You are on page 1of 15

TUGAS

SKIZOFRENIA TIPE PARANOID

Oleh :
Aulia Wiratama Putra

Pembimbing :
dr. Rudy, Sp.KJ

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
2017

1
PEMBAHASAN

Definisi
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizen” yang berarti “terpisah” atau “pecah”,
dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian
antara afeksi, kognitif dan perilaku. Skizofrenia merupakan suatu sindrom psikotik kronis
yang ditandai oleh gangguan pikiran dan persepsi, afek tumpul, anhedonia, deteriorasi, serta
dapat ditemukan uji kognitif yang buruk.1

Skizofrenia adalah istilah psikosis yang menggambarkan mispersepsi pikiran dan


persepsi yang timbul dari pikiran/imajinasi pasien sebagai kenyataan, dan mencakup waham
dan halusinasi.2 Emil Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis, menurut gejala
utama yang terdapat pada pasien, salah satunya adalah skizofrenia paranoid.9 Skizofrenia
paranoid merupakan subtipe yang paling umum (sering ditemui) dan paling stabil, dimana
waham dan halusinasi auditorik jelas terlihat.1,2,7 Pada pasien skizofrenia paranoid, pasien
mungkin tidak tampak sakit jiwa sampai muncul gejala-gejala paranoid

Etiologi

Model diatesis-stress

Menurut model diatesis-stress terhadap integrasi faktor biologis, psikososial, dan


lingkungan, seseorang mungkin memiliki kerentanan spesifik (diastesis) yang, bila diaktifkan
oleh pengaruh yang penuh tekanan, memungkinkan timbul gejala skizofrenia. Pada model
diatesis-stress yang paling umum, diastesis atau stress dapat berupa stress biologis,
lingkungan, atau keduanya. Komponen lingkungan dapat bersifat biologis (contohnya,
infeksi) atau psikologis (contohnya, situasi keluarga yang penuh tekanan atau kematian
kerabat dekat). Dasar biologis diatesis dapat terbentuk lebih lanjut oleh pengaruh epigenetik,
seperti penyalahgunaan zat, stress psikososial, dan trauma.

Gejala

Ada banyak gejala-gejala skizofrenia. Gejala-gejala ini dirumuskan oleh berbagai


sumber. Menurut Diagnostic and Statistical Manual Of Mental Disorder IV-TR, gejala khas
skizofrenia berupa adanya:
1. Waham atau Delusi (keyakinan yang salah dan tidak bisa dikoreksi yang tidak
sesuai dengan kenyataan, maupun kepercayaan, agama, dan budaya pasien atau

2
masyarakat umum)
2. Halusinasi (persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar)
3. Pembicaraan kacau
4. Perilaku kacau
5. Gejala negatif (misalnya berkurangnya kemampuan mengekspresikan emosi,
kehilangan minat, penarikan diri dari pergaulan sosial)

Selain itu untuk menegakkan diagnosa skizofrenia menurut DSM IV-TR (2008) adalah
munculnya disfungsi sosial, durasi gejala khas paling sedikit 6 bulan, tidak termasuk
gangguan perasaan (mood), tidak termasuk gangguan karena zat atau karena kondisi medis,
dan bila ada riwayat Autistic Disorder atau gangguan perkembangan pervasive lainnya,
diagnosis skizofrenia dapat ditegakkan bila ditemui halusinasi dan delusi yang menonjol
selama paling tidak 1 bulan.

Menurut Bleuler, ada 2 kelompok gejala-gejala skizofrenia, yaitu:


1. Gejala Primer, yang meliputi:
a. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah dan isi pikiran). Pada skizofrenia
inti, gangguan memang terdapat pada proses pikiran.
b. Gangguan afek dan emosi. Gangguan ini pada skizofren berupa:
1) Parathimi, yaitu apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan
gembira, pada penderita malah menimbulkan rasa sedih atau marah.
2) Paramimi, yaitu penderita merasa senang tetapi menangis
c. Gangguan kemauan, yaitu gangguan di mana banyak penderita skizofrenia
memiliki kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan dan
tidak dapat bertindak dalam sebuah situasi menekan. Gangguan kemauan yang
timbul antara lain:
1) Negativisme, yaitu sikap atau perbuatan yang negatif atau berlawanan
terhadap suatu permintaan.
2) Ambivalensi, yaitu sikap yang menghendaki seseuatu yang berlawanan
pada waktu yang bersamaan.
3) Otomatisme, yaitu penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang
lain atau oleh tenaga dari luar, sehingga dia melakukannya secara
otomatis.

