Professional Documents
Culture Documents
“TUMOR PAROTIS”
Disusun oleh:
Putri Nuraini
108103000003
Pembimbing :
dr. M. Yadi Permana, Sp. B(K)Onk
Kelenjar liur atau kelenjar saliva adalah kelenjar yang mensekresikan cairan
saliva, terbagi menjadi dua golongan, yaitu mayor dan minor. Kelenjar saliva mayor
terdapat tiga pasang, yaitu kelenjar parotis, kelenjar submandibular, dan kelenjar
sublingual. Kelenjar saliva minor di mukosa traktus aerodigestif atas termasuk rongga
mulut, terutama selaput lendir palatum. 1
Kelenjar saliva mayor dan minor menghasilkan saliva yang berbeda-beda.
Kelenjar parotis mensekresikan liur serosa, sedangkan kelenjar submandibula
mensekresikan liur mukosa.1
Kelainan pada parotis meliputi tumor jinak maupun ganas, batu di duktus,
infeksi bakteri maupun virus, dan berbagai gangguan autoimun yang jarang
ditemukan. Pembahasan dalam makalah ini akan lebih fokus kepada tumor yang
terjadi di parotis, baik tumor jinak maupun ganas. Neoplasma kelenjar liur jarang
terjadi, hanya 3-6% dari tumor kepala leher, tumor kelenjar liur mengenai parotis
85%, submandibula 3-15%, kelenjar liur minor 5-8% dan sublingual <1%. Makin
kecil kelenjar liur yang terkena, makin besar kemungkinan keganasan.1
Secara klinis, jika didapatkan benjolan kelenjar parotis, maka cuping telinga
akan terangkat ke atas. Tumor pleiomorf tidak nyeri, tumbuh berangsur dan dapat
menjadi besar sekali bila dibiarkan.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Lobus superfisial dari kelenjar parotis mengandung lebih kurang 3-20 kelenjar
limfe, terletak diantara kelenjar parotis dengan kapsulnya. Kelenjar limfe ini
merupakan saluran dari kelenjar parotis, liang telinga luar, daun telinga, kulit kepala,
kelopak dan kelenjar air mata. Lapisan kedua terdapat pada kelenjar parotis profunda
dan merupakan saluran dari kelenjar parotis, liang telinga luar, telinga tengah,
nasofaring, dan palatum mole. Kedua sistem ini mengalir ke sistem limfe servikal
superfisialis dan profunda.3
Nervus fasialis sebenarnya terdiri dari serabut saraf motorik saja, namun pada
perjalanannya ke tepi, nervus intermedius bergabung dengannya. Nervus intermedius
ini tersusun oleh serabut sekretomotorik untuk glandula salivatorius dan serabut yang
menghantarkan impuls pengecap dari 2/3 bagian depan lidah.
Sebagai saraf motorik mutlak nervus fasialis keluar dari foramen
stilomastoideum dan memberikan cabang-cabang kepada otot stilohioid dan venter
posterior muskulus digastrikus dan otot oksipitalis. Pangkal sisanya menuju ke
glandula parotis. Disitu ia bercabang cabang lagi untuk mempersarafi otot wajah dan
plastima. Cabang-cabang tersebut diantaranya adalah cabang temporal, zigomatikus,
bukalis, mandibularis dan cabang servikalis.
2.1.2 Histologi
Kelenjar ini dibungkus oleh jaringan ikat padat dan mengandung sejumlah
besar enzim antara lain amylase, lisozim, fosfatase asam, aldolase, dan kolinesterase.
