You are on page 1of 23

1.

1 Disolusi dan Bioabsorpsi Obat

Persamaan Noyes-Whitney, atau Nernst-Brunner yang disederhanakan,dalam


bentuk yang kurang tepat, menunjukkan besaran– besaran yang pentingdalam
mengontrol laju disolusi pada kondisi sink.dM /dt =kSCS dimana M adalah
massa obat yang terlarut. S adalah luas permukaan efektif dari partikel-partikel
obat.

Cs adalah konsentrasi obat pada penjenuhan, sedangkan k=D/h atau koefisien


difusi D dibagi dengan tebal lapisan cairan stasioner (h)sekeliling
obat.Carstensen telah menunjukkan bahwa disolusi dari tablet yang
dikompresisecara langsung dengan tablet yang dibuat dengan prosedur
granulasi mungkin berbeda dan harus ditangani dengan persmaan yang
berbeda. Tablet yang dilapisidengan suatu lapisan polimer atau suatu
penyalutan gula akn menunjukkankarakteristik disolusi dibandingkan dengan
tablet-tablet yang tidak disalut.Sebagai suatu gambaran bagaiman faktror-
faktor dalam persamaan Noyes-Whitney mempengaruhi laju disolusi, kita bisa
mempertimbngkan luas permukaan per gram atau ukuran partikel dari
partikel-partikel obat.Berikut adalah faktor – faktor yang mempengaruhi
proses disolusi dan bioabsorpsiobat yaitu :

1. .Luas Permukaan dan Ukuran Partikel.Penurunan ukuran partikel


meningkatkan luas permukaan efektif dari bahandalam kontak
dengan lapisan pelarut stasioner, dan laju dari larutan
meningkat.Konsentrasi serum pasien yang meminum suspense
mikrokristal dari sulfadiazindiamati ternyata lebih tinggi daripada
pasien yang hanyameminum sulfonamid biasa yang mengandung
partikel-partikel yang lebih besar. Level plasmafenasetin, pada 6
volunteer yang diberi suspensi fenasetina di dalam
air,menunjukkan bahwa bioavaibilitas dipengaruhi oleh ukuran
partikel obat. Jikaukuran partikel suspensi berkurang, waktu yang
dibutuhkan untuk puncak obat dalam plasma akan berkurang,dan
jumlah total yang di absorpsimeningkat.Penurunan ukuran atau
peningkatan luas permukaan efektif tidak selalumengakibatkan
lebih cepatnya disolusi. Jika partikel diserbukkan berlebih dan
bilaobat-obat bersifat hidrofobik, agregasi mungkin dapat terjadi
sesudah itu, dan inidapat mengakibatkan kesulitan-kesulitan dari
pembasahan partikel dan disolusi,seperti dalam hal obat
hidrofobik fenasetin. Laju disolusi telah ditingkatkan
untuk obat – obat yang sukar larut dengan mengadsorpsi obat
diatas suatu absorben,seperti silicon dioksida, yang menunjukkan
suatu luas permukaan yang besar.Prosedur ini membentuk apa
yang menurut Monkhouse dan Lach dikenalsebaggai sistem
pemberian miniskuler.
2. PolimorfismePolimorfisme adalah adanya suatu obat dalam dua
bentuk Kristal atau lebih.Kristal – Kristal dari dua polimorf dari
suatu obat mungkin menunjukkankerapatan, titik leleh, kelarutan,
dan stabilitas yang berbeda, walaupun bentuk cair dari kedua
polimorf ini tidak menunjukkan perbedaan. Polimorf padat
yangmetastabil (tidak stabil) mempunyai kelarutan yang lebih
tinggi dan disolusi yanglebih cepat daripada polimorf stabil, dan
senyawa-senyawa dengan kelarutanrendah mungki berbeda laju
disolusinya bergantung pada polimorf mana yangdigunakan.
Tetapi barangkali tidak mungkin untuk mengambil keuntungan
darimakin cepatnya disolusi suatu bentuk metastabil, karena obat
cenderung berubahke bentuk polimorf yang stabil selama
penyimpanan serbuk padat tersebut.Sedangkan hidrat berbeda
dengan polimorf. Jika bentuk-bentuk Kristal dariobat bergabung
dengan satu atau beberapa molekul air dalam kisi-kisi
Kristal.Batasan umum adalah solvate, karena molekul – molekul
pelarut yang mengkristaldengan zat terlarut mungkin bukan air,
sebagai contoh adalah etanol atau etilasetat. Tidak ada aturan
umum dapat dibuat tentang laju disolusi solvate dalamhubungan
dengan bentuk non-solvat. Bentuk – bentuk anhidrat dari theofilin
dankolesterol melarut lebih cepat dalam air daripada dalam
bentuk -bentuk hidratnya. Bentuk solvate dari suksinilsulfathiazol
dengan n- pentanol ternyatamempunyai laju disolusi yang lebih
besar daripada bentuk non-solvat.
3. .Pembentukan Kompleks molecular Interaksi dari suatu obat
dengan suatu zat pembentuk kompleks bisameningkatkan atau
menurunkan kelarutan keseimbangan laju disolusi dari
obattersebut. Laju disolusi dari benzokain ditingkatkan oleh
pembentukan kompleksdari obat tersebut dengan kafeina dan laju
disolusi digoksin dipertinggi oleh pembentukan kompleks
digoksin dengan hidrokinon.Jika ditambahkan bahan pengisi
kedalam suatu kompleks untuk membantuformulasi tablet, kapsul,
suppositoria dan bentuk – bentuk sediaan lainnya, bahan- bahan
tambahan ini mungkin berinteraksi dengan obat untuk mengurangi
lajudisolusinya dan stabilitas serta dapat mengakibatkan peruraian
produk yangtoksik. Walaupun interaksi tersebut mungkin hanya
sejenis interaksi yang lemah,tetapi memungkinkan pelepasan obat
dalam larutan dengan sempurna, kadang– kadang ada pengikatan
yang lebih kuat, yang menyebabkan perubahan sifat-sifatlain.
4. Zat Aktif Permukaan Zat – zat ini mempunyai efek yang beraneka
ragam terhadap disolusi dan bioavailbilitas dari suatu obat.
Partikel – partikel fenasetin bersifat hidrofobik dansukar dibasahi
oleh medium disolusi. Dengan adanya zat aktif
permukaan, partikel- partikel lalu dibasahi dan laju disolusi
ditingkatkan. Selanjutnyakelarutan dari suatu obat ditingkatkan
jika ada surfaktan berlebih dari konsentrasimisel kritisnya (cmc)
tapi kelarutan tidak akan ditingkatkan jika surfaktan
tersebut berada dibawah cmc nya. Dalam beberapa hal, untuk
benzoat laju disolusi suatuobat bisa meningkat kemudian menurun
dengan penaikan konsentrasi secarakontinu di atas cmc- nya. Hal
ini terjadi karena naiknya viskositas mediumdisolusi pada
konsentrasi surfaktan tinggi.
5. Garam vs Obat Nonionik Persamaan Noyes- Whitney, meliputi
suatu batasan untuk kelarutan obatdan mempengaruhi penetrasi
membran dari obat tersebut pada tempat absorpsidalam saluran
cerna. Kelarutan dari senyawa – senyawa obat organik, asam
lemahatau basa lemah dapat ditingkatkan dengan menggunakan
bentuk garam dari obat-obat tersebut. Makin kecil counter ion dari
obat tersebut, makin mudah larut senyawa tersebut. Garam
natrium dan kalium dari asam para-aminosalisilat kira-kira 1000
kali lebih larut daripada asam lemah induknya yang bersifat
nonionic.Jika diberikan kepada pasien, garam – garam tersebut
memberikan kadar di dalamdarah yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pemberian bentuk nonionic.Ph saluran cerna
mempengaruhi disolusi dan bioabsorpsi dari obat – obatelektronik
lemah. Karena bentuk terion dari suatu elektrolit lemah lebih
larutdalam cairan gastrointestin daripada bentuk tidak terionnya,
dapat diharapkan bahwa pH cairan lambung- usus tersebut akan
mempengaruhi laju disolusi darisuatu elektrolit lemah.Disolusi
dan absorpsi obat dalam saluran cerna tidak sederhana seperti
yangtelah diutarakan, karena pH cairan bulk bisa berbeda secara
bermakna dari pHlapisan stasioner disekeliling partikel-partikel
obat. Pengikat, pengisi, dan zat penambah lainnya dalam bentuk
sediaan bisa juga dipengaruhi oleh pH. Faktor – faktor lain,
seperti tempat absorpsi spesifik dan luas permukaan dari
berbagaidaerah saluran cerna, mungkin sama pentingnya atau
lebih penting dari pertimbangan asam-basa. Usus halus
mempunyai luas permukaan untuk absorpsiyang jauh lebih besar
dari luas permukaan lambung dan obat mungkin sebagian besar di
absorpsi disana, tanpa melihat pertimbangan pH atau pKa.