3
d. Gejala psikomotor, disebut juga dengan gejala-gejala katatonik. Sebetulnya
gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan
hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes atau
agak kaku.

2. Gejala Sekunder, yang meliputi:


a. Waham.
Pada penderita skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali dan sangat
bizar. Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya
merupakan fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun.

b. Halusinasi.
Pada penderita skizfrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal

ini merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan lain.

Menurut Bleuler, seseorang didioagnosa menderita skizofrenia apabila terdapat


gangguan-gangguan primer dan disharmoni pada unsur-unsur kepribadian yang diperkuat
dengan adanya gejala-gejala sekunder.
Menurut Kut Schneider, terdapat 11 gejala skizofrenia yang terdiri dari 2 kelompok,
yaitu sebagai berikut:
1. Kelompok A, halusinasi pendengaran, yaitu:
a. Pikirannya dapat didengar sendiri
b. Suara-suara yang sedang bertengkar
c. Suara-suara yang mengomentari perilaku penderita
2. Kelompok B, gangguan batas ego, yang meliputi:
a. Tubuh dan gerakan penderita dipengaruhi oleh kekuatan dari luar
b. Pikirannya diambil keluar
c. Pikirannya dipengaruhi oleh orang lain
d. Pikirannya diketahui oleh orang lain
e. Perasaannya dibuat oleh orang lain
f. Kemauannya dipengaruhi orang lain
g. Dorongannya dikuasai orang lain

4
h. Persepsi yang dipengaruhi oleh waham

Menurut Kut Schneider, seseorang bisa didiagnosa penderita skizofrenia bila ada
gejala dari kelompok A dan Kelompok B, dengan syarat kesadaran penderita tidak menurun.
Gejala lain yang diungkap adalah:
1. Gejala-Gejala Positif, yaitu penambahan fungsi dari batas normal, meliputi:
a. Delusi.
Delusi adalah keyakinan yang oleh kebanyakan orang dianggap misinterpretasi
terhadap realitas. Delusi memiliki bermacam-macam bentuk, yaitu delusion of
grandeur (waham kebesaran) yaitu keyakinan irasional mengenai nilai dirinya,
delusion of persecution yaitu yakin dirinya atau orang lain yang dekat
dengannya diperlakukan dengan buruk oleh orang lain dengan cara tertentu,
delusion of erotomanic yaitu keyakinan irasional bahwa penderita dicintai oleh
seseorang yang lebih tinggi statusnya, delusion of jealous yaitu yakin pasangan
seksualnya tidak setia, dan delusion of somatic yaitu merasa menderita cacat
fisik atau kondisi medis tertentu.

b. Halusinasi
Gejala-gejala psikotik dari gangguan perseptual dimana berbagai hal dilihat
didengar, atau diindera meskipun hal-hal itu tidak real (benar-benar ada).

2. Gejala-Gejala Negatif, yaitu pengurangan fungsi dari batas normal, meliputi:


a. Avolisi
Yaitu apati atau ketidakmampuan untuk memulai atau mempertahankan
kegiatan-kegiatan penting.
b. Alogia
Yaitu pengurangan dalam jumlah atau isi pembicaraan.
c. Anhedonia
Yaitu ketidakmampuan untuk mengalami kesenangan yang terkaitu dengan
beberapa gangguan suasana perasaan dan gangguan skizofrenik.
d. Afek Datar
Yaitu tingkah laku yang tampak tanpa emosi.

5
3. Gejala Disorganisasi, yaitu ketidakharmonisan fungsi, meliputi:
a. Disorganisasi dalam pembicaraan (Disorganized Speech)
Gaya bicara yang sering terlihat pada penderita skizofrenia termasuk
inkoherensi dan ketiadaan pola logika yang wajar.
b. Afek yang tidak pas (inappropriate Affect) dan perilaku yang disorganisasi
Afek yang tidak pas merupakan ekspresi emosi yang tidak sesuai dengan
aslinya. Perilaku yang disorganisasi adalah perilaku yang tidak lazim.

