You are on page 1of 22

LAPORAN KASUS

Laki-laki 21 Tahun dengan Demam Rematik

Pembimbing:
dr. Made Suwidnya, SpPD

Internship RSU Prima Medika Denpasar


PENDAHULUAN

Latar Belakang
Malaria masih menjadi salah satu etiologi penyakit dan juga penyebab
kematian pada anak dan dewasa di daerah-daerah endemis. Malaria sendiri hingga
saat ini merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan di masyarakat luas dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di
Indonesia. Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh malaria dapat menyebabkan
kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita dan ibu
hamil. Pengendalian malaria haruslah dilakukan secara komprehensif dengan upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Tujuan dilakukan pengendalian
malaria diutamakan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian serta
mencegah terjadinya KLB (Kejadian Luar Biasa) yang diakibatkan oleh malaria.
Malaria masih dianggap sebagai ancaman terhadap status kesehatan
masyarakat terutama pada rakyat yang hidup di daerah terpencil oleh pemerintah
Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor
2 tahun 2015 mengenai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun
2015-2019 dan masih tercantumnya malaria sebagai salah satu penyakit prioritas
yang perlu ditanggulangi dalam dokumen tersebut.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi di Indonesia dalam upaya
pengobatan malaria adalah terjadinya penurunan efikasi pada beberapa obat anti
malaria, bahkan sudah mulai terjadi resistensi klorokuin. Hal ini disebabkan antara
lain oleh karena penggunaan obat anti malaria yang tidak rasional. Sebagai salah
satu contoh adalah sejak tahun 2004, obat pilihan utama malaria falsiparum sudah
berganti menjadi artemisin-based combination therapy (ACT). Kombinasi
artemisin dipilih untuk meningkatkan mutu pengobatan malaria yang sudah resisten
terhadap klorokuin dimana artemisin memiliki efek terapeutik yang lebih baik.
World Malaria Report 2015 menyebutkan bahwa malaria telah menyerang
106 negara di dunia. Komitmen global pada Millenium Development Goals
(MDGs) juga menempatkan upaya pemberantasan malaria menjadi salah satu
tujuan bersama yang harus dicapai sampai tahun 2015 melalui tujuannya yang
ketujuh yakni memberantas penyakit HIV/AIDS, malaria, dan tuberculosis. Dengan

1
berakhirnya MDGs pada tahun 2015, upaya pemberantasan malaria dilanjutkan
dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Pada SDGs, upaya pemberantasan
malaria tertuang dalam tujuan ketiga yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan
menupayakan kesejahteraan bagi semua orang dengan tujuan spesifik yaitu
mengakhiri epidemi AIDS, tuberculosis, malaria dan penyakit neglected-tropical
sampai dengan tahun 2030.
Morbiditas malaria pada suatu wilayah ditentukan dengan Annual Parasite
Incidence (API) per tahun. API merupakan jumlah kasus positif malaria per 1.000
penduduk dalam satu tahun. Namun, sejak dimulainya pengendalian terhadap
malaria di Indonesia lebih dari 5 dasawarsa yang lalu, terjadi perbaikan dalam rupa
menurunnya API secara nasional mencapai hanya 0,85 per 1000 pada tahun 2015.

Sumber: Ditjen Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit, Kemenkes RI, 2016


Gambar 1. Tren API Malaria di Indonesia Tahun 2011-2015

Jika dilihat secara provinsi pada tahun 2015, tampak bahwa wilayah timur
Indonesia masih memiliki angka API tertinggi. Sedangkan DKI Jakarta dan Bali
memiliki angka API nol dan sudah masuk dalam kategori provinsi bebas malaria.

2
Sumber: Ditjen Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit, Kemenkes RI, 2016
Gambar 2. API Tahun 2015 menurut Provinsi

3
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. W
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 21 tahun
Alamat : Denpasar
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Hindu
Pekerjaan : Mahasiswa
Status : Belum Menikah
Pendidikan : S1
Tanggal MRS : 10 September 2018

II. Anamnesis
Keluhan Utama : demam sejak 7 hari SMRS
Keluhan Tambahan : nyeri sendi, nyeri saat berjalan, ruam pada
kulit, batuk, riwayat tonsilitis

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan demam naik turun sejak 7 hari SMRS, keluhan
demam disertai dengan nyeri pada sendi-sendi, kesulitan untuk berjalan
karena nyeri. Pasien juga mengeluh batuk dan dikatakan ada sakit
amandel. Terdapat ruam pada seluruh tubuh.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa
Hipertensi : disangkal
DM : disangkal

