Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
"Supaya mereka mengambil pelajaran" (al-A'raaf: 130)
"Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)"(al-A'raaf: 3)
"Supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran."
(Shaad: 29)
"Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”
(Az-Zumar: 9)
“Dan tidak dapat mengambil pelajaran (dari padanya) melainkan orang-
orang yang berakal.” (Ali Imran: 7)
Allah telah mengutus Rasulullah dan menurunkan kepadanya Al-Qur’an
agar menjadi pengingat bagi manusia akan akidah, hari kebangkitan, dan
hari perhitungan di akhirat serta juga sebagai pengingat akan azab yang telah
diturunkan pada umat sebelumnya karena mereka mendustakan nabi dan rasul-Nya.
Hal ini tampak pada firman-Nya.
1. Alif laam mim shaad. 1
1
Ialah huruf-huruf abjad yang terletak pada permulaan sebagian dari surat -surat
Al Quran seperti: Alif laam miim, Alif laam raa, Alif laam miim shaad dan sebagainya.
diantara Ahli-ahli tafsir ada yang menyerahkan pengertiannya kepada Allah karena
dipandang Termasuk ayat-ayat mutasyaabihaat, dan ada pula yang menafsirkannya.
golongan yang menafsirkannya ada yang memandangnya sebagai nama surat, dan ada
pula yang berpendapat bahwa huruf-huruf abjad itu gunanya untuk menarik perhatian Para
Pendengar supaya memperhatikan Al Quran itu, dan untuk mengisyaratkan bahwa Al
Quran itu diturunkan dari Allah dalam bahasa Arab yang tersusun dari huruf-huruf abjad.
kalau mereka tidak percaya bahwa Al Quran diturunkan dari Allah dan hanya buatan
3
2. ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, Maka janganlah ada
kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan
dengan kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang -
orang yang beriman.
3. ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah
kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya 2. Amat sedikitlah kamu
mengambil pelajaran (daripadanya). (QS. Al-‘Araaf, 7: 1-3)
Muhammad s.a.w. semata-mata, Maka cobalah mereka buat semacam Al Quran itu.
2
Maksudnya: pemimpin-pemimpin yang membawamu kepada kesesatan.
4
Al-Qashash: 46)
Artinya: Sesungguhnya Kami mudahkan Al Quran itu dengan bahasamu supaya
mereka mendapat pelajaran. (QS. Ad-Dukhan: 58)
5
Artinya: Maka berilah peringatan, karena Sesungguhnya kamu hanyalah orang
yang memberi peringatan. (QS. Al-Ghasiyah: 21)
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
seperti pada otak atau jaringan saraf. Pada stadium (tingkatan) lanjut,
seseorang yang terkena amnesia ini biasanya lupa dengan aktivitas yang barn
beberapa menit saja dilakukannya. Sebagai contoh, ketika baru beberapa menit
Yang lalu selesai menyantap makanan, tetapi orang itu kembali bertanya,
"Kapan kita akan makan?".
Amnesia terkadang bersumber dari faktor psikologis yang biasanya
dipergunakan si penderita sebagai tameng untuk menghindar dari situasi
tertentu yang tidak sanggup dipikulnya. Contohnya, seorang ibu yang
menderita gangguan jiwa karena kematian anak. lbu tersebut bisa lupa secara
total dengan berbagai kondisi maupun kejadian di seputar kematian anaknya
tersebut namun bisa mengingat dengan baik hal-hal di luar itu. Bentuk lain dari
amnesia ialah yang penyebabnya berasal dari faktor-faktor yang berada di luar
lingkup perasaan si penderita. Contohnya seseorang yang mengalami benturan
emosi yang sangat keras dalam kehidupan kesehariannya atau seorang prajurit
yang menderita kekalahan di medan perang sehingga mengalami goncangan
kejiwaan serius. Begitu seriusnya goncangan tersebut sehingga si prajurit,
bahkan tidak dapat mengingat hal-hal Yang paling sederhana sekalipun
sekaligus berkaitan erat dengan kehidupan pribadinya, seperti nama, tempat
tinggal, maupun orangorang terdekatnya, seperti orang tua, kerabat, atau
sahabat. Akan tetapi, kesadaran penderita amnesia dalam bentuk terakhir ini
biasanya dapat dikembalikan dengan cara hipnotis atau pemberian beberapa
obat/zat kimia tertentu.
