You are on page 1of 13

Fraktur terbuka tibia dextra

Agnes

102013068

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510, Tlp : 5666952

agnes.zhanggg@gmail.com

Pendahuluan

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang
patah dapat berupa trauma langsung, Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma,
kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat
menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang
terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenaisendi dapat menyebabkan patah tulang
disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi, sedangkan trauma tumpul dapat
menyebabkan fraktur tertutup yaitu apabila tidak ada luka yang menghubungkan fraktur
dengan udara luar atau permukaan kulit.1
Tendensi untuk terjadinya fraktur tibia terdapat pada pasien-pasien usia lanjut yang
terjatuh, dan pada populasi ini sering ditemukan fraktur tipe III, fraktur terbuka dengan
fraktur kominutif. Pada pasien-pasien usia muda, mekanisme trauma yang paling sering
adalah kecelakaan kendaraan bermotor. Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki
daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan
olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada Usia lanjut prevalensi cenderung lebih
banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan
perubahan hormon. Di Amerika Serikat, insidens tahunan fraktur terbuka tulang panjang
diperkirakan 11 per 100.000 orang, dengan 40% terjadi di ekstremitas bawah. Fraktur
ekstremitas bawah yang paling umum terjadi pada diafisis tibia.2

1
Kasus 6

Seorang laki-laki berusia 30 tahun dibawa ke UGD RS dengan keluhan luka terbuka
pada kaki kananya setelah mengalami kecelakaan sepeda motor 1 jam yang lalu. Menurut
warga, saat sedang mengendarai sepeda motornya, pasien tersebut ditabrak oleh mobil yang
melaju dari arah kanan, lalu pasien terlempar dari sepeda motornya dan sempat terguling
beberapa meter. Saat mengendarai sepeda motornya, pasien menggunakan helm.

Rumusan Masalah

Seorang laki-laki 30 tahun dengan keluhan luka terbuka pada kaki kanannya setelah
mengalami kecelakaan.

Anamnesis

 Identitas
Saat bertemu dengan pasien, yang pertama harus dilakukan adalah
menanyakan tentang identitas pasien tersebut. Hal yang harus ditanyakan adalah
nama, tempat lahir, tanggal lahir, pekerjaan, alamat, dll. 3

 Keluhan Utama
Anamnesis keluhan utama merupakan bagian terpenting dalam anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Melalui anamnesis keluhan utama, akan didapatkan diagnosis
banding yang digunakan untuk mendapatkan diagnosis kerja. Anamnesis keluhan
utama sebaiknya memberikan waktu yang cukup, sehingga pasien dapat menjabarkan
tentang keluhan yang dirasakan. Terdapat berbagai macam pertanyaan yang dapat
ditanyakan untuk memulai anamnesis keluhan utama seperti :
 Apa yang membuat anda datang menemui saya hari ini ?
 Apa masalah anda ?3

 Riwayat Penyakit Sekarang


Pada tahap ini, pasien diminta untuk menjelaskan tentang perjalanan penyakit
yang dirasakannya.3 Pada skenario, tuan tersebut mengalami kecelakaan yang disertai
fraktur terbuka lalu tidak disertai demam maupun penurunan berat badan.

 Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit keluarga sangat dibutuhkan karena banyak penyakit yang
disebabkan oleh genetik dan penyakit yang dapat diturunkan kepada anak. Hal yang
harus ditanyakan seperti apakah orang tua masi hidup? Bila tidak, pada usia berapa

2
meninggal dan mengapa meninggal? Apakah dalam keluarga terdapat saudara yang
menderita penyakit yang seperti anda alami? Hal tersebut dapat membantu dalam
menegakan diagnosis kerja.3

 Riwayat Penyakit Dahulu


Pada tahap ini, pasien harus menceritakan tentang perjalan penyakit yang
pernah dialami selama hidupnya.3

 Riwayat Sosial
Pada anamnesis riwayat sosial, hal yang perlu ditanakan seperti bagaimana
pekerjaan pasien, tinggal dengan siapa, seperti apa lingkungan tempat tinggal pasien,
dan bagaimana pola hidup pasien. Riwayat sosial sangat penting, karena mengingat
banyak penyakit yang dapati disebabkan oleh pola hidup yang kurang baik.3

Pemeriksaan Fisik

 TTV (Darah, Nadi, Frekuensi Nafas, Suhu Tubuh)


Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah normal : 120/80
Frekuensi nafas : ±20x/menit
Tampak sakit sedang

 Inspeksi (look)

