You are on page 1of 19

Asuhan Keperawatan Pada Ibu Hamil dengan HIV/AIDS

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah
retrovirus, yang menggunakan sel tubuhnya sendiri untuk memproduksi kembali dirinya.
Aasal dari HIV tidak jelas, penemuan kasus awal adalah simpel darah yang dikumpulkan
tahun1959 dari seorang laki-laki dari kinshasa di Republik Demokrat Congo. Tidak diketahui
bagaimana ia terinfeksi. Saat ini terdapat dua jenis HIV : HIV-1 dan HIV-2. HIV -1
mendominasi seluruh dunia dan bermutasi dengan sangat mudah. Keturunan yang berbeda-
beda dari HIV-1 juga ada, mereka dapat dikategorikan dalam kelompok dan sub jenis
(clades). Terdapat dua kelompok, yaitu kelompok M dan O. Dalam kelompok M terdapat
sekurang kurangnya 10 sub-jenis yang dibedakan secara turun temurun. Ini adalah sub- jenis
A-J. Sub-jenis B kebanyakan ditemukan diAmerika, Japan, Australia, Karibia dan Eropa.
Sub-jenis C ditemukan di Afrika Selatan dan India. HIV-2 teridentifikasi pada tahun1986dan
semula merata di Afrika Barat. Terdapat banyak kemiripan diantara HIV-1 dan HIV-2,
contohnya adalah bahwa keduanya dihubungkan dengan infeksi-infeksi oportunistik dan
AIDS yang serupa. Pada orang yang terinfeksi dengan HIV-2, ketidakmampuan
menghasilkan kekebalan tubuh terlihat berkembang lebih lambat dan lebih halus.
Dibandingkan dengan orang yang terinfeksi dengan HIV-2 ditulari lebih awal dalam proses
penularannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian HIV/AIDS ?
2. Bagaimana etiologi HIV ?
3. Apa saja macam-macam infeksi HIV ?
4. Bagaimana patofisiologi HIV ?
5. Bagaimana periode penularan HIV pada ibu hamil ?
6. Bagaimana gejala HIV ?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik HIV ?
8. Bagaiman pengobatan HIV ?
9. Bagaiman Konsep Asuhan Keperawatan pada ibu hamil dengan HIV ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian HIV/AIDS
2. Mengetahui etiologi HIV
3. Mengetahui macam-macam infeksi HIV
4. Mengetahui patofisiologi HIV
5. Mengetahui periode penularan HIV pada ibu hamil
6. Mengetahui gejala HIV
7. Mengetahui pemeriksaan diagnostik HIV
8. Mengetahui pengobatan HIV
9. Mengetahui konsep Asuhan Keperawatan pada ibu hamil dengan HIV

BAB II

1
TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus pada manusia yang menyerang
system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat
menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul
secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalantubuh yang
disebabkan oleh infeksi HIV. Infeksi pada kehamilan adalah penyebab morbilitas ibu dan
neonatal yang sudah diketahui.

2.2. Etiologi
Perjalanan klinis psien dari tahap terinfeksi HIV sampai AIDS , sejalan dengan
penurunan derajat imunitas pasien, terutam imunitas seluler dan menunjukkan gambaran
penyakit kronis. Penurunan imunitas biasanya diikuti adanya peningkatan risiko dan derajat
keparahan infeksi oportunistik serta penyakit keganasan. Dari semua orang yang terinfeksi
HIV, sebagian berkembang menjadi AIDS pada tiga tahun pertama, 50% menjadi AIDS
sesudah sepuleh tahun, dan hampir 100% pasien HIV menunjukkan gejala AIDS setelah 13
tahun.
Dalam tubuh ODHA, partikel virus akan bergabung degan DNA sel pasien, sehingga
orang yang terinfeksi HIV seumur hidup akan tetap terinfeksi. Sebagian pasien
memperlihatkan gejala tidak khas infeksi seperti demam, nyeri menelan, pemebengkakan
kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk pada 3-6 minggu setelah infeksi. Kondisi ini
dikenal dengan infeksi primer.
Infeksi primer berkaitan dengan waktu di mana HIV pertama kali masuk kedalam
tubuh. Pada fase awal proses infeksi (imunokompeten) akan terjadi respon imun berupa
peningkatan aktivasi imun, yaitu pada tingkaytan seluler (HLA-DR; selT; IL-2R); serum atau
humoral (beta-2 mikroglobulin, neopterin, CD8, IL-R) dan antibodi upregulation (gp 120,
anti p24; IgA). Induksi sel T-helper dan sel-sel lain diperlukan untuk mempertahankan fungsi
sel-sel faktor sistem imun agar tetap berfungsi baik. Infeksi HIV akan menghancurka sel-sel
T, sehingga T-helper tidak dapat memberikan induksi kepada sel-sel efektor sistem imun.
Dengan tidak adanya T-helper, sel-el efektor sistem imun seperti T8 sitotosik, sel NK,
monosit dan sel B tidak dapat berfungsi secara baik. Daya tahan tubuh menurun sehingga
pasien jatuh ke dalam stadium lebih lanjut. Saat ini, darah pasien menunjukkan jumlah virus
yang sanggat tinggi, yang berarti banyak virus lain didalam darah. Sejumlah virus dalam
darah atau plasma per milimeter mencapai 1 juta. Orang dewasa yang baru terinfeksi sering
menunjukkan sindrom retroviral akut. Tanda dan gejala dari sindrom retroviral akut ini
meliputi : panas, nyeri otot, sakit kepala, mual, muntah, diare, berkeringat di malam hari,
kehilangan berat badan, dan timbul ruam. Tanda dan gejala tersebut biasanya terjadi 2-4
minggu setelah infeksi, kemudian hilang atau menurun setelah beberapa hari dan sering salah
terdeteksi sebagai influenza atau infeksi mononukleosis.
Selama infeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun dengan cepat.
Target virus ini adalah limfosit CD4+ pada nodus limfa dan thymus selama waktu tersebut,
yang membuat individu yang terinfeksi HIV akan memungkinkan terkena infeksi oportunistik
dan membatasi kemampuan thymus untuk memproduksi limfosit T. Tes antibodi HIV

