Professional Documents
Culture Documents
A. Definisi
Defek Septum Atrium (ASD) adalah kelainan defek yang menjurus ke
arah beban volume pada jantung bagian kanan, dimana septum atrium yang
matang terjadi proses embriologi yang rumit dan struktur tidak sempurna.
Bentuk atrial septal defek yang paling umum adalah menetapnya ostium
sekundum pada pertengahan septum (80 % kasus); bentuk yang lain adalah
ostium primum (terletak di septum bagian bawah) persisten yang dapat
disertai dengan kelainan katup mitralis atau bikuspidalis. Bentuk ketiga
adalah defek sinus venosus di septum di bagian atas. Keadaan ini sering
terjadi anomali aliran darah sebagian dari vena pulmonalis ke dalam vena
kava superior. Pada ketiga bentuk kasus ini darah yang mengandung oksigen
mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan sehingga meningkatkan output dan
aliran darah pulmonal.
B. Etiologi
Penyebab terjadinya kelainan defek jantung (ASD) secara pasti belum
diketahui. Akan tetapi terdapat faktor predisposisi penyebab terjadinya
kelainan defek yaitu Faktor lingkungan seperti infeksi pada kehamilan (Ibu
yang menderita Rubella), ibu hamil dengan alkoholik, usia pada saat hamil
lebih dari 40 tahun, ibu yang menderita DM dan obat seperti thalidomide.
C. Patofisiologi
Antara minggu keempat dan ketujuh dari kehidupan fetalis, dua lembar
lipatan jaringan terbentuk memisahkan ruang menjadi atrium kiri dan
kanan. Septum primum, mempunyai dua defek tetapi ini secara normal
akan tertutup sewaktu bagian kedua, di mana terdapat suatu celah
sehingga dapat terjadi regurgitasi darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri
dan kemudian sebagian darah ini masuk ke atrium kanan. Akibatnya
tidak terjadi pembesaran atrium kiri meskipun terdapat juga insufisiensi
mitral
Pada ostium sekundum ditutupi oleh lipatan septum sekundum. Pada
kehidupan fetalis lipatan septum sekundum bertindak sebagai katup yang
menyebabkan darah langsung masuk ke atrium kanan dari vena sistemik
tanpa melalui paru, yang kemudian mengalir masuk ke dalam atrium kiri.
Sewaktu sirkular pulmonal telah terbentuk septum sekundum menutup
dan pada sebagian besar kasus kedua lapis lipatan menjadi satu. Sebagian
besar kanak-kanak dan beberapa orang dewasa, lubang dapat dilalui
diantara kedua lapisan yang disebut lubang paten foramen ovale
D. Pemeriksaan Diagnostik
Ekokardiografi dapat menunjukkan beban volume ventrikel kanan yang
berlebihan dengan adanya ventrikel dan atrium kanan yang membesar, dan
kadang-kadang tampak defeknya itu sendiri.
Echo transesofageal dapat meningkatkan sensitivitas akan adanya pirau
yang kecil dan foramen ovale paten.
Aliran radionuklir menilai besarnya pirau dari kiri ke kanan.
MRI untuk menjelaskan anatominya.
Kateterisasi jantung, masih merupakan diagnostic pasti, karena dapat
menunjukkan dengan jelas adanya peningkatan saturasi oksigen antara
vena cava dan ventrikel kanan akibat bercampurnya darah mengandung
oksigen dari atrium kiri, menilai beratnya pirau dan mengukur tahanan
vascular darah pulmonary.
Angiografi kontras ventrikel kanan dan ventrikel kiri dapat menunjukkan
kelainan katup terkait atau anomaly aliran vena pulmonalis.
E. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan Gejala dari ASD, antara lain:
1. Sebagian besar pasien dengan defek yang ringan atau sedang tidak
menunjukkan gejala.
2. Pada pirau yang besar, timbul dispnea pada saat aktifitas, gagal jantung
dan infeksi saluran nafas
3. Terdengan murmur ejeksi sistolik yang cukup keras di sela iga kedua dan
ketiga akibat peningkatan aliran arteri pulmonalis.
4. Pada pemeriksaan palpasi terdapat kelainan ventrikel kanan yang
hiperdinamik di parasternal kiri.