Untuk mendiagnosa seseorang skizofrenia, seseorang harus menunjukkan 2 atau


lebih gejala positif, negatif, atau disorganisasi dengan porsi yang besar selama paling
sedikit 1 bulan.
Diagnosis

Skizofrenia ditandai adanya distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, dan
adanya afek yang tidak wajar atau tumpul. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga (PPDGJ III) membagi simtom skizofrenia
dalam kelompok-kelompok penting, dan yang sering terdapat secara bersama-sama
untuk diagnosis. Cara diagnosis pasien skizofrenia menrut PPGDJ III antara lain;

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

a. Thought echo: isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak
keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal)
Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya.
b. Waham dikendalikan (delusion of control). waham dipengaruhi (delusion of influence),
atau "passivity", yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak,
atau pikiran, perbuatan atau perasaan (sensations) khusus; persepsi delusional;
c. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terha-dap perilaku pasien, atau
mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri. atau jenis suara halusinasi lain yang
berasal dari salah satu bagian rubuh;
d. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak wajar serta
sama sekaJi mustahil, seperti misal-nya mengenai identitas keagamaan atau pulitik, atau
6
kekuatan dan kemampuan "manusia super" (misalnya mampu mengen-dalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain);

Atau paling sedikit gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas dalam kurun
waktu satu bulan atau lebih;
e. Halusinasi yang menetap dalam setiap modal itas. apabila disenai baik oleh waham yang
mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang
jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan (over valued ideas) yang menetap, atau apabila
terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbu-lan-bulan terus-menerus;
f. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang berakibat
inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), sikap tubuh tertentu
(posturing), atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme dan stupor;
h. Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat masa bodo (apatis), pembicaraan yang terhenti,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa
semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
i. Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa
aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tak bertujuan, sikap
malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih. Kondisi-kondisi yang memenuhi persyaratan gejala tersebut tetapi yang
lamanya kurang dari satu bulan (baik diobati atau tidak) harus didiagnosis pertama kali
sebagai gangguan psikosis fungsional.

Skizofrenia paranoid
Ini adalah skizofrenia yang paling sering dijumpai. Gambaran klinis didominasi oleh
waham yang relatif stabil, sering bersifat paranoid, disertai oleh halusinasi (terutama
halusinasi pendengaran), dan gangguan persepsi. Gangguan afektif, kehendak, dan
pembicaraan, serta gejala katatonik tidak menonjol.

Pedoman diagnostik :
1) Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
2) Gejala tambahan :
 Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberiperintah, atau halusinasi
auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan
tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.

7
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control),
dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
d) Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara
relatif tidak nyata / menonjol.

Diagnosis banding
 Epilepsi dan Psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan
 Keadaan paranoid involusional (F22.8)
 Paranoia (F22.0)

Penatalaksanaan Skizofrenia
Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik.
Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada
Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum
mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien.
Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-
obatan pertama yang efektif untuk mengobati Skizofrenia. Terdapat 2 kategori obat
antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional dan newer atypical
antipsycotics.

a. Antipsikotik Konvensional
----
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional.
Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang
serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol)
2. Mellaril (thioridazine)
3. Navane (thiothixene)
4. Prolixin (fluphenazine)
5. Stelazine (trifluoperazine)
6. Thorazine (chlorpromazine)
7. Trilafon (perphenazine)

8
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional,
banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic. Ada 2
pengecualian (harus dengan antipsikotik konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah
mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa
efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan
pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil
secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long
acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot
formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara
perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic
antipsycotic.

b. Newer Atypcal Antipsycotic


Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya
berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik
konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
 Risperdal (risperidone)
 Seroquel (quetiapine)
 Zyprexa (olanzepine)

Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien


dengan Skizofrenia.

Cara penggunaan

 Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis) yang
sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
 Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan
dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
 Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis
lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana
profil efek samping belum tentu sama.

9
 Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek
sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
 Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
o Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
o Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
o Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping
(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu
o Kualitas hidup pasien

 Mulai dosis awal dengan dosis anjuran  dinaikkan setiap 2-3 hari  sampai
mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis)  dievaluasi setiap 2
minggu dan bila perlu dinaikkan  dosis optimal  dipertahankan sekitar 8-12
minggu (stabilisasi)  diturunkan setiap 2 minggu  dosis maintanance 
dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/mingu) 
tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu)  stop.
 Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan
dapat diberikan paling sedikit selama 5 tahun.
 Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis
terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
 Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan
sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis
reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun
waktu 2 minggu – 2 bulan. Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat
yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi
ketergantungan obat kecil sekali.
 Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu:
gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini
akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg
IM dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)
 Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau
atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis
10
dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi
1 cc setiap bulan. Pemberian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi
dan pemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.
 Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu
perubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya
dengan injeksi noradrenalin (effortil IM).
 Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan tablet
trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari

Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama


Newer atypical antipsycotic merupakan terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia
episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal.
Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja.
Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli
biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu

Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)


Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk
mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti
minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi,
dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti
dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.
Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti
obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat
dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran.
Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain,
misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau
newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat
menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.

