You are on page 1of 37

F.

7 Mini Project

Laporan Kegiatan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer (PMKP) Dan


Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)

“ANALISIS HUBUNGAN PARITAS DAN USIA IBU HAMIL DENGAN

KEJADIAN ANEMIA DALAM KEHAMILAN DI WILAYAH KERJA

PUSKEMAS LAMPA PERIODE MARET – MEI 2018”

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh Program Dokter


Internsip Indonesia

Oleh :

dr. Andi Rizki Tenryayu

Pendamping :

dr. Hj. A. Silviani

PUSKESMAS LAMPA

KABUPATEN PINRANG

PROVINSI SULAWESI SELATAN

2018

1
F.7 Mini Project

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : dr. Andi Rizki Tenryayu

Judul Laporan

“Analisis Hubungan Paritas Dan Usia Ibu Hamil Dengan Kejadian Anemia
Dalam Kehamilan Di Wilayah Kerja Puskemas Lampa Periode Maret – Mei
2018”

Mini Project ini telah disetujui guna melengkapi tugas Dokter Internsip Dalam
Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer (PKMP) Dan Usaha Kesehatan
Masyarakat (UKM)

Pinrang, Juni 2018

Mengetahui,

Pendamping Dokter Internsip

dr. Hj. A. Silviani

2
F.7 Mini Project

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anemia pada kehamilan masih merupakan masalah utama di dunia
hingga saat ini. Menurut World Health Organization (WHO) (2011) anemia
pada kehamilan didefinisikan sebagai suatu kondisi ketika kadar hemoglobin
di dalam darah kurang dari 11 g/dl. Angka kejadian anemia di seluruh dunia
cukup tinggi dan terjadi hampir di seluruh negara. Secara global prevalensi
anemia pada ibu hamil di seluruh dunia adalah sebesar 41,8%. Prevalensi
anemia pada ibu hamil diperkirakan di Asia sebesar 48,2%, Afrika 57,1%,
Amerika 24,1%, dan Eropa 25,1% (WHO, 2011).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyebutkan prevalensi
anemia pada ibu hamil di Indonesia sebesar 37,1% (Kementerian Kesehatan
RI, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa anemia merupakan masalah kesehatan
serius yang memerlukan perhatian khusus karena dapat meningkatkan angka
kesakitan dan kematian ibu serta dapat memengaruhi pregnancy outcome.
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh pada ibu, baik dalam
kehamilan, persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya. Masalah yang
dapat timbul akibat anemia adalah keguguran (abortus), kelahiran prematur,
persalinan yang lama akibat kelelahan otot rahim dalam berkontraksi (inersia
uteri), perdarahan pasca melahirkan karena tidak adanya kontraksi otot rahim
(atonia uteri), syok, infeksi baik saat bersalin maupun pasca bersalin, serta
anemia yang berat dapat menyebabkan dekompensasi kordis (Wiknjosastro,
2010). Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu
pada persalinan (Saifudin, 2006). Anemia yang tidak tertangani juga
merupakan salah satu penyebab kematian ibu.
Brabin, et al. (2001) menyebutkan anemia sebagai penyebab kematian
langsung dan tidak langsung memiliki angka rata-rata 6,37% di Afrika, 7,26%
di Asia dan 3,0% di Amerika Latin. Risiko relatif terhadap kematian yang
terkait dengan anemia sedang adalah 1,35 [95% Confidence Interval (CI):
0,92-2,00] dan untuk anemia berat adalah 3,51 (95% CI: 2,05-6,00). Dari hasil
3
F.7 Mini Project

estimasi risiko populasi diketahui ada hubungan yang kuat antara anemia berat
dengan kematian ibu, namun tidak untuk anemia ringan dan sedang. Anemia
berat karena malaria pada primigravida diperkirakan dapat menyebabkan 9
kematian dari 100.000 kelahiran hidup sedangkan anemia berat akibat selain
malaria (sebagian besar karena masalah nutrisi) menyebabkan 41 kematian
dari 100.000 kelahiran hidup. Selain berdampak pada ibu, kondisi anemia juga
berdampak pada janin yang dikandung ibu, diantaranya dapat menyebabkan
terjadinya aborsi, lahir mati, berat badan lahir rendah dan perdarahan sebelum
ataupun saat persalinan (Brabin, et al., 2001). Dampak lain yang mungkin
terjadi adalah kurangnya oksigen dalam Rahim (hipoksia intrauterus) dan
kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat
setelah lahir (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
Titaley dan Dibley (2012) melakukan penelitian yang bertujuan menilai
kontribusi pelayanan postnatal terhadap risiko kematian neonatal dan
kontribusi relatif konsumsi zat besi/asam folat pada periode antenatal dalam
mencegah kematian neonatal di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan ibu
yang mengkonsumsi zat besi/asam folat selama periode kehamilan memiliki
risiko penurunan terhadap kematian neonatal hingga 51%.
Anemia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh berbagai macam
faktor, seperti infeksi dan kekurangan zat besi. Penyebab utama anemia pada
ibu hamil di Indonesia adalah anemia defisiensi besi dan upaya
penanggulangan dilakukan dengan pemberian tablet besi yang pada tahun
2012 upaya ini mencapai 85%. Persentase tersebut mengalami peningkatan
dibandingkan pada tahun 2011 yaitu sebesar 83,3%.
Meskipun pemerintah sudah melakukan program penanggulangan
anemia pada ibu hamil melalui pemberian 90 tablet besi selama periode
kehamilan namun angka kejadian anemia masih tergolong tinggi di Indonesia
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
Gizi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses
pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebelum lahir, anak tergantung pada
zat gizi yang terdapat dalam darah ibu. Setelah lahir, anak tergantung pada
tersedianya bahan makanan dan kemampuan saluran cerna. Hasil penelitian
4
F.7 Mini Project