2.1.2. Perspektif Islam
Kata lupa juga banyak disebut oleh hadits-hadits Rasulullah SAW,
terutama dalam rangka menunjukkan bahwa sifat ini menipakan bagian dari
tabiat dasar manusia.
Nafi' berkata, "Apabila Abdullah bin Umar ditanya tentang apa yang
harus dilakukan seseorang yang lupa dalam (jumlah rakaat) shalatnya, dia
berkata,""Hendaklah orang tersebut segera berniat dan menambah kembali
rakaat shalatnya.""(HR. Malik)
8
Rasulullah saw. pernah bersabda, "Sesungguhnya Allah memberi
maaf kepada umatku terhadap hal-hal (kesalahan) yang mereka lakukan
karena tidak sengaja, terlupa, maupun terpaksa." (HR. Ibnu Majah)
Dalam hadits lain beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak
menganggap (sebagai dosa) kesalaha'-kesalahan yang dilakukan umatku
karena tidak sengaja, terlupa, maupun dipaksa melakukannya." (HR.
Ibnu Majah)
2. Lupa yang tersembunyi dan lebih tepat sebagai suatu kelengahan atau
kelalaian, seperti lupa meletakkan suatu barang. Contoh ini pun dapat
dilihat pada Al-Qur'an.
Artinya: Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat
berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang)
9
ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali
syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh
sekali". (QS. Al-Kahfi, 18: 63)
Juga sebagaimana yang dikatakan Musa kepada seorang hamba yang saleh,
yaitu:
Artinya: Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku
dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam
urusanku". (QS. Al-Kahfi, 18: 73)
3
Maksudnya: Berlaku kikir
10
Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik. (QS.
At-Taubah, 9: 67)
Yang dimaksud lupa kepada diri sendiri adalah mereka lupa untuk
mengerjakan bagi diri mereka sendiri amal-amal di dunia. Masuk ke dalam
jenis ketiga ini pula yaitu lupa yang dialami oleh Adam, sebagaimana
firman-Nya,
Artinya: dan Sesungguhnya telah Kami perintahkan4 kepada Adam dahulu,
Maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan
yang kuat. (QS. Thaahaa, 20: 115)
4
Perintah Allah ini tersebut dalam ayat 35 surat Al Baqarah.
11
Artinya bahwa Adam sedang lengah akan janjinya kepada Allah hingga ia
melupakan larangan-Nya. Pada saat itulah, setan menggodanya dan
membuatnya melanggar larangan Allah.
2.3. Hubungan Lupa dengan Setan
Setan adalah musuh manusia sejak manusia diciptakan Allah berfirman,
Artinya: 116. dan (ingatlah) ketika Kami berkata kepada Malaikat: "Sujudlah
kamu kepada Adam", Maka mereka sujud kecuali iblis. ia membangkang. 117.
Maka Kami berkata: "Hai Adam, Sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh bagimu
dan bagi isterimu, Maka sekali-kali janganlah sampai ia mengeluarkan kamu
berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka. (QS. Thaahaa: 116-
117)
12
Artinya: dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat
Kami, Maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan
yang lain. dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), Maka
janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan
larangan itu). (QS. Al-An'aam, 6: 68)
13
Artinya: dan Yusuf berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat diantara
mereka berdua: "Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu." Maka syaitan
menjadikan Dia lupa menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya. karena itu
tetaplah Dia (Yusuf) dalam penjara beberapa tahun lamanya. (QS. Yusuf, 12: 42)
14
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, Maka
Sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang
mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu
sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan
keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang
dikehendaki-Nya. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS. An-
Nuur, 24: 21)
15
kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian Dia
melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu Dia diikuti oleh syaitan (sampai Dia
tergoda), Maka jadilah Dia Termasuk orang-orang yang sesat. (QS. Al-A’raaf, 7:
175)
2.4. Cara Mengatasi Lupa dalam Islam
Seperti yang telah diketahui lupa adalah lawan dari ingat dan hafal. Allah
SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an,
Artinya: Jikalau mereka memperoleh tempat perlindunganmu atau gua-gua atau
lobang-lobang (dalam tanah) niscaya mereka pergi kepadanya dengan secepat-
cepatnya. (QS. At-Taubah, 9: 57)
Karena manusia itu adalah makhluk yang sering lupa dan lalai, maka
Rasulullah SAW telah memerintahkan umatnya untuk selalu membaca dan
mempelajari Al-Qur’an agar ia tidak terpisah dari golongan orang yang membawa
dan membaca Al-Qur’an.