1.2 Terapi Obat Terkontrol ( Terkendali)

Alasn untuk pemberian obat terkendali adalah untuk meningkatkankeuntungan


farmasetis disamping meminimumkan efek toksis. Pemberian obat baru
mendekati teknologi pengobatan adalah menemukan obat yang digunakndalam
pengontrolan kesuburan jangka panjang, terapi penggantian enzim
yang berhubungan secara genetika, pemberian transdermal glaucoma, dan
pengobatananti radang pada mata. Pengaturan dosis obt normal bisa mengikuti
gambaran kinetic “gigi gergaji”, dimana dosis pertama jauh melampaui level
terapeutis yang diinginkan, meningkatkan kerja terapeutis dan menghapuskan
efek samping yang berbahaya. Lalu turun lagi hingga konsentrasinya tidak
efektif, dalam sikluskontinu dari tingkat berlebih kemudian ke tingkat tidak
efektif. Pemberian obat di jaga terkendali dapat mengurangi fuktuasi level obat
yang tidakdiinginkan,meningkatkan kerja terapeutis dan menghapuskan efek
samping yang berbahaya.Selanjutnya, lokalisasi dari suatu obat di sekitar
sel – sel yang akan diobati dapatmencegah efek sistemik atau efek samping pada
jaringan lain melalui metode pemberian obat yang di program sebelumnya.

