You are on page 1of 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan pada dasarnya menyangkut segi kehidupan baik dimasa lalu,
masa sekarang dan masa yang akan datang. Upaya kesehatan tersebut berupa bukan
saja upaya penyembuhan, tetapi secara berangsur-angsur berkembang kearah
preventif, kuratif, promotif dan rehabilitatif yang bersifat menyeluruh dan
berkesinambungan.
Dalam penanganan kesehatan terhadap pasien berorientasi pada tindakan
medis dan tindakan keperawatan. Gagal napas adalah masalah yang relatif sering
terjadi yang biasanya (meskipun tidak selalu) merupakan tahap akhir dari penyakit
kronis pada sistem pernapasan. Keadaan ini semakin sering ditemukan sebagai
kompliksai dari edema paru.
Edema paru sendiri adalah suatu keadaan dimana terjadi akumulasi cairan
abnormal didalam alveoli dan ruang interstitial paru, yang merupakan komplikasi dari
gangguan jantung dan paru yang perlu penanganan segera.
Gagal napas dapat dikenali berdasarkan gambaran klinis atau pemeriksaan
laboratorium. Tetapi harus di ingat bahwa pada gagal napas, hubungan antara
gambaran klinis dengan kelainan dan hasil pemeriksaan laboratorium pada kisaran
normal atau tidak langsung.
Gagal napas terjadi apabila paru tidak lagi dapat memenuhi fungsi
primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteri dan pembuangan CO2.
Ada beberapa tingkatan dari gagal napas dan dapat terjadi secara akut dan kronik.
Gagal napas ventilasi adalah ketidakmampuan sistem pulmonal untuk
mengeluarkan CO2, tanda yang khas adanya gagal napas ventilasi adalah terjadinya
hiperkarbia (PCO2 yang tinggi) selanjutnya akan terjadi asidosis respiratorik.
Hypoksemia dapat terjadi sebagai sekunder efek, namun pada kasus-kasus seperti ini
hypoksemia mudah diobati dengan therapi oksigen.

1
Klien yang akan menjalani therapy oksigen tinggi atau ventilasi mekanik
akan merasa cemas dan kawatir terhadap tindakan yang akan dilakukan pada dirinya.
Hal ini tidak hanya dialami oleh klien sendiri tetapi juga oleh keluarga dan orang
terdekat klien. Maka dalam hal ini peran perawat sangat dibutuhkan sebagai promotif,
edukatif dan advokatif dalam rangka menjalin hubungan saling percaya antara
perawat dan klien serta keluarganya.
Hal ini yang melatarbelakangi penulis untuk mengangkat topik ini dalam
pembatan makalah yang berjudul ”Asuhan keperawatan pada klien Tn M dengan
gagal napas menggunakan ventilasi mekanik di ruang ICU dewasa Puasat Jantung
dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta”.

B. Metode Penulisan
Dalam menyusun makalah ini penulis mengumpulkan data dengan
menggunakan metode dan tehnik wawancara dengan klien, keluarga, perawat ruangan
dan dokter, pemeriksaan fisik, observasi, studi kepustakaan dan studi dokumenter.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai ”Asuhan
keperawatan pada klien gagal napas dengan ventilasi mekanik dengan proses
keperawatan sebagai sistem.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan gagal napas dengan
ventilasi mekanik.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan gagal napas
dengan ventilasi mekanik.
c. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan mandiri dan kolaborasi pada
klien dengan gagal napas dengan ventilasi mekanik.
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan mandiri dan kolaborasi pada klien
dengan gagal napas dengan ventilasi mekanik.

2
e. Mampu membuat evaluasi pada klien dengan gagal napas dengan ventilasi
mekanik.

D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini menggambarkan isi ringkasan dari setiap
bab terdiri dari :
BAB I PENDAHULUAN: yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS: yang terdiri dari konsep dasar dan asuhan
keperawatan.
BAB III TINJAUAN KASUS: yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
rencana keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Gagal Napas
1. Pengertian
Gagal napas akut adalah kegagalan pernapasan bila tekanan
parsialoksigen arteri atau tegangan PaO2 50 – 60 mmHg atau kurang tanpa atau
dengan tekanan parsial karbon dioksida arteri (PaCO2) 50 mmHg atau lebih besar
dalam keadaan istirahat pada ketinggian permukaan laut saat menghirup udara
ruangan (L.M. Wilson, 2006).
Gagal napas akut diartikan sebagai kegagalan pertukaran gas dalam paru
ditandai dengan turunnya kadar oksigen didalam arteri (hypoksemia) atau naiknya
kadar CO2 (hyperkarbia) atau kombinasi keduanya (Muhardi, 2001).
Gagal napas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap
karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen
dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh, sehingga menyebabkan
tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (hypoksemia dan peningkatan tekanan
karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hyperkapnia), (Brunner dan Sudarth
2001).

2. Patofisiologi Gagal Napas – Edema Paru


Pada keadaan normal terjadi keseimbangan antara tekanan hidrostatik
dan onkotik didalam kapiler pulmonal, jika tekanan hidrostatik meningkat, atau
tekanan onkotik koloid menurun maka akan mengakibatkan cairan tertahan
dikapiler pulmnal dan ruang interstitial, keadaan ini disebut sebagai edema
interstitial. Jika cairan secara terus menerus masuk melalui kapiler pulmonal dan
masuk ke alveoli disebut edema alveolar. Edema paru dapat menyebabkan
gangguan difussi antara alveolar dan kapiler pulmonal yang dapat berkembang
menjadi gagal napas.

4
Tiga langkah terjadinya edema paru:
Stage 1 : Peralihan cairan interstitial paru meningkat akibat dari aliran limfatik
meningkat.
Stage 2 : Kapasitas limfatik untuk mengalirkan cairan menurun dan cairan
mulai menumpuk diruang interstitial yang mengelilingi bronchiolus
dan vaskuler paru terlihat sebagai gambaran interstitial edema paru
pada foto thoraks.
Stage 3 : Dengan semakin meningkatnya jumlah cairan, peningkatan tekanan
menyebabkan kerusakan permebealitas membran alveolar. Pertama-tama
cairan memasuki perifer kapiler alveoli kemudian memanjiri alveoli,
pada stage 3 gambaran foto thoraks akan terlihat gambaran edema
alveolar, pertukaran gas menjadi terganggu.
Perdifinisi, hypoksemia, terjadi pada gagal napas. Gagal napas
hypoksemia ditandai dengan adanya hypoksemia dan normokapnea atau
hypokapnea, sedangkan kegagalan ventilasi ditandai dengan adanya hypoksemia
dan hyperkapnea.
Mekanisme hypoksemia pada gagal napas :
 FiO2 rendah
 Gangguan difussi
 Hypoventilasi alveolar
 Ketidakseimbangan V/Q
 Pirau vena ke arteri
Mekanisme hyperkapnea pada gagal napas :
 Hypoventilasi
 Ketidakseimbangan V/Q (efeknya kecil selama keseimbangan V/Q dari
alveoli yang berfungsi secara keseluruhan memadai).
Dari mekanisme patogenesis yang mengakibatkan hypoksemia dan
hyperkapnea diatas, hanya tiga mekanisme yang merupakan penyebab penting
hypoksemia,yaitu hypoventilasi alveolar, rasio ventilasi/perfusi (V/Q) rendah dan
pirau. Sedangkan penyebab primer hyperkapnea adalah hypoventilasi alveolar,
sedangkan ketidakseimbangan V/Q umumnya sedikit mempengaruhi PaCO2.

5
Perlu diketahui bahwa hypoventilasi alveolar mengakibatkan hyperkapnea dan
hypoksemia, sedangkan ketidakseimbangan V/Q umumnya hanya menyebabkan
hypoksemia.

3. Etiologi
o Depresi sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal napas karena ventilasi tidak adekuat, pusat
pernapasan yang mengendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak
(pons dan medulla), sehingga pernapasan lambat dan dangkal.
o Kelainan neurologis premer
Akan mempengaruhi fungsi pernapasan, impuls yang timbul dalam
pusat pernapasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak
terus kesaraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernapasan, penyakit pada saraf
seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan
neuromuskular yang terjadi pada pernapasan akan sangat mempengaruhi
ventilasi.
o Efusi pleura, hemathoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang menggangu ventilasi melalui
penghambatan ekspansi paru, kondisi ini biasanya diakibatkan penyakit paru
yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cidera dan dapat
menyebabkan gagal napas.
o Trauma
Disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor dapat menjadi
penyebab gagal napas, kecelakaan yang mengakibatkan cedera kepala,
ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mengarah pada
obstruksi jalan napas atas depresi pernapasan. Hemathoraks, pneumothoraks
dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin menyebabkan gagal napas,
flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal napas, pengobatannya
adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar.