tentang pertumbuhan anak Indonesia menyebutkan penyebab gagal tumbuh


pada anak adalah keadaan gizi ibu selama hamil, pola makan bayi yang salah,
dan penyakit infeksi (Chamidah, 2011).
Zat besi merupakan salah satu unsur gizi yang penting selama
kehamilan. Kecukupan terhadap zat besi memberikan pengaruh terhadap
perkembangan kognitif anak. Tran, et al. (2013) melakukan penelitian yang
bertujuan menguji efek dari Iron Deficiency Anemia (IDA) dan Common
Mental Disorders (CMD) pada periode antenatal terhadap perkembangan
kognitif bayi berusia 6 bulan di negara berkembang. Penelitian ini dilakukan
di propinsi pedesaan Vietnam dengan melibatkan 497 wanita hamil dengan
usia kehamilan 12-20 minggu dan mengikuti mereka serta bayi yang
dilahirkan sampai berusia enam bulan. Hasil penelitian menunjukkan IDA dan
CMD pada periode antenatal memiliki efek buruk pada perkembangan
kognitif anak. Jika hal ini tidak segera ditangani akan menyebabkan efek
buruk semakin berlanjut. Peneliti memberikan saran bahwa kedua risiko
tersebut sangat penting dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan, dokter dan
peneliti untuk meningkatkan fungsi kognitif anak di negara berkembang.
Anemia kehamilan dapat dipengaruhi oleh usia dan paritas. Hasil
penelitian Ridayanti (2012), menyebutkan ada hubungan antara usia dan
paritas dengan kejadian anemia. Hasil penelitian menunjukkan ibu
primigravida yang mengalami anemia kehamilan sebesar 12,8%. Wanita hamil
sangat rentan terjadi anemia defisiensi besi karena pada kehamilan kebutuhan
oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropoietin.
Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah meningkat. Namun
peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika
dibandingkan dengan peningkatan eritrosit. Sehingga terjadi penurunan
konsentrasi hemoglobin akibat hemodilusi (Cunninggham, 2013).Pada kasus
ibu hamil multigravida yang mengalami anemia kehamilan sebesar 44,6%.
Menurut Prawiroharjo (2009) kehamilan berulang dalam waktu singkat
menyebabkan cadangan zat besi ibu yang belum pulih akhirnya terkuras untuk
keperluan janin yang dikandung bukan anak pertama.

5
F.7 Mini Project

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
“ Adakah Hubungan antara Paritas Dan Usia Ibu Hamil Dengan Kejadian
Anemia Dalam Kehamilan Di Di Wilayah Kerja Puskemas Lampa?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui Hubungan antara Paritas Dan Usia Ibu Hamil Dengan
Kejadian Anemia Dalam Kehamilan Di Wilayah Kerja Puskemas Lampa

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik ibu hamil di Wilayah Kerja Puskemas Lampa
b. Mengetahui karakteristik ibu hamil di Wilayah Kerja Puskemas Lampa
berdasarkan Paritas
c. Mengetahui Kadar Hemoglobin Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskemas
Lampa
d. Mengetahui keluhan yang paling sering dirasakan Ibu Hamil di
Wilayah Kerja Puskemas Lampa

D. Manfaat Penelitian
a. Bagi Ibu Hamil
1. Memberikan informasi tambahan bagi Ibu hamil mengenai Bahaya
anemia dalam kehamilan
2. Memberikan informasi bagi ibu hamil mengenai gejala anemia
3. Memberikan informasi bagi ibu hamil mengenai cara mencegah dan
penanganan anemia
4. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi tentang
pentingnya penanganan anemia selama kehamilan sehingga dapat
memperoleh tumbuh kembang bayi yang baik.

6
F.7 Mini Project

b. Bagi Tenaga Kesehatan


1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk
meningkatkan kualitas layanan Ante Natal Care (ANC) dalam
penanganan ibu hamil dengan anemia.
2. Menjadi landasan Ilmiah bagi penelitian terutama mengenai hubungan
usia dan paritas terhadap angka kejadian anemia dalam kehamilan
3. Hasil penelitian diharapkan memberikan kontribusi dalam usaha
pengembangan pencegahan anemia yang lebih adekuat.

7
F.7 Mini Project

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Usia Ibu
Istilah usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang diukur dalam
satuan waktu dipandang dari segi kronologik, individu normal yang
memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan fisiologik sama (Dorland,
2010). Penyebab anemia sampai kematian maternal dari faktor reproduksi
diantaranya adalah maternal age atau usia ibu. Dalam kurun reproduksi sehat
dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 tahun sampai
dengan 30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia
di bawah 20 tahun ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari pada kematian
maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun. Kematian maternal
meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35 tahun (Prawirohardjo, 2012).

1. Usia ibu kurang dari 20 tahun


Kehamilan di bawah usia 20 tahun dapat menimbulkan banyak
permasalahan terutama tingginya angka anemia di usia ini, yang pada
akhirnya bahkan dapat menyebabkan kelahiran bayi prematur dan berat
lahir kurang. Hal ini disebabkan karena wanita yang hamil muda belum
bisa memberikan suplai makanan dengan baik dari tubuhnya ke janin di
dalam rahimnya (Marmi, 2012). Kehamilan di usia muda atau remaja (di
bawah usia 20 tahun) juga akan mengakibatkan rasa takut terhadap
kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut ibu
mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu
belum siap untuk hamil (Prawirohardjo, 2012).
Kelahiran bayi BBLR lebih tinggi pada ibu-ibu muda berusia
kurang dari 20 tahun. Ibu muda seringkali melahirkan bayi BBLR. Hal ini
terjadi karena ibu muda belum matur dan belum memiliki sistem transfer
plasenta seefisien wanita dewasa. Selain itu, kehamilan pada usia kurang
dari 20 tahun panggul dan rahim masih kecil dan alat reproduksi belum
matang (16). Ditambah lagi, peredaran darah menuju serviks dan juga

8
F.7 Mini Project

menuju uterus pada ibu muda masih belum sempurna sehingga hal ini
dapat mengganggu proses penyaluran nutrisi dari ibu ke janin yang
dikandungnya. Nutrisi remaja hamil juga berperan karena ibu muda masih
membutuhkan nutrien yang akan dibagi pada janin yang dikandungnya
dibanding dengan ibu hamil dewasa yang tidak membutuhkan lagi nutrien
untuk pertumbuhan