1. Prodrug dan Pembawa Obat Biologis.Pendekatan prodrug dan analog


kimiawi untuk pemberian obat telah berkembang popular akhir – akhir
ini. Menurut metode pemberian ini, suatu obatdimodifikasi secara
kimia, dengan menambahkan suatu gugus ester sehinggameningkatkan
kelarutan, absorpsi, dan konsentrasi senyawa obat induk tersebut pada
tempat yang akan diobati di dalam tubuh. Dalam suatu prodrug, gugus
ester atau bagian pembawa yang serupa dihilangkan secara kimia
didalam usus atau pada tempat jaringan, biasanya dengan kerja
enzimatis, dan obat induk tersebutdibebaskan untuk menghasilkan aksi
farmakologis. Pembentukkan prodrug danmodifikasi kimiawi lainnya
bisa juga membantu pemrosesan farmasetik danmeningkatkan
kestabilan dari obat induk.Berbagai prodrug eritromisin baru tersedia
dalam bentuk tidak berasa danstabil dalam bentuk suspensi air.
Molekul-molekul obat induk dilindungi dengan penggugusan kimiawi
yang akhirnya hilang dalam jaringan, dimana obat tersebutkemudian
menjadi zat antibakteri yang efektif. Keadaan biologis, termasuk sel-
seldarah merah dan liposom, telah digunakan sebagai pembawa obat
untuk meningkatkan pelepasan terkendali dalam tubuh. Liposome
adalah suatugelembung selapis atau berlapis-lapis fospolipid yang
diuraikan pertama kali olehBangham di Cambridge. Liposom bisa
digunakan untuk meningkatkan penetrasiobat kedalam sel-sel
neoplastis, yang secara normal menahan permeasi obattetapi, liposom
mempunyai keterbatasan sebgai zat pembawa obat.
2. Kontraseptif Cincin vaginal memungkinkan suatu pemberian obat
kontrseptif yangmudah tanpa efek samping sistemik seperti yang
diamati pada kontraseptif oral.Cincin silicon dapat dimasukkan dan
dikeluarkan oleh pasien dengan mudahuntuk pemberian hormone
steroid secara kontinu. Bila suatu pil kontraseptif dimakan, obat
tersebut dibawa melalui liver sebelum masuk ke saluran sirkulasiumum
dalam tubuh dan di liver obat tersebut diinaktivasi oleh prose hepatis.
3. Keadaan ini yang terjadi terhadap kebanyakan obat yang dimakan
secara per oraldi kenal sebagai first pass effect dari liver. Sebaliknya
pengobatan ke dalamvagina dibawa oleh darah secara langsung ke
jaringan yang dituju, dengan jalan pintas tidak melewati sirkulasi liver.
Level obat yang secara luar yang biasaseragam bisa dijaga dengan
mengggunakan cincin vagina silicon. Medroksi progesterone asetat
dalam konsentrasi 2% efektif selama periode 20 hari.Intrauterine
Contraceptive Devices (IUD) telah dikembangkan selama 15
tahun, baik yang tidak mengandung obat maupun yang mengandung
zat antifertilitas.Dari hasil tes yang dilakukan ternyata bahwa IUD
polipropilena, yang bisa berbentuk T atau seperti angka 7, dengan
kawat lembaga diikatkan disekitar batang tegaknya merupakan suatu
kontraseptif yang efektif. Jika IUD tersebut berada di tempatnya, alat
tersebut akan menyampaikan dosis kira – kira 10µgtembaga/hari
selama 40 bulan periode antifertilitas. Suatu IUD yang berbentuk
Tyang mengandung progesteron dalam bagian rongga dari batang
vertical. Dikenalsebagai progestasert yang telah disahkan oleh FDA
untuk kontrasepsi intrauterineselama 12 bulan. Progesterone
dilepaskan melalui dinding seperti membrane berrbentuk T tersebut
pada laju 65µg/ hari untuk periode 1 tahun, dan pasienkembali ke
kesuburan normal sesudah alat tersebut diambil.
4. Sistem Pemberian TransdermalProses difusi yang berhubungan dengan
permeasi kulit, dimana dipelajari bahwa bahan seperti lipoid melewati
pembatas kulit lebih cepat daripada zat – zatyang bersifat polar atau
zat – zat yang bersifat air. Tetapi stratum corneum yangsecara normal
mengandung air juga ditembus oleh molekul-molekul yang
larutdidalam air.Difusi melalui kulit merupakan suatu proses pasif.
Senyawa tersebutmempenetrasi dengan sukses melalui stratum
corneum, lapisan epidermisdibawahnya, dermis, dan akhirnya masuk
kedalam kapiler-kapiler darah darisistem sirkulasi perifer. Lapisan
tanduk sebelah luar stratum corneummenyediakan tahanan terbesar
untuk penetrsi, dan difusi merupakan tahap yangmenenetukan laju
penetrasi kulit. Absorpsi yang terbatas juga terjadi melaluifolikel
rambut dan saluran keringat. Perpindahan dari suatu obat seperti suatu
steroid jauh lebih besar melalui saluran cerna,rectum,vagina, mata, dan
ronggamulut daripada melalui kulit. Penetrasi obat oleh pelewatan
transdermal dibantudengan penggunaan berbagai plester dan pembalut
yang mengandung obat.
5. Obat Mata Lepas Terkendali Obat – obat diberikan ke mata dalam
larutan air atau bukan air,suspense,gel dan salep. Obat – obat tersebut
bisa diberikan secara topikl ke permukaan kornea atau dimasukkan
kedalam kantung konjuktiva, dari obattersebut diabsorpsi ke dalam
aqueos humor dan ke bintik kuning. Larutan,terutama larutan dalam
air, dengan segera dicuci keluar dari mata oleh air matadan demikian
harus sering diberikan agar menghasilkan efek terapeutis.
Polimer seperti metal selulosa dan polivinil alcohol ditambahkan ke
larutan obat matauntuk meningktkn viskositas dan memperpanjang
waktu kontak pada kornea.Lempeng lembut atau lensa kontak yang
digembungkan dengan atropine, pilokarpin, dan obat-obat mata lainnya
dan telah di uji untuk kerj obat yangdiperpanjang. Dalam sistem
tersebut, dapat dilihat difusi oba-obat yangmempunyai berat molekul
(150 sampai 300g/mol) melalui polimer lembut yang bersifat amorf.
Koefisien difusi untuk sistem seperti itu adalah pada urutan 10-6 cm 2
detik -1untuk lensa kontak lembut yang digembungkan dengan air dan
dapatsrendah 10-8 samapai 10-12 cm 2 detik -1untuk obat- obat yang
berat molekulnya besar dalam polimer nonpolar.
6. Pompa Osmotik Pompa miniosmostik adalah suatu sistem pemompaan
yang dioperasikansecara kimia yang berbentuk sebagai suatu alat
penyampai sediaan untuk implantasi pada hewan percobaan kecil
untuk memperoleh data kinetik,farmakologis, dan toksikologis Selama
penggunaan obat-obat yang menyebabkanketergantungan, hormone,
zat kemoterapi kanker, antigen, dan obat-obat dari tipelainnya. Pompa
miniosmotik, tersedi dalam dua bentuk, suatu sistem denganvolume
internal 20 µl bagi mencit dan suatu alat dengan suatu volume internal
2ml untuk tikus, kelinci, dan binatang-binatang eksperimen yang lebih
besar. Alat200µl didesain untuk menyampaikan 1µl / jam selama satu
minggu atau0,5µL/jam selama 2 minggu, sistem 2ml menyampaikan
isinya selama 1 minggu,2 minggu, atau 4 minggu. Kedua model ini
berdsark prinsip osmosis sepertidibicarkan oleh Theeuwes dan Yum.
7. Sistem Terapeutis GastrointestinalBentuk sediaan lepas terkendali
sudah tersedia dipasaran untuk pemberianobat oral selama lebih dari
25 tahun. Untuk mendapatkan pelepasan kontinu perlahan-lahan yang
mengakibatkan konsentrasi plasma yang seragam selama 6 – 12 jam.,
obat tesebut biasanya diformulasi dalam suatu matriks plastis
yangmelarut atau mengeluarkn obat dari matriks tersebut.
Kapsul,tablet, atau granul bisa dilpis khusus untuk menahan serangan
oleh cairan asa lambung, namun dapatmemecah bentuk sediaan dan
dapat terjadi absorpsi obat dalam usus halus ataudaerah saluran
gastrointestin lainya. Kadang – kadang sulit untuk mengontrol sifat-
sifat fisika kimia dari bentuk sediaan dan berbagai kondisi fisiologis
yang beraneka ragam dalam saluran gastrointestin. Jadi, hasil yang
diinginkan tidak selamanya didapat dengan menggunakan bentuk
pelepasan terkendali dan terjaga.
8. Penerimaan oleh pasien dan Sistem Terapeutis Baru.Dapat diterimnya
obat dengan mudah dan baik oleh pasien merupakansuatu faktor yang
penting dlam terapi obat. Gatley menemukan bahwa sebanyak 67%
pasien yang termasuk dalam pemberian dosis tunggal perhari memakan
obatdengan baik. Akan hal nya pemberian obat 3 X sehari, penerimaan
turun hingga44% dan bgi dosis 4 kali sehari, persentase berkurang jauh
hingga 22%. Jadi pengembangan desain dosis yang terbaru, yang
cenderung untuk membuat sedian-sediaan diberikan sekali sehari atau
sekali seminggu, akan meningkatkancompliance pasien sehingga
meningkatkan keberhasiln terapi.Keuntungan utama bentuk – bentuk
pelepasan yang lebih baru dari obat-obat untuk oral, perkutan,
intrauterine, dan rute pemberian lainnya serta bioabsorpsi merupakan
laju pelepasan orde nol atau laju pelepasan konstan danrelatif tidak ada
iritasi pda tempat pelepasan. Selanjutnya,keadaan fisiologis darisaluran
cerna, saluran vagina, permukaan kulit, mata, mulut, dan daerah-
daerahlalin dengan keadaan mana alat tersebut dihubungkan tidak
ketinggalan untuk mengontrol atau mengubah laju dan jumlah
pelepasan obat. Jika tida, sistem itusendiri deprogram sebelumnya
untuk menyampaikan obat pada kondisi yangdiperintahkan. Prinsip-
prinsip yang mendasari bentuk yang lebih baru inidiselidiki dan
umumnya pendekatan ini dipastikn akan
mengakibatkan perkembangan bentuk sediaan sekarang ini belum
dimengerti. Kebanyakan sistem pengendalian terapeutis yang baru
telah dikemangkan oleh suatu perusahaan, AlzaCorporation, tapi
perusahaan farmasi lain, lembaga-lembaga penelitian dan ahlifarmasi,
kimia serta Insinyur yang mengembangkannya secara individu,
sekarangterlibat dalam perusahaan yang mengembangkan obat baru
tersebut.Ahli farmasi yang mempraktikannya harus menngetahui
faktor-faktor yangumumnya ada pada dasar-dasar farmasi fisik, yang
meliputi desain dan pengerjaan bentuk-bentuk dosis yang bekerja
terkendali. Kemudian ahli farmasi tersebutdapat menginformsikan
dengan lebih baik kepada pasien tentang penggunaan obat baru ini
yang rasional.

