You are on page 1of 28

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU

Psikologi Pendidikan Drs. H. Syarifuddin Sy. M. Ag.

Cara Mengatasi Lupa dalam Islam

Disusun oleh:

Liny Mardhiyatirrahmah (NIM. 1401251508)

Rima Aprilia Larasati (NIM. 1401250909)

Hiffatun Najah (NIM. 1401250868 )

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

TAHUN AKADEMIK 2014/2015

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Ingatan memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Dengan
ingatanlah manusia dapat selalu menyimpan seluruh informasi, pengetahuan, dan
pengalamannya yang pernah didapatkannya. Kemudian, untuk memunculkannya
kembali di saat orang itu membutuhkannya dalam memecahkan permasalahan yang
sedang dihadapinya dan akan dihadapi di masa yang akan datang. Ingatan juga
dapat membantu manusia dalam menyambung informasi dan ilmu pengetahuan
yang pernah didapatnya dengan informasi dan ilm pengetahuan yang lebih aktual,
serta mengungkapkan hakikat terbaru.
Dalam sisi keagamaan, ingatan memegang peranan penting. Dengannya,
manusia akan selalu mengingat Allah, kekuasaan-Nya, nikmat yang berlimpah
dari-Nya di dunia, dan juga akhirat ataupun hari perhitungan dimana is menunggu
pahala dan hukuman-Nya. Dengan mengingat hal-hal semacam inilah, maka akan
tumbuh motivasi dalam diri manusia unt uk selalu bertkawa kepada
Allah dan selalu mengerjakan amal saleh serta menghiasi diri dengan
akhlak-akhlak terpuji.
Allah telah memerintahkan manusia untuk mengingat tanda-tand
kekuasaan-Nya yang tersebar di semua makhluk ciptaan-Nya. Juga memerintahkan
manusia untuk mengingat risalah yang dibawa oleh Para nabi dan rasul-Nya, baik
yang berupa kabar gembira maupun peringatan dari-Nya.
Aktivitas mengingat sangat erat kaitannya dengan aktivitas belajar.
Banyak ayat Al-Qur'an yang ditutup dengan kata-kata agar manusia selalu ingat
yang tujuannya agar manusia selalu dapat mengambil pelajaran dari sesuatu, di
antaranya adalah firman-Nya,
"Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya)?" (Q.S. Al-An'aam, 6: 80)
"Supaya mereka mengambil pelajaran" (al-Baqarah: 221)
"Sedikit sekah kamu mengambil pelajaran" (al-Mu'min: 58)

2
"Supaya mereka mengambil pelajaran" (al-A'raaf: 130)
"Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)"(al-A'raaf: 3)
"Supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran."
(Shaad: 29)
"Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”
(Az-Zumar: 9)
“Dan tidak dapat mengambil pelajaran (dari padanya) melainkan orang-
orang yang berakal.” (Ali Imran: 7)
Allah telah mengutus Rasulullah dan menurunkan kepadanya Al-Qur’an
agar menjadi pengingat bagi manusia akan akidah, hari kebangkitan, dan
hari perhitungan di akhirat serta juga sebagai pengingat akan azab yang telah
diturunkan pada umat sebelumnya karena mereka mendustakan nabi dan rasul-Nya.
Hal ini tampak pada firman-Nya.
   
    
   
  
  
   
  
   
 
1. Alif laam mim shaad. 1

1
Ialah huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat -surat
Al Quran seperti: Alif laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad dan sebagainya.
diantara Ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah karena
dipandang Termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, dan ada pula yang menafsirkannya.
golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai nama surat, dan ada
pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian Para
Pendengar supaya memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al
Quran itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad.
kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari Allah dan hanya buatan

3
2. ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, Maka janganlah ada
kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan
dengan kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang -
orang yang beriman.
3. ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah
kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya 2. Amat sedikitlah kamu
mengambil pelajaran (daripadanya). (QS. Al-‘Araaf, 7: 1-3)

  


 
  
  
  
Artinya: (Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan
supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui
bahwasanya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal
mengambil pelajaran. (QS. Ibrahim: 52)

   


   
   
    
  

Artinya: dan Tiadalah kamu berada di dekat gunung Thur ketika Kami menyeru
(Musa), tetapi (kami beritahukan itu kepadamu) sebagai rahmat dari Tuhanmu,
supaya kamu memberi peringatan kepada kaum (Quraisy) yang sekali-kali belum
datang kepada mereka pemberi peringatan sebelum kamu agar mereka ingat. (QS.

Muhammad s.a.w. semata-mata, Maka cobalah mereka buat semacam Al Quran itu.
2
Maksudnya: pemimpin-pemimpin yang membawamu kepada kesesatan.

