You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Penyakit tropis adalah penyakit yang lasim terjadi di daerah tropis. istilah ini juga mengacu pada
penyakit yang berkembang diwilayah panas berkondisi lembab, seperti malaria, demam berdarah dan
kusta. penyakit diantaranya ialah Gastroenteritis akut, Flu burung atau dalam bahasa Inggris dikenal
dengan avian flu atau avian influenza (AI), dan Virus Epstein Barr (virus EB).

Gastroenteritis akut merupakan salah satu penyebab umum kematian di dunia. Perkiraan
terdahulu menempatkan diare sebagai penyebab kematian lima teratas di dunia yang sering terjadi pada
anak-anak. Gastroenteritis disebabkan oleh banyak hal meliputi bakteri, virus, parasit, toksin, dan obat.
Penyebab utama yang paling umum adalah virus dan bakteri.

Flu burung atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan avian flu atau avian influenza (AI) adalah
penyakit menular yang disebabkan virus influenza A sub tipe H5N1 yang biasanya menyerang unggas
tetapi juga dapat menyerang manusia. Virus ini termasuk famili Orthomyxoviridae dan memiliki diameter
90-120 nanometer. Virus avian influenza ini menyerang alat pernapasan, pencernaan dan sistem saraf
unggas.

Virus Epstein Barr (virus EB) juga disebut herpesvirus manusia 4 yang termasuk dalam famili
herpes ( yang juga termasuk dalam virus simplex dan sitomegalovirus). Virus ini merupakan salah satu
virus yang paling umum pada manusia dan mampu menyebabkan mononukleosis infeksiosa.

Virus Epstein-Barr berasal dari nama Michael Epstein dan Yvonne Barr, yang bersama dengan
Bert Achong, menemukan virus ini tahun 1964. Epstein Barr Virus ditularkan secara per oral, umumnya
ditularkan melalui saliva, menginfeksi epitel nasofaring dan limfosit B.

1.2 Rumusan Masalah


1. Memahami tinjauan teori GEA dan pengobatannya?
2. Memahami tinjauan teori flu Burung dan pengobatannya?
3. Memahami tinjauan teori EBVdan pengobatannya?

1.3 Tujuan
1. Memahami teori tentang GEA dan pengobatannya?
2. Memahami teori tentang flu Burung dan pengobatannya?
3. Memahami teori tentang EBVdan pengobatannya?
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 GASTROENTERITIS AKUT

A. Pengertian Gastroenteritis Akut

Gastroenteritis Akut adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh berbagai bakteri,
virus, dan pathogen parasitic. Gastroenteritis Akut (GEA) diartikan sebagai buang air besar (defekasi)
dengan tinja berbentuk cairan / setengah cair (setengah padat) dengan demikian kandungan air pada tinja
lebih banyak dari biasanya berlangsung kurang dari 7 hari, terjadi secara mendadak. (Soebagyo, 2008).

Dengan kata lain Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada daerah usus yang
menyebabkan bertambahnya keenceran dan frekuensi buang air besar ( BAB ) lebih dari 3 kali perhari
yang dapat menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi adalah suatu keadaan kekurangan atau kehilangan cairan
tubuh yang berlebihan.

B. Etiologi

Lebih dari 90% diare akut disebabkan karena infeksi, sedangkan sekitar 10% karena sebab-sebab
lain antara lain obat-obatan, bahan-bahan toksik, iskemik dan sebagainya.

 Faktor Infeksi

1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama Gastroenteritis.
Infeksi enteral meliputi:

a) Infeksi Bakteri :

- Salmonella (Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A/B/C, Salmonella spp) Infeksinya kebanyakan
disebabkan oleh kontaminasi makanan dan minuman terutama terjadi pada anak-anak, identifikasi
salmonella dari feses penderita.

- Escherichia coli Merupakan suatu kuman penghuni kolon yang tidak patogen tetapi dapat menjadi
patogen pada bagian tubuh yang lain, dapat menimbulkan radang pada vesika urinaria.

- Vibrio (Vibrio cholerae 01 dan 0139, Vibrio cholera non 01, Vibrio parachemolyticus).

Kebanyakan merupakan organisme non patogen, hanya beberapa jenis yang menimbulkan penyakit pada
manusia, seperti vibrio cholera dan vibrio eltor.

- Shigella (Shigella dysentriae, Shigella Flexneri).

Ditularkan secara oral melalui air dan makanan, lalat yang tercemar oleh sekresi / feses penderita.
Lokalisasi yang paling sering terkena adalah usus besar dengan bagian terbesar adalah bagian sigmoid.
- Clostridium perfringens, Campylobacter jejuni, Staphlyllococcus spp, Streptococcus spp, Yersinia
intestinalis, Coccidosis.

b) Infeksi Virus :

- Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis).

- Adenovirus

- Rotavirus

- Norwalk virus

- Astrovirus, dan lain-lain.

c) Infeksi Parasit :

- Cacing, (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides)

- Protozoa (Entamoeba Histtolytica, Giardia Lamblia, Trichomonas Haminisis)

- Jamur (Candida Albicans).

 Infeksi Parenteral

yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti Ortitis Media Akut (OMA),
Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia (Radang Paru), Encephalitas (Radang Otak) dan sebagainya.
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.

b. Faktor Malabsorbsi

1) Malabsorbsi Karbohidrat :

- Disakarida (Intoleransi Laktosa, Maltosa, Dan Sukrosa)

- Monosakarida (Intoleransi Glukosa, Fruktosa Dan Galaktosa)

2) Malabsorbsi lemak

- Long Chain Triglyceride

3) Malabsorbsi protein

- Asam Amino dan B-Laktoglobulin

c. Faktor makanan :

- Makanan basi dan Makanan yang belum waktunya diberikan.

d. Keracunan
e. Alergi :

Alergi Susu,Alergi Makanan, Cow's Milk Potein Sensitive Enteropathy (CMPSE)

f. Imunodefisiensi

g. Faktor lain :

psikis, lingkungan, cuaca

C. Patofisiologis

Sebanyak sekitar 9 - 10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap harinya, berasal dari luar (diet)
dan dari dalam tubuh kita (sekresi cairan lambung, empedu dan sebagainya). Sebagian besar (75 - 85%)
dari jumlah tersebut akan diresorbsi kembali di usus halus dan sisanya sebanyak 1500 ml akan memasuki
usus besar. Sejumlah 90 % dari cairan tersebut di usus besar akan diresorbsi, sehingga tersisa jumlah 150
- 250 ml cairan yang akan ikut membentuk tinja.