Pada pembuatan obat harus diketahui waktu paro suatu obat. Waktu paro suatu
obat dapat memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan
terurainya obat atau kecepatan degradasi kimiawinya. Panas, asam-asam,
alkali-alkali, oksigen, cahaya, danfaktor-faktor lain dapat menyebabkan
rusaknya obat. Mekanisme degradasi dapat disebabkan oleh pecahnya suatu
ikatan, pergantian spesies, atau perpindahan atom-atom dan ion-ion jika dua
molekul bertabrakan dalam tabung reaksi (Moechtar, 1989).

Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan obat, yang pertama adalah
labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu, termasuk struktur kimia
masing-masing bahan dan sifat kimia fisika dari masing-masing bahan. Yang
kedua adalah faktor-faktor luar, seperti suhu, cahaya, kelembaban, dan udara,
yang mampu menginduksi atau mempercepat reaksi degradasi bahan. Skala
kualitas yang penting untuk menilai kestabilan suatu bahan obat adalah
kandungan bahan aktif, keadaan galenik, termasuk sifat yang terlihat secara
sensorik, secara miktobiologis, toksikologis, dan aktivitas terapetis bahan itu
sendiri. Skala perubahan yang diijinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar
dalam farmakope. Kandungan bahan aktif yang bersangkutan secara
internasional ditolerir suatu penurunan sebanyak 10% dari kandungan
sebenarnya (Voight, R., 1994)

Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi setiap orang yang

berkaitan dengan bidang kefarmasian. Beberapa prinsip dan proses laju yang
berkaitan dimasukkan dalam rantai peristiwa ini:

a) Kestabilan dan tak tercampurkan

Proses laju umumnya adalah sesuatu yang menyebabkan ketidakaktifan obat


melalui penguraian obat, atau melalui hilangnya khasiat obat karena
perubahanbentuk fisik dan kima yang kurang diinginkan dari obat
tersebut.

b) Disolusi

Yang perlu diperhatikan dari faktor disolusi adalah kecepatan berubahnya


obat dalam bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molekular.

c) Proses absorpsi, distribusi, dan eliminasi

Beberapa proses ini berkaitan dengan laju absorbs obat ke dalam tubuh, laju
distribusi obat dalam tubuh, dan laju pengeluaran obat setalah proses
ditribusi dengan berbagai faktor, seperti metabolisme, penyimpanan
dalam organ tubuh, dan melalui jalur-jalur pelepasan.

d) Kerja obat pada tingkat molekular obat

Obat dapat dibuat dalam bentuk yang tepat dengan menganggap


timbulnya respon dari obat merupakan suatu proses laju. (Martin,
1990)

3.1 Obat dan bentuk sediaan obat


Untuk menyembuhkan seseorang dari suatu penyakit, suatu terapi dapat
dilakukan dengan atau tanpa menggunakan obat. Terapi dengan menggunakan
obat dikenal sebagai farmakoterapi atau kemoterapi. Keamanan dan khasiat,
serta rasionalitas pemakaian obat menjadi pertimbangan dalam proses suatu
terapi. Namun perlu diketahui bahwa obat tidak hanya digunakan untuk
menyembuhkan (terapi) saja.