6
o Penyakit akut paru
Pneumonia disebabkan oleh bakteri dan virus, pneumonia kimiawi
atau pneumonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengiritasi dan
materi lambung yang bersifat asam, asma bronchiale, atelektasis, embolisme
paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyebabkan gagal
napas.

4. Tanda dan Gejala


o Tanda klinis gagal nafas adalah kompensasi respirasi,peningkatan tonus
simfatik, serta desaturasi hemoglobin
o Tanda kompensasi respirasi berupa takipneu, penggunaan otot nafas
tambahan, retriksi intercostal
o Peningkatan tonus simfatik:takikardi,hipertensi dan berkeringat
o End organ hipoksia:perubahan status mental, bradikardi dan hipotensi (tanda
lambat)
o Desaturasi hemoglobin, sianosis, polisitemia pada hipoksemia kronik

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan pada gagal napas adalah :
o Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada tahap awal terhadap penurunan PaO2 dan
PaCO2 yang kemudian pada tahap lanjut PaO2 akan semakin turun,
sedangkan PaCO2 semakin meningkat, pada PaO2 kurang dari 50 mmHg
serta PaCO2 50 mmHg akan menggambarkan kondisi semakin memburuk
sehingga diperlukan ventilasi mekanik, atau pada hasil analisa gas darah
saturasi O2 kurang dari 90%.
o Pemeriksaan Rongent Dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang
tidak diketahui. Rongent dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura yang hasilnya menunjukan adanya
cairan dapat terlihat perpindahan letak mediastinum.

7
o EKG
Mungkin memperlihatkan disritmia atau takikardi, respons awal
kardiovaskuler terhadap hipoksemia.

6. Penatalaksanaan
Prinsif penanganan penderita gagal nafas adalah
o Tujuan utama adalah mengembalikan dan mencegah hipoksemia.
 Terapi O2
 Ventilasi mekanik
o Tujuan selanjutnya adalah mengontrol PaCO2, asidosis respiatorik
o Terapi penyebab dasar
o Mempertahankan jalan nafas dan meningkatkan ventilasi
 Posisi ½ duduk / duduk
 Hidrasi (memberikan cairan 2 – 3 liter/24 jam kecuali ada kontraindikasi
 Bronchial hygiene dan fisiotherapy dada
o Lakukan nafas dalam
o Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
o Jika terdengar ronchi anjurkan pasien untuk batuk jika pasien
mampu/lakukan pengisapan lendir
o Postural drainage, vibrasi dan perkusi mungkin dibutuhkan
 Pemberian obat-obatan
o Bronchodilator
o Ekspextoran
o Sedatif hanya jika pasien gelisah
 Bronchoscopy, dilakukan jika lendir tidak dapat dikeluarkan
 Intubasi dan ventilasi jika PaCO2 cenderung tinggi dan asidosis/indikasi
untuk pemakaian ventilasi mekanik

8
 Mengoptimalkan penggunaan O2 dan menurunkan konsumsi O2 dengan
cara :
o Memberikan therapy O2
o Memberikan PEEP
o Istirahat
o Memberikan lingkungan yang nyaman
o Transfusi darah jika diperlukan
o Pemberian obat-obatan untuk meningkatkan kerja jantung
 Mengatasi infeksi dengan antibiotik
 Mencegah terjadinya komplikasi

B. Ventilasi Mekanik
1. Pengertian
a. Ventilasi mekanik/ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk
membantu pernafasan secara mekanik. (Utami : 2003).
b. Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang memberikan bantuan
nafas dengan cara memberikan tekanan positif melalui jalan nafas buatan.
(Rokhaeni : 2001).
c. Ventilasi mekanik adalah suatu proses dimana udara ruangan atau udara yang
telah diperkaya dengan oksigen digerakkan masuk dan keluar paru secara
mekanik (Eleanor F. Bond, dll, kontributor: Medical-Surgical Nursing:
Assessment & Management of Clinical Problems, edisi 5, St. Louis, 2000,
Mosby).
d. Ventilasi Mekanik adalah alat bantu napas bertekanan positif atau negatif yang
dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang
lama. (Brunner & Suddarth .1996).

2. Tujuan
a. Secara fisiologis
 Memperbaiki ventilasi alveolar (PCO2) dan Ph.
 Memperbaiki oksigenasi arteri (PO2, saturasi dan PaCO2).

9
 Meningkatkan inflasi paru akhir inspirasi.Meningkatkan FRC (Kapasitas
Residu Fungsional).
 Menurunkan kerja otot-otot pernafasan (Work of Breathing).

b. Secara klinis
 Koreksi asidosis respiratorik akut.
 Koreksi hipoksemia (meningkatkan PaO2, saturasi > 90% / PaO2 > 60
mmHg) untuk mencegah hipoksemia jaringan.
 Menghilangkan respiratori distres.
 Mencegah dan mengembalikan atelektasis.
 Menghilangkan kelelahan otot bantu nafas.
 Untuk fasilitasi akibat pemberian sedasi yang dalam/pelumpuh otot.
 Menurunkan tekanan intra kranial (hiperventilasi) pada trauma kepala
tertutup.

3. Indikasi
a. Kegagalan ventilasi
 Neuromuscular Disease
 Central Nervous System Disease
 Depresi system
 Resusitasi araf pusat
 Musculosceletal disease
 Ketidakmampuan thoraks untuk ventilasi
b. Kegagalan pertukaran gas
 Gagal napas akut
 Gagal napas kronik
 Kegagalan sirkulasi
 Kegagalan ventrikel kiri
 Penyakit paru – gangguan difusi
 Penyakit paru – ventilasi/perfusi mismatch
 Fasilitas diagnostik, pembedahan, anestesi umum dan prosedur terapeutik

10
 Obstruksi jalan nafas
 Meningkatkan ekskresi CO2

4. Jenis Ventilator
a. Ventilator tekanan negatif
Ventilator tekanan negatif merupakan ventilator original. Prinsipnya
adalah mengeluarkan dan mengganti gas dari chamber ventilator. Ventilator
tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada eksternal. Dengan
mengurangi tekanan intratoraks memungkinkan udara mengalir ke dalam
paru-paru sehingga memenuhi volumenya. Ventilator jenis ini digunakan pada
klien dengan gagal napas kronik yang berhubungan dengan kondisi
neuromuskular seperti : poliomyelitis, distrofi muskular, miastenia gravis.
Penggunaan tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil atau pasien yang
kondisinya memerlukan perubahan ventilasi sering.
Ventilator ini tidak memerlukan konektor kejalan napas (ETT),
karena ventilator ini membungkus tubuh. Namun ventilator ini tidak di pakai
lagi karena menimbulkan suara bising dan susah perawatannya. Namun
ventilator jenis ini yang paling fisiologis untuk manusia karena prinsipnya
berdasarkan tekanan nehatif seperti halnya napas spontan.

11
b. Ventilator tekanan positif (PPV = Positive Pressure Ventilation)
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan
mengeluarkan tekanan positif pada jalan napas dengan demikian mendorong
alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Ventilator jenis ini diperlukan
intubasi/konektor kejalan napas (ETT) atau melalui trakeostomi. Ventilator
jenis ini secara luas digunakan pada klien dengan penyakit paru primer.
c. Ada 2 jenis ventilator tekanan positif (PPV)
c.1. Non Invasif Ventilator (NIV)
Yaitu pemasangan tekanan positif melalui saluran pernapasan atas yang
bertujuan untuk augmentasi ventilasi alveolar dengan menggunakan
sungkup (”American Association for Respiratory Care”)

12
Keuntungan ventilator non invasif (NIV)
o Menghindari intubasi
o Pasien bisa makan, minum dan bicara
o Mudah memasang dan melepasnya
o Memudahkan batuk dan membebaskan sekret
o Memperbaiki kenyamanan pasien
o Mengurangi kebutuhan sedasi
o Mengurangi infeksi (Pnemonia Acuired Ventilator = PAV)

Kerugian ventilator non invasif (NIV)


o Masker terlalu kencang sehingga pasien tidak nyaman
o Fasial pressure sores
o Airway tidak terlindungi
o Tidak dapat secara langsung akses kecabang bronchial untuk suction
jika sekresi berlebihan
o Distensi lambung
o Resiko aspirasi
o Resiko terhadap ketidakstabilan cardiovaskular
o Iritasi mata
o Jalan napas kering
o Makan waktu bagi pasien dan perawat