Pengobatan Selama fase Penyembuhan

11
Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah
sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat setelah
episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien
Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum
mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode,
atau balum sembuh total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama.
Perlu diingat, bahwapenghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan
makin beratnya penyakit.

Efek Samping Obat-obat Antipsikotik


Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat
penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah
terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan
(kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP).
Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita
harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek
samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter
dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat
antipsikotik untuk mencegah atau mengobati efek samping ini.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi
pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace.
Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif
terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik
konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual,
sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk
mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti
dengan newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit.
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan
obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan
olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.

12
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana
timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi
berupa demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang
segera.

Psikoterapi
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling percaya.
Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis tidak boleh mendukung
ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-menerus membicarakan tentang wahamnya.
Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang
dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya dengan klien. Kepuasan yang
berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan dan permusuhan klien, karena disadari bahwa
tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien bahwa keasyikan
dengan wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu kehidupan
konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya, terapis dapat meningkatkan tes
realitas.

Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal klien, dan harus
mampu menampung semua ungkapan perasaan klien, misalnya dengan berkata : "Anda pasti
merasa sangat lelah, mengingat apa yang anda lalui, "tanpa menyetujui setiap mis persepsi
wahamnya, sehingga menghilangnya ketegangan klien. Dalam hal ini tujuannya adalah
membantu klien memiliki keraguan terhadap persepsinya. Saat klien menjadi kurang kaku,
perasaan kelemahan dan inferioritasnya yang menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat klien
membiarkan perasaan kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan terapeutik positif telah
ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat dilakukan.

Terapi Keluarga

Pemberian terapi perlu menemui atau mendapatkan keluarga klien, sebagai sekutu
dalam proses pengobatan. Keluarga akan memperoleh manfaat dalam membantu ahli terapi
dan membantu perawatan klien.

Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)

Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan
medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat

13
kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif
antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan
pada perawatan rumah sakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan
pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka
menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari
keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana
pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan,
perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit
harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien.
Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki
kualitas hidup.

ECT
Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan di rumah
sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo Cerleti (1887-
1963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum diketahui secara pasti.
Alat yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga penderita
menerima aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan
waktu yang digunakan 2-3 detik.

Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien
karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya
perbaikan setelah pemberian antipsikotik. Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah
dekompensasio kordis, aneurisma aorta, penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan
pemberian obat pelemas otot pada pasien dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra
indikasi mutlak adalah tumor otak. Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada
rahang, fraktur pada vertebra, robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnea, amnesia dan terjadi
degenerasi sel-sel otak.

Prognosis

Untuk menetapkan prognosa kita harus mempertimbangkan semua faktor di bawah ini ;
14
1. Kepribadian prepsikotik : bila skizoid dan hubungan antar-manusia memang kurang
memuaskan, maka prognosa lebih jelek.
2. Bila skizofrenia timbul secara akut, maka prognosa lebih baik daripada bila penyakit itu
mulai secara pelan-pelan.
3. Jenis : Prognosa jenis katatonik yang paling baik dari semua jenis. Sering penderita-
penderita dengan katatonia sembuh dan kembali ke kepribadian prepsikoti. Kemudian
menyusul jenis paranoid. Banyak dari penderita ini dapat dikembalikan ke masyarakat.
Hebefrenia dan skizofrenia simplex mempunyai prognosa yang sama jelek. Biasanya
penderita dengan jenis skizofrenia ini menuju ke arah kemunduran mental.
4. Umur : Makin muda umur permulaannya, makin jelek prognosa.
5. Pengobatan : Makin lekas diberi pengobatan, makin baik prognosanya. Dikatakan bahwa
bila terdapat faktor pencetus, seperti penyakit badaniah atau stres psikologik, maka
prognosa lebih baik.
6. Faktor keturunan : prognosa menjadi lebih berat bila di dalam keluarga terdapat seorang
atau lebih yang juga menderita skizofrenia.

15

You might also like