4
Jantung : disangkal
Asma : disangkal
Tuberkulosis : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:


Hipertensi : disangkal
DM : disangkal
Jantung : disangkal
Asma : disangkal

Riwayat Kebiasaan:
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat alkohol : disangkal

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS 15, E4M6V5)
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Laju nadi : 80 kali per menit
Laju nafas : 04 kali per menit
Suhu (axila) : 39,4oC
Status Antropometri
Berat badan : 95 kg
Tinggi badan : 187 cm
BMI : 28,3 kg/m2
Status Gizi : Normal

Pemeriksaan Fisik Umum


Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-, pupil isokor
Hidung : deviasi (-), secret -/-

5
Telinga : nyeri tekan tragus -/-, hiperemis -/-, serumen +/-, membran
timpani intak +/+, COL +/+
Mulut : bibir kering, lidah kotor (+), faring hiperemis (-)
Leher : KGB tidak teraba, trakea di tengah
Thorax :
Pulmo : Inspeksi : gerakan nafas tampak simetris dalam
keadaan statis dan dinamis
Palpasi : gerakan nafas teraba simetris dalam keadaan
statis dan dinamis
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS IV linea
midklavikularis sinistra
Perkusi : Batas Atas : ICS II
Batas Kiri : Linea axilaris anterior
sinistra
Batas Kanan : Linea parasternalis dextra
Batas Bawah : ICS IV
Auskultasi : Bunyi Jantung I & II normal, reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-),
hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, CRT<2 detik, edema -/-/-/-

6
IV. Pemeriksaan Penunjang (10 September 2018)
Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi Lengkap
Hemoglobin 14,5 13,2-17,3 g/dL
Hematokrit 42,0 40-52 %
Eritrosit 4,56 4,4-5,9 10^6/μL
MCV 92 80-100 fL
MCH 31,8 26-34 Pg
MCHC 34,6 32-36 g/dL
Trombosit 284 150-440 10^3/μL
Leukosit 11,74 3,8-10,6 10^3/μL
Hitung Jenis Leukosit
- Basofil 0,3 0,0-1,0 %
- Eosinofil 0,7 2,0-4,0 %
- Neutrofil 82,7 50,0-70,0 %
- Limfosit 13,3 25,0-40,0 %
- Monosit 3,0 2,0-8,0 %
LED 55 0-15 mm/jam

Kimia
BUN 12,1 8 - 23 mg/dl
Creatinin 1,07 0,7 – 1,2 mg/dl
SGOT 42 <33 U/L
SGPT 43 <50 U/L
Glukosa Sewaktu 110 <140 mg/dl
Sodium (Na) 136 136 – 145 mmol/L
Potassium (K) 4,1 3,5 – 5,1 mmol/L
Chlorida (Cl) 103 98 – 106 mmol/L
hs-CRP 265,9 <= 10,0 mg/L
Serologi
ASTO 400 <200 IU/mL

7
V. Resume
Laki-laki, usia 48 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSU
Prima Medika dengan keluhan demam sejak 2 hari SMRS, disertai
menggigil dan berkeringat. Demam tinggi dirasakan sepanjang hari,
membaik dengan pemberian obat, namun naik kembali. Demam
disertai dengan nyeri kepala, mual namun tidak muntah, serta badan
yang terasa pegal-pegal. Pasien baru pulang bepergian dari Papua 3 hari
SMRS serta pernah menderita malaria vivaks 1 bulan SMRS.
Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital serta pemeriksaan
fisik dalam batas normal. Berdasarkan hasil pemeriksaan hematologi
ditemukan trombositopenia dan pada pemeriksaan darah tepi
ditemukan Plasmodium falciparum (++) stadium trofozoit serta
pemeriksaan antigen Plasmodium falciparum positif.