4
Al-Qashash: 46)

  


 
 
  
Artinya: ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan
berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat
pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (QS. Shaad: 29)

 
 
 
Artinya: Sesungguhnya Kami mudahkan Al Quran itu dengan bahasamu supaya
mereka mendapat pelajaran. (QS. Ad-Dukhan: 58)

   


   
  
  
 
Artinya: Kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka katakan, dan kamu
sekali- kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka. Maka beri peringatanlah
dengan Al Quran orang yang takut dengan ancaman-Ku. (QS. Qaaf: 45)

  


  
Artinya: dan tetaplah memberi peringatan, karena Sesungguhnya peringatan itu
bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Adz-Dzaariyaat; 55)

5
  
 
Artinya: Maka berilah peringatan, karena Sesungguhnya kamu hanyalah orang
yang memberi peringatan. (QS. Al-Ghasiyah: 21)

Lupa adalah permasalahan yang sering menimpa manusia merupakan hal


yang berbahaya baginya. Lupa akan mampu menghalangi manusia dalam mencapai
tujuannya dan dengannya terkadang manusia akan banyak menemui banyak
masalah kehidupannya. Oleh karena itu, tim penulis akan mgulas banyak
tentang dalam berbagai segi.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat disimpulkan beberapa
rumusan masalah, yaitu sebagai berikut.
1. Bagaimana perspektif psikologis dan islam mengenai lupa?
2. Apa saja makna lupa yang terdapat dalam Al-Qur’an?
3. Apa hubungan antara lupa dengan setan?
4. Bagaimana cara mengatasi lupa dalam Islam?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makala ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui padangan dalam psikologis dan islam mengenai lupa.
2. Untuk mengetahui makna lupa dalam Al-Qur’an.
3. Untuk megetahui hubungan antara lupa dengan setan.
4. Untuk mengetahui cara mengatasi lupa dalam Islam.
1.4. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan ini ialah sebagai berikut.
1. Mengetahui pandangan psikologis dan islam mengenai lupa.
2. Mendapatkan informasi tentang makna lupa yang terdapat dalam Al-Qur’an.
3. Mengetahui hubungan yang sebenarnya antara lupa dengan setan.
4. Mendapatkan informasi mengenai cara mengatasi lupa dalam Islam.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Lupa dalam Berbagai Pandangan


2.1.1. Perspektif Psikologis
Sifat lupa dapat didefinisikan sebagai kelemahan alamiah pada
seseorang, baik secara parsial atau keseluruhan (general); permanen maupun
tidak, baik mengingat berbagai pengetahuan atau keahlian fisik tertentu yang dia
miliki sebelumnya. Selain itu, lupa juga dapat diartikan sebagai
ketidakmampuan untuk mengembalikan ingatan, atau melakukan pengenalan
terhadap sesuatu atau melakukannya padahal berbagai situasi dan perangkat
yang biasanya bisa mewujudkan aktivitas tersebut, seperti kebutuhan, perhatian,
upaya, maupun kondisi sekitar yang kondusif, telah terpenuhi. Dengan
demikian, sifat lupa ini telah menghalangi seseorang dari hal-hal yang dahulu
pernah ia capai. Oleh sebab itu, dalam kajian psikologi, dikenal beberapa
istilah tentang lupa seperti yang kemudian disebut dengan pengembalian
ingatan (istirjaa'), lupa ingatan (hilang ingatan), atau lupa diri (hilang
kesadaran).
Selanjutnya, harus dipisahkan antara lupa sebagai sebuah kejadian
yang alamiah, seperti disinggung di atas, dengan amnesia. Yang terakhir ini,
sekalipun juga merupakan ketidakmampuan otak, baik secara parsial maupun
keseluruhan, untuk mengembalikan ingatan atau mengenali kembali
pengalaman maupun kecakapan tertentu yang sebelumnya pernah dicapai,
namun ia biasanya disebabkan oleh adanya gangguan tertentu pada organ tubuh,

7
seperti pada otak atau jaringan saraf. Pada stadium (tingkatan) lanjut,
seseorang yang terkena amnesia ini biasanya lupa dengan aktivitas yang barn
beberapa menit saja dilakukannya. Sebagai contoh, ketika baru beberapa menit
Yang lalu selesai menyantap makanan, tetapi orang itu kembali bertanya,
"Kapan kita akan makan?".
Amnesia terkadang bersumber dari faktor psikologis yang biasanya
dipergunakan si penderita sebagai tameng untuk menghindar dari situasi
tertentu yang tidak sanggup dipikulnya. Contohnya, seorang ibu yang
menderita gangguan jiwa karena kematian anak. lbu tersebut bisa lupa secara
total dengan berbagai kondisi maupun kejadian di seputar kematian anaknya
tersebut namun bisa mengingat dengan baik hal-hal di luar itu. Bentuk lain dari
amnesia ialah yang penyebabnya berasal dari faktor-faktor yang berada di luar
lingkup perasaan si penderita. Contohnya seseorang yang mengalami benturan
emosi yang sangat keras dalam kehidupan kesehariannya atau seorang prajurit
yang menderita kekalahan di medan perang sehingga mengalami goncangan
kejiwaan serius. Begitu seriusnya goncangan tersebut sehingga si prajurit,
bahkan tidak dapat mengingat hal-hal Yang paling sederhana sekalipun
sekaligus berkaitan erat dengan kehidupan pribadinya, seperti nama, tempat
tinggal, maupun orangorang terdekatnya, seperti orang tua, kerabat, atau
sahabat. Akan tetapi, kesadaran penderita amnesia dalam bentuk terakhir ini
biasanya dapat dikembalikan dengan cara hipnotis atau pemberian beberapa
obat/zat kimia tertentu.
2.1.2. Perspektif Islam
Kata lupa juga banyak disebut oleh hadits-hadits Rasulullah SAW,
terutama dalam rangka menunjukkan bahwa sifat ini menipakan bagian dari
tabiat dasar manusia.
Nafi' berkata, "Apabila Abdullah bin Umar ditanya tentang apa yang
harus dilakukan seseorang yang lupa dalam (jumlah rakaat) shalatnya, dia
berkata,""Hendaklah orang tersebut segera berniat dan menambah kembali
rakaat shalatnya.""(HR. Malik)