13
c2. Ventilator Invasif
 Volume Cycle
Di disain untuk memeberikan napas/menghantarkan gas berdasarkan
tidal volume yang disetting, dan membiarkan ekspirasi terjadi secara
pasif. Ideal untuk pasien dengan bronkospasme, karena meski ada
sumbatan jalan napas (bronkus) tidal volume yang masuk tidak
berubah.
Keuntungan
Tidal volume konstan meski ada sumbatan atau kelainan paru.
Sehingga tidak menyebabkan hipoventilasi/hiperkarbia.
Kerugian
Dapat menimbulkan volumetrauma/barotrauma karena mempunyai
peak pressure. Tipe ini banyak digunakan di ICU dan mesin ventilator
anastesi.
 Pressure Cycle
Menghantarkan gas berdasarkan pada pressure yang sudah di set, dan
membiarkan ekspresi terjadi secara pasif. Ideal untuk pasien usia tua,
ARDS atau pneumonia berat, atau pasien dengan compliance paru
yang tidak bagus. Beberapa penelitian menunjukan pasien dengan
hipoksemia berat PaO2 dapat meningkat bermakna pada pemakaian
Pressure Cycled. Hal ini disebabkan oleh flow yang dihasilkan bersifat
deselerasi, sehingga distribusi gas merata keseluruh paru.
Keuntungan : Menurunkan resiko volumetrauma/barotrauma
Kerugian : Dapat terjadi hipoventilasi/hiperkarbia karena tidal volume
yang masuk berubah-ubah sesuai dengan compliance dan resistensi
jalan napas.
 Flow Cycle
Menghantarkan gas sampai kecepatan flow (flow rate) yang disetting
tercapai.
 Time Cycle
Menghantarkan gas sampai waktu yang disetting tercapai.

14
5. Setting Ventilator
a. Respiratori Rate (RR)
Frekuensi napas (RR) adalah jumlah napas yang diberikan kepada
pasien setiap menitnya. Setting RR tergantung dari TV, jenis kelainan paru
pasien, target PaCO2 pasien. Parameter alarm RR di set diatas dan di bawah
nilai RR yang di set. Misalnya jika set RR 10 x/menit, maka set alarm
sebaiknya diatas 12 x/menit dan di bawah 8 x/menit. Sehingga cepat
mendeteksi terjadinya heperventilasi atau hipoventilasi.
Pada pasien-pasien dengan asma (obstruksi), RR sebaiknya di set 6
– 8 x/menit, agar tidak terjadi auto-PEEP dan dynamic – hyperventilation.
Selain itu pasien-pasien PPOK memang sudah terbiasa dengan PaCO2 tinggi,
sehingga jangan terlalu rendah/normal.
Pada pasien-pasien dengan PPOK (resktriktif) biasanya tolerate
dengan RR 12 – 20 x/menit. Sedangkan untuk pasien normal RR biasanya 8 –
12 x/menit.
b. Tidal Volume
Tidal volume adalah volume gas yang dihantarkan oleh ventilator
kepasien setiap kali napas umumnya setting antara 6 – 8 cc/kgBB, tergantung
dari compliance dan jenis kelainan paru, sedangkan untuk pasien PPOK cukup
dengan 5 – 6 cc/kgBB. Untuk pasien ARDS memakai konsep permissive
hipercapnea (membiarkan PaCO2 tinggi > 45 mmHg, asal PaO2 normal,
dengan cara menurunkan tidal volume yaitu 4 – 6 cc/kgBB). Tidal vulume
diset diatas dan dibawah nilai yang kita set. Monitor tidal volume sangat perlu
jika memakai Pressure Cycle.
c. Fraksi Oksigen (FiO2)
FiO2 adalah jumlah oksigen yang dihantarkan/berikan oleh
ventilator ke pasien. Konsentrasi berkisar 21 – 100%. Rekomendasi untuk
setting FiO2 pada awal pemasangan ventilator adalah 100%. Namun
pemberian 100% tidak boleh terlalu lama sebab resiko oksigen toxicity.

15
Keracunan O2 menyebabkan perubahan struktur membran alveolary,
edema paru, atelektasis, dan penurunan PaO2 yang refrakter (ARDS). Setelah
pasien stabil, FiO2 dapat di weaning bertahap berdasarkan pulse oksimetri dan
AGD.
Catatan ; ”setiap tindakan suctioning (terutama pada pasien hipoksemia berat),
bronkoskopi, chest fisiotherapy, atau prosedur berat (stress) dan waktu
transport (CT scan dan lain-lain) FiO2 harus 100%”.
d. Inspirasi : Ekspirasi (I : E ) Ratio
I : E Ratio biasanya diset 1 : 2 atau 1 : 1.5 yang merupakan nilai
normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Terkadang diperlukan fase inspirasi
yang sama atau lebih lama dibanding ekspirasi untuk menaikan PaO2, seperti
pada ARDS, berkisar 1 : 1 sampai 1 : 4.
e. Pressure Limit / Pressure Inspirasi
Pressure limit mengatur/membatsi jumlah pressure/tekanan dari
volume cycled ventilator, sebab pressure yang tinggi dapat menyebabkan
barotrauma. Pressure yang direkomendasikan adalah plateu pressure tidak
boleh melebihi 35 cmH2O. Jika limit ini dicapai maka secara otomatis
ventilator menghentikan hantarannya, dan alarm berbunyi. Pressure limit yang
tercapai ini biasanya disebabkan oleh adanya sumbatan/obstruksi jalan napas,
retensi sputum di ETT atau penguapan air di sirkuit ventilator. Biasanya akan
normal kembali setelah dilakukan suctioning. Peningkatan pressure ini juga
dapat terjadi karena pasien batuk, ETT digigit, fighting terhadap ventilator,
atau kinking pada tubing ventilator.
f. Flow Rate / Peak Fow
Adalah kecepatan gas untuk menghantarkan tidal volume yang diset.
Biasanya setting antara 40 – 100 L/menit. Inspiratory flow rate merupakan
fungsi dari RR, TV dan I : E Ratio. Flow = Liter/menit = TV/T inspirasi X
60. Jika RR 20 x/menit maka T total = 60 / 20 = 3 detik. Jika ratio 1 : 2 maka
T inspirasi = 1 detik. Untuk menghantarkan TV 500 cc diperlukan inspiratory
flow rate = 0.5 / 1 x 60 = 30 L/menit.
g. Sensitifity / Trigger

16
Sensitifity/Trigger menetukan jumlah upaya napas pasien yang
diperlukan untuk memulai / trigger inspirasi dari ventilator. Setting dapat
berupa flow atau pressure. Flow biasanya lebih baik untuk pasien yang sudah
bernapas spontan dan memakai PS/Spontan/ASB karena dapat mengurangi
kerja napas. Selain itu pada pasien PPOK penggunaan flow sensitifity lebih
baik karena pada PPOK sudah terdapat intrinsic PEEP pada paru pasien
sehingga pemakaian pressure sensitifity kurang menguntungkan.
Nilai sensitifity berkisar 2 sampai – 20 cmH2O untuk pressure,
sedangkan untuk flow antara 2 – 20 L/menit. Jika PaO2 pasien perlu
dipertahankan konstan, misalnya resusitasi otak, maka seting dapat dibuat
tidak sensitif. Dengan demikian setiap usaha napas pasien dibantu oleh
ventilator. Pada keadaan ini perlu diberikan sedasi dan pelumpuh otot (muscle
relaksan) karena pasien akan merasa tidak nyaman sewaktu bangun. Namun
jika memakai mode asisted atau SIMV atau spontan/PS/ASB, trigger harus
dibuat sensitif.
h. Positive End Expiratory Pressure (PEEP)
PEEP meningkatkan kapasitas residu fungsional paru dan sangat
penting untuk meningkatkan PaO2 yang refrakter. Nilai PEEP selalu dimulai
dar 5cmH2O. Setiap perubahan pada PEEP harus berdasarkan AGD, toleransi
dari PEEP, kebutuhan FiO2 dan respon cardiovaskuler. Jika PaO2 masih
rendah sedangkan FiO2 sudah 60% maka PEEP merupakan pilihan utama
sampai dengan 15 cmH2O.