2
menggunakan enzym linked imunoabsorbent assay (ELISA) yang akan menunjukkan hasil
positif.
Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala) masa tanpa
gejala ini berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok orang yang perjalanan
penyakitnya sangat cepat, hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula yang perjalanannya sangat
lambat.
Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai menampakkan
gejala akibat infeksi oportunistik (penurunan berat badan, demam lama, pemebesaran
kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes, dan lain-lain. Pada fase ini
disebut dengan imunodefisiensi, dalam serum pasien yang terinfeksi HIV ditemukan adanya
faktor supresif berupa antibodi terhadap proliferasi sel T. Adanya supresif pada proliferasi sel
T tersebut dapat menekan sintesis dan sekresi limfokin. Sehingga sel T tidak mampu
memberikan respons terhadap mitogen, terjadinya disfungsi imun yang ditandai dengan
penurunan kadar CD4+, sitokin, antibodi down regulation.
Perjalanan penyakit lebih progresif pada pengguna narkoba. Lamanya penggunaan
jarum suntik berbanding lurus dengan infeksi pneumonia dan tuberkulosis. Infeksi oleh
kuman lain akan membuat HIV membelah lebih cepat. Selain itu dapat mengakibatkan
reaktivasi didalam limfosit T sehingga perjalanan penyakit bisa lebih progresif
Pembagian Stadium:

1. Stadium pertama : HIV


Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan serologis
ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi positif.
Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibodi terhadap
HIV menjadi positif tersebut window period. Lama window period antara satu
sampai tiga bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung sampai enam bulan.
2. Stadium kedua : Asimptomatik (tanpa gejala )
Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak
menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat berlangsung rerata selama 5-10
tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang tampak sehat ini sudah dpat
menularkan HIV kepada orang lain
3. Stadium ketiga :
Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata ( persistent generalized
lymphadenopathy), tidak hanya muncul pada satu tempat saja, dan berlangsung
lebih satu bulan.
4. Stadium keempat : AIDS
Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit, antara lain penyakit
konstitusional, penyakit syaraf, dan penytakit infeksi sekunder.

Cara penularan HIV :


1. Melakukan penetraksi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah
terinfeksi. Kondom adalah satu-satunya cara dimana penularan HIV dapat
dicegah.

3
2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima tranfusi drah dimana darah
tersebut belum dideteksi virusnya atau penggunaan jarum suntik yang tidak
steril.
3. Dengan menggunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan
seseorang yang telah terinfeksi.
4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa
kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.

Penularan secara perinatal :


1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang
dikandungnya
2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena
pada saat itu terjadi konttak secara langsung antara darah ibu dengan bayi
sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.
3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewaktu berada dalam
kandungan atau juga melalui ASI
4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI

Kelompok resiko tinggi :


a. Lelaki homoseksual atau biseks.
b. Orang yang ketagihan obat intravena.
c. Partner seks dari penderita AIDS
d. Penerima darah atau produk darah (tranfusi)
e. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
2.3. macam-macam infeksi HIV
Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun penjamu infeksi HIV dibagi
menjadi 3 tahap :
1. Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam jaringan
limfoid, terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti serokonversi dan
pengaturan replikasi virus dengan dihailkannya CD8+ sel T antivirus. Secara klinis
merupakan penyakit akut yang sembuh sendiri dengan nyeri tenggorokan, mialgia
non-spesifik, dan meningitis aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah CD4+ sel T
menjadi normal terjadi dalam waktu 6-12 minggu
2. Tahap menengah , fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan replikasi.
Virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+ secara perlahan
menurun. Penderita dapat mengaalami pembesaran limfe yang luas tanpa gejala yang
jelas. Tahap ini dapat mencapai beberapa tahun. Pada akhir tahap ini terjadi demam,
kemerahan kulit, kelelahan, dan viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10
tahun.
3. Tahap akhir, fase kritis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh penderita
secara cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan, diare, infeksi
portunistik, dan keganasan sekunder. Tahap ini umumnya dikenal sebagai AIDS.
Petunjuk dari CDC di Amerika Serikat menganggap semua orang dengan infeksi HIV
dan jumlah sel T CD4+ kurang dari 200 sel/ul sebagai AIDS, meskipun gambaran
klinis belum terlihat.

