Professional Documents
Culture Documents
Rating : PG 17
Disclaimer : FF ini saya buat setelah mendengarkan lagunya Xia Junsu yang berjudul love
is like a snowflake. Lagu ini adalah Original Soundtrack drama korea The Innocent Man/
Nice Guy. Yah, bisa dibilang inspirasi muncul setelah dapat pencerahan dari ini lagu. Tapi
satu yang perlu saya tegaskan, jalan cerita FF ini murni hasil pemikiran saya. Semua cast
dalam FF ini adalah pinjaman, mereka milik Tuhan dan keluarga. Comment sangat
diperlukan sebagai koreksi tulisan- tulisan saya berikutnya. Maaf untuk typo dan jalan cerita
yang mungkin kurang jelas.
Author POV
Setelah selesai dengan segala persiapannya, ia berjalan turun menuju pintu depan
dengan melewatkan ruang makan. Gadis itu memang tak begitu mempedulikan jadwal
makannya. Untuk apa memangnya ? Toh kalaupun dia mati kelaparan tak akan ada yang
menangisinya, begitulah pikirnya.
Sesampainya di pintu depan, telah berdiri seorang pria paruh baya yang
menyambutnya dengan senyuman.
“ Nde.”
Hanya satu kata menjadi jawabannya tanpa dihiasi senyum balasan. Pria paruh baya
yang diketahui bernama Han Myung Jin, yang berstatus sebagai supir pribadi gadis itu lagi-
lagi mengulas senyum. Seakan sudah hafal sifat sang Nona muda yang tak mau repot- repot
beramah tamah kepada orang lain.
Pria paruh baya itu kemudian melanjutkan tugasnya membukakan pintu penumpang
mobil mewah bagi sang majikan. Tak sampai lima menit setelahnya, mobil mewah tersebut
meluncur meninggalkan kawasan perumahan elit di daerah Gangnam tersebut.
Kuhela nafas kasar saat mulai menjejakkan kaki di tempat ini. Tempat dengan beribu
kenangan buruk yang pernah kualami. Ku tatap sejenak pintu gerbang yang menjulang kokoh
di hadapanku. Pintu gerbang bercat putih yang sedikit pudar dengan sebuah tulisan, PARAN
HIGH SCHOOL.
Dengan langkah tegas, aku melangkah melewati pintu gerbang ini. Berjalan dengan
memasang topeng wajah yang selama ini kukenakan. Entah berapa lama aku sanggup
mempertahankan aktingku ini, mengingat aku baru saja melewati gerbang kematian yang
amat sangat menakutkan.
Author POV
Gadis itu berjalan dengan wajah angkuh yang selama ini membuatnya dipuja ribuan
orang. Dengan beberapa pengawal yang mengekor di belakang punggungnya. Seseorang
tampak menghampirinya untuk menunjukkan tempat dimana sekumpulan orang asing
menunggunya dengan kesibukan masing- masing.
Bunyi hak sepatu yang menggema memenuhi ruangan tersebut memaksa puluhan
orang yang sibuk dengan pekerjaan mereka masing- masing untuk berdiam diri.
Memfokuskan retina mata mereka kepada suatu objek. Seorang gadis cantik bertubuh
proporsional yang berdiri di tengah- tengah ruangan tersebut.
Untuk beberapa saat gadis yang bernama lengkap Lee Yeon Hee ini terpaku. Menatap
dengan pandangan terkejut kepada seorang pria yang baru saja menyambutnya. Beruntung, ia
dengan segera dapat menguasai dirinya kembali.
“ Dan akan lebih baik lagi jika kita segera memulai pekerjaan hari ini, Kyuhyun-ssi.”
Imbuhnya yang segera disambut dengan gelak tawa sang lawan bicara. Pria ini, mungkin ia
tak dapat membaca situasi. Dengan santainya pria bermarga Cho ini mengulas senyum tiga
jarinya dan kembali menjawab.
“ Oh, santai saja Nona Lee. Tidak perlu terburu- buru. Lakukan pekerjaan ini dengan
santai dan kita nikmati prosesnya.”
***
Berbagai pose sudah dilakukannya sesuai dengan intruksi sang fotografer. Mencari
beberapa foto yang sempurna untuk kemudian dipublikasikan. Inilah pekerjaannya, bergaya
di bawah sorotan lampu serta kilatan blitz kamera. Yah, walaupun terlihat tidak terlalu berat,
namun pekerjaan ini sesungguhnya sangat menguras tenaga. Apalagi saat harus membuang
jauh- jauh rasa malu yang kau miliki. Berpura- pura tak peduli ketika beberapa pasang mata
menatap tubuhmu dengan penuh minat. Model majalah pria dewasa. Itulah pekerjaan yang
digeluti oleh Yeon Hee.
