You are on page 1of 7

ANALISIS DAN PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG

Analisis Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

BAB I : Membahas Tentang Ketentuan Umum Yang ada Pada undang-undang tersebut, didalamnya
terdapat pengertian mengenai pemerintah yang meneyelenggarakan pemerintahan dan azas yang
digunakan dalam menjalankan pemerintahan. Kemudian di ketentuan umum juga terdapat pengertian
mengenai kawasan otoritas pemerintah daerah

BAB II : membahas tentang pembagian daerah administrasi dari pemerintah daerah dan batas batas
wilayah, dan menentukan tingkat wilayah (Provinsi, Kabupaten/kota) dan memiliki otonomi sendiri.

BAB III : membahas tentang pemebentukan dan susunan daerah, di bab ini terdapat Azas yang
digunakan daerah baik provinsi sampai kabupaten, Azas yang digunakan desentralisasi dan mengelola
berdasarkan prakarsa masyarakat. Dan juga setiap daerah tidak memiliki hubungan hirarki jadi bisa saja
di analogikan bahwa kedudukan pemerintah daerah provinsi sama dengan pemerintah kabupaten /kota.
Di bab ini juga diatur tentang pertimbangan dan syarat dari pemebentukan daerah bahkan sampai
penggabungan dan penghapusan daerah yang tidak mampu mengelola daerah nya sendiri.

BAB IV : membahas tentang kewenangan daerah, pemerintah daerah memilki kewenangan mengatur
daerah yang diperintahnya namun ada beberapa hal yang tidak boleh diatur pemerintah daerah, antara
lain : politik luar negeri, hankam, peradilan, moneter fiskal, agama dan beberapa kewenangan lain, dan
untuk kewenanagan lain tersebut bisa dilihat di pasal 7 ayat 2 di undang-undang tersebut. Kemudian
pemerintah daerah memiliki wewenang memberi tugas pembantuan kepada daerah yang lebih rendah.
Dan daerah diperbolehkan dalam mengelola keadaan alam mereka sendiri baik darat dan laut.

BAB V : membahas tentang bentuk dan susunan pemerintahan di daerah. Di setiap daerah terdapat
badan legislatif dan eksekutif. Untuk badan legislatif merupaka DPRD dan eksekutif adalah Pemerintah
Daerah. Di bab ini membahas kedudukan sampai hak dan kewajiban badan legislatif dan badan eksekutif
di daerah, lalu di bab ini juga mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah,
pemilihan kepala dan wakil kepala daerah dilakukan oleh DPRD secara bersamaan. Jadi dalam hal ini
belum ada pemilihan umum yang terjadi. Masyarakat hanya memeberi masukan dan aspirasi tentang
orang yang akan meduduki jabatan kepala dan wakil kepala daerah, namun yang memilih dan
menetapkan tetap DPRD.

BAB VI : membahas tentang peraturan daerah dan keputusan kepala daerah. Kepala daerah memiliki
wewenang menetapkan peraturan kepala daerah, namun peraturan tersebut tidak boleh melenceng
dari peraturan perundang-undangan dan kepentingan umum. Jika peraturan tersebut melanggar maka
dapat dilakukan penyidikan dan penuntutan terhadap peraturan tersebut.

BAB VII : membahas tentang kepegawaian daerah, kepala daerah memiliki wewenang untuk
mengangkat, menggaji dan memberhentikan pegawai sesuai kebutuhan dan daerah berdasarkan
peraturan undang-undang yang berlaku, setelah itu pemerintah provinsi memiliki hak untuk melakukan
pengawasan terhadap daerah administratif mereka yakni kabupaten/ kota dalam hal karir dan
administrasi kepegawaian di daerahnya.

BAB VIII : membahas tentang keuangan daerah. Bab ini mengatur tentang APBD, setiap penyelenggaran
tugas baik pemerintah daerah dan DPRD dibiayai melalui APBD. Di undang-undang ini juga di jelaskan
mengenai sumber pendapatan daerah dan juga pajak.

BAB IX : membahas tentang kerja sama dan penyelesaian perselishan. Daerah berhak menjalin kerja
sama denga daerah lain dan juga membenruk badan kerjasama antar daerah, dan jika terdapat
perselisihan nantinya, perselisiha tersebut dapat di selesaikan dengan musyawarah, namun jika tidak
mencapai kata damai maka bisa di naikan ke mahkamah agung

BAB X : membahas tentang kawasan perkotaan. Kawasan perkotaan disini merupakan daerah yang
merupakan bagian dari kabupaten, kemudian kawasan pedesaan yang ingin dijadikan kawasan
perkotaan, dalam pembagangunannya wajib melibatkan masyarakat dan pihak swasta dalam
pembangunan tersebut.