Faktor-faktor faali yang menyebabkan Gastro Enteritis sangat erat hubungannya satu sama lain,
misalnya saja, cairan intra luminal yang meningkat menyebabkan terangsangnya usus secara mekanisme
meningkatnya volume, sehingga motilitas usus meningkat.

Sebaliknya bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan gangguan waktu
penyentuhan makanan dengan mukosa usus sehingga waktu penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain
terganggu.

Mekanisme dasar yang menimbulkan Gastro Enteritis :

a. Gangguan Osmotik

Akibat terdapat makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam
rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus
yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

b. Gangguan Sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan
elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

c. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga
timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan
yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula (Latief dkk, 2005 ).

Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan akibat dari gangguan
absorbsi dan ekskresi cairan dan elektrolit yang berlebihan. (Suriadi, 2006)
Gastro Enteritis juga dapat terjadi karena Kuman Patogen masuk ke dalam traktus gastro intestinal
melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi kuman tersebut, kemudian merusak sel-sel
mukosa usus, khususnya melibatkan ileum dan kolon, sehingga akan terjadi peradangan.

Gastro Enteritis yang disebabkan infeksi bakteri terbagi dua yaitu :

a. Bakteri noninvasif (enterotoksigenik)

Bakteri masuk ke dalam makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri tersebut. Bakteri
kemudian tertelan dan masuk kedalam lambung, didalam lambung bakteri akan dibunuh oleh asam
lambung, namun bila jumlah bakteri terlalu banyak maka akan ada yang lolos ke dalam usus 12 jari
(duodenum).

Di dalam duodenum bakteri akan berkembang biak sehingga jumlahnya mencapai 100 juta koloni
atau lebih per-ml cairan usus. Dengan memproduksi enzim muicinase bakteri berhasil mencairkan lapisan
lendir yang menutupi permukaan sel epitel usus sehingga bakteri dapat masuk ke dalam membrane
(dinding sel epitel). Di dalam membrane bakteri mengeluarkan toksin yang disebut sub unit A dan sub
unit B. Sub unit B melekat di dalam membrane dari sub unit A dan akan bersentuhan dengan membrane
sel serta mengeluarkan cAMP (cyclic Adenosin Monophospate). cAMP berkhasiat merangsang sekresi
cairan usus di bagian kripta vili dan menghambat absorbsi cairan di bagian kripta vili, tanpa menimbulkan
kerusakan sel epitel tersebut.

Sebagai akibat adanya rangsangan sekresi cairan dan hambatan absorbsi cairan tersebut, volume
cairan didalam lumen usus akan bertambah banyak. Cairan ini akan menyebabkan dinding usus
menggelembung dan tegang dan sebagai reaksi dinding usus akan megadakan kontraksi sehingga terjadi
hipermotilitas atau hiperperistaltik untuk mengalirkan cairan ke baeah atau ke usus besar.

Dalam keadaan normal usus besar akan meningkatkan kemampuannya untuk menyerap cairan
yang bertambah banyak, tetapi tentu saja ada batasannya. Bila jumlah cairan meningkat sampai dengan
4500 ml (4,5 liter), masih belum terjadi diare, tetapi bila jumlah tersebut melampaui kapasitasnya
menyerap, maka akan terjadi diare.

b. Bakteri Enteroinvasif

Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi, dan bersifat sekretorik
eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan darah. Bakteri yang termasuk dalam golongan ini
adalah Enteroinvasif E. Coli (EIEC), S. Paratyphi B, S. Typhimurium, S. Enteriditis, S. Choleraesuis,
Shigela, Yersinia dan Perfringens tipe C.

Penyebab diare lainnya, seperti parasit menyebabkan kerusakan berupa usus besar (E.
Histolytica) kerusakan vili yang penting menyerap air, elektrolit dan zat makanan (lamdia) patofisologi
kandida menyebabkan gastroenteritis belum jelas, mungkin karena superinfeksi dengan jasad renik lain.

Pada Gastro Enteritis yang disebabkan oleh virus, lapisan mukosa usus menjadi merah dan
meradang, dan terjadi edema. Biasanya hanya terbatas pada lapisan mukosa usus, terjadi pengrusakan
terhadap sel-sel epithel yang matang dan kemudian digantikan oleh absorbsi, yang tidak matang yang
tidak dapat menyerap karbohidrat atau gizi lain dan air secara efisien.
Mekanisme yang dilakukan virus masih belum jelas kemungkinan dengan merusak sel epitel
mukosa walaupun hanya superfisial, sehingga mengganggu absorpsi air, dan elektrolit. Sebaliknya sel-sel
kripti akan berpoliferasi dan menyebabkan bertambahnya sekresi cairan ke dalam lumen usus. Selain itu
terjadi pula kerusakan enzim-enzim disakarida yang menyebabkan intoleransi yang akhirnya memperlama
diare. Gastro Enteritis Akut dapat terjadi disebabkan oleh infeksi langsung virus ataupun oleh efek
neurotoksik yang dihasilkan oleh bakteri. Akibatnya terjadi peningkatan frekuensi buang air besar.

D. Patogenesis

Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan Gastro Enteritis Akut atau diare akut karena infeksi
adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host).

- Faktor kausal

Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain adalah daya lekat dan penetrasi yang dapat
merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan di usus halus.
Kuman tersebut dapat membentuk koloni-koloni yang juga dapat menginduksi diare.

- Faktor penjamu

Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat
menimbulkan diare akut, terdiri atas faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan intern traktus intestinalis
seperti keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga mencakup lingkungan mikroflora usus,
sekresi mukosa, dan enzim pencernaan. Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella terbukti dapat
menyebabkan serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi
oleh V. cholera.

Hipomotilitas usus pada infeksi usus memperlama waktu diare dan gejala penyakit, serta mengurangi
absorbsi elektrolit, tambahan lagi akan mengurangi kecepatan eliminasi sumber infeksi.

Patogenesis diare akut :

a. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam
lambung.

b. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus.

c. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin.

d. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.

Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi:

a. Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam-
basa (asidosis-metabolik hipokalemi dan sebagainya).

b. Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah).
c. Hipoglikemia

d. Gangguan sirkulasi darah

E. Manifestasi klinis

Secara umum, tanda dan gejala Gastroenteritis adalah :

 Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
 Terdapat tanda dan gejala dehidrasi : Turgor kulit jelek (elastisitas kulit menurun), ubun-ubun dan
mata cekung, membran mukosa kering.
 Demam
 Nafsu makan berkurang
 Mual dan muntah
 Anoreksia
 Lemah
 Pucat
 Nyeri abdomen
 Perih di ulu hati
 Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan pernafasan cepat
 Menurun atau tidak adanya pengeluaran urine.

Secara khusus, tanda dan gejala Gastroenteritis adalah :

1) Agen Bakterial :

a.Kelompok Shigella gram negative

Demam, kram abdomen, sakit kepala, Diare cair disertai mucus dan pus. Penyakit dapat sembuh sendiri ,
pengobatan dengan antibiotic.

b.Salmonella

Suhu tubuh meningkat, konsistensi tinja encer, berbau tidak enak, kadang bercampur sedikit lendir dan
berdarah, stadium predromal 2 – 4 hari dengan gejala sakit kepala, nyeri, perut kembung.

c.Escherrichia Coli

Pada bayi malas menetek, lemah, berat badan sukar naik. Insiden banyak pada musim panas, dengan
hanya pengobatan simptomatis. Gejala berkurang dalam 3-7 hari.

d.Vibrio

Konsistensi tinja encer dan buang air besar didahului oleh mules, dalam waktu singkat tinja berubah
menjadi cairan putih keruh, tidak berbau amis, diendapkan mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih ,
kejang otot betis, bisep, trisep dan dinding perut: suara serak, kelopak mata cekung, tulang pipi menonjol,
menonjol, bibir kering, turgor kulit kering, perut kembung.
e. Campylobacter jejuni (inkubasi 1-7 hari)

Kebanyakan pasien sembuh sendiri, antibiotik dapat mempercepat penyembuhan

2) Agen Viral :

- Rotavirus

Awitan tiba-tiba, nyeri perut, demam, mual, muntah, diare dapat menetap lebih dari satu minggu. Terjadi
lebih tinggi pada musim dingin, biasanya ringan dan sembuh sendiri.

3) Agen Protozoa :

- Entamoeba Hystolitica.

Tinja biasanya berlendir dan berdarah, gejala menyolok adalah tenesmusnya.

(perasaan konstan untuk mengosongkan usus yang disertai rasa sakit, kram dan spontan).

4) Keracunan makanan :

a. Staphilococcus (inkubasi 4-6 jam)

Mual, muntah, kram abdomen, diare hebat, demam ringan, syok pada kasus berat. Ditularkan melalui
makanan terkontaminasi, sembuh sendiri, perbaikan terlihat dalam 24 jam.

b. Clostridium Perfringens (inkubasi 8-24 jam)

Kram sedang sampai hebat, nyeri midepigastrik. Dapat sembuh sendiri.

c. Clostridium botulinum (inkubasi 12-26 jam)

Mual, muntah, diare, mulut kering, disfagia. Keparahan bervariasi cepat dalam beberapa jam, dapat
diberikan antitoksin.

F. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium meliputi :

a. Pemeriksaan Feses

- Makroskopis dan mikroskopis.

- pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga terdapat intoleransi
gula.

- Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.


b. Pemeriksaan Darah

- pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium dan Fosfor) dalam serum untuk
menentukan keseimbangan asama basa.

- Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.

c. Doudenal Intubation

Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada
penderita diare kronik.

G. Penatalaksanaan

Dasar pengobatan penderita Gastroenteritis adalah pemberian cairan, 4 hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian :

a) Jenis cairan.

Cairan rehidrasi oral dan cairan rehidrasi parenteral.

b) Jalan pemberian.

Cairan rehidrasi oral diberikan untuk penderita dehidrasi atau belum, tetapi kesadarannya menurun, tidak
terdapat muntah-muntah hebat.

c) Jumlah cairan.

Jumlah cairan yang harus diberikan adalah:

 Dehidrasi ringan, penggantinya 50 cc/kg berat badan perhari.


 Dehidrasi sedang, penggantinya 60 – 90 cc/kg berat badan perhari.
 Dehidrasi berat, penggantinya 100 cc/hari berat badan perhari.

d) Jadwal pemberian.

Jadwal pemberian cairan tergantung pada derajat dehidrasi.

- Dehidrasi ringan

Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara
serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.

- Dehidrasi Sedang

Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak,
penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
- Dehidrasi Berat

Kehilangan cairan 8 – 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi
sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.

Penatalaksanaan Gastroenteritis Akut terdiri atas :

1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.

Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:

a) Jenis cairan yang hendak digunakan.

Cairan rehidrasi oral (oral rehidration salts)

Formula lengkap mengandung NaCl, NaHCO3, KCl dan glukosa. Kadar natrium 90 meEq/l
untuk kolera dan diare akut pada anak diatas 6 bulan dengan dehidrasi ringan dan sedang atau tanpa
dehidrasi (untuk pencegahan dehidrasi).

Kadar Natrium 50-60 mEq/l untuk diare akut non –kolera pada anak dibawah 6 bulan dengan
dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi. Formula lengkap sering disebut oralit.

Formula sederhana atau tidak lengkap hanya mengandung NaCl dan sukrosa atau karbohidrat
lain, misalnya larutan gula garam, larutan air tajin garam, larutan tepung beras garam dan sebagainya
untuk pengobatan pertama di rumah pada semua anak dengan diare akut baik sebelum ada dehidrasi
maupun setelah ada dehidrasi ringan.

2 Cairan parenteral

 DG aa (1 bagian larutan Darrow +1bagian glukosa 5%)


 Rl g (1bagian Ringer Laktat +1bagian glukosa 5%)
 RL (Ringer Laktat)
 (1bagian NaCl 0,9 % + 1bagian glukosa 5% + 1bagian Na Laktat 1/6 mol/l)
 DG 1 : 2(1bagian larutan Darrow+2 bagian glukosa 5%)
 RLg 1 : 3(1bagian RL + 3bagian glukosa 5-10%)
 Cairan 4 : 1 (4bagian glukosa 5-10%+1bagian NaHCO3 1 ½ % atau 4bagian glukosa 5-10%
1bagian NaCl, 9%)

b) Jumlah cairan yang hendak diberikan.

Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai dengan
jumlah cairan yang keluar dari badan.

