You are on page 1of 6

Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan pada Pasien Gagal Ginjal

Oleh Muhammad Ade Putra, 1506737893

Penyakit gagal ginjal merupakan penyakit yang mengakibatkan fungsi


organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja
(Black & Hawks, 2009). Gagal ginjal akan menyebabkan gangguan dalam hal
penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat
kimia tubuh seperti sodium dan kalium di dalam darah atau produksi urine. Gagal
ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang diderita oleh tubuh yang dapat
mengakibatkan dampak pada kerusakan organ ginjal secara perlahan-lahan.
Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang semakin buruk
dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya. Dalam
dunia kesehatan terdapat 2 macam jenis gagal ginjal, yaitu gagal ginjal akut dan
gagal ginjal kronik (Black & Hawks, 2009).

Gagal ginjal akut (acute renal failure/ ARF) merupakan gagal ginjal yang
mengacu pada kehilangan fungsi ginjal secara mendadak atau tiba-tiba. Laju filtrasi
glomerulus mengalami penurunan dalam jangka waktu beberapa jam sampai
beberapa hari. Ada banyak kemungkinan yang dapat menyebabkan ARF, yang
paling umum adalah hipotensi dan hipovolemi prerenal. Tujuan penatalaksanaan
adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal, mempertahankan homeostasis,
melakukan resusitasi, mencegah komplikasi metabolik dan infeksi serta
mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh secara spontan.

Menurut Black dan Hawks (2009) prioritas tatalaksana pasien dengan gagal
ginjal akut (ARF):

a. Cari dan perbaiki faktor pra dan pasca renal


b. Evaluasi obat-obatan yang telah diberikan
c. Optimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal
d. Perbaiki dana tau tingkatkan aliran urin
e. Monitor asupan cairan dan pengeluaran cairan, timbang badan setiap
hari
f. Cari fokus infeksi dan atasi infeksi secara agresif
g. Perawatan menyeluruh yang baik (kateter kulit, psikologis)
h. Segera memulai terapi dialisis sebelum timbul komplikasi
i. Berikan obat dengan dosis tepat sesuai kapasitas besihan ginjal

Menurut Black dan Hawks (2009) obat-obatan untuk gagal ginjal akut
(ARF) bergantung pada penyebab gagal ginjal dan manifestasinya. Farmakologi
yang berhubungan dengan penyakit gagal ginjal akut adalah:

a. Dosis rendah dopamine hidroklorida (intropin)


Intropin diberikan untuk mengaktifkan reseptor dopamine dalam
ginjal, meningkatkan aliran urine, dan meningkatkan pengeluaran
natrium sehingga meningkatkan fungsi ginjal.
b. Cairan kristaloid
Pemulihan dan pemeliharaan volume intravaskuler adalah tugas
penting dari manajemen perawatan kritis untuk mencapai fungsi organ
yang cukup dan untuk menghindari kegagalan organ tambahan pada
pasien sakit kritis. Larutan kristaloid merupakan cairan yang dapat
memperbaiki deficit caira dan elektrolit pada pasien ARF. Namun, pada
kasus permeabilitas kapiler meningkat, larutan koloid ditunjukan untuk
mencapai perfusi jaringan yang memadai. Koloid sintetk dapat
mengembalikan volume intravaskuler dan menstabilkan kondisi
hemodinamik.
c. Diuretik
Mannitol dan furosemide merupakan obat diuretik yang paling
sering digunakan. Furosemide meningkatkan eksresi air dengan
menghambat reabsorpsi natrium dan klorida di lengkung henle asenden
dan tubulus distal ginjal. Pada gagal ginjal, dosis yang lebih tinggi harus
digunakan untuk efek diuretic yang lebih besar. Dosis setinggi
600mg/hari diperlukan dalam kondisi dipantau. Furosemide dapat
menjadi nefrotik, meningkatkan risiko kerusakan ginjal lebih jauh
sehingga harus digunakan dengan hati-hati dan dengan pantauan
(Smeltzer, 2008)..

Gagal ginjal kronis (chronic kidney disease/ CKD) merupakan penyakit yang
tidak dapat di kembalikan atau dipulihkan dan terjadi penurunan progresif jaringan
fungsi ginjal. CKD dapat berkembang tanpa gejala selama beberapa tahun, dan bisa
terjadi akibat dari episode/ komplikasi ARF yang belum pulih. Tujuan
penatalaksanaan medis pada gagal ginjal kronik adalah untuk mempertahankan
fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Semua faktor yang berperan dalam
terjadinya gagal ginjal kronik dicari dan diatasi.

Menurut Sukandar (2006), penatalaksanaan medis gagal ginjal kronik meliputi:


terapi konservatif, terapi simtomatik, dan terapi pengganti ginjal.

1. Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal


secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal, dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit (Sudoyo, 2006).

a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk gagal ginjal kronik harus
adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif
nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg%, kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual, tergantung dari
LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolic
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
b. Anemia
Transfusi darah, misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi
darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama
(chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah
ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus
dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuscular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
f. Hipertensi: Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.
3. Terapi Pengganti Ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah
gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh
terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk
faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan
indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati atau neuropati azotemik, bendungan paru dan
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,
muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan
kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar,
2006).
b. Dialisis peritoneal (DP)
Indikasi medik Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD), yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun),
pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-
pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan
hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke,
pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan
pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi
non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk
melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal
(Sukandar, 2006).
c. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal.
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-
80% faal ginjal alamiah.
2) Kualitas hidup normal kembali.
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama.
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.

Jadi, penanganan serta pengobatan gagal ginjal tergantung dari penyebab


terjadinya kegagalan fungsi ginjal itu sendiri. Pada intinya, Tujuan pengobatan
adalah untuk mengendalikan gejala, meminimalkan komplikasi dan memperlambat
perkembangan penyakit. Sebagai contoh, Pasien mungkin perlu melakukan diet
penurunan intake sodium, kalium, protein dan cairan. Bila diketahui penyebabnya
adalah dampak penyakit lain, maka pelayanan akan memberikan obat-obatan atau
therapi misalnya pemberian obat untuk pengobatan hipertensi, anemia atau
mungkin kolesterol yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M & Hawks, J. H. (2009). Medikal surgical nursing, Edisi 8. Philadelpia:


WB Saunders Company.

Smeltzer et al,. (2008). Buku ajar keperwatan medikal bedah. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC

Sudoyo.,et al. (2006). Ilmu penyakit dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia.

Sukandar, (2006). Gagal ginjal dan panduan terapi dialisis. Bandung: FK Unpad.

You might also like