Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing:
dr. Made Suwidnya, SpPD
Latar Belakang
Malaria masih menjadi salah satu etiologi penyakit dan juga penyebab
kematian pada anak dan dewasa di daerah-daerah endemis. Malaria sendiri hingga
saat ini merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan di masyarakat luas dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di
Indonesia. Masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh malaria dapat menyebabkan
kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita dan ibu
hamil. Pengendalian malaria haruslah dilakukan secara komprehensif dengan upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Tujuan dilakukan pengendalian
malaria diutamakan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian serta
mencegah terjadinya KLB (Kejadian Luar Biasa) yang diakibatkan oleh malaria.
Malaria masih dianggap sebagai ancaman terhadap status kesehatan
masyarakat terutama pada rakyat yang hidup di daerah terpencil oleh pemerintah
Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor
2 tahun 2015 mengenai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun
2015-2019 dan masih tercantumnya malaria sebagai salah satu penyakit prioritas
yang perlu ditanggulangi dalam dokumen tersebut.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi di Indonesia dalam upaya
pengobatan malaria adalah terjadinya penurunan efikasi pada beberapa obat anti
malaria, bahkan sudah mulai terjadi resistensi klorokuin. Hal ini disebabkan antara
lain oleh karena penggunaan obat anti malaria yang tidak rasional. Sebagai salah
satu contoh adalah sejak tahun 2004, obat pilihan utama malaria falsiparum sudah
berganti menjadi artemisin-based combination therapy (ACT). Kombinasi
artemisin dipilih untuk meningkatkan mutu pengobatan malaria yang sudah resisten
terhadap klorokuin dimana artemisin memiliki efek terapeutik yang lebih baik.
World Malaria Report 2015 menyebutkan bahwa malaria telah menyerang
106 negara di dunia. Komitmen global pada Millenium Development Goals
(MDGs) juga menempatkan upaya pemberantasan malaria menjadi salah satu
tujuan bersama yang harus dicapai sampai tahun 2015 melalui tujuannya yang
ketujuh yakni memberantas penyakit HIV/AIDS, malaria, dan tuberculosis. Dengan
1
berakhirnya MDGs pada tahun 2015, upaya pemberantasan malaria dilanjutkan
dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Pada SDGs, upaya pemberantasan
malaria tertuang dalam tujuan ketiga yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan
menupayakan kesejahteraan bagi semua orang dengan tujuan spesifik yaitu
mengakhiri epidemi AIDS, tuberculosis, malaria dan penyakit neglected-tropical
sampai dengan tahun 2030.
Morbiditas malaria pada suatu wilayah ditentukan dengan Annual Parasite
Incidence (API) per tahun. API merupakan jumlah kasus positif malaria per 1.000
penduduk dalam satu tahun. Namun, sejak dimulainya pengendalian terhadap
malaria di Indonesia lebih dari 5 dasawarsa yang lalu, terjadi perbaikan dalam rupa
menurunnya API secara nasional mencapai hanya 0,85 per 1000 pada tahun 2015.
Jika dilihat secara provinsi pada tahun 2015, tampak bahwa wilayah timur
Indonesia masih memiliki angka API tertinggi. Sedangkan DKI Jakarta dan Bali
memiliki angka API nol dan sudah masuk dalam kategori provinsi bebas malaria.