5. Pada auskultasi terjadi bunyi jantung dua tanpa bising
F. Prognosis
Tanpa operasi umur rata-rata penderita defek fosa ovalis dan defek sinus
venosus adalah 40 tahun. Untuk defek atrioventrikuler lebih muda lagi.
Angka mortalitas ini meningkat 5 – 10 % apabila tekanan sistolik arteri
pulmonalis ≥ 60 mmHg. DSA sangat membahayakan karena selama
puluhan tahun tidak menunjukkan keluhan dalam perjalanannya.
Timbuilnya fibrilasi atrium dan gagal jantung merupakan gejala yang
berat.
G. Penatalaksanaan Medik
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah yang sama atau melebihi 140
mmHg sistolik dan atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada seseorang
yang tidak sedang mengkonsumsi obat antihipertensi.
Bila tidak diatasi, tekanan darah tinggi akan mengakibatkan jantung bekerja
keras hingga pada suatu saat akan terjadi kerusakan yang serius. Otot jantung akan
menebal (hipertrofi) dan mengakibatkan fungsinya sebagai pompa menjadi
terganggu, selanjutnya jantung akan berdilatasi dan kemampuan kontraksinya
berkurang, yang pada akhirnya akan terjadi gagal jantung. Gagal jantung adalah
keadaan ketidakmampuan jantung sebagai pompa darah untuk memenuhi secara
adekuat kebutuhan metabolisme tubuh.
Pada akhir abad 20, penyakit jantung dan pembuluh darah menjadi penyebab
utama kematian di negara maju dan negara berkembang. Berdasarkan Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, kematian akibat penyakit jantung
dan pembuluh darah di Indonesia sebesar 26,3%. Sedangkan data kematian di
rumah sakit akibat penyakit jantung hipertensi pada tahun 2005 adalah sebesar
16,7%.
A. Definisi
B. Epidemiologi
C. Etiologi
D. Faktor Risiko
1. Ras
Ras Afrika-Amerika lebih rentan terkena penyakit jantung hipertensi.
Hal ini bahkan menjadi etiologi umum untuk kasus gagal jantung di
Amerika Serikat.
2. Jenis kelamin
Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria yang berusia di bawah 55
tahun, namun pada wanita hipertensi lebih banyak ditemukan pada usia di
atas 55 tahun. Hal ini kemungkinan terjadi karena seiring bertambahnya
usia maka tekanan darah akan semakin meningkat terutama pada pria. Tapi
setelah menopause tiba wanita akan mengalami peningkatan tekanan darah
yang lebih tajam dan mencapai angka tertinggi yang lebih tinggi daripada
pria.
3. Usia
E. Patogenesis
F. Diagnosis
Gambaran radiologis :
Edema interstisiel
G. Penatalaksanaan
A. Definisi
PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang
dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang
signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap
individual. Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di
dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya
disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas
berbahaya.
B. Etiologi
Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda
dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika
kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang
berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan.
Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan
kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah dari
partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut.
Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan
partikel gas berbahaya. Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting,
jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor risiko genetik yang paling
sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor
sirkulasi utama dari protease serin.
C. Faktor Resiko
D. Klasifikasi
F. Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala,
gejala ringan hingga berat. Padapemeriksaan fisis tidak ditemukan
kelainan jelas dan tanda inflasi paruDiagnosis PPOK di tegakkan
berdasarkan :
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan
lahir rendah (BBLR),
- Iinfeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi
udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisis
- Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
di leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
- Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
- Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorongke bawah
- Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa.
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Blue bloater
2. Pemeriksaan penunjang
1. Faal paru
• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP ( % ).Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %.
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK danmemantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupunkurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan memantau variabiliti harian pagidan sore, tidak lebih dari
20%.
• Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -
20 menit kemudiandilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan< 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin: Hb, ht, leukosith
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance)
G. Diagnosis banding
Untuk penegakan diagnosis PPOK perlu disingkirkan kemungkinan
adanya asma, gagal jantung kongestif, TB paru, dan sindrom obstruksi pasca TB
paru.