VI. Diagnosis Kerja


Demam Rematik Akut

VII. Tata Laksana


- Konsul dokter spesialis penyakit dalam
- Konsul dokter spesialis jantung
- Rawat dalam ruangan
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Sanexon 2 x 62,5 mg
- Inj. Broadced 2 x 1 gr
- Sanmol fls 1 gr (k/p)
- Aspirin 3 x 100 mg

8
- Lapibal 2 x 1
- Sanmol forte tab 3 x 1
- Observasi keluhan dan tanda-tanda vital pasien
- EKG
- Cek lab: BUN, SC, SGOT, SGPT, BS

KIE:
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai prognosis
penyakit pasien

VIII. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

IX. Follow Up
S: O: A: P:
11 September 2018 (11.00 WITA)
Pasien demam (+), Kes: CM (E4M6V5) Demam Rematik IVFD RL 20 tpm
nyeri sendi (+) nyeri TTV: Akut Inj. Sanexon 2 x 62,5 mg
seluruh badan TD: 130/70 mmHg Inj. Broadced 2 x 1 gr
HR: 90 x/m Sanmol fls 1 gr (k/p)
RR: 20 x/m Aspirin 3 x 100 mg
o
S: 37,3 C Lapibal 2 x 1
PF: Sanmol forte tab 3 x 1
Abd: supel, BU (+) Konsul dokter SpJP
normal, NT (-), Rencana
hepatomegali (-), echocardiography besok
splenomegali (-)
EKG:
AV blok derajat I
Foto Thorax PA:
normal

12 September 2018

9
Demam dirasakan Kes: CM (E4M6V5) Demam Rematik IVFD RL 20 tpm
masih naik turun. TTV: Akut Inj. Sanexon 2 x 62,5 mg
Keluhan lain: mual, TD: 130/80 mmHg Inj. Broadced 2 x 1 gr
muntah, nyeri kepala HR: 75 x/m Sanmol fls 1 gr (k/p)
sudah membaik. RR: 20 x/m Aspirin 3 x 100 mg
S: 36,2oC Lapibal 2 x 1
PF: Sanmol forte tab 3 x 1
Abd: supel, BU (+) Rencana injeksi Benzatin
normal, NT (-), Penicilin besok
hepatomegali (-), Rencana
splenomegali (-) echocardiography 6
EKG: bulan lagi
AV blok derajat I
Echo: Mild AR, Mild
MR

13 September 2018
Demam dirasakan Kes: CM (E4M6V5) Demam Rematik IVFD RL 20 tpm
masih naik turun. TTV: Akut Inj. Sanexon 2 x 62,5 mg
Keluhan lain (-) TD: 130/70 mmHg Inj. Broadced 2 x 1 gr
HR: 90 x/m Sanmol fls 1 gr (k/p)
RR: 20 x/m Aspirin 3 x 100 mg
S: 37,3oC Lapibal 2 x 1
PF: Sanmol forte tab 3 x 1
Abd: supel, BU (+) Inj. Benzatin Penicilin
normal, NT (-), 1,2jt IU, diulang 28 hari
hepatomegali (-), lagi
splenomegali (-)

14 September 2018
Demam (-) Kes: CM (E4M6V5) Demam Rematik
Keluhan lain (-) TTV: Akut
TD: 130/70 mmHg
HR: 90 x/m
RR: 20 x/m
S: 37,3oC
PF:

10
Abd: supel, BU (+)
normal, NT (-),
hepatomegali (-),
splenomegali (-)

11
PEMBAHASAN

Epidemiologi Malaria
Malaria merupakan penyakit yang serius dan dapat berakibat fatal apabila
tidak ditangani dengan baik. Pada Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, malaria masih
menjadi salah satu penyakit prioritas yang perlu ditanggulangi di Indonesia.
Beberapa daerah di Indonesia sampai saat ini masih menjadi daerah endemis
malaria.

Gambar 3. Epidemiologi malaria di Indonesia

11
Etiologi Malaria
Pada kasus diatas, etiologi malaria berdasarkan hasil pemeriksaan darah
tepi adalah plasmodium falsiparum.
Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk anopheles betina. Dikenal lima macam spesies parasit malaria
yaitu: Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium
malariae, Plasmodium knowlesi.

1. Malaria falsiparum
Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Gejala demam timbul
intermiten dan dapat kontinyu. Jenis malaria ini paling sering menjadi
malaria berat yang menyebabkan kematian.
2. Malaria vivaks
Disebabkan oleh Plasmodium vivax. Gejala demam berulang dengan
interval bebas demam 2 hari. Telah ditemukan juga kasus malaria berat
yang disebabkan oleh Plasmodium vivax.
3. Malaria ovale
Disebabkan oleh Plasmodium ovale. Manifestasi klinis biasanya
bersifat ringan. Pola demam seperti malaria vivaks.
4. Malaria malariae
Disebabkan oleh plasmodium malariae. Gejala demam berulang
dengan interval bebas demam 3 hari.
5. Malaria knowlesi
Disebabkan oleh Plasmodium knowlesi. Gejala demam menyerupai
malaria falsiparum.