Seluruh pakaian yang melekat pada ekstremitas pasien harus dilepaskan dari tungkai.
Gambaran dari ekstremitas tersebut harus dicatat adalah:
A. adanya luka terbuka region cruris dextra tengah ukuran 10x2
B. tampak jembatan jaringan
C. terlihat tonjolan fragmen tulang
D. tepi luka tidak rata dengan sudut tumpul
E. peradangan tidak tampak aktif

 Palpasi (Feel)

Merasakan adanya nyeri tekan atau tidak, namun selain di tempat trauma
(selain pemeriksaan nyeri sumbu) karena kalau tidak akan menambah trauma.
Merasakan adanya kalor atau tidak sebagai salah satu gejala inflamasi.
A. Vaskularisasi A. poplitea terasa pulsasi
B. Sensitibilitas positif
C. Teraba deformitas

 Movement

3
Menguji kemampuan gerak ekstremitas dengan tes gerak sendi normal. Pada
ekstremitas normal, tidak akan menemukan kesulitan untuk melakukannya.
Perhatikan adanya krepitasi atau tidak, nyeri saat digerakkan, serta seberapa jauh
gangguan-gangguan fungsi gerak yang ditimbulkan oleh fraktur (range of motion)
serta kekuatan ekstremitas sendiri. pada kasus ini didapati: Terdapat keterbatasan
ROM (range of movement) di kaki kanan.

Pemeriksaan Penunjang.4

Pemeriksaan penunjang merupakan pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium


untuk mendapatkan gambaran penyakit secara dini dan mencakup antara lain:
 Pemeriksaan darah rutin(Hemoglobin,Leukosit,Hematokrit,Thrombosit)
 Pemeriksaan gula darah sewaktu.
 Golongan darah pasien.

Tabel 1: Pemeriksaan laboratorium berdasarkan kasus

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi


Hb (Hemoglobin) 11 g/dL (Untuk lelaki Hb normal
dewasa) 13-18 g/
dL
Ht (Hematokrit) 34% (Untuk lelaki Ht menurun
dewasa) 37-49%
Leukosit 9000/ mm3 5000-10.000 / mm3 Normal

Trombosit 200.000 / mm3 140.000-400.000 / Normal


mm3
Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan X-Ray mengikut Rules of Two:

 2 posisi (Antero posterior dan Lateral)


 2 Sendi( Sendi atas& bawah tulang yang patah)
 2 Ekstremitas (kanan & kiri)- Anak-anak

4
Gambar 1: Radiologi foto cruris dextra AP lateral.5

Pemeriksaan penunjang yang lain ialah MRI dan CT scan. MRI jarang dipakai untuk
deteksi awal penyakit tetapi sangat berguna menunjukkan kondisi penyakit karena ia
memperlihatkan jaringan lunak di sekitar sendi.

Working Diagnosis

Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien yang mengalami kecelakaan
tersebut adalah fraktur terbuka derajat III pada Regio Cruris dextra 1/3 medial bagian ventral.

Etiologi.6

Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera(trauma), seperti kecelakan
mobil, olah raga atau karena jatuh. Patah tulang terjadi jika tenaga yang melawan tulang lebih
besar daripada kekuatan tulang. Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba –
tiba dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau
terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan. Jenis dan beratnya patah tulang
dipengaruhi oleh:

 Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang.


 Usia penderita
 Kelenturan tulang
 Jenis tulang.

Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan
jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya sedangkanpenghancuran kemungkinan
akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.

5
Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang
jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu jadi kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur
mungkin tidak ada.

Tekanan yang berulang-ulang atau trauma ringan(fraktur kelelahan) pada tulang


menyebabkan tulang menjadi retak, seperti halnya pada logam dan benda lain, akibat tekanan
berulang-ulang.

Kelemahan abnormal pada tulang (Fraktur patologik) Fraktur dapat terjadi oleh
tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu
sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget ). Dengan tenaga yang sangat ringan, tulang yang
rapuh karena kelainan seperti osteoporosis,osteomyelitis atau tumor seperti Ewing’s sarcoma
atau metastase myeloma bisa mengalami patah tulang.

Berdasarkan kasus,fraktur terjadi karena kecelakaan sepeda motor sehingga pasien


tidak dapat berjalan atau berdiri.

Patofisiologi

Mekanisme Trauma:

Trauma yang dapat menyebabkan patah tulang dapat berupa trauma


langsung,misalnya benturan pada tungkai bawah menyebabkan patahnya tulang tibia dan
dapat juga berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang
menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah. Akibat trauma pada tulang tergantung
pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul
yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang(fraktur
terbuka).

 Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum
tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut Terjadi perdarahan, kerusakan
tulang dan jaringan sekitarnya.
 Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanalis medullaris antara tepi tulang
dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon
inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik yang ditandai: vasodilatasi dari plasma
dan leukosit.
 Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk
memperbaiki cedera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang.

6
 Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum
tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut
masuk ke dalam pembuluh darah yang mensuplai darah pada organ-organ yang lain.
 Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan
kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskemia dan menyebabkan
protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya
edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung saraf, yang bila berlangsung lama
bisa menyebabkan Compartment Syndrome.
 Tulang yang mengalami fraktur,jaringan lunak di sekitarnya mengalami
kerusakan,periostium terpisah dari tulang,terjadi pendarahan dan membentuk bekuan
darah sehingga terbentuk jaringan granulasi,sel osteogenik berdiferensiasi menjadi
kondroblas dan osteoblas. Terjadi pembentukan kalus di sekitar lokasi fraktur dan
kembali membentuk tulang yang intak.

Jenis- jenis fraktur berdasarkan penyebabnya :

a. Fraktur transversal, jenis ini meliputi patah yang melintangi tulang. Biasanya
disebabkan hantaman keras, dan sering terjadi pada lengan dan kaki.
b. Fraktur spiral, jenis ini merupakan patah yang disebabkan gerakan memutir secara
tiba-tiba. Biasanya terjadi pada tulang lengan atau kaki.
c. Greenstick, patah tulang jenis ini di mana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya
bengkok. Fraktur greenstick terjadi pada anak-anak, karena tulang mereka lebih lentur
dari tulang orang dewasa.
d. Fraktur kominutif (patah remuk), dalam patah tulang jenis ini, ada bagian tulang yang
pecah. Pecahannya biasa menyebabkan kerusakan jaringan disekitarnya. Fraktur ini
disebabkan oleh pukulan langsung atau tubrukan.
e. Fraktur kompresi/impresi, patah tulang jenis ini, satu area tulang melekuk ke dalam.
Fraktur impresi paling sering timbul pada tulang tengkorak pada tulang keras.

7
Gambar 2: Jenis Fraktur Tulang.7

Gejala Fraktur Tulang:

 Nyeri: Dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme
otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
 Bengkak/oedema: Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang
terlokalisir pada daerah fraktur dan daerah di jaringan sekitarnya.

 Memar : Disebabkan karena pendarahan dibawah kulit.

 Spasme Otot: Kontraksi otot involunter yang terjadi di sekitar fraktur.

 Penurunan sensasi: Akibat kerusakan saraf, terkenanya saraf karena oedema.

 Gangguan fungsi: Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur,nyeri atau


spasme otot paralysis.
 Mobilitas abnormal: Kebanyakannya terjadi pada fraktur tulang panjang.
 Krepitasi: Rasa gemertak yang terjadi jika bagian-bagian tulang digerakkan.
 Deformitas: Abnormalitas dari tulang hasil trauma dan pergerakan otot yang
mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal.
 Shock hipovolemik: Terjadi sebagai kompensasi jika terjadi pendarahan hebat.

Derajat fraktur :

- Tipe I: lukanya bersih dan panjangnya kurang dari 1 cm.


- Tipe II: panjang luka 1-10 cm lebih kotor dengan kerusakan jaringan otot.
- Tipe IIIa: lebih dari 10 cm disertai tulang komunitif, kerusakan otot dan kulit bisa
menutupi luka.
- Tipe IIIb: derajat IIIa disertai skin loss
- Tipe IIIc: terdapat lesi neuro vascular.
Penatalaksanaan

Secara umum prinsip pengobatan fraktur ada 4:


1. Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur.
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan: Lokalisasi fraktur, Bentuk fraktur, Menentukan teknik yang sesuai
untuk pengobatan dan Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengobatan.
8
2. Reduction
Reduksi fraktur apabila perlu Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk
mendapatkan posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan
reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah
komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian
hari. Posisi yang baik adalah :
- alignment yang sempurna
- aposisi yang sempurna
3. Retention; imobilisasi fraktur.
4. Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal.