8
Rasulullah saw. pernah bersabda, "Sesungguhnya Allah memberi
maaf kepada umatku terhadap hal-hal (kesalahan) yang mereka lakukan
karena tidak sengaja, terlupa, maupun terpaksa." (HR. Ibnu Majah)
Dalam hadits lain beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak
menganggap (sebagai dosa) kesalaha'-kesalahan yang dilakukan umatku
karena tidak sengaja, terlupa, maupun dipaksa melakukannya." (HR.
Ibnu Majah)

2.2. Makna Lupa dalam Al-Qur’an


Lupa dalam Al-Qur'an memiliki banyak makna, yaitu sebagai berikut.
1. Lupa atas suatu kejadian, nama seseorang, ataupun suatu informasi yang pernah
diketahuinya sebelumnya adalah lupa biasa yang banyak dihadapi manusia
karena banyaknya yang masuk dalam akal dan pikirannya. Hal ini dipertegas
dengan firman-Nya,
   
Artinya: Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad)
Maka kamu tidak akan lupa, (QS. Al-‘Alaa, 87: 6)

2. Lupa yang tersembunyi dan lebih tepat sebagai suatu kelengahan atau
kelalaian, seperti lupa meletakkan suatu barang. Contoh ini pun dapat
dilihat pada Al-Qur'an.
  
  
  
  
  
   
  
Artinya: Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat
berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang)

9
ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali
syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh
sekali". (QS. Al-Kahfi, 18: 63)

Juga sebagaimana yang dikatakan Musa kepada seorang hamba yang saleh,
yaitu:
   
   
  
Artinya: Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku
dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam
urusanku". (QS. Al-Kahfi, 18: 73)

3. Lupa yang bermakna hilangnya konsentrasi akan suatu permasalahan,


sebagaimana firman Allah yang berbunyi:

 
   
 
 
  
    
 
 
Artinya: orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan
sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang Munkar
dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya3.
mereka telah lupa kepada Allah, Maka Allah melupakan mereka.

3
Maksudnya: Berlaku kikir

10
Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik. (QS.
At-Taubah, 9: 67)

Lupa yang dimaksud di sini adalah meninggalkan ketaatan kepada Allah


karena hilangnya konsentrasi mereka dalani mernatuhl segala perintah-Nya,
hingga Allah pun memalingkan segala kemuliaan dari mereka dan
meninggalkan diri mereka. Lupa dalam artian ini pun tampak dalam firman-
Nya,
  
  
   
 
Artinya: dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah,
lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah
orang-orang yang fasik. (QS. Al-Hasyr, 59: 19)

Yang dimaksud lupa kepada diri sendiri adalah mereka lupa untuk
mengerjakan bagi diri mereka sendiri amal-amal di dunia. Masuk ke dalam
jenis ketiga ini pula yaitu lupa yang dialami oleh Adam, sebagaimana
firman-Nya,
  
    
   
Artinya: dan Sesungguhnya telah Kami perintahkan4 kepada Adam dahulu,
Maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan
yang kuat. (QS. Thaahaa, 20: 115)

4
Perintah Allah ini tersebut dalam ayat 35 surat Al Baqarah.

11
Artinya bahwa Adam sedang lengah akan janjinya kepada Allah hingga ia
melupakan larangan-Nya. Pada saat itulah, setan menggodanya dan
membuatnya melanggar larangan Allah.
2.3. Hubungan Lupa dengan Setan
Setan adalah musuh manusia sejak manusia diciptakan Allah berfirman,
  
 
  
  
   
  
  
 
Artinya: 116. dan (ingatlah) ketika Kami berkata kepada Malaikat: "Sujudlah
kamu kepada Adam", Maka mereka sujud kecuali iblis. ia membangkang. 117.
Maka Kami berkata: "Hai Adam, Sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu
dan bagi isterimu, Maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu
berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. (QS. Thaahaa: 116-
117)

Dalam banyak ayat dalam Al-Qur'an, dijelaskan bagaimana setan selalu


siap menggoda manusia dan menemukan jalan masuk ke dalam hati manusia
dengan cara menghilangkan ingatan manusia. Sehingga, manusia menjadi lupa akan
banyak hal penting dalam hidupnya, khususnya yang berkaitan dengan kepentingan
dan kebaikannya.
Allah selalu mengingatkan manusia agar mewaspadai perangkap setan,
sebagaimana firman-Nya,

  


  

12
  
    
 
   
  
 
Artinya: dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat
Kami, Maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan
yang lain. dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), Maka
janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan
larangan itu). (QS. Al-An'aam, 6: 68)