BAB XI : mambahas tentang desa. Dalam ppembentukan, penggabungan, sampai dengan penghapusan
desa harus memperhatikan asal usul, prakarsa masyrakat dan persetujuan pemerintah kabupaten dan
DPRD, jadi untuk membuat sampai mengkapus sebuah desa harus melalui banyak pertimbangan untuk
melakukan hal tersebut, kemudian di bab ini juga mengatur syarat menjadi kepala desa dan syarat untuk
mencalonkan diri sebagai kepala desa, kepala desa sendiri dipilih oleh masyarakat desa, dan dilantik
oleh bupati atau pejabat terpilih jika bupati berhalangan. Di bab ini juga mengatur tentang kewenangan
kepala desa dan juga sumber pendapatan dana desa untuk melaksanakan pembangunan desa sampai
penyelenggaraan pemerintahan desa, dalam hal melakukan kerjasama antar desa masalah pertanggung
jawaban bukan di laporkan ke bupati namun ke camat sebagai oarang yang dipilih langsung oleh
pemerintah pusat ke daerah.

BAB XII : mengatur tentang pembinaan dan pengawasan. Dalam melaksanakan otonomi daerah,
pemerintah pusat berkewajiban memfasilitasi pemerintahan daerah dalam menjalankan otnomi nya.
Kemudian jika ditemukan peraturan daerah yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
maka pemerintah pusat bisa membatalkan peraturan daerah tersebut, dan pemerintah daerah juga bisa
melakukan tuntutan ke pemrintah pusat melalui mahakamah agung.

BAB XIII : mengatur tentang dewan pertimbangan otonimi daerah. Dewan pertimbangan otonomi
daerah memiliki tugas memberikan pertimbangan dalam kegiatan penyelenggaraan pemerintahan di
daerah. Dewan ini terdiri dari mendagri, menkeu, menteri sekretaris negara, dan yang lainnya di
tentukan wakil yang di pih oleh DPRD. Dewan ini bertanggung jawab melaporkan kinerjanya kepada
presiden.

BAB XIV : mengatur tentang ketentuan lain lain. Di bab ini memberikan otoritas khusus kepada daerah
tingkat i timor timur. Setelah itu aceh dan yogyakarta juga tetap menjadi daerah istimewa.
BAB XV : mengatur tentang ketentuan peralihan. Membahas instruksi kepada pemerintah daerah jika
undang- undang ini belum berlaku pemerintah daerah boleh membuat peraturan dalam menjalankan
pemerintahan daerhanya asal tidak bertentang dengan undang-undang ini.

BAB XVI : mengatur tentang ketentuan penutup. Menyatakan bahwa undang-undang sebelumnya yakni
undang- undang nomor 5 tahun 1974 dan undang-undang nomor 5 tahun 1979 tidak berlaku lagi.
Analisis Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

BAB I (Ketentuan Umum) : membahas mengenai ketentuan umum dan pengertian istilah yang terdapat
dalam UU ini, dan ada penambahan dari UU sebelumnya yaitu mengenai pengertian yang berkaitan
dengan keuangan daerah, dikarenakan pada tahuntersebut akan di adakan pemilihan umum maka juga
ditambahkan pengertian yang berkaitan dengan pemilu termasuk pengertian komisi pemilihan umu juga
ditambahkan ddi UU tersebut. Selain itu juga terdapat penambahan dua pasal di ketentuan umum ini
yang mengatur mengenai daerah dibagi menjadi provinsi, kabupaten dan kota. Jika di UU sebelumnya
kota merupakan bagian dari kabupaten maka di UU ini kota diluar kabupaten, dan juga tiga daerah ini
memeiliki pemerintahan daerah sendiri. Dan juga di bab ini membahas hubungan pemerintahan secara
garis besar.

BAB II (Pembentukan Daerah dan Daerah Khusus) : di UU sebelumnya tidak membahas pembentukan
Daerah khusus,namun hanya membahas pembagian dan pembentukan daerah. Di UU ini di buat
pemebentukan daerah khusus, untuk syarat administratif pembentukan daerah hampir sama dengan
UU sebelumnya namun disisni ditambahkan rekomendasi menteri dalam negeri dalam hal
pembentukan/penggabungan wilayah. Kemudian untuk penghapusan wilayah masih sama seperti
sebelumnya, untuk daerah khusus sendiri, adalah daerah yang di tunjuk langsung oleh pemerintah pusat
sebagai kawasan khusus.

