You are on page 1of 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

TIROIDITIS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Matakuliah Keperawatan


Medikal Bedah

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN MATARAM


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
MATARAM
2018

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah “Asuhan
Keperawatan Pasien Dengan Tiroid”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Kami sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai
perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
semua pihak.

Mataram, Juli 2018

Penulis,

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................................. ii
Daftar Isi .......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan masalah ............................................................................................ 2
A Tujuan ............................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 3


A Definisi Teori keperawatan Virginia Henderson ............................................... 3
B Model keperawatan Virginia Henderson ......................................................... 4
C Hubungan dengan model keperawatan Virginia
Henderson……………… .................................................................................. 4
D Konsep utama Teori Virginia Henderson…………………. ............................. 5
E Aplikasi Teori Virginia Henderson dalam Proses Keperawatan........................ 8

BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 15


Kesimpulan ........................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

KONSEP TEORI

A. PENGERTIAN

iii
1. Tiroiditis merupakan kelainan dari etiologi yang berbeda (Asdie,

Ahmad.2000)

2. Tiroiditis merupakan peradangan akut kelenjar tiroid, dapat dikaitkan

dengan supurasi yang disebabkan oleh bakteria (seperti stafilokokus,

B-stafilokokus dan pneumokokus), atau dapat bersifat nonsupuratif dan

sekunder akibat virus atau mekanisme imunologik

(Manning, dkk.1996)

3. Tiroiditis merupakan inflamasi akut yang mengenai seluruh kelenjar

tiroid, yang mungkin disebabkan oleh filtrasi sel neutrofil yang disusul

oleh sel-sel limfosit dan histiosit; jenis radang ini jarang ditemukan

(Quervein, Frizt de.1868-1940).

4. Tiroiditis menahun adalah penyakit autoimun yang disertai kenaikan

kadar antibodi tiroid di dalam darah ( Sjamsu Hidajat. 1997).

B. KLASIFIKASI

1. Tiroiditis Akut

Merupakan penyakit yang dikarenakan infeksi bakteri tertentu dan sebagai

akibat radang mulut, tonsil, atau lymphonodi cervicales.

2. Tiroiditis Subakut

Merupakan kelainan inflamasi akut kelenjar tiroid yang kemungkinan

besar disebabkan infeksi virus.

iv
3. Tiroiditis Kronik

Merupakan penyebab utama goiter pada anak-anak dan dewasa muda dan

kemungkinan penyebab utama “miksedema idiopatik” yang merupakan

stadium akhir tiroiditis hashimoto dengan destruksi total kelenjar.

C. ETIOLOGI

 Infiltrasi (perusakan) limfosit dan sel-sel plasma.

 Gangguan autoimunitas.

 Gangguan produksi T3 & T4 serum.

 Gangguan TSH

 Infeksi virus (campak, koksakie, dan adenovirus)

 Infeksi bakteri (stafilokokuis, pneumokokus)

 Defisiensi yodium.

D. PATOFISIOLOGI TIROIDITIS

1. TIROIDITIS SUBAKUT

Pada fase awal, kadar T4 serum meningkat dan penderita mungkin

mempunyai gejala tirotoksikosis, tetapi ambilan yodium radioaktif jelas

tersupresi.. T3 dan T4 meningkat, sementara TSH serum dan ambilan iodine

radioaktif tiroid sangat rendah. Laju endap darah sangat meningkat, kadang-

kadang sampai setinggi 100 mm/jam pada skala Westergen. Autoantibodi

tiroid biasanya tidak ditemukan di serum. Bersamaan dengan perjalanan

penyakit, T3 dan T4 akan menurun. TSH akan naik dan didapatkan gejala-

v
gejala hipotiroidisme. Lebih lanjut, ambilan iodine radioaktif akan

meningkat, mencerminkan adanya penyembuhan kelenjar dan serangan akut.

Tiroiditis subakut biasanya sembuh spontan setelah beberapa

minggu atau bulan, kadang-kadang penyakit ini dapat mulai menyembuh

dan tiba-tiba memburuk. Kadang-kadang menyangkut pertama-tama satu

lobus kelenjar tiroid, baru kemudian lobus satunya. Eksaserbasi sering

terjadi ketika kadar T4 telah turun, TSH telah meningkat dan kelenjar mulai

berfungsi kembali.