Jumlah kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan cara/rumus:

Mengukur BJ Plasma

Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:


BJ Plasma – 1,025

---------------------- x BB x 4 ml

0,001

- Metode Pierce

Berdasarkan keadaan klinis, yakni:

* diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB

* diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB

* diare ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB

Metode Daldiyono

Berdasarkan skoring keadaan klinis sebagai berikut:

* Rasa haus/muntah = 1

* BP sistolik 60-90 mmHg = 1

* BP sistolik <60 mmHg = 2

* Frekuensi nadi >120 x/mnt = 1

* Kesadaran apatis = 1

* Kesadaran somnolen, sopor atau koma = 2

* Frekuensi napas >30 x/mnt = 1

* Facies cholerica = 2

* Vox cholerica = 2

* Turgor kulit menurun = 1

* Washer women’s hand = 1

* Ekstremitas dingin = 1

* Sianosis = 2

* Usia 50-60 tahun = 1

* Usia >60 tahun = 2


Kebutuhan cairan =

Skor

-------- x 10% x kgBB x 1 ltr

15

c) Jalan masuk atau cara pemberian cairan

1) Peroral untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila anak mau minum serta kesadaran
baik

2) Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi tetapi anak tidak mau minum atau
kesadaran menurun

3) Intravena untuk dehidrasi berat

d) Jadwal pemberian cairan

Jadwal rehidrasi inisial yang dihitung berdasarkan BJ plasma atau sistem skor diberikan dalam
waktu 2 jam dengan tujuan untuk mencapai rehidrasi optimal secepat mungkin. Jadwal pemberian cairan
tahap kedua yakni untuk jam ke-3 didasarkan pada kehilangan cairan selama 2 jam fase inisial
sebelumnya. Dengan demikian, rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.

Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi

Untuk mengetahui penyebab infeksi biasanya dihubungkan dengan dengan keadaan klinis diare
tetapi penyebab pasti dapat diketahui melalui pemeriksaan biakan tinja disertai dengan pemeriksaan urine
lengkap dan tinja lengkap.

Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diperjelas melalui pemeriksaan darah
lengkap, analisa gas darah, elektrolit, ureum, kreatinin dan BJ plasma. Bila ada demam tinggi dan
dicurigai adanya infeksi sistemik pemeriksaan biakan empedu, Widal, preparat malaria serta serologi
Helicobacter jejuni sangat dianjurkan. Pemeriksaan khusus seperti serologi amuba, jamur dan Rotavirus
biasanya menyusul setelah melihat hasil pemeriksaan penyaring.

o Pengobatan Dietetik

Makanan dan minuman diberikan khusus pada penderita dengan tujuan penyembuhan dan
menjaga kesehatan. Adapun hal yang perlu diperhatikan : Memberikan bahan makanan yang mengandung
kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.

Mempuasakan penderita diare tidak dianjurkan, yang menjadi pegangan dalam pengobatan dietetik adalah
O – B – E – S – E , sebagai singkatan Oralit, Breast Feeding, Early Feeding, Simultaneously, Education.
o Pemberian Terapi Simptomik

Terapi simtomatik harus benar-benar dipertimbangkan kerugian dan keuntungannya. Antimotilitas usus
seperti Loperamid akan memperburuk diare yang diakibatkan oleh bakteri entero-invasif karena
memperpanjang waktu kontak bakteri dengan epitel usus yang seyogyanya cepat dieliminasi.

a. Obat-obat antidiare:

Obat-obat yang berkhasiat menghentikan diare secara cepat. Antispasmodik/spasmolitik atau opium
(papaverin, loperamid dan sebagainya) yang menyebabkan terkumpulnya cairan di lumen usus dan terjadi
peningkatan (overgrowth) bakteri, gangguan digesti dan absorbsi. Obat-obat ini perut akan bertambah
kembung dan dehidrasi bertambah berat (Noerasid dkk., 1988).

b. Adsorbens:

Obat-obat adsorben seperti kaolin, pektin, charcoal (norit, Tabonal®) dan sebagainya, telah dibuktikan
tidak ada manfaatnya.

c. Antiemetic:

Obat antiemetik seperti chlorpromazine dan prochlorperazine mempunyai efek sedative. Obat antiemetik
seperti klorpromazin (largaktil)terbukti selain mencegah muntah juga mengurangi sekresi dan kehilangan
cairan bersama tinja. Pemberian dalam dosis adekuat (sampai dengan 1mg/kgBB/hari) kiranya cukup
bermanfaat, tetapi juga perlu diingat efek samping dari obat ini. Penderita menjadi ngantuk sehingga
intake cairan kurang.

d. Antipiretika :

Obat antipiretika seperti preparat silisilat (asetosal,aspirin) dalam dosis rendah (25mg/tahun/kali) ternyata
selain berguna untuk menurunkan panas sebagai akibat dehidrasi atau panas karena infeksi, juga
mengurangi sekresi cairan yang keluar bersama tinja.

e. Zat Hidrofilik :

Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta, Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla,
Coptidis dan Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi
frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit.

Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau
tablet.

g. Probiotik :

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila
mengalami peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi
untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan
diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.
o Pemberian Terapi Definitive

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi, karena 40% kasus diare
infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik.

Pemberian antibiotik di indikasikan pada: pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam,
feses berdarah, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau
penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised.

Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:

a. V. kolera El Tor:

- Tetrasiklin 4 x 500 mg/hr selama 3 hari

- Kortimoksazol dosis awal 2 x 3 tab, kemudian 2 x 2 tab selama 6 hari

- Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 7 hari

- Golongan Fluoroquinolon.

b. ETEC:

- Trimetoprim-sulfametoksazole

- Kuinolon selama 3 hari.

c. S. Aureus:

- Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr

d. Salmonella Typhi:

- Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 2 minggu

- Sefalosporin generasi 3 yang diberikan secara iv selama 7-10 hari

- Ciprofloksasin 2 x 500 mg selama 14 hari.

e. Salmonella Non Typhi:

- Trimetoprim-sulfametoksazole

- Ciprofloxacin atau norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 – 7 hari.

f. Amoebiasis:

- Tinidazol dosis tunggal 2 g/hr selama 3 hari.

g. Giardiasis:

- Quinacrine 3 x 100 mg/hr selama 1 minggu


- Chloroquin 3 x 100 mg/hr selama 5 hari.

h. Balantidiasis:

- Tetrasiklin 3 x 500 mg/hr selama 10 hari

i. Virus:

- Simptomatik dan suportif.

