You are on page 1of 2

BAB 1

PENDAHULUAN

Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat

kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus kornea diakibatkan oleh adanya

kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Gejala dari ulkus

kornea yaitu nyeri, berair, fotofobia, blefarospasme, dan biasanya disertai riwayat

trauma pada mata (Ilyas, 2014). Ulkus kornea memerlukan penanganan yang tepat

untuk mencegah timbulnya komplikasi berupa perforasi, endoftalmitis, prolaps

iris, sikatrik kornea, katarak, glaukoma sekunder dan perluasan ulkus (PERDAMI,

2012). Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan jaringan parut kornea dan

merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia (Rajesh, 2013).

Klasifikasi ulkus kornea dibagi menjadi infeksius dan non infeksius. Ulkus

kornea infeksius disebabkan oleh bakteri, jamur, parasit, dan virus. Sedangkan

ulkus kornea non infeksius disebabkan oleh penyakit autoimun, neutrotropik,

toksik, dan alergi (AAO, 2013). Penyebab ulkus kornea 38,85% disebabkan oleh

bakteri dan 40,65% disebabkan oleh jamur. Infeksi bakteri oleh Pseudomonas

aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella merupakan penyebab

paling sering pada ulkus kornea. Ulkus kornea yang disebabkan oleh infeksi jamur

yaitu Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium dan spesies Mikosis

fungoides (Broniek et al., 2014).

Pola epidemiologi ulkus kornea bervariasi di seluruh dunia, berhubungan

dengan populasi pasien, lokasi geografis, dan iklim. Staphylococcus aureus dan

Aspergillus spp adalah penyebab paling umum terjadinya ulkus kornea infeksius

1
2

di negara berkembang (Gandhi et al., 2014), sedangkan penyebab ulkus kornea

non-infeksius terbanyak adalah autoimun (Sharma et al., 2015). Angka kejadian

ulkus kornea infeksius maupun non-infeksius terbanyak pada jenis kelamin laki-

laki (Nagasree dan Vijayalakshmi, 2015). Usia penderita ulkus kornea infeksius

terbanyak adalah orang yang berusia 40 – 60 tahun (Gandhi et al., 2014). Sebuah

penelitian di India menunjukan 65% kasus ulkus non-infeksius terbanyak terjadi

pada rentang usia 18 – 45 tahun (Sharma et al, 2015).

Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama,

karena jaringan kornea bersifat avaskuler. Penyembuhan yang lama mungkin juga

mempengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila ketaatan

penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotik maka dapat menimbulkan

masalah baru, yaitu resistensi. Tingginya angka resistensi dan terlambatnya

pengamatan terhadap ulkus kornea menunjukkan bahwa pengetahuan akan

penatalaksanaan terhadap ulkus kornea masih sangat kurang (Rajesh, 2013).

Penatalaksanaan ulkus kornea harus segera dilakukan untuk eradikasi

penyebab dari ulkus kornea, menekan reaksi peradangan sehingga tidak memper-

berat destruksi pada kornea, mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi

komplikasi, serta memperbaiki tajam penglihatan. Prognosis ulkus kornea

tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya mendapat pertolongan,

jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul.

You might also like