Tabel Diagnosis Banding PPOK
Diagnosis Gambaran Klinis
PPOK Onset usia pertengahan
Gejala progresif lambat
Riwayat merokok (lama dan jumlah rokok)
Sesak saat aktivitas
Hambatan aliran udara umumnya ireversibel
Asma Onset usia dini
Gejala bervariasi dari hari ke hari
Gejala pada waktu malam / dini hari lebih menonjol
Dapat ditemukan alergi, rinitis, dan atau eksim
Riwayat asma dalam keluarga
Hambatan aliran udara umumnya reversibel
Gagal Jantung Riwayat hipertensi
Kongestif Ronki basah halus di basal paru pada auskultasi
Gambaran foto toraks tampak pembesaran jantung
dan edema paru
Pemeriksaan faal paru restriksi, bukan obstruksi
H. Tatalaksana
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang
pada PPOK stabil. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan
adalah :
b. Anti inflamasi
Digunakan apabila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral
(diminum) atau injeksi intravena (ke dalam pembuluh darah). Ini
berfungsi untuk menekan inflamasi yang terjadi. Pilihan utama adalah
golongan metilprednisolon atau prednison. Untuk penggunaan jangka
panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid positif. Uji steroid
positif adalah bila dengan pemberian steroid oral selama 10 – 14 hari
atau inhalasi selama 6 minggu – 3 bulan menunjukkan perbaikan
gejala klinis atau fungsi paru.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Tidak dianjurkan
penggunaan jangka panjang untuk pencegahan eksaserbasi. Pilihan
antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola kuman setempat.
Antibiotik yang digunakan untuk lini pertama adalah amoksisilin dan
makrolid. Dan untuk lini kedua diberikan amoksisilin dikombinasikan
dengan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon dan makrolid baru.
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas
hidup.Pemakaian antioksidan yang direkomendasikan oleh
Internasional dan nasional guideline adalah N-acetylcysteine (NAC).
NAC selain sebagai agen mukolitik, juga berperan sebagai antioksidan
dan anti-inflamasi, serta imunomodulator.
Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering,
tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin. NAC sebagai agen
mukolitik bekerja dengan cara menghancurkan/memecah jembatan
disulfida dari makromolekul mukoprotein yang terdapat dalam sekresi
bronkial, sehingga mukus menjadi lebih encer, serta bekerja dengan
cara memperbaiki kerja silia saluran napas.
Dengan adanya kerja silia yang membaik ini, maka akan sedikit
mukus yang melekat pada epitel dan menyebabkan penetrasi
antibiotika ke dalam jaringan akan meningkat, dan hal ini akan
mengurangi kolonisasi bakteri. Efek ini dikenal sebagai anti adherens
bacteria dari NAC.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati-hati.Diberikan hanya bila terdapat batuk
yang sangat mengganggu. Penggunaan secara rutin merupakan
kontraindikasi.
3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan.Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi
dalam sel dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ
lainnya.
5. Operasi Paru
Bulektomi, bedah reduksi volume paru, dan tranplantasi paru
merupakan opsi bedah yang dapat dipertimbangkan pada pasien dengan
PPOK yang sangat berat. Dilakukan bulektomi bila terdapat bulla yang
besar atau transplantasi paru (masih dalam proses penelitian di negara
maju). Rujukan kepada spesialis bedah thorax diindikasikan untuk menilai
lebih lanjut kecocokan prosedur ini untuk pasien.
6. Vaksinasi Influenza
Untuk mengurangi timbulnya eksaserbasi pada PPOK stabil.
Vaksinasi influenza dipertimbangkan diberikan pada :
8. Rehabilitasi
Rehabilitasi PPOK bertujuan untuk meningkatkan toleransi latihan
dan memperbaiki kualitas hidup penderita dengan PPOK. Program ini
dapat dilaksanakan baik di luar maupun di dalam Rumah Sakit oleh suatu
tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan
psikolog. Program rehabilitasi ini terdiri dari latihan fisik, psikososial dan
latihan pernapasan.
Prognosis
Prognosis PPOK dubia, tergantung dari derajat, penyakit paru
komorbid, penyakit komorbid lain. Prognosis jangka pendek maupun jangka
panjang bergantung pada umur dan gejala klinis waktu berobat. Penderita
yang berumur kurang dari 50 tahun dengan :