Apabila kemudian setan berhasil menggoda manusia dan m emasukkannya


dalam perangkapnya sehingga manusia lupa untuk mengingat Allah, maka hal itu
hanya bisa dilakukannya kepada orang-orang yang munafik saja, sebagaimana
firman-Nya,
 
  
   
    
 
 
Artinya: 19. syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa
mengingat Allah; mereka Itulah golongan syaitan. ketahuilah, bahwa
Sesungguhnya golongan syaitan Itulah golongan yang merugi. (QS. Al-
Mujaadilah, 58: 19)

   


  

13
  
  
   
 
Artinya: dan Yusuf berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat diantara
mereka berdua: "Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu." Maka syaitan
menjadikan Dia lupa menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya. karena itu
tetaplah Dia (Yusuf) dalam penjara beberapa tahun lamanya. (QS. Yusuf, 12: 42)

Cara yang diapaki setan dalam memperdaya manusia adalah membuatnya


lupa untuk mengngat Allah dan lupa akan semua kebaikan pada umumnya. Setan
pun mempengaruhi manusia untuk memperkuat dorongan hawa nafsunya yang
merupakan titik kelemahan bagi manusia, hingga is pun akan melakukan berbagai
hal untuk memenuhi dorongannya tersebut.
Sudah menjadi tabiat manusia untuk selalu mendapatkan kenikmatan dan
hal inilah yang dipergunakan setan dalam menjerat manusia. Setan telah masuk ke
dalam diri Adam dan mengiming-iminginya untuk makan buah khuldi serta
menjanjikannya kekuasaan yang tiada akan habis apabila ia makan dari pohon
yang Allah larang baginya walau hanya untuk mendekatinya. Namun, impian
untuk mendapatkan kenikmatan telah membuatnya melanggar larangan Allah
tersebut.
Demikianlah cara setan melakukan tipu dayanya kepada semua manusia.
Setan selalu masuk ke dalam titik kelemahan manusia, balk dengan memunculkan
dorongan hawa nafsunya, dengan menyibukkan diri dengan segala hal yang
makin menjauhkannya dari Allah, maupun yang lainnya. Allah telah berfirman,
  
  
   
  
 

14

   
   
    
   
   
 
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, Maka
Sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang
mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu
sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan
keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang
dikehendaki-Nya. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS. An-
Nuur, 24: 21)

   


  
 
Artinya: syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan
angan-angan kosong pada mereka, Padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada
mereka selain dari tipuan belaka. (QS. An-Nisaa, 4: 120)

  


 
  
  
  
Artinya: dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan

15
kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian Dia
melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu Dia diikuti oleh syaitan (sampai Dia
tergoda), Maka jadilah Dia Termasuk orang-orang yang sesat. (QS. Al-A’raaf, 7:
175)
2.4. Cara Mengatasi Lupa dalam Islam
Seperti yang telah diketahui lupa adalah lawan dari ingat dan hafal. Allah
SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an,
   
  
  
 
Artinya: Jikalau mereka memperoleh tempat perlindunganmu atau gua-gua atau
lobang-lobang (dalam tanah) niscaya mereka pergi kepadanya dengan secepat-
cepatnya. (QS. At-Taubah, 9: 57)

Karena manusia itu adalah makhluk yang sering lupa dan lalai, maka
Rasulullah SAW telah memerintahkan umatnya untuk selalu membaca dan
mempelajari Al-Qur’an agar ia tidak terpisah dari golongan orang yang membawa
dan membaca Al-Qur’an.
Sesungguhnya terapi lupa yang muncul d ari kelalaian hati
untuk mengingat Allah dilakukan dengan cara mengingat -Nya secara
konsisten dan berkesinambungan. Juga mengingat nikmat yang telah diberikan-
Nya, kemuliaan-Nya, mengingat akhirat dan hari perhitungan, sebagaimana
firman Allah,
    
   
   
   
 

16
Artinya: kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah"5. dan ingatlah kepada Tuhanmu
jika kamu lupa dan Katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku
petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini". (QS. Al-Kahfi, 18:
24)

Sesungguhnya Allah telah memuji hamba-Nya yang selalu mengingat-Nya,


sebagaimana firman-Nya,
   
 
  
  
  
  
  
 
   
  
   

Artinya: 190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal, 191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari

5
Menurut riwayat, ada beberapa orang Quraisy bertanya kepada Nabi Muhammad s.a.w.
tentang roh, kisah ashhabul kahfi (penghuni gua) dan kisah Dzulqarnain lalu beliau menjawab,
datanglah besok pagi kepadaku agar aku ceritakan. dan beliau tidak mengucapkan insya Allah
(artinya jika Allah menghendaki). tapi kiranya sampai besok harinya wahyu terlambat datang untuk
menceritakan hal-hal tersebut dan Nabi tidak dapat menjawabnya. Maka turunlah ayat 23-24 di atas,
sebagai pelajaran kepada Nabi; Allah mengingatkan pula bilamana Nabi lupa menyebut insya Allah
haruslah segera menyebutkannya kemudian.