2.3 FLU BURUNG( H5N1)

A. Pengertian Flu burung

Flu burung atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan avian flu atau avian influenza (AI) adalah
penyakit menular yang disebabkan virus influenza A sub tipe H5N1 yang biasanya menyerang unggas
tetapi juga dapat menyerang manusia. Virus ini termasuk famili Orthomyxoviridae dan memiliki diameter
90-120 nanometer. Virus avian influenza ini menyerang alat pernapasan, pencernaan dan sistem saraf
unggas

Secara normal, virus tersebut hanya menginfeksi ternak unggas seperti ayam, kalkun, dan itik.
Tetapi walaupun jarang dapat menyerang spesies hewan tertentu selain unggas misalnya babi, kuda,
harimau, macan tutul, dan kucing.

Walaupun hampir semua jenis unggas dapat terinfeksi virus yang terkenal sangat ganas ini, tetapi
diketahui yang jauh lebih rentan adalah jenis unggas yang diternakkan secara massal seperti ayam, puyuh,
dan itik.

B. Etiologi dan Penyebaran Penyakit

a) Sumber penularan

Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A yang menyebar antar unggas. Virus ini
kemudian ditemukan mampu pula menyebar ke spesies lain seperti babi, kucing, anjing, harimau,
dan manusia.

Virus influenza tipe A memiliki beberapa subtipe yang ditandai adanya Hemaglutinin (H) dan
Neuramidase (N). Ada 9 varian H dan 15 varian N. Virus flu burung yang sedang berjangkit saat ini
adalah subtipe H5N1 yang memiliki waktu inkubasi selama 3-5 hari.

b) Masa Inkubasi

- Pada Unggas : 1 minggu


- Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala. Pada
anak sampai 21 hari.

C. Patologi

a) Pada unggas yang mati dengan sangat cepat akibat dari penyakit ini, hanya sedikit luka saja dapat
terlihat:

· Dehidrasi, penyumbatan organ-organ dalam dan otot.

b) Pada unggas yang tidak mati secara cepat:

· Pendarahan pada seluruh tubuh, khususnya di pangkal tenggorokan, trakea dan disekitar hati, dll.

c) Keluarnya cairan di bawah kulit yang sangat banyak, khususnya disekitar kepala dan lutut kaki.d)
Cara penularan

Penularan Flu burung (H5N1) pada unggas terjadi secara cepat dengan kematian tinggi.
Penyebaran penyakit ini terjadi diantara populasi unggas satu pertenakan, bahkan dapat menyebar dari
satu pertenakan ke peternakan daerah lain. Sedangkan penularan penyakit ini kepada manusia dapat
melalui udara yang tercemar virus tersebut, baik yang berasal dari tinja, air mata atau sekreta unggas yang
terserang Flu Burung. Adapun orang yang mempunyai resiko besar untuk terserang virus flu burung
(H5N1) ini adalah pekerja peternakan unggas, penjual dan penjamah unggas.

Penularan penyakit ini dapat terjadi melalui udara (air borne) dan melalui kontak langsung
dengan unggas sakit atau kontak dengan bahan bahan infeksius seperti tinja, urin, dan sekret saluran
napas unggas sakit.

d) Penularan antar ternak unggas

Seekor unggas yang terinfeksi virus H5N1 akan menularkannya dalam waktu singkat. Jika semua
unggas peliharaan memiliki daya tahan yang bagus maka infeksi tidak akan menyebabkan kematian,
dengan kata lain virus tidak aktif. Sebaliknya, jika kondisi unggas berada dalam kondisi buruk maka flu
burung dapat mematikan.

Secara singkat, penyakit flu burung dapat ditularkan dari unggas ke unggas lain atau dari
peternakan ke peternakan lainnya dengan cara sebagai berikut:

Kontak langsung dari unggas terinfeksi dengan hewan yang peka, Melalui lendir yang berasal dari hidung
dan mata, Melalui kotoran (feses) unggas yang terserang flu burung, Lewat manusia melalui sepatu dan
pakaian yang terkontaminasi dengan virus, Melalui pakan, air, dan peralatan kandang yang
terkontaminasi, Melalui udara karena memiliki peran penting dalam penularan dalam satu kandang, tetapi
memiliki peran terbatas dalam penularan antar kandang, Melalui unggas air yang dapat berperan sebagai
sumber (reservoir) virus dari dalam saluran intestinal dan dilepaskan lewat kotoran.

f) Penularan dari ternak ke manusia


Faktor yang memengaruhi penularan flu burung dari ternak ke manusia adalah jarak dan intensitas
dalam aktivitas yang berinteraksi dengan kegiatan peternakan. Semakin dekat jarak peternakan yang
terkena wabah virus dengan lingkungan manusia maka peluang untuk menularnya virus bisa semakin
besar. Penularan virus ke manusia lebih mudah terjadi bila orang tersebut melakukan kontak langsung
dengan aktivitas peternakan. Orang yang mempunyai risiko tinggi terserang flu burung adalah pekerja
peternakan unggas, penjual, penjamah unggas, sampai ke dokter hewan yang bertugas memeriksa
kesehatan ternak di peternakan.

g) Penularan antar manusia

Penularan flu burung antar manusia belum dapat dibuktikan, tetapi tetap perlu diwaspadai. Hal ini
dikarenakan virus cepat bermutasi dan beradaptasi dengan manusia sehingga memungkinkan adanya
varian baru dari virus flu burung yang dapat menular antar manusia.

D. Gejala flu burung

a) Flu burung pada ternak

Gejala klinis flu burung pada unggas mirip dengan gejala newcastle disease, atau di indonesia
disebut penyakit tetelo atau pileren yang disebabkan oleh paramyxovirus.

Gejala Klinis ternak unggas yang terinfeksi flu burung sebagai berikut:

 Jengger, pial, dan kulit perut yang tidak ditumbuhi bulu bewarna biru keunguan.
 Pembengkakan di sekitar kepala dan muka.
 Ada cairan yang keluar dari hidung dan mata.
 Perdarahan di bawah kulit (subkutan)
 Perdarahan titik (ptechie) pada daerah dada, kaki, dan telapak kaki.
 Batuk, bersin, ngorok.
 Diare.
 Tingkat kematian tinggi.

b) Flu burung pada manusia

Orang yang terserang flu burung menunjukkan gejala seperti terkena flu biasa, tetapi kerena
keganasan virusnya menyebabkan flu ini juga ganas. Virus influenza biasanya menimbulkan penyakit
yang ringan. Tetapi virus flu burung ini sangat ganas dan dapat menyebabkan kematian dalam satu
minggu.