2. Usia ibu lebih dari 35 tahun


Pada usia di atas 35 tahun, kematangan organ reproduksi mengalami
penurunan dibandingkan pada saat usia 20-35 tahun. Hal ini dapat
mengakibatkan timbulnya masalah-masalah kesehatan pada saat
persalinan.
Secara umum populasi ini memiliki kadar hemoglobin yang lebih
rendah dibandingkan pada usia yang lebih muda. Secara individual
penurunan kadar hemoglobin dianggap sebagai proses normal karena
bertambahnya usia apalagi bila terdapat penyakit yang memiliki kontribusi
terhadap perkembangan dari anemia tersebut (Bahtari, 2010).
Kehamilan pada ibu dengan usia lebih dari 35 tahun, kurang didukung
oleh kondisi badan serta kesehatannya, karena kondisi badan dan
kesehatan pada ibu tersebut sudah mulai menurun termasuk kemampuan
tubuh ibu untuk menyerap zat gizi yang dibutuhkan selama kehamilan
termasuk diantaranya penyerapan zat besi, sehingga dapat menyebabkan
anemia, anemia selanjutnya dapat mempengaruhi janin intrauterine dan
dapat menyebabkan kelahiran BBLR.
Kejadian anemia dan kelahiran bayi BBLR meningkat seiring dengan
penambahan usia ibu karena dengan meningkatnya usia akan terjadi
perubahan-perubahan pada pembuluh darah dan juga ikut menurunnya
fungsi hormon yang mengatur siklus reproduksi (endometrium). Semakin
bertambahnya usia seorang wanita, maka hormon pengatur siklus
reproduksi juga menurun.
Penurunan produksi hormon juga diikuti oleh penurunan fungsi
hormon esterogen. Apabila kadar esterogen rendah dan perkembangan
9
F.7 Mini Project

endometrium tidak sempurna, maka aliran darah ke uterus juga akan ikut
menurun sehingga dapat mempengaruhi penyaluran nutrisi dari ibu ke
janin.

B. Paritas
Paritas adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat
hidup (viable). Jenis paritas bagi ibu yang sudah partus antara lain yaitu :
a) Nullipara adalah wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang mampu
hidup;
b) Primipara adalah wanita yang pernah satu kali melahirkan bayi yang telah
mencapai tahap mampu hidup;
c) Multipara adalah wanita yang telah melahirkan dua janin viabel atau lebih;
d) Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan lima anak atau
lebih. Pada seorang grande multipara biasanya lebih banyak penyulit
dalam kehamilan dan persalinan (Prawiroharjo, 2012).
Paritas merupakan salah satu faktor penting dalam kejadian anemia zat
besi pada ibu hamil. Menurut Manuaba (2010), wanita yang sering mengalami
kehamilan dan melahirkan makin anemia karena banyak kehilangan zat besi,
hal ini disebabkan selama kehamilan wanita menggunakan cadangan besi
yang ada di dalam tubuhnya (Salmariantyty, 2012).
Hasil penelitian Ridayanti (2012), menyebutkan ada hubungan antara
paritas dengan kejadian anemia. Hasil penelitian menunjukkan ibu
primigravida yang mengalami anemia kehamilan sebesar 12,8%.
(Cunninggham, 2013). Dan pada kasus ibu hamil multigravida yang
mengalami anemia kehamilan sebesar 44,6%.
Menurut Prawiroharjo (2009) kehamilan berulang dalam waktu singkat
menyebabkan cadangan zat besi ibu yang belum pulih akhirnya terkuras untuk
keperluan janin yang dikandung.

10
F.7 Mini Project

C. Perubahan pada Kehamilan


Saminem (2009) menyatakan bahwa perubahan pada kehamilan dapat
diuraikan sebagai berikut :
a. Perubahan fisiologis
 Perubahan pada kulit
Terjadi hiperpigmentasi yaitu kelebihan pigmen di tempat tertentu
seperti wajah, pipi dan hidung, pada areola mamae dan puting
susu, daerah yang berwarna hitam di sekitar puting susu akan
menghitam. Area supra pubis terdapat garis hitam yang
memanjang dari atas simfisis sampai pusat.
 Perubahan kelenjar
Kelenjar gondok membesar sehingga leher ibu berbentuk seperti
leher pria. Perubahan ini tidak selalu terjadi pada wanita hamil.
 Perubahan payudara
Perubahan ini pasti terjadi pada wanita hamil karena semakin
dekatnya persalinan, payudara menyiapkan diri untuk
memproduksi makanan pokok untuk bayi setelah lahir. Perubahan
payudara akan membesar, tegang, sakit, vena di bawah payudara
membesar dan terlihat, hiperpigmentasi pada areola mamae dan
puting susu, payudara ibu mengeluarkan cairan apabila dipijat.
 Perubahan perut
Perut semakin membesar saat mendekati persalinan, perut semakin
membesar, menjadi tegang dan pusat menonjol ke luar. Timbul
stria gravidarum dan hiperpigmentasi pada linea alba serta linea
nigra.
 Perubahan alat kelamin luar
Alat kelamin luar tampak hitam kebiruan karena adanya kongesti
pada peredaran darah.
 Perubahan tungkai
Timbul varises pada sebelah atau kedua belah tungkai. Wanita
hamil tua terjadi edema pada salah satu tungkai. Edema terjadi

11
F.7 Mini Project

karena tekanan uterus yang semakin membesar pada vena


femoralis sebelah kanan atau kiri.
 Perubahan pada sikap tubuh
Sikap tubuh ibu menjadi lordorsis karena perut membesar.
b) Perubahan yang tidak dapat dilihat
Perubahan ini meliputi perubahan pada alat pencernaan, peredaran
darah dan pembuluh darah, paru, perkemihan, tulang, jaringan
pembentuk organ, alat kelamin dalam.
c) Perubahan psikologis
Perubahan psikologis terjadi pada trimester I meliputi ambivalen,
takut, frustasi dan khawatir. Trimester II perubahan meliputi perasaan
tidak nyaman serta kebutuhan mempelajarani perkembangan dan
pertumbuhan janin meningkat. Kadang tampak egosentris dan berpusat
pada diri sendiri. Pada trimester III yaitu perubahan yang terjadi
meliputi memiliki perasaan aneh, sembrono, lebih introvert, dan
merefleksikan pengalaman masa lalu.

D. Anemia dalam Kehamilan


1. Definisi
Anemia (dalam bahasa Yunani: Tanpa darah) adalah keadaan saat
jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa
oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel darah merah
mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut
oksigen dari paru-paru, dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.
Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat
mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh. Anemia
adalah keadaan dimana kadar sel-sel darah merah dan hemoglobin dalam
darah kurang dari normal. Hemoglobin terdapat dalam sel-sel darah merah
dan merupakan pigmen pemberi warna merah sekaligus pembawa oksigen
dari paru-paru ke seluruh sel-sel tubuh. Oksigen ini akan digunakan untuk
membakar gula dan lemak menjadi energi. Hal ini dapat menjelaskan
12
F.7 Mini Project

mengapa kurang darah dapat menyebabkan gejala lemah dan lesu yang
tidak biasa. Paru-paru dan jantung juga terpaksa kerja keras untuk
mendapatkan oksigen dari darah yang menyebabkan nafas terasa pendek.
Walaupun gejalanya tidak terlihat atau samar-samar dalam jangka waktu
lama. Kondisi ini tetap dapat membahayakan jiwa jika dibiarkan dan tidak
diobati.
Anemia pada ibu hamil yang paling sering adalah anemia defisiensi besi
yang merupakan kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit) di
dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin ibu hamil < 11 gr% pada
trimester I dan III, dan kadar hemoglobin <10,5 gr% pada trimester II.
Sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen
keseluruh jaringan tubuh. (Wasnidar, 2007)
Penyebab anemia defisiensi zat besi pada ibu hamil adalah kekurangan
zat besi dapat terjadi karena tidak atau kurang mengonsumsi zat besi dalam
bentuk sayuran, makanan atau suplemen. Terutama pada wanita hamil dan
anak-anak. Wanita hamil sering terjadi kekurangan zat besi ini karena bayi
memerlukan sejumlah zat besi yang besar untuk pertumbuhan. Defisiensi besi
pada wanita hamil dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah dan persalinan
premature.