Kelenjar parotis adalah kelenjar tubuloasinosa kompleks, yang pada manusia adalah
serosa murni. Kelenjar ini dikelilingi oleh kapsula jaringan ikat yang tebal, dari sini
ada septa jaringan ikat termasuk kelenjar dan membagi kelenjar menjadi lobulus yang
kecil. Kelenjar parotis mempunyai sistem saluran keluar yang rumit sekali dan hampir
semua duktus ontralobularis adalah duktus striata. Saluran keluar yang utama yaitu
duktus parotidikius steensen terdiri dari epitel berlapis semu, bermuara kedalam
vestibulum rongga mulut berhadapan dengan gigi molar kedua atas.1,3
2.1.3 Fisiologi
Pada kondisi basal, sekitar 0,5 mililiter saliva, hampir seluruhnya dari tipe mucus,
disekresikan setiap detik sepanjang waktu kecuali selama tidur, saat sekresi menjadi
sangat sedikit. Sekresi ini sangat berperan penting dalam mempertahankan kesehatan
jaringan rongga mulut. Saliva membantu mencegah proses kerusakan jaringan mulut
yang dapat disebabkan oleh bakteri dengan cara membantu membuang bakteri
pathogen juga partikel-partikel makanan yang memberi dukungan metabolic bagi
bakteri dan saliva juga mengandung beberapa faktor yang menghancurkan bakteri,
salah satunya adalah ion tiosianat dan lainnya adalah enzim proteolitik terutama
lizozim. Terakhir, saliva juga mengandung sejumlah besar antibodi protein yang dapat
menghancurkan bakteri rongga mulut, termasuk yang menyebabkan karies gigi.3,5,6
Setiap hari satu sampai dua liter air liur diproduksi dan hampir semuanya ditelan
dan direabsorbsi. Proses sekresi dibawah kendali saraf otonom. Makanan dalam mulut
merangsang serabut saraf yang berakhir pada nukleus pada traktus solitaries dan pada
akhirnya merangsang nukleus saliva pada otak tengah. Pengeluaran air liur juga
dirangsang oleh penglihatan, penciuman melalui impuls dari kerja korteks pada
nukleus saliva batang otak. Aktivitas simpatis yang terus menerus menghambat
produksi air liur seperti pada kecemasan yang menyebabkan mulut kering. Obat-
obatan yang menghambat aktivitas parasimpatis juga menghambat produksi air liur
seperti obat antidepresan, tranquillizers, dan obat analgesik opiate dapat menyebabkan
mulut kering (Xerostomia).3,5,7
Saluran air liur relatif impermeabel terhadap air dan mensekresi kalium,
bikarbonat, kalsium, magnesium, ion fosfat dan air. Jadi produk akhir dari kelenjar air
liur adalah hipotonik, cairan yang bersifat basa yang kaya akan kalsium dan fosfat.
Komposisi ini penting untuk mencegah demineralisasi enamel gigi.7
Kelenjar parotis menghasilkan suatu sekret yang kaya akan air yaitu serous.
Saliva pada manusia terdiri atas 25% sekresi kelenjar parotis.5
2.2 Tumor Parotis
2.2.1 Definisi
Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh
akibat pengaruh berbagai faktor penyebab tumor yang menyebabkan jaringan
setempat pada tingkat gen kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya.
Sesuai definisi Willis, neoplasma adalah massa abnormal jaringan yang
pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasi dengan pertumbuhan
jaringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu
perubahan tersebut telah berhenti. Hal mendasar tentang asal neoplasma adalah
hilangnya responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang normal.8
Sel bisa menjadi kanker karena adanya kerusakan DNA. Didalam sel
normal, ketika DNA mengalami kerusakan, maka sel yang lain akan
memperbaikinya atau sel rusak tersebut akan mati. Sedangkan didalam sel
kanker, kerusakan DNA tersebut tidak diperbaiki. Sel tersebut juga tidak mati
seperti seharusnya. Bahkan sel ini akan membentuk sel baru yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh dan memiliki kerusakan DNA yang sama seperti sel
pertama.8
2.2.2 Epidemiologi
Tumor pada kelenjar liur relative jarang terjadi, presentasinya kurang
2-5% dari seluruh keganasan pada kepala dan leher. Dari tumor kelenjar saliva,
insidens tumor parotis paling tinggi, yaitu sekitar 80%, tumor submandibular
10%, tumor sublingual 1%, tumor kelenjar saliva kecil dalam mulut 1%.1
Sejak periode 2000-2008 angka kejadian lebih sering pada laki-laki
dengan insidensi sekitar 1.41 kasus per 100.000 laki-laki, dibandingkan dengan
perempuan yang hanya 1.00. bisa mengenai semua umur, namun kebanyakan
pasien didiagnosis pada usia >64 tahun.9
Sebagian besar tumor parotis adalah jinak. Tumor jinak yang paling
sering adalah mixed tumor / pleomorfik adenoma, dan Wartin’s tumor. Hanya
sekitar 20% tumor parotis yang ganas.9,10
Keganasan biasanya asimtomatik, tetapi tanda dan gejala yang
menunjukkan keganasan biasanya adalah pertumbuhan tumor yang cepat
membesar, nyeri, trismus, paralisis nervus fasialis atau yang lainnya.