4
2.4. patofisiologi
Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk dalam famili lentivirus. Retrovirus
mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk membentuk
virus DNA dan dikenali selama periode inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus
yang lain, HIV menginfeksi tubuh dengan periode inkubasi yang panjang (klinik-
laten), dan utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV
menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkan CD4+ dan
limfosit.
Pada tahun 2000, terjadi peningkatan penyebaran epidemi HIV secara nyata
melalui perkerja seks komersial, tetapi ada fenomena baru penyebaran HIV/AIDS
melalui penggunaan narkoba suntik dan tahun 2002 HIV sudah menyebar hingga
ketingkat rumah tangga.
Sistem imun melindugi tubuh dengan cara mengenali bakteri atau virus yang
masuk ke dalam tubuh, dan bereaksi terhadapnya. Ketika sistem imun melemah atau
rusak oleh virus seperti HIV, tubuh akan lebih mudah terkena infeksi oportunistik.
Sistem imun terdiri atas organ dan jaringan limfoid, termasuk di dalamnya sumsum
tulang, thymus, nodus limfa,limfa, tonsil, adenoid, appendix, darah dan pembuluh
limfa. Seluruh komponen dari sistem imun tersebut adalah penting dalam produksi
dan perkembangan limfosit atau sel darah putih. Limfosit B dan T diproduksi oleh sel
utama sumsum tulang. Sel B tetap berada di sumsum tulang melengkapi proses
maturasi, sedangkan limfosit T berjalan ke kelenjar thymus untuk melengkapi poses
maturasi. Di kelenjar thymus inilah limfosit T menjadi bersifat imunokompeten,
multipel,dan mampu berdiferensi.
Sel B
Fungsi utama sel B adalah sebagai imunitas humoral. Masing-masing sel B mampu
mengenali antigen spesifik dan mempunyai kemampuan untuk mensekresi antibiotik
spesifik. Antibodi bekerja dengan cara membungkus antigen, membuat antigen lebih
mudah untuk difagositosis (proses penelanan dan pencernaan antigen oleh leukosit
dan maktofag), atau dengan membungkus antigen dan memicu sistem
komplemen(yang berhubugan dengan respon inflamasi). Antibodi adalah molekul
khusus yang mengandung serum protein yang tinggi. Antibodi dikelompokkan
menjadi 5 jenis, yaitu IgG, IgA, IgM, IgE, dan IgD, di mana masing-msing
mempunyai fungsi khusus.

Limfosit T
Limfosit T atau sel T mempunyai 2fungsi utama, yaitu:
1. Regulasi sistem imun.
2. Membunuh sel yang menghasilkan antigen target khusus.

Maing-masing sel T mempunyai marker permukaan seperti CD4+, CD8+, dan CD3+ yang
membedakannya dengan sel lain. Sel CD4+ adalah sel yang membantu mengaktivasi sel B,
killer cell, makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD8+ membunuh sel yang
terinfeksi oleh virus atau bakteri seperti sel kanker.
Sel T juga mempunyai kemampuan mensekresi sitokin (bahan kimia yang mampu
membunuh sel) seperti interferon. Sitokin dapat mengikat sel target dan mengaktivasi