2
Sumber: Ditjen Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit, Kemenkes RI, 2016
Gambar 2. API Tahun 2015 menurut Provinsi
3
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. W
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 21 tahun
Alamat : Denpasar
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Hindu
Pekerjaan : Mahasiswa
Status : Belum Menikah
Pendidikan : S1
Tanggal MRS : 10 September 2018
II. Anamnesis
Keluhan Utama : demam sejak 7 hari SMRS
Keluhan Tambahan : nyeri sendi, nyeri saat berjalan, ruam pada
kulit, batuk, riwayat tonsilitis
4
Jantung : disangkal
Asma : disangkal
Tuberkulosis : disangkal
Riwayat Kebiasaan:
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat alkohol : disangkal
5
Telinga : nyeri tekan tragus -/-, hiperemis -/-, serumen +/-, membran
timpani intak +/+, COL +/+
Mulut : bibir kering, lidah kotor (+), faring hiperemis (-)
Leher : KGB tidak teraba, trakea di tengah
Thorax :
Pulmo : Inspeksi : gerakan nafas tampak simetris dalam
keadaan statis dan dinamis
Palpasi : gerakan nafas teraba simetris dalam keadaan
statis dan dinamis
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS IV linea
midklavikularis sinistra
Perkusi : Batas Atas : ICS II
Batas Kiri : Linea axilaris anterior
sinistra
Batas Kanan : Linea parasternalis dextra
Batas Bawah : ICS IV
Auskultasi : Bunyi Jantung I & II normal, reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-),
hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, CRT<2 detik, edema -/-/-/-
6
IV. Pemeriksaan Penunjang (10 September 2018)
Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi Lengkap
Hemoglobin 14,5 13,2-17,3 g/dL
Hematokrit 42,0 40-52 %
Eritrosit 4,56 4,4-5,9 10^6/μL
MCV 92 80-100 fL
MCH 31,8 26-34 Pg
MCHC 34,6 32-36 g/dL
Trombosit 284 150-440 10^3/μL
Leukosit 11,74 3,8-10,6 10^3/μL
Hitung Jenis Leukosit
- Basofil 0,3 0,0-1,0 %
- Eosinofil 0,7 2,0-4,0 %
- Neutrofil 82,7 50,0-70,0 %
- Limfosit 13,3 25,0-40,0 %
- Monosit 3,0 2,0-8,0 %
LED 55 0-15 mm/jam
Kimia
BUN 12,1 8 - 23 mg/dl
Creatinin 1,07 0,7 – 1,2 mg/dl
SGOT 42 <33 U/L
SGPT 43 <50 U/L
Glukosa Sewaktu 110 <140 mg/dl
Sodium (Na) 136 136 – 145 mmol/L
Potassium (K) 4,1 3,5 – 5,1 mmol/L
Chlorida (Cl) 103 98 – 106 mmol/L
hs-CRP 265,9 <= 10,0 mg/L
Serologi
ASTO 400 <200 IU/mL
7
V. Resume
Laki-laki, usia 48 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSU
Prima Medika dengan keluhan demam sejak 2 hari SMRS, disertai
menggigil dan berkeringat. Demam tinggi dirasakan sepanjang hari,
membaik dengan pemberian obat, namun naik kembali. Demam
disertai dengan nyeri kepala, mual namun tidak muntah, serta badan
yang terasa pegal-pegal. Pasien baru pulang bepergian dari Papua 3 hari
SMRS serta pernah menderita malaria vivaks 1 bulan SMRS.
Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital serta pemeriksaan
fisik dalam batas normal. Berdasarkan hasil pemeriksaan hematologi
ditemukan trombositopenia dan pada pemeriksaan darah tepi
ditemukan Plasmodium falciparum (++) stadium trofozoit serta
pemeriksaan antigen Plasmodium falciparum positif.
8
- Lapibal 2 x 1
- Sanmol forte tab 3 x 1
- Observasi keluhan dan tanda-tanda vital pasien
- EKG
- Cek lab: BUN, SC, SGOT, SGPT, BS
KIE:
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai prognosis
penyakit pasien
VIII. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
IX. Follow Up
S: O: A: P:
11 September 2018 (11.00 WITA)
Pasien demam (+), Kes: CM (E4M6V5) Demam Rematik IVFD RL 20 tpm
nyeri sendi (+) nyeri TTV: Akut Inj. Sanexon 2 x 62,5 mg
seluruh badan TD: 130/70 mmHg Inj. Broadced 2 x 1 gr
HR: 90 x/m Sanmol fls 1 gr (k/p)
RR: 20 x/m Aspirin 3 x 100 mg
o
S: 37,3 C Lapibal 2 x 1
PF: Sanmol forte tab 3 x 1
Abd: supel, BU (+) Konsul dokter SpJP
normal, NT (-), Rencana
hepatomegali (-), echocardiography besok
splenomegali (-)
EKG:
AV blok derajat I
Foto Thorax PA:
normal
12 September 2018
9
Demam dirasakan Kes: CM (E4M6V5) Demam Rematik IVFD RL 20 tpm