Pemeriksaan penunjang yang sensitivitasnya 95% pada keganasan kelenjar
saliva adalah dengan FNAB. Semua pasien dengan massa di kelenjar saliva nya
harus dilakukan pemeriksaan FNAB untuk mengetahui diagnosis
histologinyadan untuk perencanaan terapi pembedahan. Pemeriksaan CT Scan
dan MRI juga sangat membantu untuk mengetahui apakah letak tumor di lobus
superfisial atau profunda. Keganasan lebih sering terjadi pada tumor parotis
yang mengenai lobus profunda. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
didapatkan hasil bahwa tumor pada lobus profunda sebanyak 35%nya adalah
maligna, dan hanya 10% nya yang benigna.10
2.2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya tumor kelenjar parotis masih belum jelas karena
angka kejadiannya yang masih jarang. Paparan rokok dan konsumsi alkohol
tidak ada hubungannya dengan pertumbuhan tumor parotis. Sejauh ini, paparan
radiasi ion sudah ditetapkan sebagai faktor resiko terjadinya tumor parotis.
Seseorang yang pernah mengalami terapi radiasi dan terapi UV pada kepaladan
leher meningkatkan faktor risiko. Penelitian terakhir mengatakan bahwa terjadi
peningkatan angka kejadian tumor parotis, terutama di Israel dan Inggris.
Terdapat hipotesis bahwa peningkatan angka kejadian tumor parotis ini ada
hubungannya dengan meningkatnya penggunaan telepon genggam. Namun dari
penelitian yang dilakukan oleh Shu, dkk ini didapatkan hasil bahwa tidak ada
hubungan antara peningkatan penggunaan telepon genggam dengan peningkatan
angka kejadian tumor parotis. Faktor resiko lain yang mempengaruhi terjadinya
karsinoma kelenjar air liur adalah pekerjaan, nutrisi, dan genetik.9,11
2.2.4 Klasifikasi Tumor Parotis
WHO tahun 2005 mengklasifikasikan tumor kelenjar saliva menjadi
jinak dan ganas. Berdasarkan histopatologinya dibagi menjadi epitelial dan non
epitelial. Jenis epitelial sangat jarang terjadi, sekitar 2-5% dari kasus tumor
kelenjar saliva.
a. Tumor jinak
1) Pleomorfik adenoma (mixed tumor jinak):
Merupakan tumor tersering pada kelenjar liur dan paling sering terjadi
pada kelenjar parotis. Dinamakan pleomorfik karena terbentuk dari sel-sel
epitel dan jaringan ikat. Pertumbuhan tumor ini lambat berupa benjolan
pada depan bawah daun telinga atau angulus mandibula yang tidak
memberikan gejala. Kondisi ini membuat luput dari perhatian pasien,
sehingga pasien datang untuk pemeriksaan ke petugas kesehatan setelah
muncul benjolan setidaknya 1 tahun. Pada perabaan didapatkan massa
berbentuk bulat, permukaan licin, kadang berbenjol-benjol, dan
konsistensinya lunak, berbatas tegas, tampak berkapsul, dan ukuran
terbesarnya jarang melebihi 6 cm, tidak nyeri tekan dan dapat
digerakkan.12,13
Secara histologi dikarakteristik dengan struktur yang beraneka
ragam.biasanya terlihat seperti gambaran lembaran, untaian atau seperti
pulau-pulau dari spindel atau stellata. Tumor ini, yang umumnya terbentuk
di parotis superfisial, menyebabkan pembengkakan tak nyeri di sudut
rahang dan mudah diraba sebagai massa diskret. Tumor biasanya sudah ada
selama beberapa tahun sebelum dibawa ke dokter. Walaupun berkapsul,
pemeriksaan histologik sering memperlihatkan tempat tumor menembus
kapsul. Oleh karena itu, diperlukan batas reseksi yang adekuat untuk
mencegah kekambuhan. Hal ini mungkin memerlukan pengorbanan saraf
fasialis, yang berjalan melalui kelenjar parotis. Secara rerata, sekitar 10%
eksisi diikutioleh kekambuhan. Penatalaksanaanya yaitu eksisi bedah dari
kelenjar yang terkena. 2,12,13
3) Adenokarsinoma
Terdapat beberapa tipe adenokarsinoma:
a) Karsinoma sel asinik
Paling banyak berasal dari kelenjar parotis dan pertumbuhannya
lambat
b) Adenokarsinoma polimorfik
grade rendah
Kebanyakan berasal dari kelenjar minor
c) Adenokarsinoma yang tidak
dispesifikasikan:
Bila dilihat di mikroskop tumor ini memiliki penempakan yang
cukup untuk disebut adenokarsinoma, tetapi belim memiliki
penampakan untuk dispesifikasikan.sering berasal dari kelenjar
parotis dan kelenjar minor.