12
Faktor Risiko Malaria
Faktor risiko malaria yang ditemukan pada pasien ini adalah riwayat
pasien yang baru saja pulang dari Papua 3 hari SMRS. Selain itu, pasien juga pernah
menderita malaria sebelumnya.
Beberapa faktor risiko lainnya yang juga berpengaruh dalam kejadian
malaria adalah adanya riwayat tinggal di daerah yang endemis malaria dan riwayat
pasien pernah mendapatkan transfusi darah sebelumnya.

Manifestasi Klinis Malaria


Pada kasus diatas, pasien mengalami gejala demam tinggi, naik-turun
sejak 2 hari SMRS, disertai menggigil dan berkeringat. Gejaka-gejala klinis yang
dialami pasien tersebut sesuai dengan gejala-gejala klasik yang sering kali
ditemukan pada kasus malaria. Selain gejala klasik tersebut, pada pasien juga
ditemukan gejala lain seperti nyeri kepala, mual namun tidak muntah, serta badan
yang terasa pegal-pegal.
Gejala demam tergantung jenis malaria. Sifat demam akut (paroksismal)
yang didahului stadium dingin (mengigil) diikuti demam tinggi kemudian
berkeringat banyak. Gejala klasik ini biasanya ditemukan pada penderita non imun
(berasal dari daerah non endemis). Selain gejala klasik di atas, dapat ditemukan
gejala lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, diare, pegal-pegal, dan nyeri otot.
Gejala tersebut biasanya terdapat pada orang-orang yang tinggal di daerah endemis
(imun).
Malaria dapat dibagi menjadi malaria uncomplicated dan malaria berat
atau malaria serebral. Pada pemeriksaan fisik malaria uncomplicated dapat
ditemukan:
1. Trias malaria, yang merupakan gejala klasik malaria terdiri dari:
a. Cold stage : pasien merasa kedinginan dan mengigil
b. Hot stage : demam, nyeri kepala, muntah, dan dapat
menimbulkan kejang pada anak-anak
c. Sweating stage : berkeringat banyak, suhu tubuh kembali
normal, badan terasa lelah
2. Kepala: konjungtiva anemis, sklera ikterik, bibir sianosis

13
3. Abdomen : splenomegali, hepatomegali

Pemeriksaan Penunjang
Pasien datang dengan membawa pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan darah tepi dan pemeriksaan antigen malaria (RDT) yang menunjukkan
hasil positif malaria falsiparum.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk mendiagnosis
pasti malaria misalnya dengan menggunakan hapusan darah tebal dan tipis yang
dilihat di bawah mikroskop dan pendeteksian antigen parasit malaria dengan
menggunakan Rapid Diagnostic Test (RDT). Pemeriksaan penunjang dengan
menggunakan sediaan darah tebal dan tipis masih menjadi pilihan untuk
mendiagnosis dan menjadi dasar evaluasi keberhasilan terapi malaria.

1. Pemeriksaan dengan mikroskop


Pemeriksaan sediaan darah tebal dan tipis di puskesmas/
lapangan/ rumah sakit/ laboratorium klinik untuk menentukan:
- ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif)
- spesies dan stadium plasmodium
- kepadatan parasit

14
Gambar 4. Sediaan hapus darah tipis

Gambar 5. Sediaan hapus darah tebal

15
Gambar 6. Jenis-jenis gambaran parasit malaria

16
2. Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/
RDT)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit
malaria, dengan menggunakan metoda imunokromatografi.
Pemeriksaan RDT tidak dapat digunakan untuk evaluasi pengobatan
malaria.

Pemeriksaan kimia darah dan elektrolit juga berfungsi untuk menunjukkan


apakah malaria termasuk dalam malaria berat atau tidak. Gambaran laboratorium
yang dapat ditemukan pada malaria berat misalnya:
1. Hipoglikemi (gula darah <40mg/dL)
2. Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L)
3. Anemia berat (Hb <5 gr/dL untuk endemis tinggi, Hb <7 gr/dL untuk
endemis sedang-rendah)
4. Hiperparasitemia (parasit >2% eritrosit atau 100.000 parasit/uL di
daerah endemis rendah atau >5% eritrosit atau 1.000.000 parasit/uL
pada daerah endemis tinggi)
5. Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L)
6. Hemoglobinuria
7. Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%)

