You are on page 1of 21

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

ASUHAN KEPERAWATAN BATU SALURAN KEMIH

Disusun Oleh :
Aang Kunaifi Aditya
Afifah Puspa Athary
Ainur Rohmah
Indri Pratiwi

Tingkat II A

Dosen Pengampu : Ns. Sumitro Adi Putra, S.Kep.,M.Kes.

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


JURUSAN DIII KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR

Syukur Allhamdulillah kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Keperawatan Medikal Bedah I tentang Batu Saluran Kemih. Semoga
makalah Keperawatan Medikal Bedah I ini dapat menjadi alat belajar yang lebih
efektif dan menambah wawasan.
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat
diselesai dengan baik. Oleh karena itu, masukan, saran, kritik, dan usul yang
sifatnya untuk perbaikan dari berbagai pihak khususnya Bapak/Ibu serta rekan –
rekan sangat diharapkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Dalam menyelesaikan makalah ini kami mendapat dukungan dari berbagai
pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu. Atas bantuan dukungan dan
bimbingan tersebut kami ucapkan terimakasih. Semoga dukungan dan bimbingan
semua menjadi amal sholeh dan mendapat balasan dari Yang Maha Kuasa.

Palembang, Oktober 2015

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................. ii


Daftar Isi ........................................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan .......................................................................................................... 1
I.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1
I.2. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
I.3. Tujuan Penulisan ............................................................................................... 2
BAB II Tinjauan Pustaka .................................................................................................. 3
II.1. Definisi ............................................................................................................. 3
II.2. Etiologi ............................................................................................................. 4
II.3. Anatomi Ginjal ................................................................................................. 5
II.4. Patofisiologi ..................................................................................................... 6
II.5. Manifestasi Klinis.............................................................................................. 9
II.6. Pengkajian ........................................................................................................ 10
II.7. Pemeriksaan Diagnostik ................................................................................... 11
II.8. Diagnosa Keperawatan ..................................................................................... 11
II.9. Rencana Keperawatan ...................................................................................... 12
II.10. Evaluasi .......................................................................................................... 13
II.11. Terapi dan Penatalaksanaan Medis ................................................................ 14
BAB III Penutup ............................................................................................................... 17
III.1. Kesimpulan ..................................................................................................... 17
III.2. Saran ............................................................................................................... 17
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Urolithiasis adalah terbentuknya batu (kalkulus) dimana saja pada sistem
penyalur urine, tatapi batu pada umumnya terbentuk di ginjal. Batu mungkin
terbentuk tanpa menimbulkan gejala atau kerusakan ginjal yang bermakna, hal
ini terutama pada batu besar yang tersangkut pada pelvis ginjal. Makna klinis
batu terletak pada kapasitasnya menghambat aliran urin atau menimbulkan
trauma yang menyababkan ulserasi dan perdarahan, pada kedua kasus ini terjadi
peningkatan predisposisi infeksi bakteri (Robbins, 2007 cit Wijaya dan Putri,
2013 : 249).
Sedangkan menurut Nursalam (2006: 65) menyebutkan bahwa urolithiasis
merujuk pada adanya batu dalam sistem perkemihan. Sebanyak 60% kandungan
batu ginjal terdiri atas kalsium oksalat, asam urat, magnesium, amonium, dan
fosfat atau gelembung asam amino.
Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan
di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara
maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter),
perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka
prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu
saluran kemih.
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi
dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).

1
I.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Bagaimana asuhan keperawatan urolithiasis?
2. Bagaimana terapi pada pasien urolithiasis?

I.3. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu :
1. Memahami asuhan keperawatan urolithiasis.
2. Mengetahui terapi untuk pasien urolithiasis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi Batu Saluran Kemih


Batu saluran kemih atau batu ureter (urolitiasis) merupakan suatu keadaan
terdapatnya batu (kalkuli) di ureter. Kondisi adanya batu ureter memberikan
gangguan pada system perkemihan dan memberikan berbagai masalah
keperawatan pada system. Adapun dalam oengertian lain bahwa batu ureter
merupakan bentuk deposit mineral, paling umum oksalat Ca2+ dan fosfat Ca2+;
namun asam urat dan Kristal lain juga pembentuk batu. Meskipun kalkulus
ginjal dapat terbentuk dimana saja dari saluran perkemihan, batu ini paling
umum ditemukan pada pelvis dan kalik ginjal. Batu ginjal dapat tetap
asimtomatik sampai keluar kedalam ureter dan atau aliran urine terhambat, bila
potensial untuk kerusakan ginjal adalah akut.
Batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia
dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi
(Muslim, 2007). Batu saluran kemih dapat ditemukan sepanjang saluran kemih
mulai dari system kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan ureter. Batu ini
mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah
atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis
urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang
terbentu di dalam divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di
tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan
bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu saluran
kemih yang paling sering terjadi (Brunner dan Suddarth, 2003).