d) Adenokarsinoma yang jarang:
Contohnya seperti basal sel adenokarsinoma, clear cell
adenokarsinoma, kistadenokarsinoma, sebaceus adenokarsinoma,
musinous adenokarsinoma.8
2. Pemeriksaan fisik
a.) Status general
Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki, tentukan :
1. penampilan (Karnofski / WHO)
2. keadaan umum
adakah anemia, ikterus, periksa T,N,R,t, kepala, toraks,
abdomen, ekstremitas,vertebra, pelvis
3. apakah ada tanda dan gejala ke arah metastase jauh (paru, tulang
tengkorak, dll)
b.) Status lokal
1. Inspeksi (termasuk inraoral, adakah pedesakan tonsil/uvula)
2. Palpasi (termasuk palpasi bimanual, untuk menilai konsistensi,
permukaan, mobilitas terhadap jaringan sekitar)
3. Pemeriksaan fungsi n.VII,VIII,IX,X,XI,XII karena lintasan nervus-
nervus tersebut dekat dengan kelenjar parotis.
Lintasan nervus kranialis yang dekat dengan kelenjar parotis
c.) Status regional
Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher ipsilateral dan
kontralaeral. Bila ada pembesaran tentukan lokasinya, jumlahnya, ukuran
terbesar, dan mobilitasnya.
Pemeriksaan nervus fasialis:
A. Dalam keadaan diam, perhatikan :
Asimetri muka (lipatan nasolabial)
gerakan-gerakan abnormal (tic fasialis, grimacing, kejang tetanus/rhesus
sardonicus, tremor, dsb)
3. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat beberapa macam pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk
penegakan diagnosis tumor parotis meliputi pemeriksaan histopatologik dan
pemeriksaan radiologik (foto polos, sialografi, CT- Scan, dan MRI)
a. Pemeriksaan Histopatologik
Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine – Needle Aspiration Biopsy)
Biopsi Aspirasi Jarum halus merupakan alat yang sederhan untuk
diagnostic. Biopsi aspirasi jarum halus memiliki kelebihan yaitu tingkat
keakuratan yang cukup tinggi dengan sensitifitas 88-98% dan spesifitas 94%
pada tumor jinak. Biopsi aspirasi jarum halus juga sensitive dalam mendeteksi
keganasan sebesar 58-98 % dengan spesifitas 71-88%. Suatu penelitian
didapatkan diagnosis sitologi tumor jinak negatif palsu sebanyak 4 dari 27
pasien (14.8%). Kesalahan diagnosis ini bisa disebabkan oleh bias sampel
(sampelnya terlalu sedikit / tidak adekuat), dan bisa juga karena kesalahan
interpretasi (salah baca). Tekhnik ini sederhana, dapat ditoleransi dengan
komplikasi yang minimal. Selain untuk menegakan diagnosis defenitif,
pemeriksaan ini juga bermanfaat untuk menentukan tindakan tepat selanjutnya
dan untuk evaluasi preoperative.16,17
Bedah Diagnostik
Biopsi pembedahan sebaiknya dihindari. Biopsi eksisional dan
enukleasi massa parotis berhubungan dengan peningkatan rekurensi tumor,
terutama pada adenoma pleiomorfik. Penanganan bedah yang baik untuk
tumor parotis adalah reseksi bedah komplit melalui parotidektomi dengan
identifikasi dan preservasi nervus fasialis. Identifikasi nervus fasialis
ditujukan agar dapat dilakukan eksisi tumor yang adekuat dan mencegah
cedera nervus fasialis. Cara ini memastikan batas jaringan sehat yang adekuat
disekeliling tumor, sehingga pada kebanyakan kasus tidak hanya bersifat
diagnostic, tetapi juga kuratif. Pemeriksaan ini jarang dilakukan dan biasanya
dilakukan hanya pada pasien dengan keganasan yang tidak dapat dioperasi.