17
Fungsi PEEP adalah
Redistribusi cairan akstravaskuler paru

Meningkatkan volume alveolus

Mengembangkan alveoli yang kolaps

i. Setting Alarm Ventilator

18
 Alarm low exhaled volume
o Set 100 cc dibawah nilai tidal volume ekspirasi, misalnya TV ekspirasi
500 cc maka alarm diset 400 cc akan berbunyi jika TV pasien tidak
kuat.
o Biasanya digunakan untuk mendeteksi kebocoran sitem di ventilator
atau terjadi diskonect sirkuit
 Alarm low inspiratory pressure
o Sebaiknya di set 10 – 15 cmH2O dibawah PIP (Peak Inspiratory
Pressure).
o Ventilator akan berbunyi jika pessure turun dibawah yang diset.
o Juga digunakan untuk mendeteksi kebocoran sistem.
o Jika alarm ini berbunyi maka perlu dilakukan pemeriksaan pasien
terhadap :
 Air didalam sirkuit
 ETT kinking atau digigit
 Sekresi dalam ETT
 Bronkospasme
 Tension pneumothoraks
 Low compliance (efusi pleura, edema paru akut, asites)
 Peningkatan Airway resisteance
 Pasien batuk
6. Komplikasi penggunaan ventlasi mekanik
d. Obstruksi jalan napas
e. Hipertensi
f. Tension pneumothoraks
g. Atelektasis
h. Infeksi Pulmonal
i. Kelainan fungsi gastrointestinal : dilatasi lambung gastrointestinal
j. Kelainan fungsi ginjal
k. Kelainan fungsi susunan syaraf pusat

19
7. Mode Ventilator
Prinsip kerja ventilator terbagi 3 fungsi
 Start / Initiation / Trigger Positive Pressure
o Berdasarkan waktu (time-trigger) yang telah diset Control Mode
o Berdasarkan penurunan airway pressure (pasien trigger) Assisted Mode
 Target / Limit / Batasan Positive Pressure
o Berdasarkan volume yang diset Volume Target
o Berdasarkan pressure yang diset Pressure Target
 Cycle / Siklus / Peralihan Inspirasi ke Ekspirasi
o Berdasrakan volume yang diset Volume Cycle
o Berdasrakan pressure yang diset Pressure Cycle
o Berdasarkan flow Flow Cycle
o Berdasarkan time Time Cycle
a. Control Mode
Adalah pemberian bantuan napas pada pasien sepenuhnya dikontrol
oleh mesin ventilator. Baik tidal volume atau tekanannya maupun respiratory
ratenya sepenuhnya diatur oleh mesin ventilator. Control mode ada 2 jenis
yaitu VOLUME CONTROL MODE dan bisa juga PRESSURE CONTROL
MODE
Karakteristik
 Start/trigger berdasarkan waktu
 Target/limit bisa volume atau pressure
 Cycle bisa volume/time atau bisa pressure (jika volume/pressure sudah
tercapai seperti yang diset, inspirasi stop menjadi ekspirasi)
 Disebut juga time-trigger ventilasi
 Baik volume/pressure maupun RR dikontrol oleh ventilator
 Jika ada usaha napas tambahan pasien, tidak akan dibantu
Setting
 Tidal Volume atau Level Pressure
 RR
 PEEP

20
 FiO2
 Peak Flow
 I : E Ratio
 Sensitivity

Indikasi
 Sering digunakan pada pasien yang fighting terhadap ventilator terutama
saat pertama kali memakai ventilator
 Pasien tetanus atau kejang yang dapat menghentikan hantaran gas
ventilator
 Pasien yang sama sekali tidak ada trigger napas (cidera kepala berat)
 Trauma dada dengan gerakan napas paradoks
 Jangan digunakan tanpa sedasi atau pelumpuh otot (muscle relaksan)
Komplikasi
 Pasien total dependen/sangat tergantung pada ventilator
 Potensial apnea/malas bernapas
b. Assist Mode
Adalah napas yang diberikan oleh mesin ventilator kepada pasien,
dimana tidal volume atau tekanannya diatur oleh mesin ventilator, tapi
waktu/RRnya ditentukan oleh Trigger/permintaan pasien sendiri. Ada 2 jenis
mode ini yaitu ASSISTED VOLUME MODE dan ASSISTED PRESSURE
MODE
Karateristik

21
 Start/trigger oleh usaha napas pasien yaitu penurunan tekanan jalan napas
 Target limit oleh volume/time atau pressure
 Cycle oleh volume atau pressure
 Disebut juga pasien – trigger ventilation
 RR lebih dari yang diset, karena setiap usaha napas dibantu oleh ventilator
 TV sesuai yang diset
 Jika napas berfariasi, kadang pasien – trigger, kadang time – trigger maka
disebut ’’ASSISTED CONTROL MODE”

Setting
 Tidal volume atau Pressure Level
 RR
 PEEP
 FiO2
 Peak Flow
 I : R Ratio
 Sensitivity < 5
Indikasi
 Sebagai proses weaning
Komplikasi
 Hiperventilasi sehingga dapat menyebabkan Respiratory Alkalosis
 Pada cidera kepala sering menyebabkan hiperventilasi, sebaiknya segera
ganti mode.

22
”Kedua mode diatas control mode maupun assisted mode disebut juga Full
ventilatory support, sedangkan SIMV, PS, Spontan disebut juga Partial ventilatory
support”
c. SIMV Mode (Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation)
Adalah mode dimana ventilator memberikan napas control
(mandatory) namun membiarkan pasien bernapas spontan diantara napas
control tersebut.
Karakteristik
 Start / trigger oleh usaha napas pasien
 Target / limit oleh volume
 Cycled oleh volume
 Contoh, Jika setting SIMV rate = 6. Berarti siklus SIMV = 60/6 = 10 detik
 Jika RR pasien 20; maka periode SIMV dibuat sama dgn RR pasien yaitu
= 60/20 = 3 detik, bisa dengan menaikkan RR, flow rate antara 60 – 80
L/menit atau setting T inspirasi
 Sisanya adalah periode spontan 10 – 3 = 7 detik untuk memberi
kesempatan pasien bernafas spontan tanpa dibantu.
 Contoh, jika SIMV diberi PS 10 cmH2O, maka setiap nafas spontan akan
diberi support sebesar 10 cm H2O
Seting
 Tidal volume
 SIMV rate / siklus SIMV
 PEEP
 FiO2
 Level PS/ASB /Spontan

23
Indikasi
 Proses weaning

d. Pressure Support / Spontan Mode


Adalah napas yang diberikan oleh mesin ventilator kepada pasien, di
mana tidal volume atau tekanannya dan waktu/RRnya ditentukan oleh
kemampuan otot-otot pernapasan pasien itu sendiri.
Karakteristik
 Start/trigger berdasarkan usaha napas pasien
 Target/limit berdasarkan pressure level yang diset
 Cycle berdasarkan penurunan peak flow inspirasi 25 % (manufaktured =
setting dari pabrik), inspirasi pasien hanya dibantu sebagian
 Berfungsi mengatasi resistensi ETT, dengan memberi support inspirasi
saja
 Peak flow, ekspirasi serta RR ditentukan oleh pasien (tergantung pasien
sendiri)
Setting
 Inspirasi Pressure Level
 PEEP
 FiO2
Indikasi
 Untuk pasien yan sudah bernapas spontan (sudah ada trigger). Semakin
kecil ETT semakin tinggi restensi, oleh sebab itu pada pasien dewasa

24
setting level pressure inspirasi biasanya hanya antara 5 – 10 cmH2O,
sedangkan pada anak – anak lebih besar yaitu 10 cmH2O. Jika pasien
sudah tolerate dengan PS rendah 5 – 10 cmH2O lebih dari 24 jam
sebenarnya TV pasien sudah cukup, karena PS 5 – 10 hanya untuk
mengkompensasi resistensi dari tube.
Kontraindikasi
 Pasien yang belum ada trigger (belum bernapas spontan), atau pasien yang
menggunakan obat pelumpuh otot (muscle relaksan).
 PS/Spontan dapat di back up oleh SIMV, jika weaning pada pasien cidera
dimana trigger masih jarang.

e. ASV (Adaptive Support Vantilation)


ASV adalah mode baru ventilasi mekanik. ASV didisain untuk
memberikan ventilasi dengan jaminan minimal minute volume ventilation
(ventilasi semenit = RR x TV) baik untuk pasien yang masih dikontrol
maupun pasien yang sudah bernapas spontan. Pada setiap napas yang
diberikan ASV akan secara otomatis menyesuaikan kebutuhan ventilasi pasien
berdasarkan setting minimal minute ventilation dan berat badan ideal pasien.
Berat badan diset oleh dokter/perawat sedangkan mekanik respirasi/paru
(compliance dan resistensi jalan napas pasien) ditentukan oleh ventilator.
Dengan ASV, ventilasi yang diberikan dapat menjamin minimum inspiratory
pressure (mencegah barotrauma), mencegah auto-PEEP, menghilangkan
intrinsic PEEP.
ASV merupakan kombinasi antara Pressure Control dan Pressure
Support Ventilation. Jika pasien diberikan sedasi atau pelumpuh otot sehingga
tidak ada trigger napas, maka ASV akan menjadi mode Pressure Control
murni. Jika kemudian pasien mulai bangun atau mulai diweaning, maka ASV
akan berubah otomatis menjadi Pressure Support.
ASV mengasumsikan normal minute ventilasi seseorang adalah 100
ml/kgBB untuk orang dewasa dan 200 ml/kgBB untuk pediatrik. Sebagai