2. Etiologi
Pada umumnya anemia disebabkan oleh tidak tersedianya zat-zat dalam
tubuh yang berperan dalam pembentukan sel darah merah. Zat-zat yang
berperan dalam pembentukan sel darah merah adalah protein, vitamin
(asam folat, vitamin B12, vitamin C, vitamin E) dan mineral. Tetapi dari
sekian banyak penyebab terjadinya anemia adalah anemia defisiensi besi.
(Mochtar,1998) Secara terperinci penyebab terjadinya anemia adalah
sebagai berikut:
a. Jumlah besi dalam darah tidak cukup, hal ini disebabkan oleh:
 Ketersediaan zat besi dalam makanan yang kurang
 Praktek pemberian makanan yang kurang baik
 Sosial ekonomi yang rendah
b. Absorbsi zat besi rendah yang disebabkan oleh:
13
F.7 Mini Project

 Komposisi makanan yang kurang beragam


 Terdapat zat-zat penghambat absorbsi zat besi
c. Kebutuhan zat besi yang tinggi disebabkan oleh:
 Pertumbuhan fisik
 Kehamilan dan menyusui
d. Kehilangan darah yang disebabkan oleh:
 Pendarahan kronis
 Parasit
 Infeksi

3. Klasifikasi Anemia
Berdasarkan klasifikasi WHO tahun 1972 kadar hemoglobin pada wanita
hamil dapat dibagi menjadi 3 kategori sebagai berikut :
a. Normal : ≥ 11 gr/100 ml
b. Anemia ringan : 8-10 gr/100 ml
c. Anemia berat : < 8 gr /100 ml

Berdasarkan Proverawati (2009) tahun 2009, persentasi anemia dalam


kehamilan adalah sebagai berikut :
a) Anemia defisiensi : 62,5 %.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan
zat besi dalam darah. Pengobatannya adalah pemberian tablet besi
yaitu keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam 14
laktasi yang dianjurkan. Untuk menegakkan diagnosis anemia
defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnese. Hasil anamnesa
didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang
dan keluhan mual muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan
pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan metode sahli,
dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III.

14
F.7 Mini Project

b) Anemia megaloblastik : 29,0 %.


Anemia ini disebabkan karena defisiensi asam folat (pteryglutamic
acid) dan defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin) walaupun jarang.
Menurut Hudono (2007) tablet asam folat diberikan dalam dosis 15-30
mg, apabila disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dengan dosis 100-
1000 mikrogram sehari, baik per os maupun parenteral
c) Anemia hipoplastik : 8,0 %.
Anemia disebabkan karena sum-sum tulang belakang kurang mampu
membuat sel-sel darah baru
d) Anemia hemolitik : 0,7 %.
Anemia disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung
lebih cepat daripada pembuatannya. Menurut penelitian, ibu hamil
dengan anemia paling banyak disebabkan oleh kekurangan zat besi
(Fe) serta asam folat dan viamin B12. Pemberian makanan atau diet
pada ibu hamil dengan anemia pada dasarnya ialah memberikan
makanan yang banyak mengandung protein, zat besi (Fe), asam folat,
dan vitamin B12.

E. Faktor – Faktor Penyebab Anemia Defisiensi Besi Pada ibu Hamil


Menurut Istiarti (2004) bahwa faktor–faktor yang berhubungan dengan
anemia pada ibu hamil:
a. Faktor dasar
1) Sosial ekonomi
Menurut Istiarti (2004) menyatakan bahwa perilaku
seseorang dibidang kesehatan dipengaruhi oleh latar belakang
sosial ekonomi. Sekitar 2/3 wanita hamil di negara maju yaitu
hanya 14%.
2) Pengetahuan
Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pegalaman
yang berasal dari berbagai sumber misalnya media masa, media
elektronik, buku petunjuk kesehatan, media poster, kerabat dekat
dan sebagainya (Istiarti, 2004). Ibu hamil dengan pengetahuan
15
F.7 Mini Project

tentang zat besi (Fe) yang rendah akan berperilaku kurang patuh
dalam mengonsumsi tablet zat besi (Fe) serta dalam pemilihan
makanan sumber zat besi (Fe) juga rendah. Sebaliknya ibu hamil
yang memiliki pengetahuan tentang zat besi (Fe) yang baik, maka
cenderung lebih banyak menggunakan pertimbangan rasional dan
semakin patuh dalam mengonsumsi tablet zat besi (Fe).
3) Pendidikan
Pendidikan adalah proses perubahan perilaku menuju
kedewasaan dan penyempurnaan hidup. Biasanya seorang ibu
khususnya ibu hamil yang berpendidikan tinggi dapat
menyeimbangkan pola konsumsinya. Apabila pola konsumsinya
sesuai maka asupan zat gizi yang diperoleh akan tercukupi,
sehingga kemungkinan besar bisa terhindar dari masalah anemia.
4) Budaya
Faktor sosial budaya setempat juga berpengaruh pada
terjadinya anemia. Pendistribusian makanan dalam keluarga yang
tidak berdasarkan kebutuhan untuk pertumbuhan dan
perkembangan anggota keluarga, serta pantangan-pantangan yang
harus diikuti oleh kelompok khusus misalnya ibu hamil, bayi, ibu
nifas merupakan kebiasaan-kebiasaan adat-istiadat dan perilaku
masyarakat yang menghambat terciptanya pola hidup sehat
dimasyarakat.
b. Faktor tidak langsung
1) Kunjungan Antenatal Care
Antenatal care adalah pengawasan sebelum persalinan terutama
pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim
(Manuaba, 2009). Kasus anemia defisiensi gizi umumnya selalu
disertai dengan mal nutrisi infestasi parasit, semua ini berpangkal
pada keengganan ibu untuk menjalani pengawasan antenatal.
Apabila dilakukan antenatal care (ANC), kejadian anemia dapat
terdeteksi secara dini, karena anemia pada tahap awal tidak terlalu