5
fagositosis, dan menghancurkan sel target. Interleukin adalah sitokin yang bertugas sebagai
messenger antar sel darah putih. Rekombinan Interleukin, akhir-akhir ini sedang dipelajari
dalam percobaan klinis terutama bagi pasien dengan infeksi HIV.
Secara imunologis, sel T yang terdiri atas limfosit T-helper, disebut limfosit CD4+,
akan mengalami perubahan secara kuantitas maupun kualitas. HIV menyerang CD4+, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek
toksik akan menghambat fungsi sel T (toxic dan anti p24 berinteraksibdengan CD4+ yang
kemudian menghambat aktifasi sel yang mempersentasikan antigen (APC). Setelah HIV
mlekat melalui reseptor dan bagian intinya masuk ke dalam sel membran. Pada bagian inti
terdapat enzim reverse transcriptase yang terdiri atas DNA polimerase dan ribonuklease. Pada
inti yang mengandung RNA, enzim DNA polimerase menyusun kopi DNA dari RNA
tersebut. Enzim ribonuklease memusnahkan RNA asli. Enzim polimerase kemudian
membentuk kopi DNA kedua dari DNA pertama yang tersusun sebagai cetakan.
Setelah terbentuk, kode genetik DNA berupa untai ganda akan masuk ke inti sel.
Kemudian, oleh enzim integrase, DNA kopi dari virus disisipkan dalam DNA pasien. HIV
provirus yang berada pada limfosit CD4+ kemudian bereplikasi, menyebabkan sel limfosit
CD4 mengalami sitolisis.
Virus HIV yang telah berhasil masuk dalam tubuh pasien juga menginfeksi hobfur
plasenta sel-sel dendrit pada kelenjar limfa, sel-sel epitel pada usus,dan sel Langerhans di
kulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia di otak adalah encepalopati dan pada sel epitel usus
adalah diare kronis.
Gejala-gejala klinis yang ditimbulkan akibat infeksi tersebut biasanya baru disadari
pasien setelah beberapa waktu lamanya karena tidak mengalami kesembuhan. Pasien yang
terinfeksi virus HIV dapat tidak memperlihatkan tanda dan gejala selama bertahun-tahun.
Sepanjang perjalanan penyakit tersebut, sel CD4+ mengalami penurunan jumlah dari 1000/ul
sebelum terinfeksi menjadi sekitar 200-300/ul setelah terinfeksi dalam kurun waktu 2-10
tahun.

Fagosit
Termasuk didalamnya adalah monosit dan makrofag, sel darah putih dengan jumlah besar
yang mengelilingi dan mencerna sel yang membawa partikel-partikel antigen. Ditemukan di
seluruh tubuh, fagosit membersihkan tubuh dari sel yang rusak, melalui respons imun dengan
membawa APC (Antigen Precenting Cells) pada limfosit, yang penting dalam proses regulasi
dan inflamasi respons imun, dan membawa reseptor untuk sitokin. Sel dendrit, tipe lain
fagosit juga merupakan APC. Neutrofil adalah fagosit granulosit yang penting dalam respon
inflamasi.

Komplemen
Sistem komplemen terdiri atas 25 protein. Komplemen mempunyai kemampuan untuk
mengurangi respons inflamasi, dan juga berfungsi dalam memfasilitasi fagositosis atau
melemahkan membran sel bakteri. Protein komplemen berinteraksi satu sama lain dalam
tahpan aktivasi sekuensial, membantu proses inflamasi. Meskipun demikian sistem imun,
mempunyai kemampuan melawan berbagai macam predator, tetapi masih dapat dilawan oleh
HIV.

6
2.5. Periode Penularan HIV pada Ibu hamil
1. Periode prenatal
Timbulnya HIV pada wanita hamil diperkirakan meningkat. Sejarah kesehatan, uji fisik
dan tes laboratorium harus merefleksikan pengharapan ini jika wanita dan bayinya
menerima perawatan yang tepat. Para wanita yang termasuk dalam kategori beresiko
tinggi terhadap infeksi HIV mencakup :
a. Wanita dan atau pasangannya yang berasal dari wilayah geografis dimana HIV
merupakan sesuatu yang umum.
b. Wanita dan atau pasangannya yang menggunakan obat-obatan yang disuntikan
melalui pembuluh darah.
c. Wanita yang menderita STD tetap dan kambuhan.
d. Wanita yang menerima tranfusi darah dari pengidap HIV
e. Wanita yang yakin bahwa dirinya mungkin terjangkit HIV
Tes HIV sebaiknya ditawarkan kepada wanita beresiko tinggi pada awal mereka
memasuki perawatan prenatal. Namun, soronegativitas pada uji prenatal pertama
bukan jaminan untuk titer negative yang berlangsung. Misalnya, seorang wanita
berusia 24 tahun yang mendapatkan perawatan prenatal selama 8 minggu mempunyai
hasil tes western blot yang negative. Namun, setelah terinfeksi HIV, serum antibody
membutuhkan waktu sampai 12 minggu untuk berkembang. Tes western blot harus
diulangi dalam 1 atau 2 bulan dan pada trimester ketiga. Tes prenatal rutin dapat
membantu mengidentifikasi wanita yang terinfeksi HIV.
Tes ini juga dapat mengungkap Gonhorhea, Siphilis, Herpes yang tetap dan
menjadi lebih lama, C. Trakomatis, Hepatic B, Micobacterium tuberculosis,
Candidiasis (oropharingeal atau infeksi Vagian Chronic), Cytomegalo Virus (CMV),
dan Toxophlasmosis. Sekitar separuh penderita AIDS mengalami peningkatan titer
CMV. Karena masuknya penyakit CMV memiliki bahaya yang serius terhadap janin,
para wanita hamil dianjurkan dengan yang terinfeksi HIV.