Sesungguhnya terapi lupa yang muncul d ari kelalaian hati
untuk mengingat Allah dilakukan dengan cara mengingat -Nya secara
konsisten dan berkesinambungan. Juga mengingat nikmat yang telah diberikan-
Nya, kemuliaan-Nya, mengingat akhirat dan hari perhitungan, sebagaimana
firman Allah,
16
Artinya: kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah"5. dan ingatlah kepada Tuhanmu
jika kamu lupa dan Katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku
petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini". (QS. Al-Kahfi, 18:
24)
Artinya: 190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal, 191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari
5
Menurut riwayat, ada beberapa orang Quraisy bertanya kepada Nabi Muhammad s.a.w.
tentang roh, kisah ashhabul kahfi (penghuni gua) dan kisah Dzulqarnain lalu beliau menjawab,
datanglah besok pagi kepadaku agar aku ceritakan. dan beliau tidak mengucapkan insya Allah
(artinya jika Allah menghendaki). tapi kiranya sampai besok harinya wahyu terlambat datang untuk
menceritakan hal-hal tersebut dan Nabi tidak dapat menjawabnya. Maka turunlah ayat 23-24 di atas,
sebagai pelajaran kepada Nabi; Allah mengingatkan pula bilamana Nabi lupa menyebut insya Allah
haruslah segera menyebutkannya kemudian.
17
siksa neraka. (QS. Ali-Imran, 3: 190-191)
Artinya: apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi;
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung. (QS. Al-Jumuah, 62: 10)
Rasulullah menanggulangi lupa dengan berdoa dan diterapkan di saat Ali bin
Abi Thalib mengadu kepadanya akan hilangnya hapalan Al-Qur'an dari dalam
dirinya. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Abbas bahwa is berkata, "Di saat
kami sedang bersama Rasulullah, datang Ali seraya berkata, 'Demi ayah dan
ibuku, ya Rasulullah telah hilang hafalan Al-Qur'an dari dadaku. Aku tidak tak
18
bisa menanggulanginya.' Lalu Rasulullah berkata padanya,
'Wahai Abu Hasan, apakah kau ingin aku ajarkan satu kalimat.
Allah akan memberikanmu manfaat dari kalimat itu dan kalimat itu pun
semakin bermanfaat bagi siapa pun yang kau ajarkan tentangnya. Dengan
kalimat itu pula maka apa yang kau pelajari akan tertancap kuat dalam
dadamu", maka Abu menjawab, 'Baiklah ya Rasulullah, ajarkan padaku
kalimat tersebut: Rasulullah bersabda, 'Pada malam Jumat, apabila kau
mampu, maka bangunlah sepertiga malam terakhirnya. Sesungguhnya itulah
saat-saat yang menjadi saksi dan setiap doa yang dipanjatkan akan dikabulkan.
Saudaraku Yakin telah berkata kepada kaumnya, 'Sesungguhhnya pada saat
itulah aku meminta ampun kepada Allah atas dosa kalian. Ia lalu
mengatakannya hingga datang malam Jumat. Namun apabila kau tidak mampu,
maka bangun di pertengahan malamnya. Namun, apabila tetap tidak bisa,
bangunlah di awal malam. Shalatlah empat rakaat. Di rakaat pertama, bacalah
surah al-Fatihah dan surah Yaasiin; di rakaat kedua bacalah surah al-
Faatihah dan surah ad-Dukhaan; di rakaat ketiga bacalah surah al-Faatihah
dan surah as-Sajadah di rakaat keempat bacalah surah al-Faatihah dan surah
al-Mulk. Apabila kau telah selesai dari tasyawwudmu, maka panjatkanlah
pujian kepada Allah dengan sebaik-baiknya pujian dan bershalawatlah
kepadaku dan kepada semua nabi. Mintalah ampun bagi kaum mukmin dan
mukminat dan juga bagi semua saudaramu yang telah mendahuluimu dalam
iman. Lalu katakanlah di akhir doamu, 'Ya Allah, berikanlah kasih sayang-
Mu padaku dengan membuatku jauh dari maksiat selamanya, selama aku
hidup, dan janganlah Kau bebankan sesuatu yang aku tidak sanggup pikul.
