformis dan mahasiswa pada 1998, isu
ini disuarakan pertama kali oleh Dr. Amin Rais, tokoh intelektual Muslim Indonesia yang
sangat kritis terhadap kebijakan Pemerintah Orde Baru.
5.Periode Pasca-Orde Baru
Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia. Lengsernya
tampuk kekuasaan Orde Baru sekaligus menandai berakhirnya rezim militer Indonesia dan
datangnya era baru demokrasi dan HAM. Pada tahun ini, Presiden Soeharto digantikan oleh
B.J. Habibie. Menyusul berakhirnya pemerintahan Orde Baru, pengkajian terhadap
kebijakan Pemerintahan Orde Baru yang bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM mulai
dilakukan kelompok reformis dengan membuat perundang-undangan baru yang menjunjung
prinsip-prinsip HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan. Pemerintah di
era Reformasi ini juga melakukan ratifikasi terhadap instrumen HAM Internasional untuk
mendukung pelaksanaan HAM di Indonesia. Lahirnya Tap MPR No. XVII/MPR/1998
tentang HAM merupakan salah satu indikator keseriusan pemerintahan era Reformasi akan
penegakan HAM.
Kesungguhan pemerintahan B.J Habibie dalam perbaikan pelaksanaan HAM
ditunjukkan dengan pencanangan program HAM yang dikenal dengan istilah Rencana Aksi
Nasional HAM, pada Agustus 1998. Agenda HAM ini bersandarkan pada empat pilar,
yaitu:
1) Persiapan pengesahan perangkat internasional di bidang HAM;
2) Diseminasi informasi dan pendidikan bidang HAM;
3) Penentuan skala prioritas pelaksanaan HAM; dan
4) Pelaksanaan isi perangkat internasional di bidang HAM yang telah diratifikasi
melalui perundang-undangan nasional.
Pada tahun 2001, Indonesia juga menandatangani dua Protokol Hak Anak, yakni
protokol yang terkait dengan larangan perdagangan, prostitusi, dan pornografi anak, serta
protokol yang terkait dengan keterlibatan anak dalam konflik bersenjata. Pada tahun yang
sama pemerintah membuat beberapa pengesahan UU di antaranya tentang perlindungan
anak, pengesahan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, dan penerbitan
Keppres tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM Indonesia Tahun 2004-2009.
Pada 17 Februari 2011, MK mengeluarkan putusan judicial review atas Pasal 43
ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa anak di luar
nikah hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.

Sumber :
Ramadhani, Yona. 2015. BAB 7 Hak Asasi Manusia (HAM).(online).
(https://www.academia.edu/9966352/BAB_7_Hak_Asasi_Manusia_HAM).
Diakses tanggal 21 November 2015 15:34.
Nama : ZEFRY OKTA WARDANA Offering :G
NIM : 150342600433 Prodi : S1 BIOLOGI

PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA

1. Demokrasi Liberal (1950 – 1959)


Pertama kali Indonesia menganut system demokrasi parlementer, yang biasa disebut
dengan demokrasi liberal. Masa demokrasi liberal membawa dampak yang cukup
besar, mempengaruhi keadaan, situasi dan kondisi politik pada waktu itu. Di Indonesia
demokrasi liberal yang berjalan dari tahun 1950 - 1959 mengalami perubahan-perubahan
kabinet yang mengakibatkan pemerintahan menjadi tidak stabil. Pada waktu itu, pemerintah
berlandaskan UUD 1950 pengganti konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) tahun 1949.
Ciri-ciri demokrasi liberal adalah sebagai berikut :
1. Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.
2. Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah.
3. Presiden bisa dan berhak membubarkan DPR.
4. Perdana Mentri diangkat oleh presiden.
Daftar kabinet yang ada di Indonesia selama masa semorasi liberal :
1. Kabinet Natsir (September 1950 – Maret 1951)
2. Kabinet Sukiman (April 1951 – April 1952)
3. Kabinet Wilopo (April 1952 – Juni 1953)
4. Kabinet Ali Sastroamijoyo 1 (Juli 1953 – Agustus 1955)
5. Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955 – Maret 1956)