3
II.2. Etiologi
Ada beberapa factor yang memungkinkan terbentuknya batu pada saluran
kemih, yaitu sebagai berikut.
1. Hiperkalsiuria adalah kelainan metabolic yang paling umum. Beberapa
kasus kalsiuria berhubungan dengan gangguan usus meningkatkan
penyerapan kalsium (dikaitkan dengan diet kalsium dan atau mekanisme
penyerapan kalsium terlalu aktif), beberapa kelebihan yang terkait dengan
resorpsi kalsium dari tulang (yaitu hiperparatiroidisme), dan beberapa
yang berhubungan dengan ketidakmampuan dari tubulus ginjal untuk
merebut kembali kalsium dalam filtrate glomerulus (ginjal- kebocoran
hiperkalsiuria).
2. Pelepasan ADH yang menurun dan peningkatan konsentrasi, kelarutan,
dan pH urine.
3. Lamanya Kristal terbentuk di dalam urine, dipengaruhi mobilisasi rutin.
4. Gangguan reabsorpsi ginjal dan gangguan aliran urine.
5. Infeksi saluran kemih.
6. Kurangnya asupan air dan diet yang tinggi mengandung zat penghasil
batu.
7. Idiopatik.
8. Stasis dan Obstruksi urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan batu
saluran kemih.
9. Ras
Pada daerah tertentu angka kejadian batu saluran kemih lebih tinggi
daripada daerah lain, Daerah seperti di Afrika Selatan hampir tidak
dijumpai penyakit batu saluran kemih.
10. Keturunan
Herediter atau faktor keturunan yang juga memainkan dari semua jenis
penyakit yang menjadi alasan suatu penyakit dapat diturunkan oleh orang
tua ke anak
11. Pekerjaan

4
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan
terbentuknya batu daripada pekerja yang lebih banyak duduk.
12. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat
sedangkan asupan air kurang dan tingginya kadar mineral dalam air
minum meningkatkan insiden batu saluran kemih.

13. Makanan
14. Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka
morbiditasbatu saluran kemih berkurang. Penduduk yang vegetarian yang
kurang makan putih telur lebih sering menderita batu saluran kemih ( buli-
buli dan Urethra ).

II.3. Anatomi Ginjal


Ginjal adalah bagian utama dari sistem perkemihan yang juga masuk
didalamnya ureter, kandung kemih dan uretra. Ginjal terletak pada rongga
abdomen posterior, dibelakang peritonium diarea kanan dan kiri dari kolumna
vertebralis. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang
tebal. Pada orang dewasa normal panjangnya 12 – 13 cm, lebar 6 cm dan beratnya
antara 120 -150 gram. Setiap ginjal memiliki korteks dibagian luar dan di bagian
dalam yang terbagi menjadi piramide-piramide. Pada setiap piramide membentuk
duktus papilaris yang selanjutnya menjadi kaliks minor, kaliks mayor dan bersatu
membentuk ginjal tempat terkumpulnya urine. Ureter menghubungkan ginjal
dengan kandung kemih.
Garis-garis yang terlihat pada piramide disebut nefron yang merupakan
satuan fungsional ginjal. Setiap ginjal terdiri dari satu juta nefron. Setiap nefron
terdiri atas glomerulus yang merupakan lubang-lubang yang terdapat pada
piramide-piramide renal, membentuk simpul dan kapiler badan satu mulpigli,
kapsul bowman, tubulus proximal, ansa henle dan tubulus distal.
Ureter menghubungkan pelvis ginjal dengan kandung kemih. Kedua ureter
merupakan saluran yang panjangnya 10 – 12 inc. Ureter berfungsi menyalurkan
urin ke kandung kemih. Kandung kemih mempunyai tiga muara. Dua maura

5
ureter dan satu muara uretra. Kandung kemih sebagai tempat menyimpannya urin
dan mendorong urin untuk keluar. Uretra adalah saluran kecil yang berjalan dari
kandung kemih sampai ke luar tubuh yang disebuat meatus uretra.
Fungsi ginjal:
1. Fungsi ekskresi
a. Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 cm osmol dengan
mengubag ekskresi air.
b. Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
rentang normal.
c. Mempertahankan pH plasma dengan mengeluarkan kelebihan dan
membentuk kembali Hco3.
d. Mengekskresikan produk ahkir nitrogen dan metabolisme protein
terutama urea, asam urat dan kretinin.
2. Fungsi non ekskresi
a. Menghasilkan renin, penting untuk mengatur tekanan darah.
b. Menghasilkan eritropoitin, faktor penting dalam stimulasi produksi sel
darah merah dan sumsum tulang.
c. Metabolisme vitamin D menjdai bentuk aktifnya.
d. Degradasi insulin.
e. Menghasilkan prostaglandin.