Hari ini jadwalnya adalah pemotretan dengan mengenakan berbagai model gaun
kurang bahan. Entah mengapa para staff memilih tempat ini. Sebuah gedung sekolah. Yah,
sebenarnya dia cukup heran mengingat lokasi pemotretan yang tidak sesuai. Karena biasanya
mereka menggunakan setting kamar mandi ataupun pantai. Tapi gadis ini tidak begitu peduli,
toh ia tinggal berpose lalu menerima bayaran. Tak perlu ambil pusing soal urusan tempat.
Suara sang fotografer seakan memberikan angin segar bagi Yeon Hee. Setidaknya ia
dapat mengontrol kerja jantungnya yang sedari tadi berdegup amat kencang. Hanya dengan
memandang paras sempurna pria itu, membuat seluruh kinerja organ tubuhnya bekerja di atas
batas maksimum. Jantungnya memompa darah begitu cepat, membuat aliran darahnya
berdesir hebat sampai kepalanya terasa akan pecah.
Begitu sebuah baju kimono melekat pada tubuhnya, dengan segera gadis itu
melangkahkan sepasang kaki jenjangnya menapaki lorong- lorong sunyi gedung sekolah ini.
Entah apa yang menjadi tujuannya, karena ia pun sebenarnya juga tidak terlalu mengerti
dengan apa yang dilakukannya sekarang. Hanya intuisi yang membawanya melangkah.
Melangkah dan terus melangkah, hingga akhirnya langkahnya terhenti di depan sebuah
ruangan. Dipandangnya dua buah daun pintu yang menjulang di hadapannya, seolah ragu
dengan keputusan yang akan diambilnya.
Kedua matanya terpejam, sedetik kemudian tangannya tergerak untuk memutar kenop
pintu di hadapannya.
Kreek
Bunyi bagian bawah pintu yang bergesekan dengan lantai menimbulkan bunyi yang
cukup memekakkan telinga. Selangkah, dua langkah, tiga langkah. Dan untuk langkah yang
keempat, entah mengapa hatinya seolah semakin ragu. Kebimbangan itu untuk sesaat kembali
menyinggahi hatinya, memberikan dua pilihan. Berbalik atau terus melangkah. Namun
sepertinya opsi pertama jauh lebih menguntungkan, pikirnya. Saat gadis itu mulai memutar
arah untuk berbalik, sebuah suara menginterupsinya.
DEG
Pikirannya kembali berkutat dengan dua macam pilihan. Mengabaikan suara itu dan
berjalan pergi, atau kembali memutar tubuhnya untuk meladeni sang pemilik suara. Untuk
kali ini, rasa gengsi yang dimilikinya ikut berperan. Ia sudah terlanjur basah, jadi tak masalah
bukan untuk sekalian menyelam.
Yeon Hee kembali melangkahkan kakinya menapaki lantai marmer yang yang masih
terlihat mengkilat. Berjalan dengan angkuh menyembunyikan perasaannya yang tak menentu.
Ia berhenti tepat dua meter di hadapan pria itu. Menyunggingkan sebuah senyum sebagai
balasan.
Setelahnya, tidak ada pembicaraan diantara mereka berdua. Suasana sunyi yang terasa
canggung melingkupi atmosfer ruangan ini. Hingga Yeon Hee nampak melangkahkan
kakinya menuju sebuah jendela besar yang letaknya berada di dinding sebelah kiri grand
piano tersebut. Mengintruksikan tangannya untuk membuka jendela, memberi jalan kepada
sinar surya agar sedikit menerangi ruangan gelap ini. Jemarinya bergerak mengusap debu
tebal yang menempel pada kaca jendela yang tampak usang.
Pandangannya menerawang jauh ke depan. Sekelebat kepingan memori masa lalu
kembali berputar bagai roll film dalam otaknya.
Bayangan seorang gadis belia yang menyembunyikan diri di balik pilar gagah
ruangan musik. Mencuri pandang pada seorang pria yang nampak berkarisma memainkan
tuts- tuts piano putih di hadapannya. Selalu seperti ini, gadis bodoh itu rela menyelinap kabur
dari kelasnya hanya demi melihat pria ini. Seorang pria yang di puja seluruh gadis penghuni
sekolah, termasuk gadis ini yang dengan bodohnya membuat nama pria itu mengisi seluruh
ruang kosong hatinya. Cho Kyuhyun.
Lebih dari itu, ia amat memuja sosok Kyuhyun saat pria itu mulai menggerakkan
jemarinya dengan lincah, melantunkan nada- nada indah penuh perasaan yang menyusup
sendi- sendi tulangnya. Membuatnya mengenal maksud dari kata cinta.