2. Demokrasi Terpimpin (1959 – 1966)


Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang
seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja.Latar belakang
dicetuskannya sistem demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno :
1. Dari segi keamanan : Banyaknya gerakan sparatis pada masa demokrasi liberal,
menyebabkan ketidak stabilan di bidang keamanan.
2. Dari segi perekonomian : Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa demokrasi
liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan
Nama : ZEFRY OKTA WARDANA Offering :G
NIM : 150342600433 Prodi : S1 BIOLOGI
secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi tersendat.
3. Dari segi politik : Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan
UUDS 1950.
Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh
anjuran beliau agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS 1950
adalah UUD'45. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota
konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan voting yang diikuti oleh seluruh
anggota konstituante . Voting ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang timbul
dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut.
Hasil voting menunjukan bahwa :
 269 orang setuju untuk kembali ke UUD'45
 119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD'45
Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD'45 tidak dapat
direalisasikan. Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan
tersebut tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS
1950.
Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD'45 tidak dapat
direalisasikan. Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan
tersebut tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS
1950.
Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit yang
disebut Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
1. Tidak berlaku kembali UUDS 1950
2. Berlakunya kembali UUD 1945
3. Dibubarkannya konstituante
4. Pembentukan MPRS dan DPAS

3. Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme
kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara dan penyelengaraan pemerintahan
berdasarkan konstitusi yaitu Undang-undang Dasar 1945. Sebagai demokrasi pancasila
terikat dengan UUD 1945 dan pelaksanaannya harus sesuai dengan UUD 1945.
Ciri – cirri demokrasi pancasila :
1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.
Nama : ZEFRY OKTA WARDANA Offering :G
NIM : 150342600433 Prodi : S1 BIOLOGI
2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong royong.
3. Cara pengambilan keputusan secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi
5. Diakui keselarasan antara hak dan kewajiban
6. Menghargai Hak Asasi Manusia
7. Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui
wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena
merugikan semua pihak
8. Tidak menganut sistem monopartai
9. Pemilu dilaksanakan secara luber
10. Mengandung sistem mengambang
11. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas
12. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum
System pemerintahan Demokrasi Pancasila sebagai berikut
 Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum
 Indonesia menganut sistem konstitusional
 Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi
 Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
 Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
 Menteri Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada
DPR
 ·Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas

4. Periode Demokrasi Pancasila Era Reformasi (Tahun 1998-Sekarang)


Reformasi merupakan reaksi terhadap orde baru yang dianggap telah menyimpang
dari tujuan dan cita-cita Demokrasi Pancasila. Kita sebagai warga negara berharap bangsa
Indonesia bisa belajar dari pengalaman sejarah, setiap demokrasi dapat berkembang menjadi
lebih baik dari sebelumnya. Dalam orde ini sering kita sebut juga sebagai orde transisi
demokrasi.
 Sukses atau tidaknya sebuah transisi demokrasi sejati terletak pada faktor berikut.
1) Komposisi elite politik.
2) Desain institusi politik.
3) Budaya politik.
Nama : ZEFRY OKTA WARDANA Offering :G
NIM : 150342600433 Prodi : S1 BIOLOGI
4) Peranmasyarakatmadani.
Adapun ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan demokrasi lain adalah bahwa
Demokrasi Pancasila mengandung aspek-aspek formal, materiil, kaidah atau normatif,
tujuan atau optimatif, organisasi, dan aspek sernangat atau kejiwaan.
 Adapun perinciannya adalah sebagai berikut.
1) Aspek formal, yakni menunjukkan segi proses dan cara partisipasi rakyat dalam
penyelenggaraan negara, yang kesemuanya itu telah diatur oleh undang-undang maupun
peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya.
2) Aspek materiil, yaitu segi gambaran manusia yang menegaskan pengakuan atas harkat
dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan dan memanusiakan warga negara dalam
masyarakat negara dan masyarakat bangsa-bangsa.
3) Aspek kaidah atau normatif yang berarti bahwa Demokrasi Pancasila mengandung
seperangkat ( norma (kaidah) yang menjadi pembimbing dan aturan dalam bertingkah laku
yang mengikat negara dan warga negara dalam bertindak dan menyelenggarakan hak dan
kewajiban serta wewenangnya.
4) Aspek tujuan atau optatif yaitu menunjukkan keinginan atau tujuan untuk mewujudkan
masyarakat yang sejahtera dalam negara hukum, negara kesejahteraan, negara bangsa, dan
negara berkebudayaan.
5) Aspek organisasi yang menggambarkan perwujudan Demokrasi Pancasila dalam bentuk
organisasi pemerintahan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
6) Aspek semangat atau kejiwaan yaitu bahwa Demokrasi Pancasila memerlukan warga
negara Indonesia yang berkepribadian peka terhadap hak dan kewajibannya, berbudi pekerti
luhur, dan tekun serta berjiwa pengabdian.