2. TIROIDITIS KRONIK (Tiroiditis Hashimoto, Tiroiditis

Limfositik)

Limfosit disensitasi terhadap antigen dan autoantibody tiroid

terbentuk, yang bereaksi dengan antigen-antigen. Tiga autoantibodi tiroid

terpenting adalah antibody tiroglobulin (Ab Tg), antibodi tiroid peroksidase

(Ab TPD), dahulu disebut antibodi mikrosomal, dan TSH reseptor blocking

antibody (TSH-R Ab [blok]). Selama fase awal, Ab Tg meningkat sedikit,

kemudian Ab Tg akan menghilang, tapi Ab TPD akan menetap untuk

bertahun-tahun. Destruksi kelenjar berakibat turunnya kadar T3 dan T4

serum, dan naiknya TSH. Mula-mula TSH bisa mempertahankan sintesis

hormone yang adekuat dengan terjadinya pembesaran tiroid atau goiter,

tetapi dalam banyak kasus kelenjar gagal dan terjadilah hipotiroidisme

dengan atau tanpa goiter.

E. MANIFESTASI KLINIS

vi
1. Tiroiditis Akut

 Nyeri dan pembengkakan leher anterior, demam, disfagia.

 Faringitis atau nyeri faring sering timbul.

 Kehangatan, eritema dan nyeri tekan kelenjar tiroid.

2. Tiroiditis Subakut

 Antenia yang nyata

 Panas, malaise

 Rasa saklit di leher, dapat meluas ke atas sampai angulus mandibula

atau ke daun telinga pada satu atau kedua sisi leher.

 Tiroid membesar secara simetris.

 Mulanya penderita bisa mempunyai gejala hipertiroidisme dengan

palpitasi, agitasi, dan keringat.

 Peka rangsang, gelisah, insomnia, dan penurunan berat badan yang

merupakan manifestasi hipertiroidisme.

 Tidak ada oftalmopati.

 Tanda-tanda klinis toksisitas termasuk takikardi, tremor, dan

hiperrefleksia bisa dijumpai.

3. Tiroiditis Kronik

 Tiroiditis Hasihimoto biasanya dengan goiter dan pada pasien yang

eutiroid atau yang menderita hipotiroidisme ringan

 Distribusi seksual wanita dibanding pria adalah 4:1.

vii
 Prosesnya tidak sakit dan penderita bisa tidak sadar akan adanya

goiter kecuali bila jadi sangat besar.

 Pasien lebih tua dapat muncul dengan tiroidisme berat walau kelenjar

tiroid yang kecil atrifik lunak.

F. PENATALAKSANAAN

1. Tiroiditis Akut

Terapi antibakteri spesifik biasanya menyebabkan penyembuhan,

tetapi mungkin diperlukan drainase secara bedah.

2. Tiroiditis Subakut

o Pada kasus yang ringan aspirin cukup untuk mengontrol gejala.

o Pada kasus yang lebih berat, glukokortikoid (prednisone, 20

sampai 40 mg/hari).

o Prupanolol dapat digunakan untuk mengontrol tirotoksikosis yang

berkaitan.

o Pada kebanyakan kasus, hanya diperlukan terapi simtomatik,

contoh : asetraminofen 0,5 gram, 4x sehari.

o Bila nyeri, panas dan mailase sangat berat sampai menyebabkan

penderita tidak bisa apa-apa, terapi obat-obatan anti imflamasi non

steroid atau glukokortikoid jangka pendek seperti 20 mg, 3x sehari,

selama 7 – 10 hari mungkin diperlukan untuk mengurangi

inflamasi.

viii
o Levotiroksin 0,1 – 0,15 mg sekali sehari, diindikasikan selama fase

hipotiroid penyakit agar tidak terjadi eksaserbasi kembali dari

penyakit yang dirangsang oleh kadar TSH yang meningkat.

3. Tiroiditis Kronik (Tiroiditis Hashimoto)

Hipertiroidisme dalam kaitannya dengan tiroiditis hashimoto

diobati dengan cara konvensional, terapi-terapi ablasi lebih jarang

digunakan karena tiroiditis kronik dan yang berhubuingan cenderung

membatasi lamanya hiperfungsi tiroid dan juga memberikan predisposisi

pada pasien untuk perkembangan hipertiroidisme setelah pembedahan

atau pengobatan radioterapi.

G. KOMPLIKASI

Komplikasi utama Tiroiditis Hashimoto adalah Hipertiroidisme

Progresif. Bila masa tiroid membesar, sementara menerima dosis tirokdsin

maksimal yang dapat di toleransi maka dapat dicurigai sebagai kanker tiroid, dan

karena hipotiroidisme dapat menimbulkan miksedema.

H. PathWay

Bakteri Virus Penyakit


Autoimun

ix
Gangguan Produksi
T3 dan T4

Penurunan TSH serum

Laju endap darah


meningkat

Peradangan Tiroid

Ketidak seimbangan
Nutrisi
Kerusakan
Menelan Nyeri
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

x
I. Pengkajian

Informasi yang perlu diperoleh dari klien dan keluarga yaitu :

1. Keluhan Utama

1) Apakah merasa sakit pada tenggorokan ?

2) Apakah sulit untuk menelan ?