Cukup! Cukup sudah gadis ini menyelami kepingan- kepingan memori kelam dalam
hidupnya. Secepat yang ia bisa, Yeon Hee mencoba kembali dalam dunia nyata. Dunia tanpa
nada dari tuts- tuts piano sialan yang mengoyak pertahanan hatinya.
Sialan! Kenapa nada kematian itu terus terngiang di telinganya. Cukup! Kau gila Lee
Yeon Hee! Enyahkan nada brengsek itu dari pendengaranku Tuhan. Gadis itu menjerit
frustasi dalam hati, bahkan ia memilih tuli dari pada harus mendengar nada piano itu
mengalun memenuhi indra pendengarannya.
Gadis itu masih terus mengumpat dengan sumpah serapah dalam hati, hingga ia mulai
menyadari satu hal. Menyadari bahwa dentingan piano yang hampir membuatnya gila terasa
begitu nyata. Terlalu nyata jika nada- nada itu berasal dari kepingan memorinya. Hingga ia
mulai menolehkan kepalanya ke belakang, membuat ketegaran hatinya runtuh sudah. Air
mata itu mengalir begitu deras. Menyaksikan sebuah peristiwa de javu dalam hidupnya.
Pria itu, Cho Kyuhyun. Menarikan jemarinya di atas tuts- tuts piano putih di
hadapannya. Melantunkan sebuah melodi yang menyayat hati, membuat sendi- sendi
tubuhnya serasa mati. Yeon Hee tak mampu lagi berdiri. Tubuhnya luruh di atas lantai
marmer yang dingin. Menumpahkan segala sesak yang tak tertahankan dalam hati.
Hingga melodi itu berhenti, hingga sebuah suara bass berujar dingin di gendang
telinganya.
“ Berdirilah.”
Seakan tuli, gadis itu masih tertunduk dengan bahu yang bergetar hebat. Merasa
ucapannya tak dihiraukan pria itu kembali berucap dengan intonasi lebih tinggi.
Gadis itu mendongak, menampakkan wajahnya yang memerah serta lelehan air mata
di pipinya. Tidak! Ia tidak boleh lemah untuk saat ini. Dia, Lee Yeon Hee, tidak akan jatuh
untuk yang kedua kalinya di hadapan pria ini. Tidak untuk sekarang maupun nanti.
Yeon Hee mulai berdiri, dengan tatapan penuh luka serta benci. Ia mulai berdiri
dengan memasang wajah angkuh yang sebenarnya terkesan miris. Dengan langkah tegap
yang dipaksakan, Yeon Hee mulai berjalan melewati pria yang berdiri kaku di hadapannya.
Dunia terasa berputar bagi Yeon Hee saat dirasanya sesuatu yang kenyal mengecup
kedua daun bibirnya. Menekan- nekannya kasar dan menggigit bibir bawahnya sehingga
membuatnya membuka mulut, tentu kesempatan itu tak disia- siakan oleh Kyuhyun.
Lidahnya mengeksplorasi seluruh rongga mulut Yeon Hee. Hingga beberapa menit
kemudian, Kyuhyun melepaskan tautan bibir mereka.
PLAK
Tamparan keras itu meninggalkan tanda merah di wajah Kyuhyun. Dengan mata
berkilat, gadis itu mengeluarkan sumpah serapahnya pada pria brengsek di hadapannya.
“ Kau gila, Cho Kyuhyun! Kau laki- laki ter- brengsek yang pernah kutemui!!”
Pria itu lagi- lagi hanya mengulas sebuah senyum. Menyeka sudut bibirnya yang
sedikit berdarah karena tamparan keras yang baru saja didapatnya. Pria itu mendecih sebelum
membalas lontaran kalimat yang menjatuhkan harga dirinya.
“ Cih! Munafik kau Lee Yeon Hee. Kau bahkan sudah melakukan hal yang lebih jauh
dari sekedar sentuhan bibir.”
“ Bahkan kau melakukannya dengan pria yang berbeda setiap malamnya, bukan. Kau
terlalu murahan Lee Yeon Hee!!”
Tepat. Skak mat. Semua yang terlontar dari mulut Kyuhyun memang benar adanya.
Membuat gadis ini diam dan mengunci mulutnya rapat- rapat. Tapi tidak dengan kalimat
terakhir yang pria itu katakan. Sesaat, emosi kembali menguasai akal sehatnya. Semurahan
itukah dirinya di mata Kyuhyun?
“ Jaga mulutmu, Kyuhyun-ssi. Kau tak berhak mengungkit urusan pribadiku. Kau dan
aku hanyalah sebatas rekan kerja. Tidak lebih.”