25
contoh, jika BB seseorang50 kg, maka minute volume minimal orang tersebut
(TV x RR) dasumsikan 5 L/menit.
Setelah data BB ideal tersebut damasukan, maka untuk memberikan
minimal menit ventilasi, % Mininute Volume diset 100%. Ini berarti ventilator
akan memberikan jaminan menit ventilasi sebesar 5 L/menit, sedangkan
besarnya TV/Pressure inspirasi dan RR tergantung pada penilaian ventilator
terhadap compliance paru dan resistensi jalan napas pasien. Misalnya setelah
5 kali positif pressure diberikan, compliance dan resistensi pasien segera
dinilai oleh ventilator/ASV. Dari 5 kali test breaths tersebut ventilator akan
mengambil nilai pressure rata – rata, jika rata – rata pressure didapat 20
cmH2O, dan dengan pressure tersebut tidal volume yang bisa masuk sebesar
300 ml maka ASV akan mencari nilai RR agar 300 ml tersebut jika dikalikan
RR mencapai target yang sudah diset yaitu 5 liter/menit. Berarti ASV akan
memberikan RR 5/0.3 = 16 kali/menit. Jika terjadi penurunan compliance
seperti edema paru akut atau pneumonia berat, dimana dengan pressure 20
cmH2O tidal volume yan masuk hanya 100 ml, maka ASV akan
meningkatkan lagi RR agar minute volume tetap sesuai target 5 liter/menit.
Sebaliknya jika edema paru atau pneumonia terkoreksi, dimana dengan
pressure yang sama yaitu 20 cmH2O tidal volume meningkat perlahan, maka
ASV secara otomatis akan menurunkan kembali RR agar target minute
volume konstan. Kalkulasi ini semua dilakukan napas demi napas (breath by
breath) oleh ASV, sehingga RR dan tidal volume ekspirasi terlihat berubah-
ubah setiap saat sesuai kondisi paru pasien.
Dengan ASV maka mulai dari pasien dikontrol sampai weaning
pasien hanya memakai satu mode saja. Sebab mulai dari pressure control
(paralisis) sampai weaning dengan Pressure Support atau sebaliknya, mode
yang digunakan hanya ASV.
Misalnya sementara memakai ASV tiba-tiba RR menjadi meningkat
sampai lebih dari 30 x/menit, saturasi turun, setelah diperiksa ternyata terjadi
edema paru atau pneumonia berat, maka pasie segera dikontrol lagi dengan
memakai pelumpuh otot (muscle relaxan). Setelah diberikan pelumpuh otot

26
ASV secara otomatis akan segera berubah menjadi Pressure Control tanpa
user harus merubah mode lain.
Weaning dengan ASV adalah dengan menurunkan % minute volume,
sampai 40 – 50 %. Sebab jika dalam proses weaning % minute volume
dipertahankan 100% berarti pasien tidak diberi kesempatan bernapas sendiri,
karena semua kebutuhan minute volume nya dipenuhi oleh ASV, jika ASV
sudah mencapai 50% berarti mode ini disebut parsial ventilation mirip dengan
PS atau SIMV mode.
Dengan berdasarkan pada menit ventilasi ini maka setting tidal
volume, inspirasi pressure, I : E rasio, peak flow dan RR tidak diperlukan lagi,
sehingga pengoperasian menjadi lebih mudah.

8. Penyapihan (Weaning) Ventilator


Penyapihan adalah proses untuk melepaskan (ekstubasi) bantuan
ventilasi mekanik yang dilakukan secara bertahap.
Syarat – syarat penyapihan/weaning
 Proses penyakit yang menyebabkan pemasangan ventilator sudah dapat
diatasi/dikurangi.
 Pasien dalam keadaan sadar
 Hemodinamik stabil dan normal
 Pada pemberian PEEP tidak lebih dari 5 cmH2O pada FiO2 50 % dapat
mempertahankan PaO2 lebih dari 60 mmHg, PaCO2 < 45 mmHg.
 Volume Tidal lebih dari 10 – 15 ml/kgBB.
 Kapasitas vital paru lebih dari 10 ml/kgBB atau 2 kali lebih besar dari volume
tidal.
 Volume Semenit kurang dari 10 L/menit.
 Tekanan maximum inspirasi kurang dari 20 cmH2O.
 Laju pernapasan kurang dari 25 x/menit.
 Secara psikologis pasien terlihat sudah siap dan kooperatif untuk dilakukan
ekstubasi

27
9. Tanda – Tanda Kegagalan Weaning
 RR meningkat lebih dari 30 x/menit
 HR meningkat
 Ada perubahan tekanan darah
 Adanya aritmia
 Sianotik
 Kesadaran menurun
 TV menurun 4 – 5 ml/kgBB
 PaO2 kurang dari 60 mmHg
 PCO2 lebih dari 55 mmHg
 pH kurang dari 7.35

10. Ekstubasi
Indikasi dari ekstubasi
 Tidak terdapat shunting atau pirau yang berlebihan atau ruang rugi (dead
space) broncho spasme atauhiperkapnea tidak ada.
 Terdapat pertukaran gas yang normal pada CPAP, T-Piece selama 1 jam
o pH lebih dari 7.35 dengan RR kurang dari 28 x/menit
o TV dan MV yang adekuat tanpa kerja napas yang berlebihan
 Kemampuan mempertahankan FRC (Funcional Residu Capacity) sesudah
ekstubasi.
 Hemodinamik stabil dan adekuat, pasien sadar dan kooperatif

11. Monitoring Pasien Dengan Ventilator


Perawat mempunyai peranan penting mengkaji status pasien dan fungsi
ventilator. Dalam mengkaji klien, perawat mengevaluasi hal-hal berikut :
 Tanda-tanda vital
 Bukti adanya hipoksia
 Frekuensi dan pola pernapasan
 Bunyi napas
 Status neurologi

28
 Volume Tidal, Vulume Semenit dan kapasitas vital adekuat
 Kebutuhan pengisapan
 Upaya ventilasi spontan klien
 Status nutrisi klien
 Status psikologis

12. Manajemen Kardiovaskuler


Perubahan dalam curah jantung dapat terjadi sebagai akibat ventilator
tekanan positif. Tekanan intrathoraks positif selama inspirasi menekan jantung
dan pembuluh darah besar dengan demikian mengurangi arus balik vena dan
curah jantung. Tekanan positif yang berlebihan dapat menyebabkan
pneumothoraks spontan akibat trauma pada alveoli. Kondisi ini dapat cepat
berkembang menjadi pneumothoraks tension, yang lebih jauh lagi mengganggu
arus balik vena, curah jantung dan tekanan darah.
Untuk mengevaluasi fungsi jantung perawat terutama harus
memperhatikan tanda dan gejala hipoksemia dan hipoksia (gelisa, gugup, kelam
fakir, takikardi, takipnoe, pucat yang berkembang menjadi sianosis, berkeringat
dan penurunan haluaran urine).

13. Manajemen Peralatan


Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa ventilator
pengaturanya telah dibuat dengan tepat. Dalam memantau ventilator, perawat
harus memperhatikan hal-hal berikut :
 Jenis ventilator
 Cara pengendalian (assist, control, simv dan lain-lain)
 Pengaturan volume tidal dan frekuensi
 Pengaturan FiO2 (fraksi oksigen yang diinspirasi)
 Tekanan inspirasi yang dicapai dan batasan tekanan
 Adanya air dalam selang, terlepas sambungan atau selang tertekuk
 Humidifikasi
 Alarm

29
 PEEP
”jika terjadi malfungsi sistem ventilator, dan jika masalah tidak dapat
diidentifikasi dan diperbaiki dengan cepat, perawat harus siap memberikan
ventilasi kepada klien dengan menggunakan bag resucitation manual”

14. Pemeriksaan Diagnostik


 Pemeriksaan fungsi paru, Analisa Gas Darah, elektrolit
 Status nutrisi dan cairan
 Volume tidal, kapasitas vital paru, kapasitas vital kuat, volume ekspirasi kuat
 Inspirasi negatif kuat
 Ventilasi semenit
 Tekanan inspirasi
 Suara napas (ronkhi, weazing), akumulasi slem
 Aliran – volume
 Rongent thoraks

C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Subyektif
 Riwayat penyakit
 Faktor pencetus
 Gejala sulit bernafas
 Gejala hipoksemia
 Tanda hiperkapneu
b. Obyektif
 Respiratory distress
 Hipoksemia
 Hipoksia
 Hiperkapneu
c. Pemeriksaan fisik
Head to Toe, tapi difokuskan pemeriksaan fisik respiratorik