17
siksa neraka. (QS. Ali-Imran, 3: 190-191)

  


  
   
 
   
  
 
 

Artinya: Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di


waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu
telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa).
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-
orang yang beriman. (QS. An-Nisaa: 103)

  


  
   
  
  

Artinya: apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi;
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung. (QS. Al-Jumuah, 62: 10)

Rasulullah menanggulangi lupa dengan berdoa dan diterapkan di saat Ali bin
Abi Thalib mengadu kepadanya akan hilangnya hapalan Al-Qur'an dari dalam
dirinya. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Abbas bahwa is berkata, "Di saat
kami sedang bersama Rasulullah, datang Ali seraya berkata, 'Demi ayah dan
ibuku, ya Rasulullah telah hilang hafalan Al-Qur'an dari dadaku. Aku tidak tak

18
bisa menanggulanginya.' Lalu Rasulullah berkata padanya,

'Wahai Abu Hasan, apakah kau ingin aku ajarkan satu kalimat.
Allah akan memberikanmu manfaat dari kalimat itu dan kalimat itu pun
semakin bermanfaat bagi siapa pun yang kau ajarkan tentangnya. Dengan
kalimat itu pula maka apa yang kau pelajari akan tertancap kuat dalam
dadamu", maka Abu menjawab, 'Baiklah ya Rasulullah, ajarkan padaku
kalimat tersebut: Rasulullah bersabda, 'Pada malam Jumat, apabila kau
mampu, maka bangunlah sepertiga malam terakhirnya. Sesungguhnya itulah
saat-saat yang menjadi saksi dan setiap doa yang dipanjatkan akan dikabulkan.
Saudaraku Yakin telah berkata kepada kaumnya, 'Sesungguhhnya pada saat
itulah aku meminta ampun kepada Allah atas dosa kalian. Ia lalu
mengatakannya hingga datang malam Jumat. Namun apabila kau tidak mampu,
maka bangun di pertengahan malamnya. Namun, apabila tetap tidak bisa,
bangunlah di awal malam. Shalatlah empat rakaat. Di rakaat pertama, bacalah
surah al-Fatihah dan surah Yaasiin; di rakaat kedua bacalah surah al-
Faatihah dan surah ad-Dukhaan; di rakaat ketiga bacalah surah al-Faatihah
dan surah as-Sajadah di rakaat keempat bacalah surah al-Faatihah dan surah
al-Mulk. Apabila kau telah selesai dari tasyawwudmu, maka panjatkanlah
pujian kepada Allah dengan sebaik-baiknya pujian dan bershalawatlah
kepadaku dan kepada semua nabi. Mintalah ampun bagi kaum mukmin dan
mukminat dan juga bagi semua saudaramu yang telah mendahuluimu dalam
iman. Lalu katakanlah di akhir doamu, 'Ya Allah, berikanlah kasih sayang-
Mu padaku dengan membuatku jauh dari maksiat selamanya, selama aku
hidup, dan janganlah Kau bebankan sesuatu yang aku tidak sanggup pikul.
Berikanlah rezeki-Mu padaku berupa pandangan yang selalu membuat-Mu
ridha padaku. Ya Allah pencipta langit dan bumi, Yang Mahakuasa,
Mahaagung dan Mahamulia., demi segala keagungan-Mu, kasih sayang-Mu,
cahaya wajah-Mu, aku mohon padamu agar membuat kitab-Mu mampu
menyinari penglihatanku, melancarkan lisanku, fmembuka hatiku,
melapangkan dadaku dan membuat jasadku menerapkan apa yang ada di

19
dalamnya. Sesungguhnya tiada sesuatu pun yang mengarahkanku dan
memberikanku kebenaran kecuali Engkau. Tiada daya dan upaya melainkan
Engkau'. Wahai Abu Hasan, lakukanlah hal tersebut selama tiga kali jum’at
atau lima atau tujuh, maka dengan seizin Allah, doamu akan dikabulkan.
Demi Yang Mengutusku dengan kebenaran, aku tidak pernah memberikan
hal yang salah kepada seorang muknin.””
Ibnu Abbas berkata, "Demi Allah, tidak ada yang berkumpul dengan
jumlah lima atau tujuh orang, hingga Ali datang menemui Rasulullah di dalam
majelis ini seraya berkata, 'Ya Rasulullah, setiap kali aku merasa kosong, aku
menghafal empat ayat atau lebih. Namun ketika aku mengulangnya, aku terlupa.
Hari ini aku belajar empat puluh ayat atau lebih. Namun di saat aku kembali
membacanya, seolah al-Qur'an tercampur dengan hadits. Apabila aku mencoba me-
lafazkannya, aku seolah tidak bisa mengucapkannya dengan yakin walaupun hanya
satu huruf.' Lalu Rasulullah berkata,

Artinya: berimanlah kepada penguasa Ka'bah wahai Abu Hasan.”6

Cara lain dalam islam untuk menghindari kelupaan terutama dalam belajar
yaitu menjaga ilmu dengan mencatatnya. Curahkan kemampuan diri untuk
menjaga ilmu dengan mencatatnya, karena dengan mencatat akan aman dari
hilangnya ilmu itu, juga bisa mempersingkat waktu kalau ingin membahasnya saat
dibutuhkan, terutama beberapa masalah ilmiyah yang terdapat bukan pada tempat
yang selayaknya. Dan di antara faidahnya yang paling besar adalah saat sudah
berusia lanjut dan kekuatan badan sudah melemah maka engkau masih mempunyai
ilmu yang masih bisa engkau tulis tanpa harus capek membahas dan
menelaahnya kembali.
Mencurahkan kesungguhan dalam mencatat ilmu adalah sesuatu yang
sangat penting, terlebih lagi dalam masalah-masalah yang langka ataupun masalah-
masalah yang tidak ditemukan di sembarang kitab.