Berikanlah rezeki-Mu padaku berupa pandangan yang selalu membuat-Mu
ridha padaku. Ya Allah pencipta langit dan bumi, Yang Mahakuasa,
Mahaagung dan Mahamulia., demi segala keagungan-Mu, kasih sayang-Mu,
cahaya wajah-Mu, aku mohon padamu agar membuat kitab-Mu mampu
menyinari penglihatanku, melancarkan lisanku, fmembuka hatiku,
melapangkan dadaku dan membuat jasadku menerapkan apa yang ada di
19
dalamnya. Sesungguhnya tiada sesuatu pun yang mengarahkanku dan
memberikanku kebenaran kecuali Engkau. Tiada daya dan upaya melainkan
Engkau'. Wahai Abu Hasan, lakukanlah hal tersebut selama tiga kali jum’at
atau lima atau tujuh, maka dengan seizin Allah, doamu akan dikabulkan.
Demi Yang Mengutusku dengan kebenaran, aku tidak pernah memberikan
hal yang salah kepada seorang muknin.””
Ibnu Abbas berkata, "Demi Allah, tidak ada yang berkumpul dengan
jumlah lima atau tujuh orang, hingga Ali datang menemui Rasulullah di dalam
majelis ini seraya berkata, 'Ya Rasulullah, setiap kali aku merasa kosong, aku
menghafal empat ayat atau lebih. Namun ketika aku mengulangnya, aku terlupa.
Hari ini aku belajar empat puluh ayat atau lebih. Namun di saat aku kembali
membacanya, seolah al-Qur'an tercampur dengan hadits. Apabila aku mencoba me-
lafazkannya, aku seolah tidak bisa mengucapkannya dengan yakin walaupun hanya
satu huruf.' Lalu Rasulullah berkata,
Cara lain dalam islam untuk menghindari kelupaan terutama dalam belajar
yaitu menjaga ilmu dengan mencatatnya. Curahkan kemampuan diri untuk
menjaga ilmu dengan mencatatnya, karena dengan mencatat akan aman dari
hilangnya ilmu itu, juga bisa mempersingkat waktu kalau ingin membahasnya saat
dibutuhkan, terutama beberapa masalah ilmiyah yang terdapat bukan pada tempat
yang selayaknya. Dan di antara faidahnya yang paling besar adalah saat sudah
berusia lanjut dan kekuatan badan sudah melemah maka engkau masih mempunyai
ilmu yang masih bisa engkau tulis tanpa harus capek membahas dan
menelaahnya kembali.
Mencurahkan kesungguhan dalam mencatat ilmu adalah sesuatu yang
sangat penting, terlebih lagi dalam masalah-masalah yang langka ataupun masalah-
masalah yang tidak ditemukan di sembarang kitab.
6
Yang dimakksud dengan Abu Hasan adalah Ali.
20
Betapa banyak masalah-masalah langka dan penting namun tidak
tercatat dengan alasan bahwa insya Allah saga tidak akan lupa, tapi ternyata
akhirnya dia pun lupa, maka dia berangan-angan seandainya dulu dia
mencatatnya, akan tetapi janganlah sekali-kali engkau menulis di pinggiran atau
tempat kosong antara baris-baris tulisan dalam kitabmu, karena itu akan
menghapus tulisan aslinya, sebab ada sebagian pelajar yang menulis tulisan di
pinggiran atau antara baris kitabnya yang berakibat bisa menghapuskan aslinya,
tetapi seharusnya engkau menulisnya jauh dari tulisan aslinya agar tidak
bercampur antara tulisanmu dan tulisan asli kitabmu, namun iika itu sulit
dilakukan karena banyak yang harus kau tulis sebagai keterangan maka sebaiknya
engkau menulis di kertas lain kemudian engkau tempelkan di tengah-tengah
kitabmu dengan memberi tanda tempat masalah tersebut, lalu tulislah sebanyak
yang dikehendaki.
Dulu para murid Syaikh `Abdurrahman as-Sa'di menceritakan pada kami
bahwa mereka membuat buku catatan kecil yang mereka letakkan di saku baju,
maka setiap kali ada orang yang mengajukan permasalahan kepadanya akan
dia catat, mungkin berupa sebuah faidah yang terlintas dalam fikiran atau
sesuatu yang ditanyakan kepada asy-syaikh maka merekapun mengambil banyak
faidah dari catatan itu.