Pancasila merupakan dasar negara dan pandangan terhadap bangsa Indonesia, oleh
karenanya kita harus menerapkan Demokrasi Pancasila dengan murni dan konsekuen.
 Dengan melaksanakan demokrasi tersebut kita berharap dan berusaha untuk :
1) diridhai oleh Tuhan Yang Maha Esa,
2) sesuai dengan kemanusiaan yang adil dan beradab,
3) menjaga persatuan dan kesatuan,
4) mengutamakan musyawarah untuk mufakat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan atau perwakilan, dan
5) mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Nama : ZEFRY OKTA WARDANA Offering :G
NIM : 150342600433 Prodi : S1 BIOLOGI
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana kekuasaan berada di tangan
rakyat melalui perwakilan yang dipilih oleh rakyat. Dalam sistem demokrasi, seluruh warga
negara memiliki kebebasan untuk ikut berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah. Selain itu juga terdapat kebebasan politik yang mencakup
kondisi sosial, ekonomi, dan budaya. Kata demokrasi sendiri berasal dari gabungan 2 kata
dalam bahasa yunani, yakni “Demos” dan “Kratos”. Demos memilik arti “rakyat”
sedangkan kratos memiliki arti “kekuasaan”. Pada sistem demokrasi zaman yunani, rakyat
memiliki kekuasaan penuh terhadap pemerintahan dan dapat menggulingkan penguasa tanpa
harus melakukan revolusi terlebih dahulu. Namun pada era sekarang ini terlalu banyak
perubahan pada sistem demokrasi, misalnya demokrasi di negara indonesia yang cenderung
monarki, serta kurangnya kebebasan rakyat untuk menyuarakan aspirasinya dalam sistem
pemerintahan.
Demokrasi yang dianut oleh bangsa indonesia adalah demokrasi pancasila. Sistem
demokrasi pancasila berpedoman pada nilai-nilai historis dalam Pancasila sebagai ideologi
negara. Di setiap nilai yang terkandung dalam masing-masing sila, digunakan sebagai
pedoman dalam pelaksanaan demokrasi di indonesia. Tidak seperti demokrasi di negara
lain, demokrasi pancasila memiliki beberapa aspek penting di dalamnya, yakni
mengutamakan musyawarah yang mufakat. Hal ini yang tidak dimiliki oleh demokrasi
negara-negara lain seperti demokrasi liberal yang dianut oleh Amerika Serikat. Selain itu,
nilai-nilai luhur yang terkandung dalam demokrasi pancasila dapat menyatukan semua
perbedaan yang ada di negara indonesia, sesuai dengan semboyan negara kita “Bhineka
Tunggal Ika” yang memiliki arti “berbeda namun tetap satu jua”. Hal ini memiliki makna
walaupun terdapat banyak perbedaan di Indonesia, namun tetap berpegang teguh pada satu
kesamaan yaitu negara Indonesia.
Demokrasi Pancasila memiliki prinsip yang sedikit berbeda dengan demokrasi pada
umumnya, karena demokrasi Pancasila telah mengalami adaptasi dalam penyesuaian prinsip