II.4. Patofisiologi
Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltic otak-otak system
pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltic ureter
mencoba untuk mengeluarkan batu hingga ke turun kandung kemih. Batu yang
ukurannya kecil ( 5mm) pada umumnya dapat keluar spontan, sedangkan yang
lebih besar sering kali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi peradangan
serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidronefrosis dan hidroureter.
Batu yang terletak pada ureter maupun system pelvikalises mampu menimbulkan
obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran kemih
sebelah atas. Obstruksi di ureter dapat menimbulkan hidroureter dan
hidronefrosis, batu di pielum dapat menimbulkan hidronefrosis, dan batu di kaliks

6
mayor dapat menimbulkan kalikstatis pada kaliks yang bersangkutan. Kondisi
adanya batu pada ureter memberikan masalah keperawatan pada pasien dengan
adanya berbagai respon obstruksi, infeksi, dan peradangan.

Gambar patofisiologi batu saluran kemih

Gambar batu di saluran ureter

7
Batu Ureter

Respons Respons Infeksi dan


Respons Edema
Obstruksi inflamasi akibat
iritasi batu
Nyeri kolik Peningkatan tekanan
Respons sistemik akibat
Hematuria, piuria hidrostatik dan
nyeri kolik (mual,
Sering miksi distensi piala ureter
muntah, anoreksia)
serta uretra.

Nyeri akut Ketidakseimbangan


Pemeriksaan
Gangguan nutrisi kurang dari
diagnostic
eliminasi urine kebutuhan
Prognosis
pembedahan
Respons Psikologis

Pemenuhan informasi
Kecemasan

Patofisiologi batu ureter ke masalah keperawatan

8
II.5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada
adanya obstruksi, infeksi dan edema.
1. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi piala ginjal serta ureter
proksimal.
a. Infeksi pielonefritis dan sintesis disertai menggigil, demam dan disuria,
dapat terjadi iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu menyebabkan
sedikit gejala, namun secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal.
b. Nyeri hebat dan ketidaknyamanan.
2. Batu di ginjal
a. Nyeri dalam dan terus menerus di area kontovertebral.
b. Hematuri.
c. Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita
nyeri kebawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis.
d. Mual dan muntah.
e. Diare.
3. Batu di ureter
a. Nyeri menyebar kepaha dan genitalia.
b. Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urin yang keluar.
c. Hematuri akibat abrasi batu.
d. Biasanya batu keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5 – 1 cm.
4. Batu di kandung kemih
a. Biasanya menimbulkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi
traktus urinarius dan hematuri.
b. Jika batu menimbulkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi
retensi urin.

9
II.6. Pengkajian Anamnesis Fokus
` Keluhan yang didapat dari pasien tergantung pada : posisi atau letak batu,
besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan utama adalah nyeri pada
pinggang. Nyeri ini mungkin bisa berupa nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri
kolik terjadi karena aktifitas peristaltic otot polos. System kalises ataupun ureter
meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan
peristaltic tersebut menyebabkan tekanan intraluminal meningkat sehingga terjadi
peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non-kolik
terjadi akibat peregangan kapsul ureter karena terjadi hidronefrosis atau infeksi
pada ureter.
Nyeri yang berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada
wanita kebawah mendekati kandung kemih, sedangkan pada pria mendekati testis.
Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai keluhan nyeridiseluruh area
kostovertebral, dan keluhan gastrointestinal seperti mual dan muntah. Diare dan
ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat dari
reflex retrointestinal dan proximitas anatomi ureter ke lambung, pancreas, dan
usus besar.
Batu yang terjebak di ureter menyebakan keluhan nyeri yang luar biasa,
akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genetalia. Pasien merasa ingin
berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya yang
mengandung darah akibat aksi abrasive batu. Keluhan ini disebut kolik ureteral.
Respon dari nyeri biasanya didapatkan keluhan gastrointestinal, meliputi
keluhan anoreksia, dirumah, mual, dan muntahyang memberikan manifestasi
penurunan asupan nutrisi umum.
Pada pengkajian psikososial secara umum akan didapatkan adanya
kecemasan dan perlunya pemenuhan informasi, baik informasi tentang keperluan,
intervensi selanjutnya dan informasi tentang pra-operatif.