Maka dari itu buatlah buku saku atau catatan untuk menulis faidah,
masalah-masalah penting dan pembahasan yang tersebar bukan pada tempatnya,
jika menggunakan sampul kitab untuk mencatat masalah-masalah penting dalam
kitab itu maka itu suatu yang bagus, kemudian nantinya engkau pindahkan catatan
itu pada sebuah buku dengan mengurutkan judul-judulnya sambil menyebutkan
pokok permasalahan, nama kitab, serta halaman dan jilidnya, kemudian tulislah
pada catatan itu "nukilan" sehingga tidak tercampur dengan yang bukan nukilan
sebagaimana engkau juga harus menulis "sampai halaman ini" terhadap kitab
yang telah dibaca, sehingga tidak terlewatkan halaman yang belum sempat
terbaca.
Para ulama mempunyai banyak tulisan semacam ini di antaranya
Bada-Pul Fawa-id oleh Ibnul Qayyim al-Jauziyyah. Khabaya az-Zawaya oleh
21
Imam az-Zarkasyi, al-Ighfal dan Baqayal Khabaya serta kitab lainnya.
Oleh karena itu catatlah ilmu, terutama faidah-faidah penting yang
terdapat bukan pada tempat yang sewajarnya, juga mutiara-mutiara ilmu yang
mungkin dilihat dan dengar yang dikhawatirkan akan hilang serta hal lainnya,
karena hafalan itu bisa melemah dan orang bisa saja lupa.
Maksudnya bahwasanya Syaikh Bakr menganjurkan kepada kita untuk
mencatat hal-hal tersebut di atas, misalnya masalah-masalah yang penting
sehingga tidak akan terlupakan terutama apabila masalah-masalah itu terdapat
bukan pada tempat yang sewajarnya, karena kadang-kadang dibahas sebuah
masalah yang dikira terdapat di pembahasan mengenai binatang buruan, padahal
dia terdapat di bab yang lain. Maka apabila hal itu disebutkan di tempat yang lain
bersegeralah untuk mencatatnya. Demikian juga mutiara ilmu yang mungkin
dilihat dan didengar yang dikhawatirkan akan hilang, juga banyak masalah
lain yang tersebar di kitab-kitab para ulama, engkau harus mengumpulkannya dan
menjadikannya dalam sebuah kitab.
Berkata Imam asy-Sya'bi: "Apabila engkau mendengar sesuatu maka
catatlah meskipun di dinding."7 (Diriwayatkan oleh Khaitsamah) Apabila sudah
terkumpul pada dirimu catatan tersebut, maka urutkanlah dalam kitab atau buku
saku sesuai dengan judulnya, karena itu akan sangat membantumu pada saat-saat
mendesak, yang mana para ulama besar pun terkadanc, sulit untuk mendapatkannya.
Selain menjaga ilmu dengan mencatatnya, seseorang juga menjaga
ilmunya dengan mengamalkannya.
Jagalah i1mumu8 dengan cara mengamalkan dan mengikuti Sunnah
Rasulullah &". Al-Khatib al-Baghdadi berkata: "Seorang yang mempelajari hadits,
wajib untuk mengikhlaskan niatnya dalam belajar dan bertujuan mencari wajah
(ridha) Allah, dan janganlah ia jadikan ilmu itu sebagai sarana untuk
mencapai kedudukan yang tinggi, jangan pula digunakan untuk mencari jabatan,
karena telah datang ancaman bagi orang yang menjual ilmunya untuk
mendapatkan keuntungan duniawi.
7
Al-'Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih, Syarah Adab & Manfaat Menuntut Ilmu,
2005, hal. 164.
8
Ibid.
22
Telah datang ancaman bagi orang yang menuntut ilmu namun tidak
ikhlas karena Allah yaitu dia tidak akan mendapatkan bau surga,
sebagaimana yang disebutkan oleh al-Khatib al-Baghdadi,
seharusnya seorang penuntut ilmu itu mengikhlaskan niat-niatnya yaitu
berniat melaksanakan perintah Allah dan mencari pahala dalam belajarnya,
menjaga dan membela syari'at Allah, dan bertujuan menghilangkan
kebodohan dari dirinya sendiri juga orang lain. Semua hal itu
menunjukkan adanya keikhlasan. Dan bukan bertujuan untuk mendapatkan
kehormatan, kemuliaan, martabat dan jabatan.