Pada kasus seperti ini, biopsy dengan insisi terbuka berguna dalam diagnostic
histopatologi dan terapi radiasi paliatif atau kemoterapi.17
b. Pemeriksaan Radiologi
Sialografi
Tekhnik ini memerlukan suntikan bahan kontras yang larut dalam air
atau minyak langsung keduktus submandibula atau parotis. Setelah pemakaian
anastesi topical pada daerah duktus, tekanan yang lembut dilakukan pada
kelenjar, dan muara duktus yang kecil diidentifikasi oleh adanya aliran air liur.
Muara duktus dilebarkan dengan menggunakan sonde lakrimal. Kateter
ukuran 18, mirip dengan jenis yang digunakan untuk pemberian cairan
intravena, atau pipa polietilen secara lembut dimasukkan sekitar 2 cm kedalam
duktus.. Kateter dipastikan pada sudut mulut. Tekhnik ini sama untuk kelenjar
parotis dan submandibula. Bagaimanapun kanulasi duktus kelenjar
submandibula, memebutuhkan kesabaran dari pada pelebaran duktus parotis.
Film biasa sinar X diperoleh untuk meyakinkan bahwa tidak terdapat substansi
radioopak, seperti batu dalam kelenjar. Antara 1,5 dan 2 ml media kontras
disuntikan secara lembut melalui kateter kedalam kelenjar sampai penderita
merasakan adanya tekanan tetapi tidak melewati tititk ketika penderita
mengeluh nyeri. Dilakukan foto lateral, lateral oblik, oblik, dan
anteriposterior. Ketika kateter diangkat penderita dapat diberikan sedikit sari
buah lemon. Dalam 5 sampai 10 menit pengambilan foto ulang. Normal jika
seluruh media kontras dikeluarkan dalam waktu itu. Persistensi media kontras
dalam kelenjar 24 jam setelah test ini pasti abnormal.11,12
Terdapat keuntungan dan kerugian dari bahan kontras yang dapat larut
dalam air dan lemak. Sekarang ini Pantopaque dan Lipidol merupakan bahan
kontras yang paling popular.
Sialografi lebih berguna pada gangguan – gangguan kronis kelenjar
parotis seperti sialadenitis rekuren, sindrom sjorgen, atau obstruksi duktus
seperti striktur. sialografi tidak berguna untuk membedakan massa jinak dari
massa keganasan. Sialografi merupakan kontra indikasi terdapatnya
peradangan akut kelenjar yang baru terjadi.12
CT-Scan
Pemeriksaan CT scan dengan kontras dapat mengetahui letak tumor berada di
lobus superfisial atau lobus profunda. Gambaran kalsifikasi dalam massa
biasanya ditemukan pada adenoma pleomorfik. Nervus fasialis dan duktus
12,17, 18
stensen sulit dilihat dengan menggunakan CT scan.
Gambar 4. Tumor Parotis Ganas. Gambar menunjukkan massa berbatas tegas
dalam kelenjar parotis kiri, yang telah terbukti sebagai adenoma pleomorfik16
MRI lebih unggul daripada CT scan dalam memvisualisasikan tepi tumor.