Medikamentosa
Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera.
Tindakan harus sudah dimulai dari fase pra rumah sakit:
 Pembidaian
 Menghentikan perdarahan dengan perban tekan
 Menghentikan perdarahan dengan perban klem.
Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari fraktur
terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu didahulukan dalam
kerangka kerja terpadu. Tindakan terhadap fraktur terbuka:
1. Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta pembidaian anggota
gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan.
2. Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta tindakan reposisi
terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam waktu kurang dari 6 jam (golden
period 4 jam)
3. Penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin.
Tindakan reposisi terbuka:
1. Pemasangan torniquet di kamar operasi dalam pembiusan yang baik.
2. Ambil swab untuk pemeriksaan mikroorganisme dan kultur/ sensitifity test.
3. Dalam keadaan narkose, seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10 menit dan dicukur.
4. Luka diirigasi dengan cairan Naci steril atau air matang 5-10 liter. Luka derajat 3
harus disemprot hingga bebas dari kontaminasi.
5. Tutup luka dengan doek steril.
6. Ahli bedah cuci tangan dan seterusnya.
7. Desinfeksi anggota gerak.
8. Drapping

9
9. Debridement luka (semua kotoran dan jaringan nekrosis kecuali neirovascular vital
termasuk fragmen tulang lepas dan kecil) dan diikuti reposisi terbuka, kalau perlu
perpanjang luka dan membuat incisi baru untuk reposisi tebuka dengan baik.
10. Fiksasi:
a. Fiksasi interna untuk fraktur yang sudah dipertahankan reposisinya (unstable
fracture) minimal dengan Kischner wire.
b. Intra medular nailing atau plate screw sesuai dengan indikasinya seperti pada
operasi elektif, terutama yang dapat dilakukan dalam masa golden period untuk
fraktur terbuka grade 1-2.
c. Tes stabilitas pada tiap tindakan. Apabila fiksasi interna tidak memadai (karena
sifatnya hanya adaptasi) buat fiksasi luar (dengan gips spalk atau sirkular)
d. Setiap luka yang tidak bisa dijahit, karena akan menimbulkan ketegangan, biarkan
terbuka dan luka ditutup dengan dressing biasa atau dibuat sayatan kontra lateral.
Untuk grade 3 kalau perlu: Pasang fikasasi externa dengan fixator externa
(pin/screw dengan K nail/wire dan acrylic cement). Usahakan agar alignment dan
panjang anggota gerak sebaik-baiknya. Apabila hanya dipasang gips, pasanglah
gips sirkuler dan kemudian gips dibelah langsung (split) setelah selesai operasi.
e. Buat x-ray setelah tindakan.

Non Medika Mentosa


a. Terapi latihan: Terapi latihan merupakan jenis terapi yang didalam pelaksanaannya
menggunakan latihan-latihan tubuh, baik secara pasif maupun aktif (Kisher, 1996).
Appley (1995) berpendapat bahwa penanganan pasca operasi dengan mobilisasi sedini
mungkin betujuan untuk mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional serta
memperbaiki fungsi tubuh.
Modalitas fisioterapi yang digunakan dalam kasus ini adalah terapi latihan berupa:
1. Passive movement/ gerakan pasif
Pasive movement adalah suatu latihan yang dilakukan dengan gerakan yang
dihasilkan oleh kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot pasien. Teknik yang
digunakan adalah relaxed passive movement , yaitu pemberian gerak pasif sampai batas
nyeri pasien tanpa pemberian kekuatan tambahan dari terapis. Menurut Gartland relaxed
passive movement bermanfaat untuk mempertahankan LGS dan mencegah kontraktur
otot.
2. Active movement/ gerakan aktif
Active movement adalah gerakan yang timbul dari kontraksi otot pasien sendiri secara
volunteer atau sadar. Dengan gerakan aktif akan menimbulkan kontraksi otot,

10
meningkatkan sirkulasi darah dan nutrisi ke jaringan lunak di sekitar fraktur termasuk
fraktur itu sendiri sehingga proses penyambungan tulang akan berlangsung lebih baik.

b. Transver dan ambulasi:


Salah satu prinsip penanganan pasca operasi yaitu mobilisasi dini mungkin untuk
mencegah komplikasi tirah baring lama. Latihan transfer dilakukan bertahap yaitu mulai
dari tidur terlentang lalu duduk long sitting dengan bantuan tumpuan pada kedua elbow
saat bangun kemudian kedua lengan lirus kebelakang menyangga tubuh setelah itu
lakukan bridging untuk menggeser keduduk ongkang-ongkang dengan kedua tungkai
digeser menuju ketepi bed dan menggantung dapat juga tungkai yang sakit dibabtu oleh
terapis lau gerakan badan maju hingga kaki yang sehat menyentuh lantai dan kaki yang
sakit menggantung dan lakukan latihan berdiri dengan kruk disertai latihan keseimbangan
memberikan dorongan kesamping kanan kiri dan kedepan belakang juga kaki yang sakit
diayun ayunkan dengan posisi menggantung. Latihan jalan dengan kruk dapat diberikan
jika pasien telah mampu dan keseimbangan telah membaik dengan metode Non Weight
Bearing (NWB), dengan cara pasien latihan jalan dengan kedua tangan menumpu pada
kruk dan dimulai dari kruk kaki yang sehat sedang kaki yang sakit digantung.