masih naik turun. TTV: Akut Inj. Sanexon 2 x 62,5 mg
Keluhan lain: mual, TD: 130/80 mmHg Inj. Broadced 2 x 1 gr
muntah, nyeri kepala HR: 75 x/m Sanmol fls 1 gr (k/p)
sudah membaik. RR: 20 x/m Aspirin 3 x 100 mg
S: 36,2oC Lapibal 2 x 1
PF: Sanmol forte tab 3 x 1
Abd: supel, BU (+) Rencana injeksi Benzatin
normal, NT (-), Penicilin besok
hepatomegali (-), Rencana
splenomegali (-) echocardiography 6
EKG: bulan lagi
AV blok derajat I
Echo: Mild AR, Mild
MR
13 September 2018
Demam dirasakan Kes: CM (E4M6V5) Demam Rematik IVFD RL 20 tpm
masih naik turun. TTV: Akut Inj. Sanexon 2 x 62,5 mg
Keluhan lain (-) TD: 130/70 mmHg Inj. Broadced 2 x 1 gr
HR: 90 x/m Sanmol fls 1 gr (k/p)
RR: 20 x/m Aspirin 3 x 100 mg
S: 37,3oC Lapibal 2 x 1
PF: Sanmol forte tab 3 x 1
Abd: supel, BU (+) Inj. Benzatin Penicilin
normal, NT (-), 1,2jt IU, diulang 28 hari
hepatomegali (-), lagi
splenomegali (-)
14 September 2018
Demam (-) Kes: CM (E4M6V5) Demam Rematik
Keluhan lain (-) TTV: Akut
TD: 130/70 mmHg
HR: 90 x/m
RR: 20 x/m
S: 37,3oC
PF:
10
Abd: supel, BU (+)
normal, NT (-),
hepatomegali (-),
splenomegali (-)
11
PEMBAHASAN
Epidemiologi Malaria
Malaria merupakan penyakit yang serius dan dapat berakibat fatal apabila
tidak ditangani dengan baik. Pada Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, malaria masih
menjadi salah satu penyakit prioritas yang perlu ditanggulangi di Indonesia.
Beberapa daerah di Indonesia sampai saat ini masih menjadi daerah endemis
malaria.
11
Etiologi Malaria
Pada kasus diatas, etiologi malaria berdasarkan hasil pemeriksaan darah
tepi adalah plasmodium falsiparum.
Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk anopheles betina. Dikenal lima macam spesies parasit malaria
yaitu: Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium
malariae, Plasmodium knowlesi.
1. Malaria falsiparum
Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Gejala demam timbul
intermiten dan dapat kontinyu. Jenis malaria ini paling sering menjadi
malaria berat yang menyebabkan kematian.
2. Malaria vivaks
Disebabkan oleh Plasmodium vivax. Gejala demam berulang dengan
interval bebas demam 2 hari. Telah ditemukan juga kasus malaria berat
yang disebabkan oleh Plasmodium vivax.
3. Malaria ovale
Disebabkan oleh Plasmodium ovale. Manifestasi klinis biasanya
bersifat ringan. Pola demam seperti malaria vivaks.
4. Malaria malariae
Disebabkan oleh plasmodium malariae. Gejala demam berulang
dengan interval bebas demam 3 hari.
5. Malaria knowlesi
Disebabkan oleh Plasmodium knowlesi. Gejala demam menyerupai
malaria falsiparum.
12
Faktor Risiko Malaria
Faktor risiko malaria yang ditemukan pada pasien ini adalah riwayat
pasien yang baru saja pulang dari Papua 3 hari SMRS. Selain itu, pasien juga pernah
menderita malaria sebelumnya.
Beberapa faktor risiko lainnya yang juga berpengaruh dalam kejadian
malaria adalah adanya riwayat tinggal di daerah yang endemis malaria dan riwayat
pasien pernah mendapatkan transfusi darah sebelumnya.
13
3. Abdomen : splenomegali, hepatomegali
Pemeriksaan Penunjang
Pasien datang dengan membawa pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan darah tepi dan pemeriksaan antigen malaria (RDT) yang menunjukkan
hasil positif malaria falsiparum.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk mendiagnosis
pasti malaria misalnya dengan menggunakan hapusan darah tebal dan tipis yang
dilihat di bawah mikroskop dan pendeteksian antigen parasit malaria dengan
menggunakan Rapid Diagnostic Test (RDT). Pemeriksaan penunjang dengan
menggunakan sediaan darah tebal dan tipis masih menjadi pilihan untuk
mendiagnosis dan menjadi dasar evaluasi keberhasilan terapi malaria.
14
Gambar 4. Sediaan hapus darah tipis
15
Gambar 6. Jenis-jenis gambaran parasit malaria
16
2. Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/
RDT)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit
malaria, dengan menggunakan metoda imunokromatografi.