Nervus fasialis dan duktus stensen dengan jelas dapat terlihat. Bisa digunakan
untuk mengetahui letak tumor parotis berada dalam lobus superfisial atau
profunda. Selain itu juga untuk membedakan tumor jinak atau ganas. Lesi
jinak biasanya tepinya halus, dengan garis terang atau kapsul; tapi
bagaimanapun juga, banyak keganasan grade rendah yang memiliki
pseudokapsul dan gambaran seperti tumor jinak. Keganasan grade tinggi akan
menunjukkan gambaran tepi yang menginfiltrasi. 12,16
Gambar 5. Adenoma pleomorfik pada kelenjar parotis kanan potongan axial leher11
CT-Scan dan MRI digunakan untuk menemukan tumor dan menggambarkan luasnya.
Sedangkan biopsi untuk menegaskan jenis sel.16
2.2.6 Staging Tumor Parotis
Tabel 3: Klasifikasi TNM The American Joint Committee on Cancer (AJCC) 13
TNM Keterangan ST T N M
2. Tumor inoperabel
a. Terapi utama
Radioterapi : 65 – 70 Gy dalam 7-8 minggu
b. Terapi tambahan
Kemoterapi : Indikasi untuk kemoterapi adalah pasien dengan tumor yang
inoperable. Respon parsial atau lengkap telah dicapai pada hingga 50%
pasien, yang biasanya berlangsung 5-8 bulan dan mungkin termasuk
kontrol nyeri yang signifikan. Sebagian besar pasien memiliki karsinoma
adenoid kistik, karsinoma mucoepidermoid, atau adenokarsinoma. Saat
ini, paclitaxel adalah agen yang paling sering digunakan. Meskipun
kemoterapi saja tidak meningkatkan tingkat ketahanan hidup, integrasi
radiasi dan kemoterapi telah terbukti meningkatkan kontrol lokal dan
menunjukkan perbaikan dalam pengelolaan keganasan kelenjar ludah.14
2.2.8 Komplikasi
Telah dilakukan penelitian selama 10 tahun antara 1996 Januari sampai 2006 Januari
pada pasien dengan tumor parotis yang telah menjalani terapi bedah di University of
Rome “La Sapienza”, Department of Maxillo-Facial surgery. Didapatkan 135 pasien
laki-laki dan 147 pasien perempuan dengan usia antara 10 tahun sampai 85 tahun dan
pasien usia terbanyak adalah 49 tahun. Dari total 282 pasien, setelah dilakukan follow
up ±60 bulan didapatkan 26 pasien mengalami komplikasi post operasi sebagai
berikut:17
Komplikasi
yang sering
terjadi setelah
parotidektomi
Nervus Fasialis
Nervus fasialis adalah nervus yang melintasi kelenjar parotis dan membaginya
menjadi lobus superfisialis dan profunda. Sekitar 15-20% kasus (15-20 dalam
100 pasien) nervus fasialisnya mengalami trauma sehingga terjadi kelemahan
pada otot-otot fasialis. Ini biasanya sembuh dalam 14 hari sampai 3 bulan
setelah operasi dan penyembuhan bisa lebih cepat dengan latihan terapi bicara
dan bahasa. Sebanyak 1% kasus terjadi kelemahan permanen dari nervus
fasialis. Beberapa pasien mengalami kelemahan nervus fasialis cabang-cabang
tertentu saja.
Frey’s Syndrome
Nama lain Frey’s syndrome adalah Baillarger’s syndrome, Dupuy’s
syndrome, auriculotemporal syndrome, atau Frey-Baillarger syndrome
Merupakan komplikasi tersering pada pasien pasca operasi parotidektomi
yaitu sebanyak 6 orang dari 26 pasien. Frey’s syndrome adalah manifestasi
klinik berupa kemerahan dan berkeringat pada hemifasial setelah stimulus
kelenjar saliva dan mengunyah. Frey’s Syndrome ini biasanya terjadi setelah
cedera traumatik regio parotis seperti parotidektomi, fraktur kondilar, trauma
tumpul, insisi dan drainase abses. Sindrom ini bisa muncul setelah beberapa
minggu sampai beberapa tahun setelah trauma. Pemeriksaan dilakukan dengan
cara tes pati-iodine. Iodine cair dioleskan di atas kulit area preaurikular,
tunggu sampai kering, kemudian setelah itu ditaburkan pati jangung di
atasnya. Minta pasien untuk mengunyah makanan selama 5 menit untuk
merangsang gustatori. Akan tampak gambaran bercak biru kehitaman yang
berarti hasilnya positif, karena adanya kompleks iodine-pati yang terdilusi
oleh keringat.