Orang yang terkena flu burung mengalami kenaikan suhu tubuh sampai 39C, sakit tenggorokan,
batuk, sesak napas dan mengeluarkan lendir bening dari hidung. Kondisi ini dapat diikuti dengan
penurunan daya tahan tubuh yang sangat cepat karena biasanya penderita tidak memiliki nafsu makan,
diare dan muntah. Dalam waktu singkat gejala gejala tersebut dapat menjadi lebih berat dengan terjadinya
peradangan di paru (pneumonia). Apabila tidak dilakukan penanganan yang baik pada pasien maka dapat
menyebabkan kematian.

E. Epidemiologi Penyakit Flu Burung

Infeksi awal manusia dengan H5N1 bertepatan dengan (epidemi dalam nonhumans) epidemi
influenza H5N1 pada populasi unggas Hong Kong. Wabah ini panzootic (penyakit yang menyerang
hewan dari banyak spesies, terutama di daerah yang luas) telah dihentikan oleh pembunuhan penduduk
seluruh unggas domestik di wilayah ini. Namun, penyakit tersebut terus menyebar. Pada tanggal 21
Desember WHO mengumumkan total 447 kasus yang mengakibatkan kematian 263.

H5N1 terutama disebarkan oleh unggas domestik, baik melalui gerakan burung yang terinfeksi
dan produk unggas dan melalui penggunaan pupuk kandang unggas yang terinfeksi sebagai pupuk atau
pakan. Manusia dengan H5N1 telah biasanya menangkapnya dari ayam, yang pada gilirannya terinfeksi
oleh unggas lain atau unggas air. Migrasi unggas air (itik liar, angsa dan angsa) membawa H5N1, sering
tanpa menjadi sakit. Banyak jenis burung dan mamalia bisa terinfeksi HPAI A (H5N1), tetapi peran
hewan selain unggas dan unggas air sebagai penyebaran penyakit-host tidak diketahui. Menurut sebuah
laporan oleh Organisasi Kesehatan Dunia, H5N1 dapat menyebar secara tidak langsung. Laporan tersebut
menyatakan bahwa virus kadang-kadang mungkin menempel pada permukaan atau mendapatkan
menendang di debu pupuk untuk menginfeksi orang.

Keracunan

H5N1 telah bermutasi menjadi berbagai strain dengan profil yang berbeda patogen, beberapa
orang lain patogenik untuk satu spesies tetapi tidak, beberapa patogen untuk beberapa spesies. Setiap
variasi genetik tertentu yang dikenal dapat dilacak untuk virus isolat kasus tertentu infeksi. Melalui drift
antigenik, H5N1 telah bermutasi menjadi puluhan varietas yang sangat patogen dibagi menjadi clades
genetik yang dikenal dari isolat spesifik, tapi semua sekarang dimiliki genotipe Z virus influenza, burung
H5N1 sekarang genotipe yang dominan. H5N1 isolat ditemukan di Hong Kong pada tahun 1997 dan 2001
tidak konsisten ditransmisikan secara efisien di antara burung dan tidak menyebabkan penyakit signifikan
dalam hewan tersebut.

Pada tahun 2002 baru isolat H5N1 muncul dalam populasi burung dari Hong Kong. Ini baru
isolat menyebabkan penyakit akut, termasuk disfungsi neurologis parah dan kematian pada bebek. Ini
merupakan kasus pertama yang dilaporkan infeksi virus influenza mematikan pada burung air liar sejak
tahun 1961. Genotipe Z muncul pada tahun 2002 melalui reassortment dari sebelumnya genotipe sangat
patogen H5N1 genotipe Z adalah endemik pada burung di Asia Tenggara, telah menciptakan setidaknya
dua clades yang dapat menginfeksi manusia, dan menyebar di seluruh dunia pada populasi burung. Mutasi
yang terjadi dalam genotipe ini yang meningkatkan pathogenicity mereka. Burung juga dapat terjangkit
virus untuk periode waktu yang lebih lama sebelum kematian mereka, meningkatkan transmisibilitas
virus.
Transmisi dan kisaran inang

burung yang terinfeksi H5N1 mengirimkan melalui air liur mereka, sekresi hidung, kotoran dan
darah. hewan lainnya mungkin akan terinfeksi virus melalui kontak langsung dengan cairan tubuh ini atau
melalui kontak dengan permukaan yang terkontaminasi dengan mereka. H5N1 tetap menular setelah lebih
dari 30 hari pada 0 ° C (32,0 ° F) (lebih dari satu bulan pada suhu beku) atau 6 hari pada 37 ° C (98,6 ° F)
(satu minggu pada suhu tubuh manusia) sehingga pada temperatur biasa itu berlangsung di lingkungan
selama berminggu-minggu. Pada suhu Arktik, tidak menurunkan sama sekali.

Karena burung migran adalah salah satu pembawa virus H5N1 yang sangat patogen, itu menyebar
ke seluruh bagian dunia. H5N1 berbeda dari semua virus yang sangat patogen sebelumnya dikenal flu
burung pada kemampuannya untuk disebarkan oleh hewan selain unggas. Pada bulan Oktober 2004, para
peneliti menemukan bahwa H5N1 jauh lebih berbahaya daripada yang diyakini sebelumnya. Unggas air
yang diturunkan menjadi langsung menyebarkan strain patogenik tinggi H5N1 untuk ayam, gagak,
merpati, dan burung lainnya, dan virus itu meningkatkan kemampuannya untuk menginfeksi mamalia
juga. Dari titik ini, para ahli flu burung semakin disebut penahanan sebagai suatu strategi yang dapat
menunda, tetapi tidak pada akhirnya mencegah, pandemi flu burung di masa depan.

2.3 Virus Epstein Barr (virus EBV)


A. Pengertian

Virus Epstein Barr (virus EB) juga disebut herpesvirus manusia 4 yang termasuk dalam famili
herpes ( yang juga termasuk dalam virus simplex dan sitomegalovirus). Virus ini merupakan salah satu
virus yang paling umum pada manusia dan mampu menyebabkan mononukleosis infeksiosa.

Virus Epstein-Barr berasal dari nama Michael Epstein dan Yvonne Barr, yang bersama dengan
Bert Achong, menemukan virus ini tahun 1964. Epstein Barr Virus ditularkan secara per oral, umumnya
ditularkan melalui saliva, menginfeksi epitel nasofaring dan limfosit B.