2. Data Obyektif

a. Demam

b. Tiroid membesar

c. Gelisah

d. Insomnia

e. Penurunan berat badan

f. Disfagia

3. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi

- melihat, apakah ada pembesaran tiroid pada leher pasien

2) Palpasi

- leher pasien (kenyal atau keras)

4. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Laboratorium untuk Tiroiditis Subakut

xi
a. Pada mulanya, T3 dan T4 meningkat, bersamaan dengan

perjalanan penyakit, T3 dan T4 akan menurun.

b. Sementara TSH serum dan ambilan iodine radioaktif tiroid

sangat rendah. Bersamaan perjalanan penyakit TSH akan naik

dan didapatkan gejala-gejala hipotiroidisme. Lebih lanjut,

ambilan iodine radioaktif akan meningkat, mencerminkan adanya

penyembuhan dan serangan akut.

c. Laju endap darah sangat meningkat, kadang-kadang sampai

setinggi 100 mg/jam pada skala Westergren.

d. Autoantibody tiroid biasanya tidak ditemukan di serum.

2) Pemeriksaan Laboratorium untuk Tiroiditis Kronik (Hashimoto)

a. Terdapat kelainan multiple pada metabolisme iodine. Aktivitas

peroksida menurun sehingga organifikasi iodine terganggu.

b. Iodinasi material protein yang metabolic tidak aktif terjadi,

sehingga terdapat PBI serum yang tinggi tidak sebanding dengan

T4 serum.

c. Ambilan radio iodin bisa tinggi, normal atau rendah.

d. Kadar hormone tiroid sirkulasi biasanya normal atau rendah dan

bila rendah, TSH akan meningkat.

e. Penemuan laboratorium yang paling menonjol adalah titer yang

tinggi dari antibodi antitiroid di serum.

xii
f. Uji serum untuk Ab Tg atau Ab TPO positif kuat pada

kebanyakan penderita tiroiditis hashimoto.

g. Biopsy aspirasi jarum halus.

II. Diagnosa

1. Kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.

2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungna

dengam ketidakmampouan pemasukan makanan.

3. Nyeri kronis berhubungan dengan ketidakmampuan psikososial / fisik

secara kronis.

III. INTERVENSI

a. Kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler

Tujuan : Pasien mampu menelan secara adekuat.

NOC : Status Menelan

Kriteria hasil :

1. Adanya reflek menelan

2. Usaha menelan secara normal

3. Kenyamanan dalam menelan

NIC : Terapi Menelan

 Monitor konsistensi makanan yang dibentuk dari latihan menelan.

xiii
 Monitor tanda dan gejala aspirasi.

b. Ketidakseimbangan Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakmampuan pemasukan makanan.

Tujuan : Pasien mampu memenuhi kebutuhan nutrisinya dengan adekuat.

NOC

1. Status Nutrisi : Pemasukan makan dan cairan

a. Pemasukan makanan melalui oral

b. Pemasukan cairan melalui oral

c. Pemasukan cairan

d. Pemasukan total nutrisi secara parenteral

2. Status Menelan : Fase esophagus

a. Nyaman dalam menelan

b. Tidak tersedak dan batuk saat menelan

c. Tidak terjadi muntah pada malam hari

NIC

Terapi Nutrisi :

1. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung masukan kalori harian

secara tepat.

2. Anjurkan pasien untuk memilih makanan lunak

xiv
c. Nyeri Kronik berhubungan dengan ketidakmampuan psikososial / fisik

secara kronis

NOC

1. Tingkat Nyeri

2. Kontrol Nyeri

Tujuan : Nyeri terkendali atau berkuarang

Kriteria hasil :

1. Tingakat Nyeri

a. Melaporkan nyeri

b. Frekuensi nyeri

c. Ekspresi nyeri

2. Kontrol Nyeri

a. Factor penyebab nyeri

b. Penggunaan analgetik dengan tepat

c. Gejala nyeri

NIC

Manajemen Nyeri

a. Kaji nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas nyeri.

b. Ajarkan teknik relaksasi

c. Berikan analghetik sebagai control nyeri jika diperlukan

d. Gunakan pengukuran control nyeri sebelum nyeri terjadi.

e. Ajak pasien untuk berdiskusi tentang pengalaman nyeri.

DAFTAR PUSTAKA

xv
Aside, Ahmad H.2014.Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta : EGC

Dunphy, Englebert, dkk.2013.Pemeriksaan Fisik Bedah. Yogyakarta : Yayasan

Essentia Medika

Greenspan, Francis S.2014.Endokrinologi Dasar dan Klinik Edisi 4. Jakarta :

EGC

Isselbacher (etal).2012.Harrison Prinsip-Prinsip ILmu Penyakit Dalam Volume 5

Edisi 13. Jakarta : EGC

Ragg, Mark.2013.Memahami Masalah Tiroid. Jakarta : Arcan

xvi

You might also like