2.2.9 Prognosis
Prognosis pada tumor maligna sangat tergantung pada histologi, perluasan lokal
dan besarnya tumor dan jumlah metastasis kelenjar leher. Jika sebelum penanganan tumor
maligna telah ada kehilangan fungsi saraf, maka prognosisnya lebih buruk. Untuk tumor
maligna, pengobatan dengan eksisi dan radiasi menghasilkan tingkat kesembuhan sekitar
50%, bahkan pada keganasan dengan derajat tertinggi. Ketahanan hidup 5 tahun kira-kira
5%, namun hal ini masih tetap tergantung kepada histologinya.12,13,15
Faktor prognostik rendah termasuk keganasan kelas tinggi, keterlibatan saraf,
penyakit stadium lanjut, usia lanjut, rasa sakit yang terkait, metastasis getah bening
regional node, metastasis jauh, dan akumulasi p53 atau-erbB2 c oncoproteins. Meskipun
pernyataan menyangkut kelangsungan hidup sulit dibuat karena berbagai macam jenis
histologis, 20% dari semua pasien akan berkembang menjadi metastasis jauh. Metastasis
jauh menandakan prognosis buruk, dengan kelangsungan hidup rata-rata 4,3-7,3 bulan.
Secara keseluruhan 5-tahun kelangsungan hidup untuk semua tahap dan jenis histologis
adalah sekitar 62%-72%. Kelangsungan hidup 5 tahun secara keseluruhan untuk penyakit
berulang adalah sekitar 37%. Karena risiko kekambuhan, semua pasien yang menderita
tumor kelenjar ludah histologi yang terbukti ganas harus di kontrol seumur hidup.12,13,15
2.2.10 Kontrol
Pengawasan harus terus tanpa batas waktu, sebagai kekambuhan lokal atau
metastasis jauh dapat menjadi jelas bertahun-tahun setelah pengobatan awal. Pasien harus
menjalani pemeriksaan fisik secara menyeluruh setiap 3 bulan selama 2 tahun, setiap 6
bulan selama 3 tahun, kemudian setiap tahun setelahnya. Tes fungsi hati dan rontgen dada
harus diperoleh setiap tahun.9,13,16
KESIMPULAN
Umumnya, tumor kelenjar liur jarang terjadi, dan jika terjadi, sebagian besar tumor
pada kelenjar liur terjadi pada kelenjar parotis, dimana 75% - 85% dari seluruh tumor berasal
dari parotis dan 80% dari tumor ini adalah adenoma pleomorphic jinak (benign pleomorphic
adenomas). 1,2
Gambaran klinis tumor kelenjar liur baik itu jinak atau ganas akan muncul sebagai
suatu massa berbentuk soliter, berkembang diantara sel-sel pada kelenjar yang terkena.
Pertumbuhan yang cepat dari massa dan rasa sakit pada lesi itu berkaitan dengan perubahan
ke arah keganasan, tetapi bukan sebagai alat diagnostik. Keterlibatan saraf fasialis (N.VII)
umumnya sebagai indikator dari keganasan,walaupun gejala ini hanya nampak pada 3% dari
seluruh tumor parotis dan prognosisnya buruk. 4,7
Tumor parotis dapat dibagi menjadi 2 yaitu jinak dan ganas. Tumor kelenjar jinak
yang paling sering ditemui adalah adenoma Pleomorfik dan Limfomatosum Adenokistoma
Papilar (Tumor Warthin), sedangkan tumor ganas kelenjar liur paling sering pada anak adalah
karsinoma mukoepidermoid, biasanya derajatnya rendah. Pada dewasa dapat berupa
Karsinoma mukoepidermoid, Karsinoma sel skuamosa, Adenokarsinoma yang tidak
berdiferensiasi, Karsinoma adenokistik (silindroma). 4,6,7
Untuk terapi dilakukan tergantung stadiumnya, ada tumor yang masih dapat dioperasi
ada pula yang memerlukan terapi lain. Terapi tambahan berupa radiasi pasca operasi atau
kemoterapi. Untuk prognosis sesudah terapi adekuat pada tumor benigna terjadi residif lokal
kurang dari 1% kasus. Namun, jika tumor benigna tidak diangkat secara luas, sering timbul
residif lokal. 12,13,14
DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong W. Tumor Kelenjar Liur. Dalam : R Samsuhidajat, Warko Karnadihardja,
Theddeus OH Prasetyono, Reno Rudiman, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. h. 469-70.