16
F.7 Mini Project

memberikan keluhan yang bermakna. Keluhan biasanya terasa jika


sudah masuk tahap lanjut. (Arisman, 2010)
2) Paritas
Paritas ≥3 merupakan faktor terjadinya anemia yang
berhubungan erat dengan jarak kehamilan yang terlalu dekat < 2
tahun (Khomsan, 2004). Paritas merupakan kelahiran setelah
gestasi 20 minggu, tanpa memperhatikan apakah bayi hidup atau
mati. Paritas ibu merupakan frekuensi ibu pernah melahirkan anak
hidup atau mati, tetapi bukan aborsi (Nurhidayati, 2013)
Ibu hamil terlalu sering hamil sehingga dapat menguras
cadangan zat gizi dalam tubuh. Selain kunjungan antenatal care
(ANC) ibu hamil, kehamilan yang berulang dalam waktu yang
singkat akan dapat menghabiskan cadangan dalam tubuh
(Khomsan, 2004). Hasil penelitian Djamilus (2008) bahwa
beberapa faktor yang berhubungan dengan status anemia ibu hamil
di wilayah kerja Puskesmas Bogor yaitu usia kehamilan,
intervensi, tingkat pendidikan, usia, paritas, dan antenatal care
(ANC) tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian
anemia pada ibu hamil.
Menurut penelitian Darlina dan Hardinsyah (2003) bahwa
salah satu yang berpengaruh terhadap kejadian anemia pada ibu
hamil adalah paritas. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sering
ibu itu melahirkan, maka resiko ibu untuk menderita anemia akan
semakin besar.
3) Umur
Semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu yang
sedang hamil, akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang
diperlukan. Umur muda (< 20 tahun) perlu tambahan gizi yang
banyak selain digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan
dirinya sendiri juga harus berbagi dengan janin yang sedang
dikandung. Sedangkan untuk umur yang tua diatas 30 tahun perlu
energi yang besar juga karena fungsi organ yang makin melemah
17
F.7 Mini Project

dan diharuskan untuk bekerja maksimal maka memerlukan


tambahan energi yang cukup guna mendukung kehamilan yang
sedang berlangsung. (Kristiyanasari, 2010)
Ibu hamil pada usia terlalu muda (< 20 tahun) tidak atau
belum siap untuk memperhatikan lingkungan yang diperlukan
untuk pertumbuhan janin. Sedangkan ibu hamil di atas 30 tahun
lebih cenderung mengalami anemia disebabkan cadangan zat besi
yang mulai menurun. (Nurhidayati, 2013)
4) Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dan penggunaan obat membantu dokter
dalam penyiapan gizi khusus. Wanita berpenyakit kronis
memerlukan bukan hanya zat besi untuk mengatasi penyakitnya,
tetapi juga untuk kehamilannya yang sedang ia jalani. (Arisman,
2010)
Hasil penelitian Sari (2012) menunjukkan Ibu hamil yang
mengalami abortus dan juga anemia pada kehamilan sebelumnya.
Ibu hamil yang memiliki riwayat abortus akan mempunyai risiko
yang lebih tinggi untuk mengalami anemia dibandingkan dengan
ibu yang tidak memiliki riwayat abortus.
c. Faktor Langsung
1) Pola konsumsi tablet Fe
Pada trimester ke 2 dan ke 3, faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya anemia kehamilan adalah konsumsi tablet besi
(Fe) dan kadar hemoglobin pada trimester sebelumnya. Konsumsi
tablet besi (Fe) sangat berpengaruh terhadap terjadinya anemia
khususnya pada trimester II, trimester III dan masa nifas. Hal ini
disebabkan kebutuhan zat besi pada masa ini lebih besar
dibandingkan trimester I dan menunjukkan pentingnya pemberian
tablet besi (Fe) untuk mencegah terjadinya anemia pada kehamilan
dan nifas. (Notobroto, 2003)
Penyebab anemia gizi besi dikarenakan kurang masuknya
unsur besi dalam makanan, karena gangguan reabsorbsi, gangguan
18
F.7 Mini Project

pencernaan atau terlampau banyaknya besi keluar misalnya


perdarahan. Sementara itu kebutuhan ibu hamil akan Fe meningkat
untuk pembentukan plasenta dan sel darah merah sebesar 200-
300%. Perkiraan jumlah zat besi yang diperlukan selama hamil
1040 mg. Sebanyak 300 mg Fe ditransfer ke janin dengan rincian
50-75 mg untuk pembentukan plasenta, 450 mg untuk menambah
jumlah sel darah merah, dan 200 mg hilang ketika melahirkan.
Kebutuhan Fe selama kehamilan trimester I relatif sedikit yaitu 0,8
mg sehari yang kemudian meningkat tajam selama trimester III
yaitu 6,3 mg sehari. Jumlah sebanyak itu tidak mungkin tercukupi
hanya melalui makanan. (Arisman, 2010)
Upaya petugas kesehatan terhadap ibu hamil untuk
mencegah anemia zat besi dapat dimulai saat ibu hamil
memeriksakan dirinya untuk selalu diupayakan berperilaku yang
baik dalam hal mengonsumsi makanan yang bergizi bagi dirinya,
dimana zat besi dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi daging
(terutama daging merah) seperti sapi. Zat besi juga dapat
ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan
kangkung, buncis, kacang polong, serta kacang-kacangan. Perlu
diperhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada daging lebih
mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada
makanan olahan seperti sereal yang makanan olahan seperti sereal
yang diperkuat dengan zat besi. (Hannan, 2012)
Menu makanan di Indonesia sebaiknya terdiri atas nasi,
daging/ayam/ikan/ kacang-kacangan, serta sayur-sayuran dan
buah-buahan yang kaya akan vitamin C. Zat besi dari pangan
hewani dapat diserap antara 10-20%, sedangkan zat besi dari
pangan nabati hanya dapat diserap antara 1-5%. Misalnya zat besi
dari beras dan bayam hanya dapat diserap oleh usus sekitar 1%,
sedangkan dari ikan diserap dalam jumlah besar yaitu 11%. Semua
zat besi yang ada di dalam tubuh pada dasarnya berasal dari bahan
pangan nabati maupun hewani. Oleh karena tidak semua zat besi
19
F.7 Mini Project