2. Periode Intrapartum
Perawatan wanita yang sakit saat melahirkan tidak diubah secara substansial untuk
infeksi tanpa gejala dengan HIV. Cara kelahiran didasrkan hanya pada pertimbangan
obstetric karena virus melalui plasenta pada awal kehamilan.
Fokus utama pencegahan penyebaran HIV nosocominal dan perlindungan terhadap
pelaku perawatan. Resiko penularan HIV dianggap rendah selama kelahiran vaginal.
EPM (Elektrinic Fetal Monitoring) eksternal dilakukan jika EPM diperlukan. Terdapat
kemungkinan inokulasi virus ke dalam neonatus jika dilakukan pengambilan sempel
darah pada bayi dilakukan atau jika elektroda jangat kepala ba(Elektrinic Fetal
Monitoring) eksternal dilakukan jika EPM diperlukan. Terdapat kemungkinan
inokulasi virus ke dalam neonatus jika dilakukan pengambilan sempel darah pada
bayi dilakukan atau jika elektroda jangat kepala bayi diterapkan. Disamping itu,
sesorang yang melakukan prosedur ini berada pada resiko tertular virus HIV.

3. Periode Postpartum
Hanya sedikit yang diketahui tentang tindakan klinis selama periode postpartum yang
dapat dilakukan pada wanita terinfeksi HIV. Walaupun periode postpartum

7
pertengahan tercatat signifikan, tidak lanjut yang lebih lama telah mengungkap
frekwensi penyakit klinis yang tinggi pada ibu-ibu yang anaknya menderita penyakit.
Tindakan pencegahan universal dilakukan terhadap ibu dan bayi, sperti yang
dilakukan terhadap semua pasien. Wanita dan bayinya diarahkan pada dokter yang
berpengalaman dalam pengobatan AIDS dan keadaan-keadaan yang menyertainya.
Pengaruh infeksi pada bayi dan neonatal mungkin tidak jelas. Karena virus yang
melalui plasenta, darah di tali pusat akan menunjukkan antibody HIV baik apabila
bayi terinfeksi sampai usia 15 bulan. Ketika infeksi HIV menjadi aktif banyak infeksi
lain yang biasa menyertai pada orang dewasa terjadi pada bayi. Komplikasi yang
menyertai infeksi HIV pada bayi mencakup Enchephalopati, Microchephalli, Defisit
Kognitif, system saraf pusat, Lhympoma, Cerebro Vaskuler Accident, gagal
pernapasan dan Lhympaclenophaty.

2.6. Gejala HIV/AIDS


 Gejala utama /mayor :
1. Demam berkepanjangan lebih dari tiga bulan.
2. Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus-menerus.
3. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam tiga bulan.
4. TBC.
 Gejala minor :
1. Batuk kronis selama lebih dari satu bulan.
2. Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur candida
albicans.
3. Pemebngkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh.
4. Munculnya Herpez Zoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh
tubuh.

2.7. Pemeriksaan Diagnostik


1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
- ELISA
- Western blot
- P24 antigen test
- Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
- Hematokrit
- LED
- CD4 limfosit
- Rasio CD4/CD limfosit
- Serum mikroglobulin B2
- Hemoglobulin

2.8. Pengobatan
Obat-obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/ AIDS tetapi
cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang
kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis
direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orang yang mengidap HIV/ AIDS

8
adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau
lebih rendah. Kombinasi ARV berikut ini dapat menggunakan :
1. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI), mentargerkan
pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari
viral RNA menjadi viral DNA.
2. Non-nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI’s) memperlambat
reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim
viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan
materi turunan ke dalam sel-sel. Obat-obatan NNRTI termasuk : Nevirapine,
delavirdine, efavirenza.
3. Protease Inhibitors (PI) mentargetkan protein protaese HIV dan menahannya
sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan
dilepaskan.
Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT) : seorang wanita yang mengidap
HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam
ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seseorang
wanita yang mengidap HIV (+) akan terinfeksi kira-kira 25%-35%. Dua pilihan
pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan untuk mengurangi penularan
HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat-obatan tersebut adalah :
1. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14-28
minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan
angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan
terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek
dimulai pada masa persalinan sekitas 38%.
2. Neviralpine : diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan
dan stu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2-3 hari. Diperkirakan bahwa dosis
tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar47%. Neviralpine hanya
digunakan pada ibu dengan membawa stau tablet kerumah ketika masa persalinan
tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.
Post- exposure prophyaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral,
yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah
sesorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan seksual
maupun terinfeksi occupational.