B. Klasifikasi Virus EBV

Virus Epstein Barr (virus EB) juga disebut herpesvirus manusia 4 yang termasuk dalam famili
herpes ( yang juga termasuk dalam virus simplex dan sitomegalovirus). Virus ini merupakan salah satu
virus yang paling umum pada manusia dan mampu menyebabkan mononukleosis infeksiosa. Penyakit ini
lebih sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda.

Sel target virus EB adalah limposit B. Virus EB biasanya ditularkan melalui air liur yang
terinfeksi dan memulai infeksi di orofaring. Diagnosis tidak hanya berdasarkan gejala-gejala yang
dialami, namun juga dengan pemeriksaan darah. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin virus EB. Virus
Epstein-Barr berasal dari nama Michael Epstein dan Yvonne Barr, yang bersama dengan Bert Achong,
menemukan virus ini tahun 1964.
C. Patogenesis Virus EBV

Virus Ebstein Barr masuk ke dalam tubuh manusia kemudian bereplikasi dalam sel-sel epitel dan
menjadi laten dalam limfosit B. Infeksi virus ini terjadi pada dua tempat yaitu sel epitel kelenjar saliva
dan sel limfosit. EBV memulai menginfeksi dengan cara berikatan dengan komplemen C3d (CD21 atau
CR2). Mekanisme masuknya EBV dan terjanya infeksi kemungkinan dengan cara:

1) melaui hubungan langsung antara sel pada membrane bagian apical yang dengan limfosit yang sudah
terifeksi virus,

2) melalui membrane basolateral, yang dimediasi oleh adanya interaksi antara integrin β1 atau α5B1
dengan EBV,

3) melalui penyebaran virus secara langung melalui membrane lateral yang terjadi setelah pertama kali
terinfeksi EBV (Tugizov at all cit Hariwiyanto). Infeksi virus pada limfosit B dimungkinkan karena
adanya ikatan antara reseptor membrane glikoprotein gp350/220 pada kapsul EBV dengan protein
CD21 dipermukaan limfosit B sebagai targetnya.

Setelah mengikat reseptor CD21 pada limfisit B, EBV dalam waktu 1-2 jam akan masuk ke
sitoplasma sel penjamu kemudian terjadi fusi TR (Terminal Repeat), yang menyebabkan epitop
berbentuk sirkuler, partikel-partikel EBV akan terurai dan genom-genom EBV akan masuk ke dalam
nucleus, yang merupakan bentuk EBV infeksi laten, yang ditandai dengan proses aktivasi dan
proliferasi sel yang disebut sebagai pengabadian EBV pada sel limfosit B. Proses ini melibatkan
interaksi beberapa kompleks glikoprotein virus termasuk gH dan gL yang merupakan homolog dari
molekul gp42 dengan MHC kelas II pada limfosit B.

Pada kondisi normal infeksi EBV dapat terkontrol dan masuk ke fase latent, dimana hanya
sedikit sel B yang terinfeksi. Fase litik dapat terjadi baik di epitel rongga mulut maupun di sel B yang
terletak berdekatan dengan epitel rongga mulut sehingga menyebabkan EBV yang infeksious banyak
terdapat di rongga mulut sehingga dapat menular pada orang lain. Pada keganasan yang berhubungan
dengan EBV, genom EBV genom EBV muncul pada setiap sel tumor dalam bentuk episom yang
latent ( latent episomal) dan genom tersebut akan mengadakan replikasi selama pembelaha sel.
Ekspresi DNA pada EBV yang berbentuk latent episomal tersebut dapat dijadikan sebagai dasar dalam
mendeteksi funsi virus pada perkembangan KNF.

Langkah awal infeksi litik EBV ditandai dengan aktivitas protein ZEBRA yang disandi oleh gen
BZLF1 yang terdapat pada sel epitel dan limfosit B. Beberapa produk yang berbeda-beda dari gen yang
mempuyai korelasi dengan tahapan siklus replikasi litik dapat diidentifikasi dan dikategorikan menjadi:
Early Membrane Antigen (EMA), Early Intra- Celulair Atigen (EA), Viral capcid Antigen (VCA),Late
Membrane Antigen (LMA). Pada infeksi latent terjadi ekspresi dari beberapa protein antara lain: Epstein
Barr Nucleus Antigen 2 & 5 (EBNA 2 & 5) yang dapat diteksi 2-5 jam setelah infeksi, Latent Membrane
Protein 1 & 2 (LMP 1&2) yang dapat diteksi 5-7 jam setelah infeksi.

Infeksi laten yang bersifat diam dan tidak memproduksi partikel-partikel virus yang baru,
dikaitkan salah satunya dengan KNF. Bentuk laten infeksi EBV pada KNF termasuk tipe II dengan
karakteristik terekspresinya protein LMP disamping protein EBER dan EBNA1.
Mekanisme pasti bagaimana EBV dapat menginduksi terjadinya kanker masih belum bisa
dipastikan. Akan tetapi penelitian selanjutnya tentang ekspresi dari gen Latent Membrane Protein (LMP)
menunjukkan bisa mengubah sel epitel nasofaring in vitro, dan diperkirakan bahwa LMP pada sel yang
terinfeksi EBV memproteksi sel tersebut dari program kematian sel atau apoptosis. Sedangkan pada
penelitian lainnya ditemukan juga gen LMP ini terdapat pada 65% penderita KNF .

KNF dibagi berdasarkan stadium-stadium yang telah ditetapkan oleh The American Joint
Commission on Cancer (AJCC). Stadium tersebut nantinya dipakai sebagai diagnostik dan terapi serta
prognostik suatu penderita KNF.

D. Gejala penyakit virus Epstein barr

Gejala-gejala yang biasa dikeluhkan oleh penderita KNF antara lain adanya benjolan
dileher(76%), gangguan di hidung (73%), gangguan telinga (62%), sakit kepala (35%), penglihatan ganda
(11%), rasa kebas diwajah (8%), penurunan berat badan (7%) dan trismus (3%). Biasanya tanda klinis
yang didapatkan pada penderita KNF saat diagnosa ditegakkan adalah pembesaran kelenjar getah bening
leher (75%) dan kelainan saraf cranial (20%). Diagnosa pasti suatu KNF diambil melalui biopsi
nasofaring yang didukung oleh visualisasi melalui endoskopi atau pencitraan dengan potongan melintang.