BAB III (Pembagian Urusan Pemerintahan) : di bandingkan UU sebelumnya, UU sebelumnya hanya


membuat bagian kewenangan daerah dan tidak jelas bagaimana pembagian tugas pemerintahan karna
hubungan daerah yang tidak hirarki. Di UU ini diatur secara lebih detail dan kongkrit. Mulai dari
kewenangan pemerintah provinsi sampai dengan kewenangan pemerintah kabupaten / kota terdapat di
UU ini. Kemudian untuk hal yang tidak boleh di campur adukan oleh pemerintah daerah tetap sama
dengan UU sebelumnya. Kemudian masalah pengaturan Hubungan dalam penyelenggaraan
pemerintahan di daerah diatur jauh lebih detai dari UU sebelumnya, mulai dari hubungan di bidang
keuangan, pelayanan umum, dan pemanfaatan sumber daya.

BAB IV (Penyelenggaraan Pemerintahan) : dalam segi penyelenggaran pemerintahan, dibandingkan UU


sebelumnya sangat berbeda, jika sebelumnya kepala daerah dipilih dan di tetapkan oleh DPRD, maka di
UU ini kepala daerah dan wakil kepada daerah dipilih melalui pemilu dan di lantik oleh pejabat yang
lebih tinggi. dikarenkan di UU ini telah ditetapkan bahwa adanya Pemilihan Umum maka dalam
penyelenggaraan pemerintahan terdapat banyak sekali perubahan dan pasal yang ditambahkan juga
sangat banyak. Di bab ini juga diatur tentang pedoman penyelenggaraan pemerintahan yang lebih
lengkap dari sebelumnya. Kemudian untuk hak dan kewajiban pemerinthan daerah dalam menjalankan
otonomi daerah yang sebelumnya tidak terlalu detail maka di UU ini djabarkan perpoint dan lebih jelas.
Dalam bab ini diatur jelas mengenai kpu dan mekanisme kampanya, pemungutan suara, dan juga
penghitungan suara. Serta sanksi pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilihan umum. Di UU ini juga
dibentuk panwaslu (panitia pengawas pemilihan umum) yang bertugas mengawasi jalannya pemilu.

BAB V (Kepegawaian Daerah) : tidak terlalu berbeda jauh dari UU sebelumnya, namun disini
dihilangkannya dewan pertimbangan otonomi daerah dalam hal pengawasan pegawai negeri sipil, dan
untuk penetapan formasi pegawai negeri sipil baik provinsi, kabupaten, kota dilakukan oleh mentri
pedayagunaan aparatur negara.

BAB VI (Peraturan derah dan Peraturan kepala daerah) : jika dilihat dari UU sebelumnya UU ini
mnambahkan asas dalam pembuatan sebuah peraturan, kemudian dalamsebuah peraturan harus
menganut asas yang di tentukan peraturan peundang-undangan yang lebih tinggi. Setelah itu dalam UU
ini masyarakat memiliki peran dalam pembuatan sebuah peraturan, peran masyarakat adalah memberi
masukan kepada pemerintah daerah baik lisan dan /atau tulisan. Kemudian di bab ini mengatur juga
tentang rancangan, penyebarluasan peraturan dan batas sanksi sebuah peraturan daerah di tetapkan di
UU ini, dimana pada UU sebelumnya tidak di bahas mengenai hal-hal tersebut.

BAB VII (Perencanaan Pembangunan Daerah) : pada bab ini mengatur tentang perencanaan
pembangunan daerah dimana daerah harus memiliki rencana pembangunan jangka pendek, menengah,
dan panjang. Untuk penyusunannya sendiri dilakukan oleh pemerintah provinsi, kabupaten/kota sesuai
kewenangannya dan dijalankan oleh badan perencanaan daerah. Kemudian juga dbentuk renstra-SKPD
dimana bertugas merancang rencana strategis yang berpedoman pada visi, misi daerah dan juga RPJM
yang telah di tetapkan sebelumnya. Point ini merupakan hal baru yang ditambahkan di UU ini dimana
pada UU sebelumnya point perencanaan daerah tidak dibahas.