yang berasal dari makanan dapat diserap tubuh maka jumlah zat
besi yang dimakan harus lebih besar jumlahnya dari angka
kebutuhan yang sebenarnya.
2) Penyakit infeksi
Beberapa infeksi penyakit memperbesar risiko anemia.
Infeksi itu umumnya adalah TBC, cacingan dan malaria, karena
menyebabkan terjadinya peningkatan penghancuran sel darah
merah dan terganggunya eritrosit. Cacingan jarang sekali
menyebabkan kematian secara langsung, namun sangat
mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Infeksi cacing akan
menyebabkan malnutrisi dan dapat mengakibatkan anemia
defisiensi besi. Infeksi malaria dapat menyebabkan anemia.
Hubungan antara penyakit ibu dengan kejadian anemia pada ibu
hamil diperoleh nilai p = 0,296 (p > 0,05) maka H0 diterima
artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan. (Nurhidayati,
2013).
3) Perdarahan
Perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering
dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal,
sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah.
bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan
yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan
kehamilan (abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses
persalinan (atonia, partus lama, perdarahan atoni), gangguan pada
masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan
produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus,
dismaturitas, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain). (Almatsier,
2009)
Penyebab anemia besi juga dikarenakan terlampau banyak
besi keluar dari badan misalnya perdarahan (Wiknjosastro, 2005).
Penyebab utama kematian maternal antara lain adalah perdarahan
pasca partum (disamping eklampsi dan placenta previa)
20
F.7 Mini Project

4) Status gizi
Status gizi adalah ekspresi dalam keadaan seimbang dalam
bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutrient dalam
bentuk variabel tertentu. Status gizi ibu sebelum dan selama hamil
dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung.
Bila status gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil
kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan
dengan berat badan normal. Dengan kata lain kualitas bayi yang
dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi sebelum dan
selama hamil. (Supariasa, 2002)
Penelitian Triwidayanti (2011) menyatakan ibu hamil
merupakan salah satu indikator yang rentan terkena anemia,
apalagi ibu hamil tersebut memiliki status gizi yang tidak baik.
Ada hubungan status gizi dengan anemia pada ibu hamil Trimester
III di Puskesmas Garuda Kota Bandung. Marlapan (2013)
menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa sebagian besar termasuk
dalam kategori tidak beresiko KEK, kejadian anemia pada ibu
hamil sebagian memiliki rata-rata kadar hemoglobin 9,7 gr%
dengan kadar hemoglobin paling rendah 7,1 gr% dan paling tinggi
yaitu 10,9 gr%. Ada hubungan status gizi dengan kejadian anemia
pada ibu hamil di status gizi ibu hamil di Wilayah Kerja
Puskesmas Kecamatan Tuminting Kota Manado.

F. Patofisiologi Anemia dalam Kehamilan


G. Tanda dan Gejala Anemia
Handayani dan Haribowo (2008) menyatakan gejala anemia dapat
diklasifikasikan berdasarkan organ yang terkena yaitu
 Sistem kardiovaskular, yaitu lesu, cepat lelah, palpitasi takikardi, sesak
nafas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung

 Sistem saraf, yaitu sakit kepala, pusing, teling mendenging, mata


berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu serta perasaan
dingin pada ekstremitas.
21
F.7 Mini Project

 Sistem urogenital, yaitu gangguan haid dan libido menurun

 Epitel, yaitu warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit
menurun, serta rambut tipis dan halus

H. Bahaya Anemia dalam Kehamilan


Risiko pada masa antenatal : berat badan kurang, plasenta previa,
eklamsia, ketuban pecah dini, anemia pada masa intranatal dapat terjadi
tenaga untuk mengedan lemah, perdarahan intranatal, shock, dan masa
pascanatal dapat terjadi subinvolusi. Sedangkan komplikasi yang dapat
terjadi pada neonatus : premature, apgar scor rendah, gawat janin.
Bahaya pada Trimester II dan trimester III, anemia dapat
menyebabkan terjadinya partus premature, perdarahan ante partum,
gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai
kematian, gestosisdan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis
hingga kematian ibu (Mansjoer A. dkk., 2008).
Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan : gangguan his-
kekuatan mengejan, Kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus
terlantar, Kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering
memerlukan tindakan operasi kebidanan, Kala III dapat diikuti retensio
plasenta, dan perdarahan postpartum akibat atonia uteri, Kala IV dapat
terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri. Pada kala nifas :
Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum,
memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang,
dekompensasi kosrdis mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas,
mudah terjadi infeksi mammae (Saifudin, 2006)

22
F.7 Mini Project

I. Pencegahan Anemia dalam Kehamilan


Pencegahan anemia pada ibu hamil antara lain :
a) Mengkonsumsi pangan lebih banyak dan beragam, contoh sayuran
warna hijau, kacang – kacangan, protein hewani, terutama hati.
b) Mengkonsumsi makanan yang kaya akan vitamin C seperti jeruk,
tomat, mangga dan lain–lain yang dapat meningkatkan penyerapan zat
besi.
Suplemen zat besi memang diperlukan untuk kondisi tertentu, wanita
hamil dan anemia berat misalnya. Manfaat zat besi selama kehamilan
bukan untuk meningkatkan atau menjaga konsentrasi hemoglobin ibu, atau
untuk mencegah kekurangan zat besi pada ibu. Ibu yang mengalami
kekurangan zat besi pada awal kehamilan dan tidak mendapatkan
suplemen memerlukan sekitar 2 tahun untuk mengisi kembali simpanan
zat besi dari sumber-sumber makanan sehingga suplemen zat besi
direkomendasikan sebagai dasar yang rutin (Depkes, 2008). Penderita
anemia ringan sebaliknya tidak menggunakan suplemen zat besi. Lebih
cepat bila mengupayakan perbaikan menu makanan. Misalnya dengan
konsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi seperti telur, susu,
hati, ikan, daging, kacang-kacangan (tahu, oncom, kedelai, kacang hijau,
sayuran berwarna hijau, sayuran berwarna hijau tua (kangkung, bayam)
dan buah-buahan (jeruk, jambu biji dan pisang). Selain itu tambahkan
substansi yang memudahkan penyerapan zat besi seperti vitamin C, air
jeruk, daging ayam dan ikan. Sebaliknya substansi penghambat
penyerapan zat besi seperti teh dan kopi patut dihindari (Anonim, 2004).