Obat merupakan suatu bahan, yang dapat merupakan bahan alam ataupun
sintesis, yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sistem biologis pada tubuh
manusia ataupun hewan, dengan tujuan untuk menyembuhkan,
mengurangi/menghilangkan gejala, mencegah, menegakkan diagnosis,
meningkatkan stamina maupun memperelok badan. Dalam hal ini obat didesain
sebagai suatu sistem yang terintegrasi untuk mencapai tujuan terapi secara
aman, efektif dan efisien.Secara umum, pengertian tentang obat dibedakan
sebagai zat aktif (drug) dan sediaan obat (medicine).

Zat inaktif adalah zat yang tidak memberikan efek secara farmakologis,
namun dapat menunjang kinerja penghantaran zat aktif pada aplikasi. Kinerja
yang dimaksudkan dalam hal ini adalah:

1. Membawa zat aktif ke tempat pelepasan/lokasi aksi,


2. Memodulasi pelepasan zat aktif,
3. Meningkatkan stabilitas dan mempertahankan kualitas.

Zat aktif merupakan zat yang memang terbukti memberikan efek farmakologis
pada tubuh manusia atau hewan dalam dosis tertentu. Zat aktif juga dikenal
sebagai drug, active ingredient, dan active pharmaceutical ingredient (API).
Suatu proses penemuan obat (drug discovery) dilakukan untuk memperoleh
suatu zat aktif yang dibutuhkan, baik dari bahan alam, semisintesis maupun
sintesis penuh. Hal utama yang perlu diperhatikan dalam menemukan suatu
senyawa aktif farmakologis tersebut adalah terbuktinya keamanan dan
khasiatnya. Perlu dipertimbangkan benefit to risk ratio dari senyawa aktif yang
baru tersebut.

Zat aktif sangat beragam dalam memberikan efek farmakologis. Zat aktif yang
poten, hanya dibutuhkan dalam jumlah yang sangat sedikit untuk memberikan
efek farmakologis yang bermakna, tidak jarang hanya berkisar microgram
saja. Untuk membawa sejumlah kecil zat aktif tersebut, maka dibutuhkan
bahan lain yang dapat membawa zat aktif tanpa memberikan efek
farmakologis (inaktif).

 Zat inaktif adalah zat yang tidak memberikan efek secara


farmakologis, namun dapat menunjang kinerja penghantaran zat aktif
pada aplikasi. Kinerja yang dimaksudkan dalam hal ini adalah:
1. Membawa zat aktif ke tempat pelepasan/lokasi aksi,
2. Memodulasi pelepasan zat aktif,
3. Meningkatkan stabilitas dan mempertahankan kualitas.

Zat inaktif juga dikenal sebagai excipients atau inactive ingredients.


Zat aktif dan inaktif yang disatukan dalam suatu kesatuan sistem
dengan desain tertentu, dikenal sebagai bentuk sediaan obat = BSO
(drug dosage form). BSO pada prinsipnya merupakan suatu bentukan
yang membawa zat aktif menuju lokasi terapi atau tempat pelepasan
zat aktif. BSO dikenal dengan pengertian lain sebagai obat (medicine).

Kriteria suatu BSO secara umum adalah:

1. Aman
2. Stabil dalam penyimpanan à menunjukkan kualitas fisik yang baik
selama penyimpanan sesuai dengan batasan kadaluarsanya
3. Dapat bercampur dengan zat aktif, mampu membawa dan
melepaskan zat aktif pada lokasi aksi/tempat pelepasan
4. Mampu melindungi zat aktif dari kemungkinan degradasi
5. Efektif, efisien, ekonomis
6. Dikemas dalam kemasan yang sesuai

Berdasarkan wujudnya, BSO dibedakan sebagai BSO solid, BSO


liquid dan BSO semisolid.

Desain BSO memegang peranan penting terutama agar BSO dapat


mendukung timbulnya efek farmakologis suatu zat aktif secara
repsodusibel dan agar BSO dapat diproduksi dalam industry skala
besar.

Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam desain suatu BSO


antara lain:

1. Tujuan terapi dan kondisi anatomi fisiologi pasien.


2. Sifat fisikokimia zat aktif.
3. Pertimbangan biofarmasetis terkait kapasitas absorpsi untuk
beberapa jenis zat aktif dalam berbagai jenis jalur pemberian obat.
4. Desain kemasan sebagai alat yang mewadahi, memberikan
proteksi, menjaga stabilitas produk, memberikan informasi, dan
mendukung kenyamanan penggunaan obat sehingga meningkatkan
kepatuhan pasien.

BSO merupakan bagian dari suatu sistem penghantaran obat.

Sistem penghantaran obat merupakan suatu sistem atau cara untuk


membawa, menghantarkan dan melepaskan obat pada tempat aksi /
tempat pelepasan dengan aman, efektif dan efisien.
Pengertian “aman” dalam hal ini dimaksudkan bahwa efek obat yang
tidak diinginkan (adverse effect) dapat diminimalkan, dan juga bahwa
zat aktif dilindungi dalam perjalanannya menuju lokasi aksi/pelepasan.
Pengertian “efektif” dalam hal ini terkait dengan khasiat (efficacy) dari
obat tersebut, sedangkan “efisien” terkait dengan perhitungan dosis,
frekuensi penggunaan obat dan lama waktu terapi yang tepat, yang
dapat memberikan imbas pada jumlah beaya terapi yang ditimbulkan.