2.9. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Biodata Klien
2. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Umur
kronologis pasien juga mempengaruhi immunokompetens. Respon imun sangat tertekan pada
orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus. Pada lansia atropi
kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Banyak penyakit kronik
yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes melitus, anemia aplastik,
kanker adalah beberapa penyakit yangkronis, keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap

9
sebagai faktor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk
kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
- Kerusakan respon imun seluler ( Limfost T)
Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, apliasia timik, disfungsi timik congenital.
- Kerusakan imunitas humoral (antibodi )
Limfosik leukimia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital, protein liosing
enteronital (peradangan usus)

3. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan keluhan (Sunyektif)


a. Aktifitas/Istirahat
- Gejala : mudah lelah, intoleran aktifitas, progresi malaise, perubahan pola tidur.
- Tanda : kelemahan otot, menurunya massa otot, respon fisiologi aktifitas
(perubahnTD, frekuensi jantung dan pernafasan).
-
b. Sirkulasi
- Gejala : Penyembuhan yang lambat ( anemia), perdarahan lama pada cedera
- Tanda : perubahan TD postural, menurunnya volume nadi parifer, pucat/ sianosis,
perpanjangan pengisian kapiler.
-
c. Intergritas dan Ego
- Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan, mengkuatirkannpenampilan,
mengingkari diagnosa, putus asa, dan sebagainya.
- Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah.
-
d. Eliminasi
- Gejala : Diare intermitten terus menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal,
nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
- Tanda : Faces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri
tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal, perubahan jumlah, warna dan
karakteristik urine.
-
e. Makanan/cairan
- Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
- Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk,
edema

f. Hygine
- Gejala : Tidak dapat menyeleseaikan AKS
- Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.

g. Neurosensori
- Gejala : pusing, sakit kepala, perubahan status mental, kerusakan status indera,
kelemahan otot, tremor, perubahan pengelihatan.
- Tanda : perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, reflek tidak normal, tremor,
kejang, hempiresis

h. Nyeri/Kenyamanan
- Gejala : Nyeri umum/local, rasa terbakar, sakit kepala, nyeri dada pleuritis

10
- Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan rentan gerak, pincang

i. Pernafasan
- Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dadaa
- Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum

j. Keamanan
- Gejala : Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka, transfuse darah, penyakit defisiensi
imun, demam berulang, berkeringat malam
- Tanda : Perubahan intergritas kulit, luka perianal/abses, timbulnya nodul, pelebaran
kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.

k. Seksualitas
- Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi, menurunnya libido,
penggunaan pil pencegah kehamilan
- Tanda : Kehamilan, herpes genetalia

l. Interaksi sosial
- Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian, adanya trauma
AIDS
- Tanda : Perubahan interaksi

4. Pemeriksaan Diagnostik
a) Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostik yang sebagian masish bersifat penelitian. Tes
dan pemeriksaan laboraturium digunakan untuk mendiagnosis HIV dan memantau
perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi HIV.

Serologos
- Tes antibody serum skrining HIV dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan
diagnosa
- Tes blot western mengkonfirmasi diagnosa HIV
- Sel T limfosit penurunan jumlah total
- Sel T helper indikator system imun (jumlah<200)
- T8 ( sel supresor sitopastik ) rasio terbalik (2 : 1) atau lebih besar dari sel supressor
pada sel helper (T8 ke T4) mengindikasikansupresi imun
- P24 (protein pembungkus HIV) peningkatan nilai kuantitatif protein
mengidentifikasikan progresi infeksi
- Kadar Ig meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
- Reaksi rantai polimerase mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel
parifer monoseluler
- Tes PHS kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif

Neurologis
- EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
- Tes lainnya
- Sinar X dada

11
- Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya
komplikasi lain
- Tes fungsi pulmonal
- Deteksi awal pneumonia interstisial
- Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia
lainnnya
- Biopsis
- Diagnosa lain dari Sarcoma Kaposi
- Bronskoskopi/pencucian trakeobronkial dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP
ataupun dugaan kerusakan paru-paru

Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi HIV, maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi
antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3-12 minggu setelah
infeksi, atau bisa sampai 6-12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang
terinfeksi awalmya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata
tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody HIV dalam darah memungkinkan
skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostik.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup
yang beresiko.
2. Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan adanya kontak darah
bayi sekunder terhadap proses melahirkan.
3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan berlebihan
sekunder terhadap diare
4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi,
kelelahan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhaan tubuh berhubungan dengan intake yang
kurang, meningkatnya kebutuhan metabolik, dan menurunya absorbsi zat gizi.
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang
orang dicintai.

12
C. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


hasil
1 Resiko tinggi infeksi pasien akan bebas 1. 1. Monitor tanda- 1. 1. Untuk
berhubungan dengan infeksi setelah tanda infeksi baru pengobatan dini
imunosurpresi, dilakukan tindakan 2. 2. Gunakan teknik 2. 2. Mencegah
malnutrisi dan pola keperawatan selama aseptik pada setiap pasien terpapar
hidup yang berisiko. 3x24 jama dengan tindakan invasif. oleh kuman
kriteria hasil : Cuci tangan sebelum patogen yang
-Tidak ada luka atau memberikan diperoleh di
eksudat tindakan rumah sakit
-Tanda vital dalam 3. 3. Anjurkan pasien 3. 3. Mencegah
batas normal metoda mencegah bertambahnya
(TD=110/70, terpapar terhadap infeksi
RR=16-24, N=60- lingkungn yang 4. 4. Meyakinkan
100, S=36-37) patogen. diagnosis akurat
-Pemeriksaan 4. 4. Kumpulkan dan pengobatan
leukosit normal spesimen untuk tes 5. 5.
(6000-10000). lab sesuai order. Mempertahankan
5. 5. Atur pemberian kadar darah yang
antiinfeksi sesuai terapeutik.
order.