Hindarilah sikap berbangga dan menyombongkan diri, dan juga jangan
sampai tujuan dalam belajar hadits adalah untuk mencari jabatan, memperbanyak
pengikut serta mendirikan majelis i1mu. Karena kebanyakan penyakit yang
merasuki para ulama adalah dari sisi ini.
Ada sebuah ancaman keras bagi yang belajar ilmu agama hanya untuk
menyaingi para ulama dan berdebat dengan orang-orang yang bodoh.9
Janganlah engkau bertujuan untuk berbangga dan menyombongkan diri, juga
jangan bertujuan agar orang lain berpaling kepadamu atau niat lainnya yang
semacam itu. Karena ini semua adalah niat yang jelek. Padahal semua itu akan
engkau dapatkan meskipun berniat yang baik, karena jika berniat yang baik
maka akan menjadi imam dan pemimpin manusia, sehingga mereka akan belajar
darinya.
Jadikanlah hafalanmu terhadap hadits Rasulullah sebagai hafalan ri'ayah
(menjaga ajaran agama) bukan sekedar menghafal untuk meriwayatkannya,
karena perawi ilmu itu banyak, namun yang mampu menjaga dan
mengamalkannya itu cuma sedikit. Dan betapa banyak orang yang datang untuk
belajar tetapi seperti orang yang tidak datang, juga betapa banyak orang yang
berilmu seperti orang bodoh dan orang-orang menghafal hadits namun sama
sekali tidak memahaminya, apabila di dalam menyampaikan ilmunya,
menyampaikan hukumnya seperti orang yang kehilangan ilmu dan
pengetahuannya.
9
Ibid., hal. 166.
23
Maksud menjaga ri'ayah adalah memahami makna hadits, mengamalkan
lalu menjelaskannya kepada orang lain, karena kalau sekedar menghafalkan tanpa
memahami maknanya akan sangat kurang sekali. Rasulullah SAW, bersabda:
"Betapa banyak yang orang yang disampaikan ilmu kepadanya itu lebih faham
daripada yang mendengar langsung."10 Sebenarnya tujuan dari belajar al-Hadits dan
al-Qur-an al-Karim adalah untuk memahami maknanya, sehingga bisa
mengamalkan Berta mendakwahkannya, Namun Allah Ta'ala menjadikan manusia
itu bermacam-macam, Ada di antara manusia itu yang cuma bisa meriwayatkan
namun dia tidak tabu sama sekali tentang maknanya kecuali makna yang sangat
jelas yang tidak butuh dijelaskan lagi, namun dalam masalah hafalan dia sangat kuat
sekali. Ada lagi manusia yang diberikan oleh Allah kefahaman namun hafalannya
sangat lemah, hanya saja dia bisa mencurahkan sumbersumber ilmu yang terambil
dari nash-nash yang ada. Namun ada sebagian manusia yang memiliki keduanya,
yaitu kekuatan hafalan dan kefahaman, namun ini sangat jarang. Rasulullah telah
menggambarkan tentang orang-orang yang diberi oleh Allah Ta'ala ilmu sebagai
air hujan yang menyirami bumi, maka bumi yang terkena air hujan itu ada tiga
macam11:
Pertama, tanah tandus yang menelan air namun tidak bisa menumbuhkan
rerumputan. Ini permisalan orang yang sama sekali tidak memperhatikan
ilmu, dia tidak dapat mengambil manfaat baik untuk dirinya sendiri maupun
orang lain.
Kedua, tanah yang bisa menahan (menyerap) air namun tidak bisa
menumbuhkan tanaman. Merekalah para perawi hadits, mereka mampu menahan
air sehingga orang lain bisa minum dan mengairi sawah untuk menanam, namun
diri mereka sendiri tidak bisa melakukan apa-apa kecuali hanya sekedar
menghafalkannya.
Ketiga, tanah subur yang mampu menerima air dan menumbuhkan
tanaman, maka orang lain bisa mengambil manfaat dan juga memberi makan
bagi hewan ternak mereka. Mereka lah yang diberikan oleh Allah ilmu dan
10
Shahih, riwayat at-Tirmidzi (2657), beliau berkata: "Hadits ini hasan shahih."
11
Riwayat al-Bukhari (79), Muslim (2282). Asal-usul hadits ini dari Abu Musa al-
Asy'ari.
24
kefahaman, mereka bisa memberi manfaat bagi orang lain, begitu juga diri mereka
sendiri mengambil manfaatnya.