Hal-hal yang terkait dalam suatu sistem penghantaran obat adalah:

1. BSO (termasuk sifat fisikokimia zat aktif maupun excipient),


2. Jalur pemberian obat,
3. Mekanisme pelepasan zat aktif dari BSO,
4. Pertimbangan bioavailabilitas (bagaimana zat aktif dapat mencapai
sirkulasi sistemik dengan laju dan jumlah yang memadai).

Sistem penghantaran obat didesain sedemikian rupa sehingga


diharapkan mampu melaksanakan fungsinya dengan baik. Sistem ini
dikategorikan sebagai conventional delivery system dan advanced
delivery system. Dalam conventional delivery system, kondisi obat
setelah dilepaskan dari BSO tidak dimonitor, sedangkan dalam
advanced system, pelepasan obat dimanipulasi, dikendalikan bahkan
diarahkan untuk dapat ditargetkan melepaskan zat aktif di dalam sel
(targeting drug delivery à untuk pengobatan dengan menggunakan
cancer chemotherapy).

Efek farmakologis suatu obat yang dikehendaki pada suatu terapi


sebagai akibat berjalannya sistem penghantaran obat, dapat dibedakan
dalam 2 hal, yaitu: efek local (setempat) dan efek sistemik (terabsorpsi
ke- atau langsung melalui peredaran darah, terdistribusi ke seluruh
bagian tubuh). Efek local dapat dicapai terutama dengan jalur
pemberian topical (diaplikasikan pada permukaan kulit dan atau
selaput mukosa) dan jalur parenteral khusus (sub plantar / ginggival à
selama tidak terabsorpsi masuk ke pembuluh darah), sedangkan efek
sistemik dapat dicapai terutama dengan jalur oral (telan à zat aktif
terabsorpsi melalui membrane dinding usus), parenteral (intravascular
atau ekstravaskular) atau transdermal

Pada prinsipnya pembeda dari efek local ataupun sistemik adalah


apakah zat aktif tersebut diarahkan menuju ke pembuluh darah atau
tidak. Selama obat tersebut tidak diberikan secara intra vascular
(langsung ke sirkulasi sistemik via pembuluh darah) atau terabsorpsi
melewati pembuluh darah, maka efek yang timbul adalah efek local.

1.4 BENTUK SEDIAAN SOLID

Bentuk sediaan solid merupakan BSO yang memiliki wujud padat, kering,
mengandung satu atau lebih zat aktif yang tercampur homogen.

Bentuk sediaan solid memiliki suatu keunggulan jika dibandingkan dengan


bentuk sediaan liquid, yaitu bahwa dengan keringnya bentuk sediaan tersebut,
maka bentuk sediaan tersebut lebih menjamin stabilitas kimia zat aktif di
dalamnya, sedangkan kelemahan dari bentuk sediaan ini adalah: pada
penggunaan oral (telan), pemberian bentuk sediaan ini pada beberapa pasien
terasa cukup menyulitkan, perlu disertai dengan cairan untuk dapat ditelan
dengan baik.

Jika dibandingkan dengan bentuk sediaan semisolid, dalam pemakaian topical,


maka bentuk sediaan solid ini memiliki keunggulan bahwa pemberiannya
cukup ditaburkan pada kulit dengan area permukaan yang luas, sedangkan
kelemahannya adalah bahwa serbuk lebih cepat hilang dari permukaan kulit /
waktu tinggal pada permukaan kulit tidak lama.

Banyak ragam bentuk sediaan solid dalam dunia kefarmasian, antara lain:
serbuk, tablet, kapsul, pil, suppositoria.

A. SERBUK

Serbuk, dalam dunia kefarmasian, ada yang berfungsi langsung sebagai bentuk
sediaan, ada yang berfungsi sebagai bahan penolong bagi bentuk sediaan yang
lain.

Yang berfungsi langsung sebaga bentuk sediaan, lebih dikenal dengan istilah
sediaan serbuk. Sediaan serbuk ini dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Pulveres / puyer à serbuk terbagi

Pulveres biasa diberikan dalam suatu resep racikan. Pulveres merupakan


sediaan padat yang berbentuk serbuk, yang dikemas dalam beberapa bungkus
kertas perkamen, sesuai dengan jumlah yang tertulis pada resep, biasa
digunakan untuk pemakaian oral. Dengan pulveres, dokter dapat lebih leluasa
menentukan jenis dan dosis obat yang dicampurkan. Suatu tanggungjawab
bagi apoteker untuk memastikan bahwa campuran tersebut tidak menunjukkan
inkompatibilitas (ke-tak tercampur-an) yang merugikan. Apoteker dapat
menambahkan bahan inaktif sebagai pengisi atau penyamar rasa pahit, seperti
misalnya amylum, saccharum lactis/lactose, atau saccharum album (gula
halus). Namun, yang perlu diperhatikan adalah sifat higroskopisitas dari
saccharum album, mengingat syarat / kriteria sediaan pulveres adalah : aman,
kering, homogen, halus dan mudah mengalir (free flowing).
Resep pulveres dapat dituliskan dalam 2 cara:

a. Dengan penambahan “dtd” pada permintaan pembuatan sediaan

Contoh:

R/ A 40 mg

B 50 mg

Sacch.lact q.s

m.f. pulv dtd No XII

“dtd” merupakan singkatan dari pernyataan da tales doses yang berarti berikan
sesuai dengan takarannya.

Dengan demikian, berarti tiap bungkusnya terkandung 40mg A dan 50 mg B

b. Tanpa penambahan “dtd” pada permintaan pembuatan sediaan

Contoh:

R/ A 500 mg

B 100 mg

Sacch.lact q.s

m.f. pulv No XII

Dengan pemberian ini maka 500 mg A dan 100 mg B dicampur homogen


bersama Sacch lactis secukupnya untuk kemudian dibagi sejumlah bungkus
yang diminta dalam resep.