2 Resiko tinggi infeksi Infeksi HIV tidak 1. Anjurkan pasien 1. Pasien dan
2 (kontak pasien) ditransmisikan atau orang penting keluarga mau dan
berhubungan dengan setelah dilakukan lainnya metode menginformasikan
infeksi HIV, adanya tindakan mencegah transmisi ini

13
infeksi keperawatan selama HIV dan kuman 2. Mencegah
nonopportunistik yang 3x24 jam dengan patogen lainnya. transmisi infeksi
dapat ditransmisikan. kriteria hasil : 2. Gunakan darah HIV ke orang lain.
- kontak pasien dan dan cairan tubuh
tim kesehatan tidak precaution bial
terpapar HIV merawat pasien.
-tidak terinfeksi Gunakan masker bila
patogen lain seperti perlu.
TBC.

3. Resiko tinggi defisit Defisit volume 1. Kaji konsistensi 1. Mendeteksi


volume cairan cairan dapat teratasi dan frekuensi fases adanya darah
berhubungan dengan setelah dilakukan dan adanya darah. dalam fases
output cairan berlebih tindakan 2. Auskultasi bunyi 2. Hipermotiliti
sekunder terhadap keperawatan selama usus mumnya dengan
diare 1x24 jam dengan 3. Atur agen diare
kriteria hasil : antimotilitas dan 3. Mengurangi
- perut lunak psilium (metamucil) motilitas usus,
- tidak tegang sesuai order yang pelan,
- fases lunak, warna 4. Berikan ointment memperburuk
normal A dan D, vaselin atau perfprasi pada
-kram perut hilang zine oside. intestinal
4. Untuk
menghilangkan
distensi

D. Implementasi

Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau
potensial. Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan
NCP.

E. Evaluasi

Disimpulkam berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria


hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan,
dihentikan, atau diganti jika tidakan yang sebelumnya tidak berhasil

14
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan HIV/AIDS pada Ibu Hamil
Di RS. Idaman Banjarbaru

I.PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identitas Klien
Nama : Ny. I
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 30 tahun
Status pernikahan : Menikah
Suku/Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan terakhir : SMA
Alamat : Jl.kuripan no.40 Banjarmasin
Tanggal MRS : 16-september-2017
Nomor Register : 160398
Tanggal pengkajian : 20-september-2017
Diagnosa Medis : HIV/AIDS

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn.F
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 34 tahun
Status Pernikahan : Menikah
Suku/Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan terakhir : SMA
Alamat : Jl. Kuripan no.40 Banjarmasin

2. RIWAYAT KEPERAWATAN
a. Keluhan utama : Demam terus menerus selama lebih dari 3 minggu,
diare terus menerus , penurunan berat badan lebih dari 10%

b. Riwayat Kesehatan Sekerang : merasa lemas hingga tidak mampu beraktivitas, diare
encer ,penurunan berat badan yang drastis

c. Riwayat Kesehatan Dahulu : sebelumnya klien terdiagnosa TBC dan mengonsumsi


obat selama 6 bulan

d. Riwayat Kesehatan Keluarga : sebelumnya dikeluarga tidak ada yg pernah mengalami


penyakit sepeti ini

3. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum

15
2. Tanda-Tanda Vital

 Tekanan Darah : 90/70 mmHg


 Nadi : 687x permenit
 Suhu : 38C
 RR : 135x permenit

3. Antropometri

 Tinggi Badan :156 cm


 BB :38 kg

4. Kepala : bentuk kepala simetris, kulit kepala kotor,tidak ada massa


abnormal
5. Mata : pengelihatan kurang baik melhat jauh atau dekat, konjungtiva
berwarna pucat
6. Telinga : otitis eksternal akut
7. Hidung :fungsi penciuman tidak baik, adanya secret,
8. Mulut dan faring

 Bibir : adanya lesi, warna pucat


 Gusi : gusi yang buruk, edema
 Gigi : gigi busuk,adanya gigi yang tanggal.
 Lidah : warna pucat, pergerakan lidah normal
 Faring : adanya peradangan adanya eksudat

9. Leher : adanya pembesraran kelnjar tiroid dan kelenjar limfe


10. Thorax dan Dada : nyeri dada,auskultasi suara nafas vaskuler
11.Abdomen : prestaltik usus .40x/menit, tidak ada nyeri tekan
12. Ektermitas atas : nyeri, gatal, rasa terbakar pada kulit, adanya lesi pada
kulit
13. Ekstermitas bawah :simetris kiri kanan, kekuatan otot melemah , tidak ada
kelainan pada anus, vibrasi baik.