Mendengar itu semua membuat Kyuhyun tersadar. Benar, mereka hanya rekan kerja,
tidak lebih. Dan itu seolah menohok dirinya. Tapi pria ini kembali mengeraskan hati, satu
kenyataan yang membuatnya kembali menjadi pria tak berperasaan. Gadis ini telah
merendahkannya dengan mengatainya laki- laki brengsek. Tidak untuk yang satu ini.
Kyuhyun menghela napas sebentar sembari merapikan kemejanya yang sedikit lusuh
di beberapa bagian.
“ Tidak seharusnya aku mencampuri kehidupan pribadimu. Tapi maaf, kurasa semua
yang kukatakan memang benar. Kau yeoja yang menjual tubuhmu demi mendapatkan
kemewahan.”
Pria ini mengucapkannya dengan nada yang amat dingin. Seolah acuh pada perasaan
sang lawan bicara.
“ Kau, menjijikkan.”
Kyuhyun berucap dengan nada final. Pria itu kemudian melenggang begitu saja tanpa
sepatah kata. Beberapa langkah kemudian, pria ini berhenti dan kembali berucap tanpa
membalikkan badan.
“ Ah,ya. Waktu istirahat sudah habis, dan pemotretan akan segera dimulai.
Bersikaplah profesional Nona Lee.”
Setelahnya, hanya bunyi sol sepatu yang mengiringi langkah perginya pria muda nan
angkuh itu.
Sementara Yeon Hee, gadis itu semakin terpuruk dalam tangisannya. Menatap
punggung kokoh sang pria yang baru saja menghempaskannya ke dasar jurang. Untuk yang
kedua kalinya, harga dirinya kembali tak berharga di tangan pria yang sama. Sejijik itukah
Kyuhyun padanya? Setakberharga itukah dirinya di mata Kyuhyun?
Kau benar. Aku memang menjijikkan, aku memang wanita murahan. Begitu murahan
sampai kau sedikitpun tak sudi melihat kearahku. Mereka benar, kau terlalu sulit untuk
kuraih. Semakin aku mencoba meraih dan menggenggammu, semakin kau jauh dan tak bisa
kusentuh.
Dan pada akhirnya, gadis ini tak mampu menjadi pemeran utama. Selamanya hanya
akan menjadi seorang pecundang. Lee Yeon Hee yang selalu menjadi wanita menyedihkan.
EPILOG
Seorang gadis nampak menunduk dalam dengan noda tomat serta pecahan telur busuk
melekat pada jas almamaternya.
Hanya satu kalimat. Pria di hadapannya melenggang pergi begitu saja. Sebuah
kalimat yang membuatnya bak disambar petir tengah hari. Seluruh siswa yang
mengerumuninya bersorak, ada pula yang memandangnya dengan tatapan penuh iba.
Segerombolan siswi yang menyebut diri mereka sebagai fans sang pria
menghampirinya dengan tergesa. Menatapnya dengan sorot mata yang berkata – kau
menyedihkan- Lee Yeon Hee. Dengan semangat menggebu para siswi tersebut menghujani
tubuhnya dengan puluhan tomat serta telur busuk yang menjijikkan.
Seolah tak merasa puas, mereka kembali melontarkan berbagai cacian penuh
kebencian.
“ Kau terlalu bermimpi Lee Yeon Hee. Kyuhyun Oppa tak akan sudi menerima gadis
dekil sepertimu. Melirikpun dia akan berpikir ribuan kali.”
“ Lihatlah dirimu. Kau begitu menyedihkan. Dasar gadis tak tahu malu!”
Satu demi satu siswa yang membentuk lingkaran itu mulai melangkah pergi.
Menyisakan seorang gadis yang menangis dengan segenap sayatan luka. Menangisi diri
sendiri dengan segala kebodohannya. Bodoh karena melempar begitu saja harga dirinya
hanya demi seorang pria. Seorang pria yang bahkan tak pantas untuk dicintai dengan segenap
jiwa.
Semilir angin membawa butiran salju berjatuhan di atas kapalanya, seolah ikut
menjadi saksi bisu kematian hatinya. Ia sadar, mencintai pria itu sama seperti keinginannya
untuk menggenggam kepingan bunga salju. Hanya sebuah harapan semu. Tubuhnya
menggigil, dengan air mata yang terus mengalir. Menemani keterpurukannya di tengah-
tengah musim dingin yang teramat dingin.
Have you ever love to death?
Just once, just once, please look back
I cry out and call you but it doesn’t reach you
I love you, I love you
Words I repeat by myself
I love You
( END)