You are on page 1of 5

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit cacing tambang disebabkan oleh cacing Necator americanus, Ancylostoma


duodenale, dan jarang disebabkan oleh Ancylostoma braziliensis, Ancylostoma canium,
Ancylostoma malayanum. Penyakit ini disebut juga ankilostomiasis, nekatoriasis, unseriasis.1
Infeksi cacing tambang sangat erat dengan kebiasaan defekasi (buang air besar/BAB)
sembarangan, tidak mencuci tangan sebelum makan serta anak-anak yang bermain di tanah
tanpa menggunakan alas kaki dan kebiasaan memakan tanah (geophagia). Kebiasaan BAB
sembarangan menyebabkan tanah terkontaminasi telur cacing. Pada umumnya telur cacing
bertahan pada tanah yang lembab dan kemudian berkembang menjadi telur infektif. Telur
cacing infektif yang ada di tanah dapat tertelan masuk ke dalam pencernaan manusia bila
tidak mencuci tangan sebelum makan dan infeksi Cacingan juga dapat terjadi melalui larva
cacing yang menembus kulit.2
Di daerah perkebunan dan pertambangan sering terjadi infeksi cacing tambang pada
penduduk yang tinggal di sekitarnya. Cacing tambang dalam siklus penularannya
memerlukan tanah berpasir yang gembur, tercampur humus, dan terlindung dari sinar
matahari langsung.2
Gejala klinis dan patologis penyakit cacing ini bergantung pada jumlah cacing yang
menginfetasi usus. Paling sedikit 500 cacing diperlukan untuk menyebabkan terjadinya
anemia dan gejala klinis opada pasien dewasa.3
Telur dihasilkan oleh cacing betina dan keluar melalui tinja. Bila telur tersebut jatuh
di tempat yang lembab dan basah, maka telur akan berubah menjadi larva yang infektif. Dan
jika larva tersebut kontak dengan kult, maka larva akan mengadakan penetrasi ke kulit,
bermigrasi sampai ke paru-paru dan kemudian turun ke usus halus, disini larva berkembang
hingga menjadi cacing dewasa.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit cacing tambang adalah infeksi cacing yang disebabkan oleh nematoda
parasitik pada usus manusia, umumnya ddisebabkan oleh Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus. Penyakit ini tersebar di daerah tropis maupun subtropik. Di Indonesia,
penyakit ini lebih banyak disebabkan oleh cacing Necator americanus daripada Ancylostoma
duodenale. 1,4

2.2. Etiologi
Penyakit cacing tambang disebabkan oleh:1,3
1. Necator americanus
2. Ancylostoma duodenale
3. Ancylostoma braziliensis
4. Ancylostoma canium
5. Ancylostoma malayanum.

2.3 Epidemiologi
Secara global, penyakit cacing tambang mengenai 440 juta orang. Cacing tambang
terutama menginfeksi di negara-negara berkembang, umunya disebabkan kurangnya air
bersih, sanitasi, dan edukasi tentang kesehatan. Karena sering tidak ada gejala yang timbul,
penyakit cacing tambang berkontribusi pada insidensi anemia dan malnutrisi di negara-negara
berkembang. Negara yang paling banyak mengalami penyakit cacing tambang adalah Negara
di Asia, Africa, dan Amerika Latin.5
Prevalensi Cacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi, terutama pada
golongan penduduk yang kurang mampu, dengan sanitasi yang buruk. Prevalensi cacingan
bervariasi antara 2,5% - 62%. Prevalensi cacing tambang di Indonesia sekitar 6,46%.2

2.4 Morfologi dan Siklus Hidup1,2


Dua spesies utama cacing tambang yang menginfeksi manusia adalah A. duodenale
dan N. americanus. Cacing betina berukuran panjang ± 1 cm sedangkan cacing jantan

2
berukuran ± 0,8 cm. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatriks. Bentuk badan N.
americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan A. duodenale menyerupai huruf C.
N. americanus tiap hari bertelur 5.000-10.000 butir, sedangkan A. duodenale 10.000-
25.000 butir. Rongga mulut N. americanus mempunyai benda kitin, sedangkan A. duodenale
mempunyai dua pasang gigi yang berfungsi untuk melekatkan diri di mukosa usus.

Tabel 2.1 Karakteristik telur cacing tambang2,5


Spesies Ukuran Bentuk Warna Keterangan Gambar
Cacing 55-75 x Oval atau Jernih Dinding telur
tambang (telur 35-46 ellipsoidal satu lapis.
N. americanus (mikron) Bila baru
dan dikeluarkan
A.duodenale melalui tinja
tidak dapat intinya terdiri
dibedakan atas 4-8 sel.
secara
morfologi)

Telur dikeluarkan bersama feses dan pada lingkungan yang sesuai telur menetas
mengeluarkan larva rabditiform dalam waktu 1 - 2 hari. Larva rabditiform tumbuh menjadi
larva filariform dalam waktu ± 3 hari. Suhu optimum bagi N.americanus adalah 28oC – 32oC
dan untuk A.duodenale sedikit lebih rendah yaitu 23oC – 25oC sehingga N.americanus lebih
banyak ditemukan di Indonesia dari pada A.duodenale. Larva filariform bertahan hidup 7 -8
minggu di tanah dan dapat menembus kulit. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus
kulit. Infeksi A. duodenale juga dapat terjadi dengan menelan larva filariform.

3
(b)

(a)
Gambar 2.1. Larva rhabditiform (a), Larva filariform (b)

Bila larva filariform menembus kulit, larva akan masuk ke kapiler darah dan terbawa
aliran darah ke jantung dan paru. Di paru larva menembus dinding pembuluh darah, lalu
dinding alveolus, kemudian masuk rongga alveolus, dan naik ke trakea melalui bronkiolus
dan bronkus menuju ke faring. Di faring larva akan menimbulkan rangsangan sehingga
penderita batuk dan larva tertelan masuk ke esofagus. Dari esofagus, larva menuju ke usus
halus dan akan tumbuh menjadi cacing dewasa.

(b)

(a)
Gambar 2.2 Cacing N. americanus dewasa (tampak anterior) (a), Cacing A. duodenale
dewasa (tampak anterior) (b)

Berikut adalah siklus hidup cacing tambang:

4
Gambar 2.3 Siklus hidup cacing tambang
2.5 Gejala Klinis1,2
a. Stadium larva
Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit
yang disebut ground itch yaitu reaksi lokal eritematosa dengan papul-papul yang disertai rasa
gatal.
Infeksi larva filariform A. duodenale secara oral menyebabkan rasa tak enak pada
perut, kembung, mual, muntah, sering mengeluarkan gas (flatus), diare, merupakan gejala
iritasi cacing yang terjadi lebih kurang dua minggu setelah larva mengadakan penetrasi ke
dalam kulit.
Selama larva berada di dalam paru-paru, dapat menyebabkan gejala batuk darah, yang
disebabkan oleh pecahnya kapiler-kapiler dalam alveoli paru-paru.

b. Stadium dewasa

You might also like