c. Edukasi:

1) Agar melakukannya sendiri dalam bentuk beraktif pada otot-otot yang tidak
mengalami kelemahan dan latihan gerak pasif dengan bantuan keluarga, pada otot
yang mengalami kelemahan seperti yang telah dianjurkan terapi.

2) Memberikan motivasi pada pasien dan keluarga pasien supaya rajin berlatih sesuai
program yang diberikan terapis.

3) Disarankan untuk tidak melakukan aktivitas berat dulu, yang menumpu pada kaki
terlalu lama terutama kaki yang sakit jangan menumpu dahulu, jika jalan diusahakan
jangan ada trap-trapan dan jangan ditempat yang licin.

4) Pada saat jalan dengan kruk, hendaknya tungkai yang sakit digantung (NWB) selama
sekitar 4-5 minggu atau dapat dilihat hasil foto ronsen apakah sudah terjadi
penyambungan tulang yang patah/fraktur atau tulang sudah cukup kuat untuk

11
menyangga berat tubuh, kemudian setelah itu dapat dilanjutkan dengan
metode Partial Weight Bearing (PWB) yaitu kaki yang sakit menumpu tapi tidak
penuh melainkan sebagian. Setelah menapak penuh dan dipastikan tulang tersebut
sudah benar-benar kuat kemudian diteruskan dengan Full Weight Bearing(FWB).
Diharapkan keluarga membantu memberi suport agar semangat dalam berlatih.

Komplikasi umum post operasi. 8


Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupainternal fiksasi
yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi karenaluka yang tidak steril.
Delayed union
Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulangtetapi
terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinyaperedaran darah ke
fragmen.
Non union
Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5bulan mungkin
disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum danpergerakan pada tempat fraktur .
Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanyadefisiensi suplay
darah. Mal union
Terjadi penyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak benarseperti adanya
angulasi, pemendekan, deformitas atau kecacatan.
Komplikasi yang berhubungan dengan tindakan operasi yaitu kerusakan jaringan dan
pembuluh darah pada daerah yang dioperasi karena incisi. Pada lukaoperasi yang tidak steril
akan terjadi infeksi yang dapat menyebabkan prosespenyambungan tulang dan penyembuhan
tulang terlambat.
Prognosis

Bila diterapi dengan baik dan benar, maka prognosis dari penyakit ini adalah baik atau
sembuh sempurna atau bonam.

Kesimpulan

Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya yang disebabkan oleh trauma langsung maupun tak
langsung. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang diketahui pasien
mengalami luka terbuka pada regio kruris dekstra 1/3 tengah bagian ventral dapat di lakukan
penanganan dengan tindakan pemberian antibiotic, debridement, pemasangan nail plate
maupun fisioterapi penting bagi proses penyembuhan pasien.

12
Daftar Pustaka

1. Torsten B, Moeller MD, Emil RMD.Pocket atlas of radiographic anatomy. 2 nd ed.


Thieme. New York; 2000.p.164-7.
2. Arthur CG, John EH. Textbook of medical physiology. 11th ed. Elsevier Inc.
Philadelphia; 2006.p.982-3.
3. Gleadle J. At a glance anamnesis. Jakarta: Erlangga; 2005.

4. Bickley L.S. Anamnesis. Bates’ Guide to physical examination and history taking.
International edition. 10th edition. Lippincott Williams & Wilkins. Wolters Kluwer
Health; 2009.

5. http://image.slidesharecdn.com/frakturtibia-130118171549-phpapp02/95/fraktur-tibia-
8-638.jpg?cb=1358551004
6. Luqmani R., Robbs J., Porter D., Keating J. Trauma. Textbook of Orthopaedics,
Trauma, and Rheumatology. 1st ed. Mosby Elsevier. 2008.
7. http://2.bp.blogspot.com/uVv2SOf9_Dw/ToUw0xbjWJI/AAAAAAAAABY/50bvoD
MsSvo/s320/default.png

8. Anwar R,Tuson K, Khan SA. Tibial fracture. Classification and Diagnosis in


Orthopaedic Trauma. Cambridge University Press;2008.

13

You might also like