Maka seharusnya seseorang yang belajar ilmu agama untuk bersikap yang
berbeda dengan kebiasaan orang-orang awwam dengan cara mengikuti Sunnah
Rasulullah sebisanya serta m praktekkan Sunnah pada dirinya, sebagaimana
firman Allah:
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzaab, 33: 21)
Kalau hal ini dalam perkara ibadah maka masalahnya jelas, adapun kalau
dalam urusan yang kebetulan dilakukan oleh Rasulullah tanpa sengaja, apakah
disyari'atkan bagi kita untuk mengikutinva ataukah tidak? Dulu 'Abdullah bin
'Umar dan bapaknya mengikuti hal tersebut sampai-sampai beliau
memperhatikan tempat yang pernah disinggahi oleh Rasulullah untuk kencing
maka beliau pun singgah di situ dan kencing, meskipun sebenarnya sedang
tidak ingin kencing.
12
Ini adalah ucapan al-Akhnas bin Qais.
25
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut.
1. Dalam kajian psikologi, dikenal beberapa istilah tentang lupa seperti yang
kemudian disebut dengan pengembalian ingatan (istirjaa'), lupa ingatan (hilang
ingatan), atau lupa diri (hilang kesadaran). Sedangkan dalam kajian Islam, kata
lupa juga banyak disebut oleh hadits-hadits Rasulullah SAW, terutama dalam
rangka menunjukkan bahwa sifat ini menipakan bagian dari tabiat dasar
manusia.
2. Makna lupa yang disebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu:
a. Lupa atas suatu kejadian, nama seseorang, ataupun suatu informasi yang
pernah diketahuinya sebelumnya adalah lupa biasa yang banyak dihadapi
manusia karena banyaknya yang masuk dalam akal dan pikirannya.
26
b. Lupa yang tersembunyi dan lebih tepat sebagai suatu kelengahan atau
kelalaian, seperti lupa meletakkan suatu barang.
c. Lupa yang bermakna hilangnya konsentrasi akan suatu permasalahan.
3. Dalam banyak ayat dalam Al-Qur'an, dijelaskan bagaimana setan selalu siap
menggoda manusia dan menemukan jalan masuk ke dalam hati manusia
dengan cara menghilangkan ingatan manusia. Sehingga, manusia menjadi lupa
akan banyak hal penting dalam hidupnya, khususnya yang berkaitan dengan
kepentingan dan kebaikannya.
4. Manusia itu adalah makhluk yang sering lupa dan lalai, maka Rasulullah SAW
memerintahkan umatnya untuk mengatasi hal tersebut dengan beberapa cara
yang terdapat dalam Islam, yaitu sebagai berikut.
a. Selalu membaca dan mempelajari Al-Qur’an agar ia tidak terpisah dari
golongan orang yang membawa dan membaca Al-Qur’an.
b. Sesungguhnya terapi lupa yang muncul dari kelalaian hati
untuk mengingat Allah dilakukan dengan cara mengingat -Nya
secara konsisten dan berkesinambungan. Juga mengingat nikmat yang telah
diberikan-Nya, kemuliaan-Nya, mengingat akhirat dan hari perhitungan, dan
lain-lain.
c. Cara lain dalam islam untuk menghindari kelupaan terutama dalam belajar
yaitu menjaga ilmu dengan mencatatnya.
d. Selain menjaga ilmu dengan mencatatnya, seseorang juga menjaga ilmunya
dengan mengamalkannya.
3.2. Saran-saran
Penulis mengetahui bahwa makalah ini masih banyak memiliki
kekurangan. Oleh karena itu, untuk kedepannya para pembaca dapat
menambahkan hal-hal yang kurang dalam karya tulis ini. Penulis juga berharap
bahwa nantinya para pembaca banyak mengetahui dengan baik cara mengatasi
lupa sesuai dengan ajaran Islam dan dapat mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
27
DAFTAR PUSTAKA
Al-'Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih. 2005. Syarah Adab & Manfaat
Menuntut Ilmu. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi'i.
Az-Zahrani, Dr. Musfir bin Said. 2005. Konseling Terapi. Jakarta: Gema Insani
Press.
Raslan, Abu Abdullah Muhammad bin Said. 2007. Penyakit Ilmu. Jakarta:
Cendekia.
Riyadh, Saad. 2007. Jiwa dalam Bimbingan Rasulullah SAW. Jakarta: Gema
Insani Press.
28