6
Yang dimakksud dengan Abu Hasan adalah Ali.

20
Betapa banyak masalah-masalah langka dan penting namun tidak
tercatat dengan alasan bahwa insya Allah saga tidak akan lupa, tapi ternyata
akhirnya dia pun lupa, maka dia berangan-angan seandainya dulu dia
mencatatnya, akan tetapi janganlah sekali-kali engkau menulis di pinggiran atau
tempat kosong antara baris-baris tulisan dalam kitabmu, karena itu akan
menghapus tulisan aslinya, sebab ada sebagian pelajar yang menulis tulisan di
pinggiran atau antara baris kitabnya yang berakibat bisa menghapuskan aslinya,
tetapi seharusnya engkau menulisnya jauh dari tulisan aslinya agar tidak
bercampur antara tulisanmu dan tulisan asli kitabmu, namun iika itu sulit
dilakukan karena banyak yang harus kau tulis sebagai keterangan maka sebaiknya
engkau menulis di kertas lain kemudian engkau tempelkan di tengah-tengah
kitabmu dengan memberi tanda tempat masalah tersebut, lalu tulislah sebanyak
yang dikehendaki.
Dulu para murid Syaikh `Abdurrahman as-Sa'di menceritakan pada kami
bahwa mereka membuat buku catatan kecil yang mereka letakkan di saku baju,
maka setiap kali ada orang yang mengajukan permasalahan kepadanya akan
dia catat, mungkin berupa sebuah faidah yang terlintas dalam fikiran atau
sesuatu yang ditanyakan kepada asy-syaikh maka merekapun mengambil banyak
faidah dari catatan itu.
Maka dari itu buatlah buku saku atau catatan untuk menulis faidah,
masalah-masalah penting dan pembahasan yang tersebar bukan pada tempatnya,
jika menggunakan sampul kitab untuk mencatat masalah-masalah penting dalam
kitab itu maka itu suatu yang bagus, kemudian nantinya engkau pindahkan catatan
itu pada sebuah buku dengan mengurutkan judul-judulnya sambil menyebutkan
pokok permasalahan, nama kitab, serta halaman dan jilidnya, kemudian tulislah
pada catatan itu "nukilan" sehingga tidak tercampur dengan yang bukan nukilan
sebagaimana engkau juga harus menulis "sampai halaman ini" terhadap kitab
yang telah dibaca, sehingga tidak terlewatkan halaman yang belum sempat
terbaca.
Para ulama mempunyai banyak tulisan semacam ini di antaranya
Bada-Pul Fawa-id oleh Ibnul Qayyim al-Jauziyyah. Khabaya az-Zawaya oleh

21
Imam az-Zarkasyi, al-Ighfal dan Baqayal Khabaya serta kitab lainnya.
Oleh karena itu catatlah ilmu, terutama faidah-faidah penting yang
terdapat bukan pada tempat yang sewajarnya, juga mutiara-mutiara ilmu yang
mungkin dilihat dan dengar yang dikhawatirkan akan hilang serta hal lainnya,
karena hafalan itu bisa melemah dan orang bisa saja lupa.
Maksudnya bahwasanya Syaikh Bakr menganjurkan kepada kita untuk
mencatat hal-hal tersebut di atas, misalnya masalah-masalah yang penting
sehingga tidak akan terlupakan terutama apabila masalah-masalah itu terdapat
bukan pada tempat yang sewajarnya, karena kadang-kadang dibahas sebuah
masalah yang dikira terdapat di pembahasan mengenai binatang buruan, padahal
dia terdapat di bab yang lain. Maka apabila hal itu disebutkan di tempat yang lain
bersegeralah untuk mencatatnya. Demikian juga mutiara ilmu yang mungkin
dilihat dan didengar yang dikhawatirkan akan hilang, juga banyak masalah
lain yang tersebar di kitab-kitab para ulama, engkau harus mengumpulkannya dan
menjadikannya dalam sebuah kitab.
Berkata Imam asy-Sya'bi: "Apabila engkau mendengar sesuatu maka
catatlah meskipun di dinding."7 (Diriwayatkan oleh Khaitsamah) Apabila sudah
terkumpul pada dirimu catatan tersebut, maka urutkanlah dalam kitab atau buku
saku sesuai dengan judulnya, karena itu akan sangat membantumu pada saat-saat
mendesak, yang mana para ulama besar pun terkadanc, sulit untuk mendapatkannya.
Selain menjaga ilmu dengan mencatatnya, seseorang juga menjaga
ilmunya dengan mengamalkannya.
Jagalah i1mumu8 dengan cara mengamalkan dan mengikuti Sunnah
Rasulullah &". Al-Khatib al-Baghdadi berkata: "Seorang yang mempelajari hadits,
wajib untuk mengikhlaskan niatnya dalam belajar dan bertujuan mencari wajah
(ridha) Allah, dan janganlah ia jadikan ilmu itu sebagai sarana untuk
mencapai kedudukan yang tinggi, jangan pula digunakan untuk mencari jabatan,
karena telah datang ancaman bagi orang yang menjual ilmunya untuk
mendapatkan keuntungan duniawi.