Tatalaksana
Tatalaksana malaria pada pasien ini adalah DHP 1 x 4 tab untuk 3 hari
dan Primakuin 1 x 1 tab selama 14 hari.
A. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi
a. Malaria falsiparum
1. Lini pertama dengan Fixed Dose Combination (FDC) yang terdiri
dari dihydroartemisinin dan piperakuin (DHP). Satu tablet FDC
mengandung 40 mg dihydroartemisinin dan 320 mg piperakuin.
Pada orang dewasa dengan BB <60 kg diberikan DHP 1 x 3 tab
selama 3 hari dan Primakuin 1 x 2 tab (dosis tunggal). Sedangkan

17
pada orang dewasa dengan BB ≥60kg diberikan DHP 1 x 4 tab
selama 3 hari dan Primakuin 1 x 3 tab (dosis tunggal).
Atau bisa juga disesuaikan dengan berat badan pasien. Dosis
dihydroartemisinin (DHA) = 2-4 mg/kgBB/hari, dosis piperakuin
= 16-32 mg/kgBB/hari, primakuin = 0,75 mg/kgBB dosis tunggal,
atau
2. Lini kedua (pengobatan malaria falsiparum yang tidak respon
terhadap pengobatanan DHP) menggunakan kina +
doksisiklin/tetrasiklin + primakuin. Dosis kina = 10mg/kgBB/kali
(3 kali/hari selama 7 hari), dosis doksisiklin = 3,5 mg/kgBB/hari
(dewasa 2x/hari selama 7 hari), 2,2 mg/kgBB/hari (anak usia 8-14
tahun, 2x/hari selama 7 hari), Tetrasiklin = 4-5 mg/kgBB/kali
(4x/hari selama 7 hari).
b. Malaria vivaks dan ovale
1. Lini pertama: Dihydroartemisin dan piperakuin (DHP),
diberikan oral satu kali perhari selama 3 hari, dosis primakuin=
0,25 mg/kgBB/hari (selama 14 hari)
2. Lini kedua (pengobatan malaria vivaks yang tidak berespon
dengan pengobatan DHP): Kina + Primakuin. Dosis Kina= 10
mg/kgBB/kali (3x/hari selama 7 hari), primakuin= 0,25
mg/kgBB (selama 14 hari)
3. Pengobatan malaria vivaks yang relaps (kambuh):
o Diberikan lagi regiman DHP yang sama tetapi dosis
primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.
o Dugaan relaps malaria vivaks adalah apabila pemberian
Primakuin dosis 0,25 mg/kgBB/hari sudah diminum
selama 14 hari dan penderita sakit kembali dengan
parasit positif dalam kurun waktu 3 minggu sampai 3
bulan setelah pengobatan.
c. Malaria malariae
Cukup diberikan DHP 1 kali perhari selama 3 hari dengan dosis sama
dengan pengobatan malaria dan tidak diberikan primakuin.

18
d. Pengobatan infeksi campuran antara malaria falsiparum dengan malaria
vivaks/ovale
Pada penderita dengan infeksi campuran diberikan DHP 1 kali per hari
selama 3 hari serta Primakuin dosis 0,25 mg/kgBB selama 14 hari.

Pemantauan Pengobatan
Pemantauan pengobatan pada penderita rawat jalan dilakukan pada hari
ke 3, 7, 14, 21 dan 28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara
mikroskopis. Apabila terdapat perburukan gejala klinis selama masa pengobatan
dan evaluasi, penderita segera dianjurkan untuk datang kembali tanpa menunggu
jadwal kontrol.
Bagi penderita rawat inap, evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari
dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah tepi hingga klinis membaik dan hasil
mikroskopis negatif. Evaluasi pengobatan dilanjutkan pada hari ke 7, 14, 21 dan 28
dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah mikroskopis.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria. Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia; 2017.

2. Malaria - 2018 Yellow Book | Travelers' Health | CDC [Internet].


wwwnc.cdc.gov. 2018 [cited 16 July 2018]. Available from:
https://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2018/infectious-diseases-related-
to-travel/malaria#5217

3. Basic Malaria Microscopy, Part II. Geneva: World Health Organization; 2010.

4. Harrison's Principle of Internal Medicine. 18th ed. New York: McGraw Hill;
2011.

5. Bench Aids for Diagnosing Malaria Infections. 2nd ed. World Health
Organization; 2000.

20

You might also like