30
 Terdapat tanda dan gejala gagal nafas seperti gerakan nafas, suara nafas,
ronchi, wheezing.
 Terdapat tanda dan gejala bendungan jantung, paru dan vena seperti BJ3
dan atau BJ4, orthopneu, batuk, distensi vena jugular, sedangkan PaCO2
semakin meningkat .
 Foto thorax PA dan lateral
Tanda awal gagal nafas dengan ecausa edema paru (interstitial edema)
adalah garis horisontal terlihat secara lateral pada sisi bawah sepanjang
2cm pada daerah pembuluh darah disudut paru.
Saat edema berkembang menjadi alveolar edema maka akan terlihat
gambar bayangan kupu-kupu didaerah sentral dan pinggiran.
Lobus tampak bersih.
Gambaran lain yang dapat terlihat adalah pembesaran jantung pada
pasien dengan gagal jantung.
 EKG
Dapat terlihat gambaran gangguan irama atau pembesaran jantung

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan :
 Perubahan membran alveolar-kapiler (efek inplamasi).
 Gangguan kapasitas pembawa oksigen darah (perpindahan kurva
oksihemoglobin).
 Gangguan pengiriman oksigen (hipoventilasi).
Tanda dan gejala :
Dispnea, cianosis, takikardi, gelisah/perubahan mental, hipoksemia/hipksia.
Tujuan dan kriteria hasil :
Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan AGD dalam
rentang normal dan tidak ada gejala distress pernapasan.

31
Rencana Tindakan :
 Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas.
 Observasi warna kulit, membran mukosa, catat adanya cyanosis perifer
(kuku), atau cyanosis sentral (sirkumoral).
 Kaji status mental.
 Awasi frekuensi jantung.
 Pertahankan istirahat tidur, ajarkan teknik relaksasi dan aktifitas senggang.
 Tinggikan kepala, sering mengubah posisi, napas dalam dan batuk efektif.
 Observasi penyimpangan kondisi, catat hipotensi, kuantitas sputum serta
warna, observasi keadaan ; pucat, sianosis, perubahan tingkat kesadaran,
dispnea berat, gelisah.
 Siapkan ke unit perawatan kritis bila diindikasikan.
 Pantau hasil AGD.
 Berikan terapi oksigen dengan benar sesuai advis.

b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan :


 Meningkatnya tahanan jalan napas (edema interstitial).
 Peningkatan jumlah/viskositas sekret paru.
 Kehilangan fungsi silia jalan napas (hipoperfusi).
 Inflamasi trakheobronchial, pembentukan edema, peningkatan produksi
sputum.
 Penggunaan ventilasi mekanik.
 Nyeri pleuritik.
 Penurunan energi, kelemahan.
Tanda dan gejala :
Perubahan frekuensi dan kedalaman pernapasan, bunyi napas tidak normal,
dispnea, sianosis, batuk, dengan atau tanpa produksi sputum.
Tujuan dan kriteria hasil :
Menunjukan prilaku mencapai jalan napas yang adekuat.
Menunjukan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tidak ada dispnea
dan sianosis.

32
Rencana Tindakan :
 Catat perubahan upaya dan pola napas.
 Observasi penurunan ekspansi dinding dada dan adanya peningkatan
fremitus.
 Kaji frekuensi, kedalaman, pergerakan dada
 Auskultasi area paru, catat area penurunan aliran udara dan bunyi napas
adventisius, misalnya krakels dan wheezing.
 Batu klien latihan napas, dan batuk efektif dengan posisi duduk 45 derajat.
 Claping, vibrating dan suctioning.
 Kolaborasi pemberian obat nebulizer dan fisioterapi
 Berikan obat sesuai dengan indikasi dan advis (mukolitik, ekspektoran,
bronchodilator, analgetik).
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan :
 Ketidakadekuatan pertahanan utama (trauma jaringan paru, penurunan
kerja silia, statis cairan tubuh, perlengketan sekret pernapasan).
 Ketidakadekuatan pertahanan sekunder (adanya infeksi, penurunan imun,
penyakit kronis, malnutrisi).
 Prosedur invasif (intubasi).
Tanda dan gejala :
Febris, lekosite meningkat
Tujuan dan kriteria hasil :
Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi
Mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
Rencana Tindakan :
 Pantau tanda-tanda vital dengan ketat, khususnya selama awal terapi.
 Observasi jumlah, warna dan konsistensi produksi sputum.
 Perhatikan keseimbangan istirahat adekuat dan tingkatkan masukan nutrisi
adekuat.
 Berikan antimikrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur sputum/darah

33
d. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan :
 Penurunan ekspansi paru.
 Gangguan rasio O2/CO2.
Tanda dan gejala :
 Perubahan dalam frekuensi dan kedalaman pernapasan.
 Penurunan kapasitas vital/volume paru total.
 Takipnea atau bradipnea atau apnea bila dilepaskan dari ventilator.
 Sianosis.
 Penurunan PaO2 dan SatO2, peningkatan PCO2.
Tujuan dan kriteria hasil :
Membuat atau mempertahankan pola napas efektif melalui ventilator dengan
tidak ada retraksi/penggunaan otot aksesoris, sianosis atau tanda lain hipoksia,
AGD atau SatO2 dalam batas normal.
Berpartisipasi dalam upaya weaning (penyapihan dengan tepat) dalam
kemampuan individu.
Menunjukan prilaku untuk mempertahankan fungsi pernapasan.

Rencana Tindakan :
 Selidiki etiologi gagal napas.
 Observasi pola napas, catat frekuensi pernapasan, jarak antara pernapasan
spontan dan napas ventilator.
 Auskultasi dada secara periodik, catat ada atau tida nya dan kualitas bunyi
napas, bunyi napas tambahan, juga simetris atau tidak gerkan dada.
 Jumlah pernapasan pasien selama 1 menit penuh, dan bandingkan untuk
menyususn frekuensi yang diinginkan pada ventilator.
 Yakinkan pernapasan pasein pada fase dengan ventilator.
 Kembangkan balon ETT dengan tepat menggunakan teknik
kebocoran/hambatan minimal. Periksa pengembangan balon tiap 4 – 8
jam.
 Periksa selang terhadap obstruksi, terlipat atau akumulasi air, alirkan
selang sesuai indikasi.

34
 Periksa alarm ventilator, jangan matikan alarm meskipun untuk
suctioning.
 Bantu pasien dalam kontrol pernapasan bila penyapihan
diupayakan/dukungan ventilator dihentikan selama prosedur
 Kaji seting ventilator secara rutin dan yakinkan sesuai indikasi (TV, FiO2,
RR, PEEP, I : E rasio)
 Monitor konsentrasi oksigen (FiO2), yakinkan bahwa aliran oksigen tepat,
awasi hasil AGD.
e. Penurunan cardiac output berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
ventikel kiri.
Tanda dan gejala :
 Produksi urine menurun.
 Tekanan darah menurun.
 Penurunan perfusi jaringan perifer, dingin dan pucat.
 Takikardi
Tujuan dan kriteria hasil :
Curah jantung optimal
Urine cukup (0.5 – 1 cc/kgbb/jam)
Perfusi jaringan adekuat ditandai dengan akral hangat pulsasi perifer kuat.
Rencana Tindakan :
 Observasi tekanan darah.
 Auskultasi bunyi, denyut dan irama jantung.
 Palpasi nadi perifer.
 Observasi warna kulit, diaporesis dan pengisian kapiler
 Observasi tingkat kesadaran.
 Tinggian posisi kaki.
 Kolaborasi pemberian terapi

35
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 47 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai swasta
Pendidikan : Tamat SMA
Alamat : Kp. Kebayoran. Jl. H. Samin, RT 04/05, Kramat Watu
Serang
Tanggal masuk RS : 21 – 4 – 2010
Diagnosa medis : Mitral Stenosis
Tanggal operasi : 23 – 4 – 2010
Tindakan operasi : MVR dengan mekanik ATS no 29, 14 jahitan,
TVr dengan kaze procedure,
Evakuasi trombus di LAA.
Sumber informasi : Pasien, keluarga dan Medical Record

2. Riwayat Kesehatan
Mengeluh cepat cape dan sesak bila beraktifitas. 3 bulan terakhir sebelum masuk
rumah sakit pasien mengatakan cepat cape dan sesak bila beraktifitas dan hilang
dengan istirahat. Bila istirahat atau tidur menggunakan 3 – 4 bantal karena sesak
tidak berkurang dan bertambah berat sehingga klien dibawa ke UGD RSJHK.