Pemeriksaan RDT tidak dapat digunakan untuk evaluasi pengobatan
malaria.
Tatalaksana
Tatalaksana malaria pada pasien ini adalah DHP 1 x 4 tab untuk 3 hari
dan Primakuin 1 x 1 tab selama 14 hari.
A. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi
a. Malaria falsiparum
1. Lini pertama dengan Fixed Dose Combination (FDC) yang terdiri
dari dihydroartemisinin dan piperakuin (DHP). Satu tablet FDC
mengandung 40 mg dihydroartemisinin dan 320 mg piperakuin.
Pada orang dewasa dengan BB <60 kg diberikan DHP 1 x 3 tab
selama 3 hari dan Primakuin 1 x 2 tab (dosis tunggal). Sedangkan
17
pada orang dewasa dengan BB ≥60kg diberikan DHP 1 x 4 tab
selama 3 hari dan Primakuin 1 x 3 tab (dosis tunggal).
Atau bisa juga disesuaikan dengan berat badan pasien. Dosis
dihydroartemisinin (DHA) = 2-4 mg/kgBB/hari, dosis piperakuin
= 16-32 mg/kgBB/hari, primakuin = 0,75 mg/kgBB dosis tunggal,
atau
2. Lini kedua (pengobatan malaria falsiparum yang tidak respon
terhadap pengobatanan DHP) menggunakan kina +
doksisiklin/tetrasiklin + primakuin. Dosis kina = 10mg/kgBB/kali
(3 kali/hari selama 7 hari), dosis doksisiklin = 3,5 mg/kgBB/hari
(dewasa 2x/hari selama 7 hari), 2,2 mg/kgBB/hari (anak usia 8-14
tahun, 2x/hari selama 7 hari), Tetrasiklin = 4-5 mg/kgBB/kali
(4x/hari selama 7 hari).
b. Malaria vivaks dan ovale
1. Lini pertama: Dihydroartemisin dan piperakuin (DHP),
diberikan oral satu kali perhari selama 3 hari, dosis primakuin=
0,25 mg/kgBB/hari (selama 14 hari)
2. Lini kedua (pengobatan malaria vivaks yang tidak berespon
dengan pengobatan DHP): Kina + Primakuin. Dosis Kina= 10
mg/kgBB/kali (3x/hari selama 7 hari), primakuin= 0,25
mg/kgBB (selama 14 hari)
3. Pengobatan malaria vivaks yang relaps (kambuh):
o Diberikan lagi regiman DHP yang sama tetapi dosis
primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.
o Dugaan relaps malaria vivaks adalah apabila pemberian
Primakuin dosis 0,25 mg/kgBB/hari sudah diminum
selama 14 hari dan penderita sakit kembali dengan
parasit positif dalam kurun waktu 3 minggu sampai 3
bulan setelah pengobatan.
c. Malaria malariae
Cukup diberikan DHP 1 kali perhari selama 3 hari dengan dosis sama
dengan pengobatan malaria dan tidak diberikan primakuin.
18
d. Pengobatan infeksi campuran antara malaria falsiparum dengan malaria
vivaks/ovale
Pada penderita dengan infeksi campuran diberikan DHP 1 kali per hari
selama 3 hari serta Primakuin dosis 0,25 mg/kgBB selama 14 hari.
Pemantauan Pengobatan
Pemantauan pengobatan pada penderita rawat jalan dilakukan pada hari
ke 3, 7, 14, 21 dan 28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah secara
mikroskopis. Apabila terdapat perburukan gejala klinis selama masa pengobatan
dan evaluasi, penderita segera dianjurkan untuk datang kembali tanpa menunggu
jadwal kontrol.
Bagi penderita rawat inap, evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari
dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah tepi hingga klinis membaik dan hasil
mikroskopis negatif. Evaluasi pengobatan dilanjutkan pada hari ke 7, 14, 21 dan 28
dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah mikroskopis.
19
DAFTAR PUSTAKA
3. Basic Malaria Microscopy, Part II. Geneva: World Health Organization; 2010.
4. Harrison's Principle of Internal Medicine. 18th ed. New York: McGraw Hill;
2011.
5. Bench Aids for Diagnosing Malaria Infections. 2nd ed. World Health
Organization; 2000.
20