7
Al-'Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih, Syarah Adab & Manfaat Menuntut Ilmu,
2005, hal. 164.
8
Ibid.

22
Telah datang ancaman bagi orang yang menuntut ilmu namun tidak
ikhlas karena Allah yaitu dia tidak akan mendapatkan bau surga,
sebagaimana yang disebutkan oleh al-Khatib al-Baghdadi,
seharusnya seorang penuntut ilmu itu mengikhlaskan niat-niatnya yaitu
berniat melaksanakan perintah Allah dan mencari pahala dalam belajarnya,
menjaga dan membela syari'at Allah, dan bertujuan menghilangkan
kebodohan dari dirinya sendiri juga orang lain. Semua hal itu
menunjukkan adanya keikhlasan. Dan bukan bertujuan untuk mendapatkan
kehormatan, kemuliaan, martabat dan jabatan.
Hindarilah sikap berbangga dan menyombongkan diri, dan juga jangan
sampai tujuan dalam belajar hadits adalah untuk mencari jabatan, memperbanyak
pengikut serta mendirikan majelis i1mu. Karena kebanyakan penyakit yang
merasuki para ulama adalah dari sisi ini.
Ada sebuah ancaman keras bagi yang belajar ilmu agama hanya untuk
menyaingi para ulama dan berdebat dengan orang-orang yang bodoh.9
Janganlah engkau bertujuan untuk berbangga dan menyombongkan diri, juga
jangan bertujuan agar orang lain berpaling kepadamu atau niat lainnya yang
semacam itu. Karena ini semua adalah niat yang jelek. Padahal semua itu akan
engkau dapatkan meskipun berniat yang baik, karena jika berniat yang baik
maka akan menjadi imam dan pemimpin manusia, sehingga mereka akan belajar
darinya.
Jadikanlah hafalanmu terhadap hadits Rasulullah sebagai hafalan ri'ayah
(menjaga ajaran agama) bukan sekedar menghafal untuk meriwayatkannya,
karena perawi ilmu itu banyak, namun yang mampu menjaga dan
mengamalkannya itu cuma sedikit. Dan betapa banyak orang yang datang untuk
belajar tetapi seperti orang yang tidak datang, juga betapa banyak orang yang
berilmu seperti orang bodoh dan orang-orang menghafal hadits namun sama
sekali tidak memahaminya, apabila di dalam menyampaikan ilmunya,
menyampaikan hukumnya seperti orang yang kehilangan ilmu dan
pengetahuannya.

9
Ibid., hal. 166.

23
Maksud menjaga ri'ayah adalah memahami makna hadits, mengamalkan
lalu menjelaskannya kepada orang lain, karena kalau sekedar menghafalkan tanpa
memahami maknanya akan sangat kurang sekali. Rasulullah SAW, bersabda:
"Betapa banyak yang orang yang disampaikan ilmu kepadanya itu lebih faham
daripada yang mendengar langsung."10 Sebenarnya tujuan dari belajar al-Hadits dan
al-Qur-an al-Karim adalah untuk memahami maknanya, sehingga bisa
mengamalkan Berta mendakwahkannya, Namun Allah Ta'ala menjadikan manusia
itu bermacam-macam, Ada di antara manusia itu yang cuma bisa meriwayatkan
namun dia tidak tabu sama sekali tentang maknanya kecuali makna yang sangat
jelas yang tidak butuh dijelaskan lagi, namun dalam masalah hafalan dia sangat kuat
sekali. Ada lagi manusia yang diberikan oleh Allah kefahaman namun hafalannya
sangat lemah, hanya saja dia bisa mencurahkan sumbersumber ilmu yang terambil
dari nash-nash yang ada. Namun ada sebagian manusia yang memiliki keduanya,
yaitu kekuatan hafalan dan kefahaman, namun ini sangat jarang. Rasulullah telah
menggambarkan tentang orang-orang yang diberi oleh Allah Ta'ala ilmu sebagai
air hujan yang menyirami bumi, maka bumi yang terkena air hujan itu ada tiga
macam11:
Pertama, tanah tandus yang menelan air namun tidak bisa menumbuhkan
rerumputan. Ini permisalan orang yang sama sekali tidak memperhatikan
ilmu, dia tidak dapat mengambil manfaat baik untuk dirinya sendiri maupun
orang lain.
Kedua, tanah yang bisa menahan (menyerap) air namun tidak bisa
menumbuhkan tanaman. Merekalah para perawi hadits, mereka mampu menahan
air sehingga orang lain bisa minum dan mengairi sawah untuk menanam, namun
diri mereka sendiri tidak bisa melakukan apa-apa kecuali hanya sekedar
menghafalkannya.
Ketiga, tanah subur yang mampu menerima air dan menumbuhkan
tanaman, maka orang lain bisa mengambil manfaat dan juga memberi makan
bagi hewan ternak mereka. Mereka lah yang diberikan oleh Allah ilmu dan

10
Shahih, riwayat at-Tirmidzi (2657), beliau berkata: "Hadits ini hasan shahih."
11
Riwayat al-Bukhari (79), Muslim (2282). Asal-usul hadits ini dari Abu Musa al-
Asy'ari.