23
F.7 Mini Project

J. Pola Konsumsi Tablet Fe


a. Pengertian
Tablet fe adalah tablet tambah darah untuk menanggulangi anemia gizi
besi yang diberikan kepada ibu hamil. Komposisi tablet besi yang
dibagikan dalam program kesehatan Indonesia berisi ferrous sulfat dan
asam folat (Sandjaja, 2009).
b. Manfaat
Untuk mencegah anemia diberikan tablet besi satu kali sehari
(Saifudin, 2006)..
c. Dosis
Untuk mencegah diberikan tablet yang mengandung FeSO4 320 mg
(zat besi 60 mg) dan asam folat 500 g, minimal 90 tablet. Tablet besi
sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena akan
mengganggu penyerapan (Saifudin, 2006).

24
F.7 Mini Project

K. Kerangka Teori

Usia Ibu Hamil Paritas

Dalam kurun reproduksi Paritas adalah seorang wanita


sehat dikenal bahwa usia yang pernah melahirkan bayi
aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah 20 tahun yang dapat hidup (viable).
sampai dengan 35 tahun. Jenis paritas bagi ibu yang
sudah partus antara lain :
a. Nullipara
< 20 tahun > 35 tahun b. Primipara
c. Multipara
d. Grandemultipara

Multipara Grandmultipara

Anemia dalam Kehamilan

25
F.7 Mini Project

L. Kerangka Konsep
a) Kerangka Konsep

Usia

Anemia dalam
Kehamilan Paritas

Faktor Lain

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Bagan Kerangka Konsep Penelitian

M. Identifikasi Variabel
Menurut Suharsimi Arikunto, variabel disebut juga sebagai objek
penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Adapun
variabel dalam penelitian ini adalah:
 Variabel Dependent : Kejadian Anemia dalam kehamilan
 Variabel Independent : Usia Ibu dan Paritas Ibu

26
F.7 Mini Project

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan
pendekatan Cross sectional Penelitian ini merupakan suatu penelitian
(survey) analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari
dengan menggunakan pendekatan retrospektif. Dengan kata lain, efek
(penyakit atau status kesehatan) diidentifikasi pada saat ini, kemudian
faktor risiko diidentifikasi adanya atau terjadinya pada waktu yang lalu.
Pada kasus ini akan diteliti apakah ada hubungan antara anemia yang
diderita oleh ibu hamil dengan usia saat hamil dan paritas Ibu.

3.2. Lokasi dan Waktu penelitian


Lokasi dan waktu Penelitian :
Lokasi : 1. Paria
2. Kaballangang
3. Pekkabata
4. Cacabala
5. Tatae
6. Katomporang
Waktu : Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret – Mei 2018

3.3. Subjek Penelitian


3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh ibu hamil yang hadir selama
kelas ibu hamil di lokasi penelitian. Pada penelitian ini populasi sebanyak
75 orang.

27
F.7 Mini Project

3.3.2. Sampel Penelitian


Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan
cara tertentu hingga dianggap dapat mewakili populasinya.
Dalam kasus ini, sampel penelitiannya adalah seluruh kasus
anemia dalam kehamilan yang ditemukan selama penelitian yang diseleksi
berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan
eksklusi, dimana kriteria tersebut menentukan dapat atau tidaknya sampel
digunakan. Sampel pada penelitian ini berjumlah 75 orang.
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Kriteria Inklusi
- Pasien yang didiagnosis anemia berdasarkan pemeriksaan kadar

hemoglobin <11 gr/dl

b. Kriteria Eksklusi

- Ibu hamil dengan kadar Hb ≥ 11 gr/dl

3.4. Instrumen Penelitian


Alat ukur atau instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang
digunakan peneliti untuk mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih
mudah dan lebih baik, dalam arti lebih cermat dan sistematis sehingga
lebih mudah diolah.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat cek
Hemoglobin (Hb) yang digunakan untuk memeriksa kada Hb Ibu hamil.

3.5. Pengolahan Data


Data yang sudah terkumpul selanjutnya diolah dengan
menggunakan system komputerisasi berupa software pengolah data
statistik yaitu SPSS for Windows, Version 20.

28
F.7 Mini Project

3.6. Analisis Data


Analisa data dilakukan secara deskriptif sederhana. Data yang telah
dikumpulkan akan dihitung dalam bentuk presentase untuk mengetahui
hasil dari setiap kategori. Data yang telah diperoleh, diedit, diseleksi,
diolah, dan dianalisa dengan menggunakan teori statistika. [28]

3.7. Etika Penelitian


Peneliti menerapkan prinsip etika penelitian dalam melaksanakan
penelitian ini. Etika menjamin perlindungan hak subjek dan peneliti
selama kegiatan penelitian.
Secara garis besar, peneliti menerapkan prinsip dasar etika penelitian,
yaitu:
a. Penghormatan pada harkat dan martabat manusia (respect for human
dignity). Peneliti memberikan penghormatan atas hak – hak subjek
penelitian untuk memperoleh informasi selengkap – lengkapnya
mengenai penelitian yang dilakukan. Subjek penelitian bebas untuk
menentukan kesediaan menjadi responden atas dasar suka rela (self
determination).
b. Penghormatan kepada privasi dan kerahasiaan subjek penelitian
(respect for privacy and confidentiality). Peneliti memahami bahwa
setiap individu memiliki wilayah privasi yang orang lain tidak boleh
tahu. Peneliti akan berusaha untuk menghindarkan pertanyaan yang
menyinggung wilayah privasi subjek penelitian. Selain itu aspek
kerahasiaan pun dipegang. Peneliti juga akan menjaga kerahasiaan
informasi yang diberikan responden, kecuali data tertentu yang akan
dilaporkan sebagai hasil penelitian (confidentiality). Keadilan dan
keterbukaan. Peneliti memberikan perlakuan yang sama kepada subjek
penelitian.
c. Pertimbangan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing
harms and benefits). Peneliti berusaha meminimalkan dampak yang
mungkin terjadi karena penelitian ini dan berusaha memperoleh
manfaat sebanyak – banyaknya.
29
F.7 Mini Project

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Responden


Penelitian dilaksanakan selama bulan maret – Mei 2018 di Wilayah
kerja puskesmas Lampa (Paria, Kaballangang, Pekkabata, Cacabala, Tatae,
dan Katomporang )
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode
total sampling yaitu dengan menggunakan keseluruhan peserta kelas
bumil yang yang ditemukan selama penelitian. Sehingga didapatkan 75
sampel dalam penelitian ini. Adapun karakteristik sampel dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:

4.1.1. Usia
Tabel di bawah ini merupakan karakteristik responden yang menjadi
subjek penelitian berdasarkan usia.
Tabel 1
Karakteristik responden berdasarkan usia

NO Umur Jumlah (orang) Persentase (%)