3. Keluhan Saat Pengkajian

36
Klien tampak sesak berat, berkeringat dan gelisah.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Klien jarang menderita sakit berat, biasanya hanya sakit flu, batuk, pilek tetapi
sembuh dengan kembali cukup lama, minum obat warung terdekat dan di kerok
oleh keluarga. Klien menderita sakit berat baru kali ini (3 bulan terakhir).

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Dari pengkajian juga tidak ada keluarga yang menderita sakit jantung

6. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem neurologi : gangguan kesadaran ; ansietas, kurang kooperatif,
mengantuk, disorientasi.
b. Sistem kardiovaskuler : peurunan curah jantung, HR 120 x/mnt (AF rapid),
Echo tanggal 25 – 3 – 2010 jam 10 EF 46%, BP 90/60 mmHg, pulsasi arteri
perifer (+) lemah, berkeringat, akral dingin, kulit tampak pucat
c. Sistem pernapasan : bentuk dada normal, pergerakan simetris terdapat ronchi,
tampak tanda kompensasi respirasi berupa takipnea, penggunaan otot napas
tambahan, retraksi interkostalis.
d. Sistem perkemihan : produksi urine 0.5 cc/kgbb/jam dengan support lasik
2 x 20 mg.
e. Sistem gastrointestinal : abdomen supel, bising usus (+), klien terpasang NGT
dengan neprisol 5 ½ sendok + 210 ml = 70 cc/jam, residu tidak ada.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium tanggal 25 – 3 – 2010 jam 06.00 WIB
Hb 7.9, Ht 23, Lekosit 28.180, Trombocite 130.000, Ureum 90, Creatinin 2,6
BUN 42,06, APTT 61.7 kontrol 37.1
AGD : dengan NRM : pH 7.29, PO2 78, PCO2 50, HCO3 24.3, BE -2, SatO2
97.3%.

37
Jam 18.00 WIB dengan NRM pH 7,25, PO2 78, PCO2 59, HCO3 25, BE -2.3,
SatO2 93.3%
Jam 19.00 WIB dengan CPAP Mask pH 7.24, PO2 34, PCO2 60, HCO3 24.6,
BE -2.1, SatO2 59.9%.
Jam 19.15 WIB dengan Ventilator pH 7.36, PO2 292, PCO2 46, HCO3 25.1,
BE 0.2, SatO2 97.4%
b. EKG tanggal 25 – 3 – 2010 jam 18.00 WIB
Irama : Tidak teratur
Heart Rate : 120 x/menir
Gelombang P : Tidak dapat diidentifikasi, terlihat keriting
Interval PR : Tidak dapat dihitung
Kompleks QRS : 0.08 detik (normal)
Interpretasi : Atrial Fibrilasi Rapid Ventrikuler Respons
c. Foto Thoraks tanggal 25 – 3 2010 jam 18.30 WIB
CTR < 50%
Segmen Ao dilatasi
Segmen pulmonal menonjol
Pinggang jantung tidak ada.
Thoraks terdorong ke kanan
Terlihat gambaran baterfly
d. ECHO tanggal 25 – 3 – 2010 jam 15.00 WIB
LA,RA, RV dilatasi
Kontraktilitas global LV menurun EF 42%
Kontraktilitas RV menurun TAPSE 1.2 cm
o Therapi Medis
Cordaron 300 mg/24jam Injeksi : Cefazol 3 x 1gr
Coritrope 0.375 mcg/kg/BB/menit Ranitidine 2 x 50 mg
Vascon 0.1 mcg/kgBB/menit Lasix 2 x 20 mg
Adrenalin 0.08 mcg/kgBB/menit Nebulizer : Ventavis 6 x 2.5mcg
Heparin 300 unit/jam Ventolin + NaCl 0.9%
Miloz 2 mg/jam (1 : 2) 4 x /hari

38
Morphin 10 mcg/kgBB/jam

B. Analisa Data
No Data Etiologi Problem
1 S: o Edema Gangguan
O: -Klien menggunakan NRM 10 intertitial pertukaran
L/mnt o Perubahan gas
-Ronkhi kasar (+) membran
-Posisi kepala ditinggikan ± 30º kapiler alveoli
-Klien tampak dispnea, o Hypoventilasi
tacypnea,
napas ireguler, nadi teraba kuat,
keringat dingin.
-Ro” thoraks tampak adana
banyangan kupu-kupu didaerah
sentral
-EKG ; Af rapid respons, HR
120
x/mnt
-BP ; 90/60 mmHg, HR ;
120x/mnt
RR ; 36 x/mnt, Suhu ; 37.8ºC
-AGD tanggal 25-3-2010 jam
18.00
pH 7.24 ; PCO2 60 ; PO2 34
2. HCO3 24.6 ; BE -2,1; SatO2
59.9%
-Sputum kental, warna merah Bersihan jalan

o Peningkatan tahanan jalan napas tidak

napas efektif
S: o Meningkatnya viskositas

39
O: -Klien terpasang ETT sekret
-Terpasang ventilator, pada o Kehilangan dungsi silia
auskultasi terdengar ronchi jalan napas (hypoperfusi)
kasar,
paru kiri lebih terdengar dari
paru
kanan
3. -Warna sekret kemerahan,
kental, o Penurunan kontraktilitas Penurunan
jumlah banyak. jantung cardiac out
-Respon batuk spontan (+) put
-Klien menggunakan obat-obat
muscle relaksan

S:
O: -Urine out put < 0.5
cc/kgBB/jam
-Dengan support therapi lasik
2 x 20mg
-Akral dingin, basah dan tampa
pucat, pengisian kapiler > 3
detik.
-BP 90/60 mmHg ; HR 120
4. x/mnt
RR 10 x/mnt ;Suhu 37.8ºC o Pemasangan ventilasi
-CO / CI ; 7.8 / 4.9 mekanik dantindakan Resiko tinggi
SVR / SVRI ; 533 / 844 invasif (CVP, Swan ganz, infeksi
-ECHO ; LA,RA, RV dilatasi AL, D-cath., WSD)
Kontraktilitas global LV
menurun

40
(EF 42%)
Kontraktilitas RV menurun
(TAPSE 1.2 cm)

S:
O: -Klien terpasang CVP, Swan
Ganz,
ETT, WSD, D-cath dan AL
-Terpasang ETT (ventilasi
mekanik)
-Lekosite 28.180

C. Diagnosa Keperawatan
No Tanggal Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil
1 23-4-2010 Gangguan pertukaran gas Tujuan :
berhubungan dengan hipoventilasi Tidak terjadi gangguan
pertukaran gas setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 24 jam
Kriteri Hasil :
o Tidak terjadi sianosis pada
jaringan perifer
o Tidak ada gejala distres pada
pernapasan, seperti dispnea,
takipnea, fighting, pola napas
teratur mengikuti setting
ventilator
o Analisa gas darah dalam batas
normal
(pH 7.35-7.45; PCO2 35-45 ;

41
PO2 90-100; HCO3 22-26)
2 23-4-2010 Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan Tujuan :
o Meningkatnya tahannan jalan Bersihan jalan napas efektif,
napas (edema interstitial) setelah dilakukan tindakan
o Peningkatan jumlah viskositas keperawatan selama 2 x 24 jam
sekret, kehilangan fungsi silia Kriteria Hasil :
jalan napas, penggunaan ventilasi o Tidak terdengar ronkhi basah
mekanik o Pada suction didapatkan slem
encer, tidak berwarna
o Respirasi rate sesuai modua
Ventilator
3 23-4-2010 Penurunan cardiac out put
berhubungan dengan penurunan Tujuan
kontraktilitas jantung Tidak terjadi penurunan
cardiac out put setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selam 2 x 24 jam.
Kriteria Hasil :
o Heart rate dalam batas normal
(60-100x/mnt)
o BP normal (sistolik 100-120
mmHg, diastolic 70-80mmHg,
MAP 80-90 mmHg)
o Produksi urine normal (0.5-
1cc/kgBB/jam) tanpa obat
diuretic)
o Perfusi jaringan perifer
kuat (akral hangat dan kering,
warna kulit kemerahan,
pulsasi arteri perifer kuat,

42
pengisian kapiler < 3 detik)