Untuk mendapatkan suatu sediaan pulveres yang homogen, maka


pencampuran perlu dilakukan dalam mortar dan menggunakan stamper untuk
menggilas dan mencampur, terlebih-lebih apabila zat aktif tersebut ada dalam
tablet-tablet trituratio.

Untuk memudahkan pemberian kepada pasien, pulveres dapat dicampurkan


pada makanan atau sedikit air yang berasa manis (madu, sirup).

2. Pulvis à serbuk tidak terbagi

Pulvis merupakan sediaan serbuk tidak terbagi, yang biasanya dimaksudkan


untuk pemakaian luar / ditaburkan (pulvis adspersorius=serbuk tabur).

Dalam suatu peresepan, hal utama yang dapat dijadikan ciri untuk
membedakan apakah resep tersebut untuk pulveres atau pulvis adalah pada
ada tidaknya “No.“(numero) pada permintaan pembuatan sediaan.

Kriteria dari serbuk tabur (pemberian topical) ini antara lain:

a. Aman à tidak iritatif, tidak allergenic, tidak komedogenic/acnegenik


b. Homogen
c. Kerin
d. Halus (diayak dengan ayakan nomor 100)
e. Kering (tidak lembab/basah)
f. Melekat pada kulit dengan baik

Salah satu metode pencampuran yang dilakukan dalam skala peracikan untuk
pulvis adalah geometric dilution. Pada metode ini, bahan yang akan
dicampurkan diambil sama banyak dengan yang telah berada di mortar,
dicampur homogeny, demikian seterusnya sampai semua bahan dipindahkan
kedalam mortar.
Untuk keperluan menunjang pembuatan bentuk sediaan yang lain, serbuk
dikategorikan menjadi beberapa tingkat sesuai dengan ukuran serbuknya mulai
10 mm – 1 micron1

Ukuran serbuk dinyatakan dengan bilangan yang biasanya diikuti dengan


“mesh”. Mesh merupakan ukuran pengayak dalam artian bahwa ukuran 100
mesh menunjukkan bahwa dalam 1 inchi (2,54 cm) panjang kawat pengayak
melintang memuat lobang ayakan sebanyak 100 buah.

Untuk serbuk dengan 2 bilangan ukuran (misal 40/60) maka diartikan bahwa
serbuk tersebut dapat melewati pengayak nomor 40 dan tidak lebih dari 40%
melewati pengayak nomor 60 2.

Dalam dunia kefarmasian dikenal pula serbuk yang bersifat higroskopis,


deliquescent dan serbuk efflorescent. Serbuk higroskopis merupakan serbuk
yang mampu menangkap uap air di lingkungan, sehingga serbuk menjadi
basah. Serbuk yang bersifat deliquescent adalah seperti serbuk higroskopis
namun kemampuan menyerap airnya sangat tinggi, sehingga sejumlah air yang
ditangkap justru melarutka serbuk tersebut. Serbuk efflorescent merupakan
serbuk dari senyawa yang memiliki air kristal, yang pada kondisi kelembaban
lingkungan yang rendah justru dapat melepaskan air kristal dari strukturnya,
sehingga serbuk menjadi basah 3.

Arti penting memahami sifat-sifat serbuk ini adalah apabila sekiranya kita
meracik suatu sediaan serbuk, kita harus pastikan sifat-sifat bahan yang kita
racik, karena jika bahan-bahan tersebut memiliki sifat seperti di atas, maka
dapat dipastikan kualitas sediaan kita kurang dapat terjaga dalam
penyimpanan.

TABLET

Tablet merupakan sediaan padat yang kompak, mengandung satu atau lebih
zat aktif, mempunyai bentuk tertentu, biasanya pipih bundar, yang dibuat
melalui proses pengempaan atau pencetakan. Kaplet merupakan modifikasi
bentuk dari tablet yaitu tablet yang berbentuk kapsular.

Menurut mekanisme disintegrasi (penghancuran) sediaan/pelepasan zat aktif,


maka tablet dapat dibedakan menjadi:

1. Fast disintegrating tablet

Tablet jenis ini mengalami disintegrasi dan pelepasan zat aktif yang sangat
cepat saat bersentuhan dengan cairan (saliva, jika diletakkan di atas lidah).
Tablet ini didesain untuk mengakomodasi pasien-pasien geriatric yang
mengalami kesulitan dalam menelan tablet biasa (immediate released
tablet).Biasa didesain dalam ukuran yang cukup kecil.

2. Chewable tablet (tablet kunyah)

Tablet ini dimaksudkan untuk dikunyah terlebih dulu sebelum ditelan, untuk
membantu mempercepat proses disintegrasi dalam lambung. Biasanya tablet
ini mengandung zat aktif dan atau eksipien dalam jumlah besar sehingga tablet
ini bervolume besar, sehingga tidak memungkinkan untuk ditelan langsung
tanpa dikunyah terlebih dulu. Tablet dipastikan tidak memiliki kekerasan yang
terlalu tinggi untuk memfasilitasi proses penguyahan dengan mudah. Contoh :
tablet antasida

3. Troches/Lozenges (tablet hisap)

Tablet ini dimaksudkan untuk terdisintegrasi pelan-pelan sehingga bertahan


lama dalam rongga mulut, sebagaimana halnya gula-gula. Contoh: tablet hisap
Vitamin C

4. Immediate released tablet

Tablet ini dimaksudkan untuk langsung ditelan dengan bantuan cairan atau
makanan. Tablet ini akan terdisintegrasi dalam lambung selama kurang dari 15
menit untuk dapat segera melepaskan zat aktifnya.
5. Sustained released tablet

Tablet ini juga dimaksudkan untuk lansung ditelan, namun diforumulasikan


sedemikian rupa sehingga dapat terdisintegrasi secara perlahan pada lambung
dan usus, sehingga dapat melepaskan zat aktif secara bertahap dalam waktu
yang cukup lama. Tablet ini dimaksudkan untuk memfasilitasi pengurangan
frekuensi minum obat dari pasien. Hal ini akan sangat membantu treutama
bagi pasien geriatric.