1 ≤ 20 tahun 13 17.3

2 21 – 34 tahun 49 65.3
3 ≥ 35 tahun 13 17.3
Total 75 100.0

Data pada tabel 1 di atas menunjukkan bahwa dari 75 responden, kebanyakan

responden berumur antara 21 – 34 tahun, yaitu 49 orang dengan jumlah

persentase 65.3 %. Dan jumlah responden dengan umur kurang dari 20 tahun dan

35 tahun atau lebih sama, yaitu masing – masing 13 orang, dengan persentase

sebesar 17.3%.
30
F.7 Mini Project

4.1.2. Paritas
Tabel di bawah ini merupakan karakteristik responden yang menjadi
subjek penelitian berdasarkan paritas
Tabel 2
Karakteristik responden berdasarkan paritas

NO Umur Jumlah (orang) Persentase (%)


1 Nullipara 29 38.7
2 Primipara 28 37.3
3 Multipara 16 21.3
4 Grandemultipara 2 2.7
Total 75 100

Data pada tabel 2 di atas menunjukkan bahwa dari 75 responden, kebanyakan

responden memiliki status paritas nullipara yaitu sejumlah 29 orang, dengan

jumlah persentase 38.7 %. Dan responden terkecil adalah responden dengan status

paritas grandemultipara, yaitu 2 orang dengan persentase sebesar 2.7%.

31
F.7 Mini Project

4.1.3. Hemoglobin
Tabel di bawah ini merupakan karakteristik responden yang menjadi
subjek penelitian berdasarkan kadar hemoglobin
Tabel 3
Karakteristik responden berdasarkan paritas

NO Umur Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Anemia < 11 gr/dl 27 36.0

2 11 gr/dl atau lebih (normal) 48 64.0

Total 75 100

Data pada tabel 3 di atas menunjukkan bahwa dari 75 responden, kebanyakan

memiliki kadar hemoglobin yang normal, yaitu 48 orang dengan jumlah

persentase 64.0 %. Tetapi ada beberapa responden yang mengalami anemi dengan

kadar Hb kurang dari 11 gr/dl yaitu 27 orang dengan persentase sebesar 36.0%.

32
F.7 Mini Project

4.1.4. Hasil Penelitian dan Pembahasan


4.1.4.1. Hubungan antara usia responden dengan anemia yg dialami

Hb Jumlah
Anemia Persentase 11 gr/dl (100%)
< 11 atau lebih
gr/dl (normal)

≤ 20 tahun 8 61 % 5 13
Usia 21 - 34 tahun 13 26 % 36 49
≥ 35 tahun 6 46 % 7 13
Total Responden 75

Data pada tabel di atas, menunjukkan bahwa angka kejadian anemia terbanyak
dialami oleh responden berusia ≤ 20 tahun dengan persentase sebanyak 61% dari
13 orang responden, dan pada usia ≥ 35 tahun sebanyak 46 % diantara 13 orang.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.04 (p<0.05) maka dapat disimpulkan bahwa
ada perbedaan proporsi kejadian anemia antara orang yang berada pada rentang
usia beresiko (≤ 20 tahun dan ≥ 35 tahun) dengan yang berada di usia aman untuk
hamil.

33
F.7 Mini Project

4.1.4.2. Hubungan antara paritas responden dengan kejadian anemia yg


dialami
Hb Jumlah
Anemia Persentas 11 gr/dl (100%)
< 11 e atau lebih
gr/dl (normal)

Nullipara 12 41 % 17 29
Paritas Primipara 10 35 % 18 28
Multipara 4 25 % 12 16
Grandemultipara 1 50 % 1 2
Total Responden 75

Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.07 (p<0.05). Maka dapat disimpulkan bahwa

tidak terdapat hubungan yang signifikan antara paritas responden dengan anemia

yang dialami. Hal ini dapat diartikan pula bahwa, berbeda dengan penelitian

sebelumnya, pada penelitian yang dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas

Lampa pada bulan maret hingga mei 2018, diketahui tingkat paritas seorang

responden tidak mempunyai korelasi dengan kejadian anemia yang dialami ibu

hamil di wilayah tersebut.

34
F.7 Mini Project

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai “Analisis


Hubungan Paritas Dan Usia Ibu Hamil Dengan Kejadian Anemia Dalam
Kehamilan Di Wilayah Kerja Puskesmas Lampa periode maret – mei 2018” ,
maka peneliti menyimpulkan :
a. Dalam penelitian ini terdapat 75 orang responden, kebanyakan responden

berumur antara dari 21 – 34 tahun, yaitu 49 orang dengan jumlah persentase

65.3 %. Dan jumlah responden dengan umur kurang dari 20 tahun dan 35

tahun atau lebih, yaitu masing – masing 13 orang, dengan persentase sebesar

17.3%.

b. Dari segi tingkat paritas, kebanyakan responden memiliki status paritas

nullipara yaitu sejumlah 29 orang, dengan jumlah persentase 38.7 %. Dan

responden terkecil adalah responden dengan status paritas grandemultipara,

yaitu 2 orang dengan persentase sebesar 2.7%.

c. Sebagian besar responden, memiliki kadar hemoglobin yang normal, yaitu 48

orang dengan jumlah persentase 64.0 %. Tetapi ada beberapa responden yang

mengalami anemia dengan kadar Hb kurang dari 11 gr/dl yaitu 27 orang

dengan persentase sebesar 36.0%.

d. Ada perbedaan proporsi kejadian anemia antara responden yang berada pada

rentang usia hamil dengan resiko (≤ 20 tahun dan ≥ 35 tahun) dengan yang

berada di usia yang direkomendasikan untuk hamil.

35
F.7 Mini Project

e. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian yang dilaksanakan

di wilayah kerja puskesmas Lampa pada bulan maret hingga mei 2018,

diketahui tingkat paritas seorang responden tidak mempunyai korelasi dengan

kejadian anemia yang dialami ibu hamil di wilayah tersebut.

36
F.7 Mini Project

LAPORAN KEGIATAN

Peserta dr. Andi Rizki Tenryayu Tanda Tangan :

Pendamping dr. Hj. A. Silviani Tanda Tangan :

Nama Wahana Puskesmas Lampa

Tujuan Pelaksanaan Menganalisis Hubungan Paritas Dan Usia Ibu

Hamil Dengan Kejadian Anemia Dalam

Kehamilan Di Wilayah Kerja Puskesmas Lampa

Hari / Tanggal Maret - Mei 2018

Tempat Wilayah Kerja Puskemas Lampa

37

You might also like