yang dianut bangsa indonesia. Adapun ciri-ciri dari Demokrasi Pancasila adalah sebagai
berikut :
1. Sistem pemerintahan dijalankan berdasarkan Konstitusi (UUD 1945)
2. Terdapat peran-peran dari kelompok yang berkepentingan
3. Adanya pemilihan umum yang bersifat langsung, bebas, dan rahasia (Luber)
4. Adanya perlindungan terhadap Hak Minoritas dari warga negara.
Pelaksanaan Demokrasi Pancasila di Indonesia tidak bisa dilakukan oleh pihak
tertentu saja. Antara pemerintah dan semua warga negara harus ikut andil secara bersama-
sama dalam melaksanaan Demokrasi Pancasila serta ikut berpartisipasi dalam menjamin
hak-hak asasi dari setiap warga negara. Hak Asasi tersebut bersifat mutlak dan diberikan
oleh Tuhan semenjak lahir sehingga hak tersebut harus dijunjung tinggi oleh negara.
Adanya perlindungan terhadap kaum minoritas juga menjadi salah satu hal yang harus
diperhatikan oleh pemerintah demi terciptanya suatu kesetaraan antara kaum minoritas dan
kaum mayoritas.
Sistem Pemerintahan di negara Indonesia dibagi ke dalam 3 lembaga, yakni lembaga
Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Lembaga Legislatif memiliki tugas membuat,
merevisi, serta mengesahkan Undang-Undang. Dalam hal ini MPR dan DPR yang bertugas
sebagai lembaga Legilatif. Sedangkan lembaga Eksekutif bertugas untuk melaksanakan
Undang-Undang yang telah disahkan oleh lembaga Legislatif. Yang bertugas sebagai
lembaga Eksekutif ini adalah Presiden dan seluruh warga negara. Lembaga Yudikatif
memiliki tugas untuk mengawasi jalannya Undang-Undang yang ada di Indonesia.
Nama : ZEFRY OKTA WARDANA Offering :G
NIM : 150342600433 Prodi : S1 BIOLOGI
Dalam pelaksanaan sistem Demokrasi Pancasila di Indonesia, ketiga lembaga
tersebut memiliki peranan yang sangat penting. Oleh karena itu pemerintah harus memiliki
citra yang baik di mata masyarakat agar semua kebijakan yang telah dibuat dapat ditaati
oleh semua warga negara.
Penerapan Demokrasi Pancasila dapat dilakukan dalam beberapa aspek bidang.
Salah satunya yaitu dalam bidang ekonomi dan kebudayaan sosial. Dalam bidang ekonomi,
demokrasi pancasila dianggap masyarakat sebagai subjek dalam pembangunan sektor
ekonomi di negara Indonesia. Pemerintah harus memberikan peluang bagi rakyat agar
rakyat dapat mendapatkan hak-hak ekonominya sehingga seluruh warga negara dapat ikut
serta dalam pembangunan ekonomi di negara Indonesia. Hal ini diharapkan mampu
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan pasal 3 UUD 1945.
Sedangkan dalam bidang sosial dan budaya, Demokrasi Pancasila memberikan fasilitasi
bagi pemerintah untuk menjaga keunikan dari seluruh budaya yang ada di Indonesia agar
kekayaan nilai yang terkandung di dalamnya dapat dikembangkan dan dilestarikan.