BAB VIII (Keuangan Daerah) : di bab ini, dana APBD tidak lagi di gunakan untuk keperluan DPRD, tetapi
hanya untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah, melaksanakan pembangunan, dan kesejahteraan
rakyat. Kemudia di bagian sumber dana, dimana di UU sebelumnya sumber dana daerah salah satunya
adalah pinjaman daerah, maka di UU ini pinjaman daerah diganti dengan kata kata pendapatan daerah
yang sah. Kemudian di bab ini terdapat point dana alokasi khusus dimana untuk penyusunan dana ini
diserah kepada daerah sesuai peraturan daerah masing-masing. Pembangunan khusus sendiri harus
berpedoman pada prioritas pembangunan nasional. Kemudian untuk badan kerjasama yang dibahas di
UU sebelumnya, di UU ini badan kerjasama di beri nama BUMD (badan usaha milik daerah). Daerah
berhak menggadaikan barang umum kepada pihak lain sesuai kebutuhan keuangan daerah. Untuk
pengawasan, pada UU sebelumnya dilakukan oleh dewan petimbangan otoritas daerah yang berisi
menteri terkait ditambah usulan dari DPRD, namum pada UU ini dewan tersebut dihapus dan diganti
dengan pengawas intern pemerintah yang berdasarkan pada peraturan peundang-undangan. Untuk
penanggung jawab dana APBD, pemerintah daerah melapor kepada DPRD tentang peraturan daerah
tentang APBD selambatnya 6 bulan dari peraturan dibuat.

BAB IX (Kerja Sama Dan Perselisihan) : masih seperti UU sebelumnya daerah memiliki hak melakukan
kerja sama dengan daerah lain dalam hal mensejahterakan rakyat dan untuk pembangunan daerah.
Namun yang menjadi pembeda dengan UU sebelumnya adalah tentang tata cara penyelesaian
perselisihan. Di UU sebelumnya penyelesaina perselisihan dilakukan dengan cara musyawarah yang
dilakukan daerah yang terlibat perselisihan, namun di UU ini jika terjadi perselisihan, perselihan tersebut
diselesaikan oleh mentri dalam negeri dan keputusan perselisihan tersebut juga berada di tangan
mendagri.
BAB X (Kawasan Perkotaan) : untuk bagian Kawasan perkotaan pada UU ini di bahas lebih umum dan
tidak terlalu mendetai seperti UU sebelumnya. Point- point yang ada di UU sebelumnya di pangkas dan
lebih di generalisasikan di UU ini, namun dari sebi pemerintahan, tahap pembangunan dan petanggung
jawaban nya tetap sama seperti UU sebelumnya.

BAB XI (Desa) : tambahan pada UU ini menegenai desa adalah dibentuknya badan pemusyawaratan
desa yang bekerja sama dengan dengan pemerintah desa dalam mengatur dan mengelola desa, pada
UU sebelumnya badan tersebut belum dibentuk. Dan untuk point lain di bab ini kurang lebih sama
dengan UU sebelumnya.

BAB XII (Pembinaan dan Pengawasan) : dalam UU ini dijelaskan dan di jabarkan hal yang menyangkut
pedoman pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dan diberikan nya penghargaan dan
sanksi pemerintah pusat ke daerah jika ditemukan ada penyelenggaraan pemerintahan yang tidak sesuai
dengan pedoman yang telah di tetapkan.

BAB XIII (pertimbangan dalam kebijakan otonomi daerah) : meskipun dewan pertimbangan otonomi
daerah seperti yang di jelaskan UU sebelumnya tidak dibentuk lagi, namun pada UU ini presiden tetap
membentuk dewan yang memberikan pertimbangan dan saran dalam kebijakan otonomi daerah

BAB XIV (Ketentuan Lain-lain) : diketentuan lain lain daerah istimewa ditambah yaitu papua, di UU
sebelumnya hanya aceh dan yoryakarta, daerah istimewa diatur oleh undang undang daerahnya sendiri,
kemudian ibukota jakarta juga di atur dengan Undang undang tersendiri.

BAB XV (Ketentuan Peralihan) : di ketentuan peralihan di sebutkan bahwa kepala daerah yang masa
jabatannya habis sampai 2008 yang pemilihannya masih dilakukan oleh DPRD, pada habis masa
jabatannya akan dilakukan pemilihan langsung di daerah tersebut, kemudia untuk perangkat desa yang
terpilih sebelum UU ini di sahkan tetap menjalankan tugasnya sampai habis masa jabatannya walaupun
UU ini sudah diberlakukan

BAB XVI (Ketentuan Penutup) : di ketentuan ini menyatakan undang-undang yang berlaku adalah
Undang-undang nomor 32 tahun 2004 dan menyatakan tidak berlakunya Undang- Undang nomor 22
tahun 1999.

You might also like