24
kefahaman, mereka bisa memberi manfaat bagi orang lain, begitu juga diri mereka
sendiri mengambil manfaatnya.
Maka seharusnya seseorang yang belajar ilmu agama untuk bersikap yang
berbeda dengan kebiasaan orang-orang awwam dengan cara mengikuti Sunnah
Rasulullah sebisanya serta m praktekkan Sunnah pada dirinya, sebagaimana
firman Allah:
    
   
  
  
  

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzaab, 33: 21)

Kalau hal ini dalam perkara ibadah maka masalahnya jelas, adapun kalau
dalam urusan yang kebetulan dilakukan oleh Rasulullah tanpa sengaja, apakah
disyari'atkan bagi kita untuk mengikutinva ataukah tidak? Dulu 'Abdullah bin
'Umar dan bapaknya mengikuti hal tersebut sampai-sampai beliau
memperhatikan tempat yang pernah disinggahi oleh Rasulullah untuk kencing
maka beliau pun singgah di situ dan kencing, meskipun sebenarnya sedang
tidak ingin kencing.

Sebagian ulama berkata: "Setiap kemuliaan yang tidak didukung dengan


ilmu, maka akan berakhir pada kehinaan."12

12
Ini adalah ucapan al-Akhnas bin Qais.

25
BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut.
1. Dalam kajian psikologi, dikenal beberapa istilah tentang lupa seperti yang
kemudian disebut dengan pengembalian ingatan (istirjaa'), lupa ingatan (hilang
ingatan), atau lupa diri (hilang kesadaran). Sedangkan dalam kajian Islam, kata
lupa juga banyak disebut oleh hadits-hadits Rasulullah SAW, terutama dalam
rangka menunjukkan bahwa sifat ini menipakan bagian dari tabiat dasar
manusia.
2. Makna lupa yang disebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu:
a. Lupa atas suatu kejadian, nama seseorang, ataupun suatu informasi yang
pernah diketahuinya sebelumnya adalah lupa biasa yang banyak dihadapi
manusia karena banyaknya yang masuk dalam akal dan pikirannya.

26
b. Lupa yang tersembunyi dan lebih tepat sebagai suatu kelengahan atau
kelalaian, seperti lupa meletakkan suatu barang.
c. Lupa yang bermakna hilangnya konsentrasi akan suatu permasalahan.
3. Dalam banyak ayat dalam Al-Qur'an, dijelaskan bagaimana setan selalu siap
menggoda manusia dan menemukan jalan masuk ke dalam hati manusia
dengan cara menghilangkan ingatan manusia. Sehingga, manusia menjadi lupa
akan banyak hal penting dalam hidupnya, khususnya yang berkaitan dengan
kepentingan dan kebaikannya.
4. Manusia itu adalah makhluk yang sering lupa dan lalai, maka Rasulullah SAW
memerintahkan umatnya untuk mengatasi hal tersebut dengan beberapa cara
yang terdapat dalam Islam, yaitu sebagai berikut.
a. Selalu membaca dan mempelajari Al-Qur’an agar ia tidak terpisah dari
golongan orang yang membawa dan membaca Al-Qur’an.
b. Sesungguhnya terapi lupa yang muncul dari kelalaian hati
untuk mengingat Allah dilakukan dengan cara mengingat -Nya
secara konsisten dan berkesinambungan. Juga mengingat nikmat yang telah
diberikan-Nya, kemuliaan-Nya, mengingat akhirat dan hari perhitungan, dan
lain-lain.
c. Cara lain dalam islam untuk menghindari kelupaan terutama dalam belajar
yaitu menjaga ilmu dengan mencatatnya.
d. Selain menjaga ilmu dengan mencatatnya, seseorang juga menjaga ilmunya
dengan mengamalkannya.

3.2. Saran-saran
Penulis mengetahui bahwa makalah ini masih banyak memiliki
kekurangan. Oleh karena itu, untuk kedepannya para pembaca dapat
menambahkan hal-hal yang kurang dalam karya tulis ini. Penulis juga berharap
bahwa nantinya para pembaca banyak mengetahui dengan baik cara mengatasi
lupa sesuai dengan ajaran Islam dan dapat mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari.

27
DAFTAR PUSTAKA

Al-'Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih. 2005. Syarah Adab & Manfaat
Menuntut Ilmu. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi'i.
Az-Zahrani, Dr. Musfir bin Said. 2005. Konseling Terapi. Jakarta: Gema Insani
Press.
Raslan, Abu Abdullah Muhammad bin Said. 2007. Penyakit Ilmu. Jakarta:
Cendekia.
Riyadh, Saad. 2007. Jiwa dalam Bimbingan Rasulullah SAW. Jakarta: Gema
Insani Press.

28

You might also like