Terapi saat ini terhadap KNF masih berupa radioterapi dan kemoterapi. Sedangkan pembedahan
hanya sedikit berperan didalam penatalaksanaan KNF, dimana hanya terbatas pada diseksi leher radikal
untuk mengontrol kelenjar yang radioresisten dan metastase leher setelah radioterapi dan pada pasien
tertentu pembedahan penyelamatan dilakukan pada kasus rekurensi di nasofaring.

Beberapa tanda dan gejala penyakit virus Epstein Barr kronis adalah kehilangan memori,
gangguan konsentrasi, nyeri otot, nyeri di sepanjang bergabung dengan gangguan tidur. Saat ini tidak ada
bukti klinis hampir didirikan ini Sindrom Kelelahan kronis dapat dikirim dari satu orang ke orang lain.
Penyebab sebenarnya dari sindrom kelelahan Namun belum diketahui peneliti percaya individu T-sel
penyakit penyakit leukemia, virus herpes manusia-6 bersama dengan Enterovirus mungkin sangat terkait
dengan penyebabnya.

E. Penyebaran Virus Melalui Transfusi Darah

EBV dapat menginfeksi siapa pun. Orang dewasa, 90% -95% laki-laki dan perempuan telah
terinfeksi EBV; infeksi yang paling sering terjadi pada usia 5-25 tahun. Tidak mengherankan, 1% -3%
dari mahasiswa terjangkit mono setiap tahun, paling sering ditularkan melalui air liur (sehingga
dinamakan kissing disease). Namun, mono juga dapat menyebar melalui darah dan cairan kelamin. Air
liur adalah metode utama penularan mono. Infeksi mononukleosis dikenal umum sebagai kissing disease
karena ini adalah cara utama penularan di kalangan remaja. Seseorang dengan mono juga dapat
menularkan penyakit melalui batuk atau bersin, akibatnya tetesan kecil air liur yang terinfeksi dan / atau
lendir akan menyebar melalui udara dan dihirup oleh orang lain. Berbagi makanan atau minuman dari
wadah atau peralatan makan yang sama juga dapat mentransfer virus dari satu orang ke orang lain, karena
dapat terjadi kontak dengan ludah yang terinfeksi.
Media penularan virus selain dari air liur sebagai media utama atau yang paling sering terjadi,
virus EBV juga dapat menular melalui aliran darah. Virus EBV dapat ditularkan melaui proses tranfusi
darah dari orang telah terinfeksi virus EBV sebelumnya. Antibody Virus EBV tidak dapat terdeteksi
sampai minggu kedua dan ketiga dari penyakit sehingga pada selang waktu tersebut orang yang telah
terinfeksi dan melakukan transfuse darah tidak akan diketahui keberadaan virus EBV dalam darahnya.
Sehingga pada proses transfuse darah akan menyebabkan infeksi virus EBV pada resipen yang menerima
pemberian darah dari reservoir atau sumber infeksi virus.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Gastroenteritis Akut adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh berbagai bakteri,
virus, dan pathogen parasitic. Gastroenteritis Akut (GEA) diartikan sebagai buang air besar (defekasi)
dengan tinja berbentuk cairan / setengah cair (setengah padat) dengan demikian kandungan air pada tinja
lebih banyak dari biasanya berlangsung kurang dari 7 hari, terjadi secara mendadak. Faktor-faktor faali
yang menyebabkan Gastro Enteritis sangat erat hubungannya satu sama lain, misalnya saja, cairan intra
luminal yang meningkat menyebabkan terangsangnya usus secara mekanisme meningkatnya volume,
sehingga motilitas usus meningkat.

Flu burung atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan avian flu atau avian influenza (AI) adalah
penyakit menular yang disebabkan virus influenza A sub tipe H5N1 yang biasanya menyerang unggas
tetapi juga dapat menyerang manusia. Virus ini termasuk famili Orthomyxoviridae dan memiliki diameter
90-120 nanometer. Virus avian influenza ini menyerang alat pernapasan, pencernaan dan sistem saraf
unggas

Secara normal, virus tersebut hanya menginfeksi ternak unggas seperti ayam, kalkun, dan itik.
Tetapi walaupun jarang dapat menyerang spesies hewan tertentu selain unggas misalnya babi, kuda,
harimau, macan tutul, dan kucing.

Virus Epstein Barr (virus EB) juga disebut herpesvirus manusia 4 yang termasuk dalam famili
herpes ( yang juga termasuk dalam virus simplex dan sitomegalovirus). Virus ini merupakan salah satu
virus yang paling umum pada manusia dan mampu menyebabkan mononukleosis infeksiosa.

Virus Epstein-Barr berasal dari nama Michael Epstein dan Yvonne Barr, yang bersama dengan
Bert Achong, menemukan virus ini tahun 1964. Epstein Barr Virus ditularkan secara per oral, umumnya
ditularkan melalui saliva, menginfeksi epitel nasofaring dan limfosit B.

3.2 SARAN

Dalam penanggulangan Flu Burung dibutuhkan peningkatan komtmen politis dan dukungan
multisektoral. Kasus Flu Burung yang terus meningkat memerlukan penanggulangan yang lebih intensif,
dititik beratkan pada pencegahan dan diintegrasikan dengan perawatan, dukungan serta pengobatan terhadap
Orang yang terkena penyakit Flu Burung. Dalam penanggulangan Flu Burung perlu ditingkatkan pula:

Sarana dan prasarana deteksi, konseling, perawatan dan pengibatan, Pendidikan dan pelatihan

Penelitian dan pengembangan.


Sebaiknya pada proses tranfusi darah pencegahan dan penanganan terhadap penyakit infeksi
menular lewat transfuse darah ( IMLTD ) lebih diutamakan karena lebih membahayakan kesehatan
resipien daripada kekurangan darah itu sendiri.
Daftar pustaka

Soejoedono, D. Retno. 2006. Flu Burung. Penerbit Swadaya : Depok.

Akoso, Budi Tri. 2006. Waspada Flu Burung. Penerbit Kanisius : Yogyakarta.

Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. UI : Jakarta.

http://informasi-kesehatan40.blogspot.com/2008/09/penkes-flu-burung.html di Akses pada tangga; 23 Mei 2011

http://id.wikipedia.org/wiki/Virus_Epstein-Barr

http://ridwanaz.com/kesehatan/jenis-jenis-virus-yang-menyerang-manusia/

http://id.prmob.net/epstein-barr-virus/yvonne-barr/kanker-320975.html

http://phiijustmuggle.wordpress.com/tag/epstein-barr-virus/

You might also like