Sumber :
Zainudin, Setiawan Asman. 2014. Arti dan Sejarah Lahirnya Pancasila.(online).
(http://kaukesbokan.blogspot.co.id/2014/11/arti-dan-sejarah-lahirnya-
demokrasi.html). Diakses tanggal 21 November 2015 15:53.

SISTEM PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA REPUBLIK


INDONESIA MENURUT UUD 1945

Pembagian kekuasaan pemerintahan seperti didapat garis-garis besarnya dalam


susunan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah bersumber kepada
susunan ketatanegaraan Indonesia asli, yang dipengaruhi besar oleh pikiran-pikiran falsafah
negara Inggris, Perancis, Arab, Amerika Serikat dan Soviet Rusia. Aliran pikiran itu oleh
Indonesia dan yang datang dari luar, diperhatikan sungguh-sungguh dalam pengupasan
ketatanegaraan ini, semata-mata untuk menjelaskan pembagian kekuasaan pemerintahan
menurut konstitusi proklamasi.
Pembagian kekuasaan pemerintah Republik Indonesia 1945 berdasarkan ajaran
pembagian kekuasaan yang dikenal garis-garis besarnya dalam sejarah ketatanegaraan
Indonesia; tetapi pengaruh dari luar; diambil tindakan atas tiga kekuasaan, yang dinamai
Trias Politica, seperti dikenal dalam sejarah kontitusi di Eropa Barat dan amerika Serikat.
Ajaran Trias Politica diluar negeri pada hakikatnya mendahulukan dasar pembagian
kekuasaan, dan pembagian atas tiga cabang kekuasaan (Trias Politica) adalah hanya akibat
dari pemikiran ketatanegaraan untuk memberantas tindakan sewenang-wenang pemerintah
dan untuk menjamin kebebasan rakyat yang terperintah.
Ajaran Trias Politika dilahirkan oleh pemikir Inggris Jhon Locke dan oleh pemikir
Perancis de Montesquieu dijabarkan dalam bukunya L’Espris des Lois, yang mengandung
maksud bahwa kekuasaan masing-masing alat perlengkapan negara atau lembaga negara
yang menurut ajaran tersebut adalah :
a. Badan legislatif, yaitu badan yang bertugas membentuk Undang-undang
b. Badan eksekutif yaitu badan yang bertugas melaksanakan undang-undang
c. Badan judikatif, yaitu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-
undang, memeriksa dan mengadilinya.
Nama : ZEFRY OKTA WARDANA Offering :G
NIM : 150342600433 Prodi : S1 BIOLOGI
Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945, tidak menganut
suatu sistem negara manapun, tetapi adalah suatu sistem khas menurut kepribadian bangsa
indonesia, namun sistem ketatanegaraan Republik indonesia tidak terlepas dari ajaran Trias
Politica Montesquieu. Ajaran trias politica tersebut adalah ajaran tentang pemisahan
kekuasaan negara menjadi tiga yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Judikatif yang kemudian
masing-masing kekuasaan tersebut dalam pelaksanaannya diserahkan kepada satu badan
mandiri, artinya masing-masing badan itu satu sama lain tidak dapat saling mempengaruhi
dan tidak dapat saling meminta pertanggung jawaban.
Apabila ajaran trias politika diartikan suatu ajaran pemisahan kekuasaan maka
jelas Undang-undang Dasar 1945 menganut ajaran tersbut, oleh karena memang dalam
UUD 1945 kekuasaan negara dipisah-pisahkan, dan masing-masing kekuasaan negara
tersebut pelaksanaannya diserahkan kepada suatu alat perlengkapan negara.
Susunan organisasi negara adalah alat-alat perlengkapan negara atau lembaga-
lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 baik baik sebelum maupun sesudah
perubahan. Susunan organisasi negara yang diatur dalam UUD 1945 sebelum perubahan
yaitu :
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
(2) Presiden
(3) Dewan Pertimbagan Agung (DPA)
(4) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
(5) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
(6) Mahkmah Agung (MA)
Badan-badan kenegaraan itu disebut lembaga-lembaga Negara. Sebelum perubahan
UUD 1945 lembaga-lembaga Negara tersebut diklasifikasikan, yaitu MPR adalah lembaga
tertinggi Negara, sedangkan lembaga-lembaga kenegaraan lainnya seperti presiden, DPR,
BPK, DPA dan MA disebut sebagai lembaga tinggi Negara.
Sementara itu menurut hasil perubahan lembaga-lembaga negara yang terdapat
dalam UUD 1945 adalah sebagai berikut:
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
(2) Presiden
(3) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
(4) Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
(5) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
(6) Mahkmah Agung (MA)
(7) Mahkamah Konstitusi (MK)
Secara institusional, lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang
berdiri sendiri yang satu tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam
menjalankan kekuasaan atau wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau terpisah
secara mutlak dengan lembaga negara lain, hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak
menganut doktrin pemisahan kekuasaan.
Dengan perkataan lain, UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan menunjuk
pada jumlah badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta hubungan kekuasaan
diantara badan-badan kenegaraan yang ada, yaitu;
A. Sebelum Perubahan
1. MPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, mempunyai kekuasaan untuk
menetapkan UUD, GBHN, memilih Presiden dan Wakil Presiden serta mengubah
UUD
2. Presiden, yang berkedudukan dibawah MPR, mempunyai kekuasaan yang luas yang
dapat digolongkan kedalam beberapa jenis:
a. Kekuasaan penyelenggaran pemerintahan;
Nama : ZEFRY OKTA WARDANA Offering :G
NIM : 150342600433 Prodi : S1 BIOLOGI
b. Kekuasaan didalam bidang perundang undangan, menetapakn PP, Perpu;
c. Kekuasaan dalam bidang yustisial, berkaitan dengan pemberian grasi,
amnesti, abolisi dan rehabilitasi;
d. Kekuasaan dalam bidang hubungan luar negeri, yaitu menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain, mengangkat duta
dan konsul.
3. DPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat mempunyai kekuasaan utama, yaitu
kekuasaan membentuk undang-undang (bersama-sama Presiden dan mengawasi
tindakan presiden.
4. DPA, yang berkedudukan sebagai badan penasehat Presiden, berkewajiban
memberikan jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada
pemerintah
5. BPK, sebagai “counterpart” terkuat DPR, mempunyai kekuasaan untuk memeriksa
tanggung jawab keuangan Negara dan hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada
DPR.
6. MA, sebagai badan kehakiman yang tertinggi yang didalam menjalankan tugasnya
tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan pemerintah.
B. Setelah Perubahan
1. MPR, Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara
lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK, menghilangkan
kewenangannya menetapkan GBHN, menghilangkan kewenangannya mengangkat
Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu), tetap berwenang
menetapkan dan mengubah UUD, susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari
anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang
dipilih secara langsung melalui pemilu.
2. DPR, Posisi dan kewenangannya diperkuat, mempunyai kekuasan membentuk UU
(sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan
saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU, Proses dan mekanisme
membentuk UU antara DPR dan Pemerintah, Mempertegas fungsi DPR, yaitu:
fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol
antar lembaga negara.
3. DPD, Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan
kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya
utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR,
keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan negara Republik Indonesia,
dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu, mempunyai
kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan
daerah.
4. BPK, Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD,
berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan
daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan
ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum, berkedudukan di ibukota negara dan
memiliki perwakilan di setiap provinsi, mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi
pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.
5. Presiden, Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara
pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat
sistem pemerintahan presidensial, Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan
kepada DPR, Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode
saja, Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan
Nama : ZEFRY OKTA WARDANA Offering :G
NIM : 150342600433 Prodi : S1 BIOLOGI
pertimbangan DPR, kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus
memperhatikan pertimbangan DPR, memperbaiki syarat dan mekanisme
pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung
oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam
masa jabatannya.
6. Mahkmah Agung, Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kekuasaan
kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan
hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)], berwenang mengadili pada tingkat kasasi,
menguji peaturan perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang
lain yang diberikan Undang-undang.di bawahnya terdapat badan-badan peradilan
dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan
Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), badan-
badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur
dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-
lain.
7. Mahkamah Konstitusi, Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian
konstitusi (the guardian of the constitution), Mempunyai kewenangan: Menguji UU
terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus
pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan
atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil
presiden menurut UUD, Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-
masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden,
sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif,
legislatif, dan eksekutif.
Atas dasar itu, UUD 1945 meletakan asas dan ketentuan-ketentuan yang mengatur
hubungan-hubungan (kekuasaan) diantara lembaga-lembaga negara tersebut. Hubungan –
hubungan itu adakalanya bersifat timbal balik dan ada kalanya tidak bersifat timbal balik
hanya sepihak atau searah saja.

Sumber :

Ismael, Andukot. 2010. Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia Menurut
UUD 1945.(online).( https://andukot.wordpress.com/2010/05/03/sistim-pembagian-
kekuasaan-negara-republik-indonesia-menurut-uud-1945/ ). Diakses tanggal 21
November 2015 16:05.

You might also like