4. DATA BIOLOGIS

1. POLA NUTRISI
- Makan : pola makan tetap 3x sehari, jenis makanan bubur cair, kurang nafsu
makan,mual muntah, perubahan dalam kemampuan mengenali makanan
- Minum : jumlah dan jenis cairan : enternal 1500ml/hari

2. POLA ELIMINASI : diare yang intermitten, faces encer dengan atau tanpa mucus
atau darah, diare pekat dan sering.

16
3. POLA ISTIRAHAT/TIDUR
perubahan pola tidur, pasien mengeluh insomnia, mudah terbangun dikarenakan
gelisah

4. PERSONAL HYGINE
a. Pemeliharaan badan : seka diatas tempat tidur pada pagi dan sore
b. Pemeliharaan gigi dan mulut : kotor, klien tida rajin menyikat gigi
dikarenakan adanya lesi di mulut
c. Pemeliharaan kuku : bersih dan tidak panjang

5. DATA PSIKOLOGIS
a. Pola komunikasi : merasa harga diri rendah, stress, klien juga tidak banyak
bicara.
b. Dampak dirawat di RS : klien mengeluh jenuh, banyak melamun memikirkan
penyakitnya.
c. Hubungan dengan orang lain : kurang
d. Keluarga yang dihubungi bila diperlukan : suami klien Tn. F

6. DATA SOSIAL : kehilangan kerabat/orang terdekat, teman, pendukung, rasa


takut untuk mengungkapkannya pada orang lain, takut akan penolakan, isolasi,
kesepian

7. DATA SPIRITUAL : klien selalu mendekatkan kepada tuhan yang maha esa, lebih
ingin mendekatkan diri dengan keluarga dekat

8. THERAPY :
Nevirapine, delavirdine, efavirenza.,Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu
rangkaian panjang dari 14-28 minggu selama masa kehamilan. Neviralpine : diberikan
dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan stu dosis tunggal kepada bayi
pada sekitar 2-3 hari. Post- exposure prophyaxis (PEP)

9. DATA PENUNJANG
a. Laboraturium
- Tes antibody serum skrining HIV dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan
diagnosa
- Tes blot western mengkonfirmasi diagnosa HIV
- Sel T limfosit penurunan jumlah total
- Sel T helper indikator system imun (jumlah<200)
- T8 ( sel supresor sitopastik ) rasio terbalik (2 : 1) atau lebih besar dari sel supressor
pada sel helper (T8 ke T4) mengindikasikansupresi imun
- P24 (protein pembungkus HIV) peningkatan nilai kuantitatif protein
mengidentifikasikan progresi infeksi
- Kadar Ig meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
- Reaksi rantai polimerase mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel
parifer monoseluler
- Tes PHS kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif

17
II. ALANISIS DATA
Nama pasien : Ny. I
Umur : 30 tahun
No reg : 160398

DATA PENUNJANG MASALAH ETIOLOGI


S:- Resiko tinggi pada infeksi HIV masuk menyerang T
O: Adanya lesi pada bibir, limfosit , individu
S : 38C lemahmelawan penyakit
berakibatkan resiko tinggi
terhadap infeksi.

S : tidak bisa tidur Koping tidak efektif AIDS menyebabkan


dikarenakan gelisah dan kebingungan yang
cemas meningkat
O : melamun, insomnia, Perubahan kepribadian dan
rendah diri tibul gangguan kooping

S : mual dan muntah terus Ketidakseimbangan nutrisi AIDS, terjadinya organ


O : menolak makan,diare , kurang dari kebutuhan target GI dan menyebabkan
mual dan muntah diare, mual dan muntah

S : lemas dan tidak bisa Defisit perawatan diri Nutrisi inadekuat AIDS
beraktivitas menyebabkan kelesuan,
O : tidak mampu serta mengakibatkan defisit
beraktivitas, mulut kotor perawatan diri

No tanggal DAFTAR MASALAH TTD


1 20 sep Resiko tinggi terhdapa infeksib/d respon imun d/d CD,47
2017 cell/uL, IgM 3,35 IgG 164,6, limfosit 3,2 %, leukosit 4,63/Ul

2 20 sep Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d


2017 tidak adekuatnya pemasukan nutrisi sebagai faktor sekunder
AIDS pada sistem GI d/d mual, muntah, diare.

3 20 sep Koping tidak efektif b/d merasa kehilangan karena AIDS d/d
2017 melamun, insomnia,memperlihatkan depresi/reendah
diri,konsentrasi buruk

4 20 sep Defisit perawatan diri b/d kelemahan d/d tidak mampu ke


2017 kamar mandi, mulut kotor.

18
19

You might also like