4 23-4-2010 Resiko tinggi infeksi berhubungan


dengan Tujuan :
o Ketidakadekuatan pertahanan Tidak terjadi infeksi setelah
utama (trauma jaringan paru, dilakukan tindakan
penurunan kerja silia, keperawatan selama 1 x 24 jam
perlengketan sekret di jalan Kriteria Hasil :
napas) o Tidak ada tanda-tanda infeksi
o Prosedur invasif (CVP, (robor, color, dolor, tumor dan
Swan fungsiolaesa)
ganz, AL, WSD, D-cath, ETT) o Lekosite dalam batas normal
(5000 – 10000)
D. Intervensi Keperawatan
No. Intervensi / Rencana Tindakan Rasionalisasi
Dx
1 Mandiri
o Kaji frekuensi dan kedalaman o Manifestasi distres pernapasan pada
Pernapasan indikasi derajat keterlibatan paru dan
status kesehatan umum
o Catat adanya bunyi napas o Untuk mengetahui tingkat edema
Pulmonal
o Observasi warna kulit, membran o Sianosis menunjukan adanya
mukosa, catat adanya sianosis hipoksemia
o Awasi frekuensi jantung dan irama o Aritmia biasanya terjadi sebagai
respons terhadap hipoksemia,
o Observasi tingkat kesadaran o Mengetahui efek obat
o Observasi penyimpangan kondisi, o Syock dan edema paru adalah
catat hiotensi, kuantitas sputum serta penyebab umum kematian dan
warna, observasi keadaan umum membutuhkan intervensi medis
segera

43
Kolaborasi
o Intubasi segera dan berikan modus o Ventilasi mekanik bertujuan
ventilator sesuai kebutuhan mempertahankan PaO2 (90-100
mmHg)
o Periksa Analisa Gas Darah o Mengevaluasi proses penyakit dan
memudahkan therapi paru
o Beri obat diuretik o Mengeluarkan urine out put

Mandiri
o Kaji fungsi pernapasan o Perubahan seperti takipnea
mengidentifikasikan adanya suatu
permasalahan
o Auskultasi area paru, catat aea o Penurunan aliran udara terjadi pada
penurunan aliran udara dan bunyi area konsolidasi dengan cairan. Bunyi
napas seperti krekles atau wheezing napas bronchial dapat juga terjadi
pada area konsolidasi; krekles, ronkhi
dan wheezing terdengar pada
inspirasi dan atau ekspirasi pada
respons terhadap pengumpulan
cairan, secret kental, dan spasme jalan
napas
o Bersihkan sekret dari mulut dan o Membersihkan jalan napas
hidung, bila perlu lakukan pengisapan
atau suction
Kolaborasi
o Bantu mengawasi efek pengobatan o Memudahkan pengenceran dan
nebulizer dan fisiotherapy pembuangan secret

Mandiri

44
o Observasi tanda-tanda vital o Untuk mengetahui klinis dan
keadekuatan curah jantung
o Pertahankan posisi tirah baring o Menurunkan volume darah yang
dengan kepala ditinggikan ± 30º kembali ke jantung, menurunkan
kebutuhan oksigen jantung
o Pantau pengeluaran urine out put o Memonitor sirkulasi renal dan
Fungsinya
Kolaborasi
o Berikan modus ventilator sesuai o Ventilator salah satu fungsinya adalah
kebutuhan menurunan kerja jantung dan paru
o Berikan obat-obatan inotropik, o Untuk meningkatkan kontraktilita
diuretik dan anti koagulan sesuai jantung, menguangi edema paru,
4
advice berikan obat oral sesuai advice memperbaiki airkulasi koroner
Mandiri
o Pantau tanda-tanda vital o Observasi perubahan keadaan umum
pasien
o Jaga kebersihan ETT o Untuk mengurangi resiko infeksi
o Observasi jumlah, warna dan o Perubahan karakteristik sputum
konsistensi produksi sputu menunjukan ada tidaknya infeksi
o Perhatikan keseimbangan cairan dan o Memudahkan proses penyembuhan
nutrisi dan meningkatkan tahanan alamiah
o Batasi pengunjung o Menurunkan penularan terhadap
pathogen infeksi lain
Kolaborasi
o Berikan antibiotik sesuai advice o Untuk mencegah penyebaran
(Meronem 3 x 1 gram) kuman/infeksi

45
E. Implementasi Keperawatan
No. Dx Tanggal Implementasi
Waktu
1 25-4-2010 Mandiri
Jam 18.00 o Mengaji frekuensi kedalaman dan kemudahan pernapasan
o Mencatat adanya bunyi napas
o Mengobservasi warna kulit, membran mukosa, mencatat tanda
adanya sianosis
o Mengawasi frekuensi jantung dan iramanya
o Mengobservasi tingkat kesadaran
o Mengobservasi penyimpangan kondisi, catat hipotensi,
kuantitas sputum serta warna
o Mengkaji keadaan umum
o Melakukan suction (prinsip aseptik, asianotik, atraumatik)
25-4-2010
Kolaborasi
Jam 18.15
o Intubasi dan memberikan modus ventilator sesuai kebutuhan,
(Modus control, trigger -12, FiO2 80%, RR 10x/menit, TV 500,
PEEP 5)
Jam 18.30

46
o Memeriksa AGD (pH 7.36; PO2 292; PCO2 46; HCO3 25.1;
BE 0.2; SatO2 97.4%)
o Memberikan obat diuretik sesuai intruksi(Lasix 20 mg iv)

2 25-4-2010
Jam 18.30 Mandiri
o Mengkaji fungsi pernapasan
o Memeriksa area paru, mengobservasi area penurunan aliran
udara dan bunyi napas seperti krakles atau wheezing
o Membersihkan secret dari mulut dan hidung serta melalui ETT
dengan cara suction (prinsip aseptik, asianotik, atraumatik)
Kolaborasi
3
o Melakukan nebulizer dan fisiotherapy
Mandiri
o Observasi tanda-tanda vital
o Mempertahankan posisi tirah baring dengan kepala ± 30º
o Memantau pengeluaran urine out put
Kolaborasi
o Memberikan modus ventilator sesuai kebutuhan
o Memberikan obat-obatan inotropik dan diuretik sesuai intruksi

Madiri
o Memantau tanda-tanda vital
o Menjaga kebersihan ETT
o Mengobservasi jumlah, warnadan konsistensi produksi sputum
o Memperhatikan keseimbangan cairan dan nutrisi
o Membatasi pengunjung
Kolaborasi
o Memberukan therapy antibiotik Meronem 1 gram

47
F. Evaluasi
No.Dx Tanggal Subjektif, Objektif, Analisa, Planing
Waktu
1 25-4-2010 Subjektif : -
Jam 19.00 Objektif :
oPasien terpasang ventilator
oPasien tampak tenang dan nyaman
oSuara ronkhi berkurang
oTidak nampak tanda-tanda sianosis
oBP 100/60 mmHg; HR 105 x/mnt; RR 10 x/mnt; Suhu 37.8ºC
Analisa :
oMasalah teratasi sebagian
Planing :
Intervensi keperawatan dilanjutkan
oKaji frekuensi kedalaman dan kemudahan pernapasan
oCatat adanya bunyi napas
oObservasi warna kulit, membran mukosa, catat tanda adanya

48
sianosis
oAwasi frekuensi jantung dan irama
oObservasi tingkat kesadaran
oLakukan suction dengan prinsif 3A (aseptik, asianotik,
atraumatik)

2 27-4-2010
Jam 07.30 Subjektif : -
Objektif :
oSuara ronkhi berkurang
oWarna secret putih, konsistensi encer
oProduksi secret atau sputum berkurang
Analisa :
oMasalah teratasi sebagian
Planing :
oIntervensi keperawatan dilanjutkan
oKaji fungsi pernapasan
oAuskultasi area paru, catat area, penurunan aliran udara dan
bunyi napas
oLakukan suction dengan prinsif 3A (aseptik, asianotik,
atraumatik)

3 27-4-2010

Subjektif : -
Objektif :
oHR 105 x/menit EKG Af rapid ventrikuler respon
oBP 100/60 mmHg
oProduksi urine 0.5 – 1 cc/kgBB/jam dengan support Diuretik
oAkral hangat, pulsasi arteri perifer teraba cukup kuat, warna kulit
kemerahan tidak tampak adanya tanda-tanda sianotik, pengisian

49
kapiler < 3 detik
Analisa :
o Masalah teratasi sebagian
Planig :
o Observasi tanda-tanda vital
o Mempertahankan posisi tirah baring dengan kepala ± 30º
o Memantau pengeluaran urine out put
o Memberikan modus ventilator sesuai kebutuhan
4 29-4-2010
o Memberikan obat-obatan inotropik dan diuretik sesuai intruksi
Jam 07.30

Subjektif : -
Objektif :
oTidak tampak adanya tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, color,
tumor dan fungsiolaesa)
oLekosite 9470
Analisa :
oMasalah teratasi sebagian
Planing :
oIntervensi keperawatan dilanjutkan
o Memantau tanda-tanda vital
o Menjaga kebersihan ETT
o Mengobservasi jumlah, warnadan konsistensi produksi sputum
o Memperhatikan keseimbangan cairan dan nutrisi
o Membatasi pengunjung
oMemberukan therapy antibiotik

50
51
52

You might also like