6. Delayed release tablet

Tablet ini juga langsung ditelan, namun didesain untuk memberikan pelepasan
zat aktif yang tertunda, contoh: enteric coated tablet dan pulsatile released
tablet

7. Dispersed tablets

Tablet ini dimaksudkan untuk didispersikan terlebih dulu dalam sejumlah


cairan, sebelum ditelan. Maksud didispersikan terlebih dulu adalah untuk lebih
memfasilitasi proses disintegrasi dan distribusi zat aktif terlarut dalam cairan
lambung maupun usus.

8. Effervescent tablets

Disintegrasi tablet ini difasilitasi oleh reaksi saturasi (pendesakan oleh gas
CO2 yang terjadi dari reaksi asam lemah (asam sitrat/asam tartrat/asam
fumarat) dan garam berkarbonat (NaHCO3/Na2CO3) yang ada dalam tablet,
saat bersentuhan dengan air). Untuk itu, effervescent tablet tidak boleh
langsung ditelan, namun harus di larutkan dulu dalam segelas air dingin. Gas
CO2 yang masih ada dalam larutan tersebut dapat berfungsi sebagai penyegar
(sebagaimana CO2 dalam soft drink) dan dapat menyamarkan rasa pahit,
sehingga effervescent tablet ini biasa digunakan untuk minuman tonik yang
mengandung vitamin atau suplemen makanan yang larut air

Menurut lokasi pelepasan zat aktif , tablet dapat dibedakan menjadi:

1. Tablet oral

Tablet oral adalah tablet yang dimaksudkan untuk ditelan, sehingga tablet akan
terdisintegrasi dalam saluran cerna

2. Tablet buccal

Tablet ini diletakkan pada rongga mulut, antara gusi dan mukosa pipi
(diaplikasikan secara topical pada selaput mukosa mulut) untuk mendapatkan
onset yang cukup cepat dan mengingat bahwa zat aktif mudah terdegradasi
oleh asam lambung

3. Tablet sublingual

Tablet ini diletakkan di bawah lidah secara topical, dengan maksud yang sama
dengan aplikasi tablet buccal. Namun mengingat struktur sel yang lebih
renggang, maka absorpsi obat pada sublingual relative lebih cepat daripada di
daerah buccal, sehingga onset diperkirakan dapat lebih cepat. Kelemahan dari
penempatan di bawah lidah ini adalah kondisi anatomis bawah lidah yang
dapat mengakibatkan resiko cepat hilangnya zat aktif sebagai akibat sekeresi
dan mobilisasi saliva.

Berdasar keberadaan salut, tablet dapat dibedakan menjadi:

1. Tablet tak bersalut (uncoated tablets)

Tablet ini tidak ada penyalutan sama sekali, sehingga hanya mengandalkan
kelicinan permukaan tablet hasil pengempaan. Jika zat aktif mudah larut air
dan berasa pahit, jika tablet kontak dengan saliva, rasa pahit tidak akan bisa
ditutupi. Hal ini menjadi tidak akomodatif untuk anak-anak.

2. Tablet bersalut gula (sugar coated tablets = dragee)

Dari istilahnya, dapat diketahui bahwa tablet tersebut disalut dengan gula
dengan desain dan proses penyalutan tertentu. Tujuan penyalutan gula lebih
pada untuk menyamarkan rasa dan bau, melindungi terhadap radiasi UV
matahari (yang dapat memberikan reaksi degrdasi pada zat aktif yang peka),
selain memberikan rasa manis dan warna yang menarik yang membantu
proses pemberian obat, terutama untuk anak-anak. Mengingat penyalutan
dilakukan berkali-kali, maka tablet salut gula terlihat bervolume sedikit lebih
besar, sebagai akibat tebalnya penyalutan gula tersebut. Hal yang perlu
diperhatikan adalah bahwa tablet salut gula tidak sesuai jika diberikan kepada
pasien yang menderita diabetes maupun pada pasien yang melakukan diet
rendah gula. Selain itu sifat hiroskopisitas dari gula perlu dipertimbangkan
terutama dalam mendesain kemasan maupun memberikan instruksi
penyimpanan, agar terhindar dari lembab.

3. Tablet bersalut film (film coated tablets)

Saat ini mulai dikembangkan tablet bersalut film sebagai komplemen dari
salut gula. Film penyalut terbuat dari polymer yang aman dimakan (edible),
namun tidak berasa. Penyalutan dengan film menghasilkan tablet yang
mengkilap, licin, namun masih menunjukkan bentuk dan warna asli dari tablet
inti. Karena penyalutan tidak perlu berkali-kali, maka volume tablet salut film
tidak berbeda jauh dari tablet intinya. Tablet (atau kaplet) salut inti sesuai
diberikan untuk pasien diabetes maupun pasien dengan diet rendah gula. Jika
salut film transparan, maka penyalutan tidak dapat menghindarkan tablet dari
paparan UV matahari.

4. Tablet bersalut enterik (enteric coated tablets)


Tablet ini dimaksudkan untuk mengalami pelepasan zat aktif yang tertunda.
Zat aktif pada dasarnya tidak boleh terlepas pada saat tablet berada di
lambung, karena kemungkinan bahwa zat aktif tersebut mudah rusak oleh
asam lambung atau memberikan efek iritasi yang tidak dikehendaki pada
lambung. Salut enteric ini dibuat sedemikian rupa sehingga salut tersebut
tahan terhadap pH asam (di lambung), namun akan rusak terhadap pH basa (di
usus). Mengingat konsep ini, maka jika pasien akan mengkonsumsi tablet jenis
ini, perlu dipastikan bahwa pasien tersebut tidak mengkonsumsi tablet ini
bersamaan dengan makanan/minuman yang bersifat basa.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, III, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.

Martin. A, 1993, Farmasi Fisika, Edisi III, Jilid II, Indonesia University Press.

Moechtar, 1989, Farmasi Fisika : Bagian Larutan dan Sistem Dispersi,


Gadjah Mada University Press, Jogjakarta.

Voight, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada


University Press,

You might also like