2. F Christopher Holsinger, Dana T Bui. Anatomy, Function, and Evaluation of
Salivary Glands. In: Myers EN, Ferris RL editors. Salivary Gland Disorders.
Springer: Berlin; 2007. h 1-14.
3. Susan, Standring. Grays Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practise. USA:
Elsevier; 2005. h. 515-18.
4. Arthur C Guyton, John E Hall. Fungsi Sekresi dari Saluran Pencernaan. Dalam :
Luqman Yanur Rachman, Huriawati hartanto, Andita Novrianti, Nanda Wulandari,
editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta; 2007. h. 1013-14.
5. William F Ganong. Fungsi Endokrin Pankreas & Pengaturan Metabolisme
Karbohidrat. Dalam: M Djauhari Widjajakusumah, editor. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 20. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2002. h. 320-39.
6. Satish Keshav. In: The Gastrointestinal System At A Glance. Australia: Blackwell
Science Ltd; 2004. h. 14-15.
7. Vinay Kumar, Ramzi S Cotran, Stanley L Robbins. Pankreas. Dalam: Huriawati
Hartanto, Nurwani Darwaniah, Nanda Wulandari, editor. Buku Ajar Patologi Edisi 7
Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2007. h. 711-16.
8. Kimberley Ho, Helen Lin, David K Ann, Peiguo G Chu, Yun Yen. An Overview of
The Rare Parotid Gland Cancer. Head & Neck Onconlogy 2011. h. 1-7.
9. Mulholland dkk. Greenfield's Surgery: Scientific Principles and Practice. Edisi 4.
Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
10. Shu, Xiaochen; Ahlbom, Anders; Feychting, Maria. Incidence Trends of Malignant
Parotid Gland Tumors in Swedish and Nordic Adults 1970 to 2009.Epidemiology:
September 2012. Volume 2. h. 766-67.
11. C Ungari, F Paparo, W Colangeli, G Iannetti. Parotid Glands Tumours: Overview
Of A 10-Years Experience With 282 Patients, Focusing On 231 Benign Epithelial
Neoplasms. European Review for Medical and Pharmacological Sciences 2008; 12:
h. 321-325.
12. Claudia-Patricia Mejía-Velázquez, Marco-Antonio Durán-Padilla, Erick Gómez-
Apo, Daniel Quezada- Rivera, Luis-Alberto Gaitán-Cepeda. Tumors of the salivary
gland in Mexicans. A re-trospective study of 360 cases. Med Oral Patol Oral Cir
Bucal 2012 Mar 1;17 (2): h. 183-9.
13. Edge SB, Byrd DR, Compton CC, et al., eds.: AJCC Cancer Staging Manual. 7th
ed. New York: Springer; 2010. h. 79-86.
14. A Mag, S Cotulbea, S Lupescu, H tefãnescu, C Doros, et al. Parotid Gland Tumors.
Journal of Experimental Medical and Surgical Research 2010; 4: 259-63.
15. Albar, Zafiral Azdi. Protokol PERABOI 2003 edisi 1 Cetakan 1. Bandung : 2004
16. Ali SN, et al. diagnostic accuracy of fine needle aspiration cytology in parotid
lesion. International Scholarly Research Network. Volume 2011.
17. Samson NG, Cathy Torjek, Allan Hovan. Management of Frey Syndrome Using
Botulinum Neurotoxin: A Case Report. CJDA November 2009; 75: h. 651-54.