10
II.7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Urinalisa; warna mungkin kuning ,coklat gelap,berdarah,secara umum
menunjukan SDM, SDP, kristal ( sistin,asam urat,kalsium oksalat), pH asam
(meningkatkan sistin dan batu asam urat) alkali ( meningkatkan magnesium,
fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), urine 24 jam :kreatinin, asam urat
kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine
menunjukan ISK, BUN/kreatinin serum dan urine; abnormal (tinggi pada
serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada
ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
2. Darah lengkap: Hb,Ht,abnormal bila psien dehidrasi berat atau polisitemia.
3. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal ( PTH.
Merangsang reabsobsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan
kalsium urine.
4. Foto Rontgen; menunjukan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area
ginjal dan sepanjang ureter.
5. IVP: memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri,
abdominal atau panggul.Menunjukan abnormalitas pada struktur anatomik
(distensi ureter).
6. Sistoureterokopi;visualiasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu
atau efek obstruksi.
7. CT Scan : menggambarkan kalkuli dan massa lain.
8. USG ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi,dan lokasi batu

II.8. Diagnosis Keperawatan


1. Nyeri kolik berhubungan dengan aktivitas peristaltic otot polos system
kalises, peregangan dari terminal saraf sekunder dari adanya batu
ginjal, nyeri pascabedah.
2. Gangguan eliminasi urine berhubngan dengan retensi urine, sering
BAK, hematuria sekunder dari iritasi saluran kemih.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan port de entrée luka pascabedah.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual, muntah efek sekunder dari nyeri kolik.

11
5. Kecemasan berhubungan dengan prognosis pembedahan, tindakan
invasive diagnostic.
6. Pemenuhan informasi berhubungan dengan rencana pembedahan,
tindakan diagnostic invasive, ESWL, perencanaan pasien pulang.

II.9. Rencana Keperawatan


Tujuan dari rencana keperawatan adalah diharapkan pada evaluasi
didapatkan penurunan stimulus nyeri, membaiknya pola miksi, penurunan risiko
infeksi pascabedah, penurunan kecemasan, dan mempersiapkan klien secara
optimal untuk dilakukan pembedahan.
Untuk intervensi pada masalah keperawatanpemenuhan informasi,
ketidakseimbangan nutrisi, perubahan pola miksi dan kecemasan dapat
disesuaikan dengan masalah yang sama pada pasien batu ginjal

Nyeri kolik berhubungan dengan aktivitas peristaltic otot polos kalises, peregangan dari terminal
saraf sekunder dari adanya batu ginjal, nyeri pascabedah.
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi.
Kriteria Evaluasi :
- Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat di adaptasi. Skala nyeri 0-1 (0-4)
- Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
- Ekspresi klien relaks
Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
pereda nyeri nonfarmakologi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan
noninvasive. dalam mengurangi nyeri.
Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
 Istirahatkan klien Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer
sehingga akan meningkatkan suplai darah ke jaringan.
 Manajemen lingkungan tenang dan Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri
batasi pengunjungan eksternal dan menganjurkan klien untuk beristirahat dan
pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan
kondisi O2 ruangan yang akan berkurang apabila banyak

12
pengunjung yang berada di ruangan dan menjaga privasi
klien.
 Beri kompres hangat pada pinggang Vasodilatasi dapat menurunkan spasme otot dan kontraksi
otot pinggang sehingga menurunkan stimulus nyeri.
 Lakukan teknik stimulasi Salah satu metode distraksi untuk menstimulasi
perkutaneus pengeluaran endorphin-enkefalin yang berguna sebagai
analgetik internal untuk memblok rasa nyeri.
Eksplorasi stimulus-eksternal untuk menurunkan stimulus
 Dekatkan orang terdekat nyeri.
Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri

 Ajarkan teknik relaksasi pernapasan sekunder.


dalam Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi
endorphin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor

 Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri sehingga
nyeri menurunkan persepsi nyeri.

Kolaborasi dengan dokter, pemberian Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan
analgetik berkurang
Kolaborasi pemberian antiemetik Menurunkan respons negative gastrointestinal sekunder
dari nyeri kolik

II.10. Evaluasi
Hasil yang diharapkan stelah mendapatkan intervensi adalah sebagai
berikut.
1. Penurunan skala nyeri.
2. Pola eliminasi urine terpenuhi.
3. Tidak tejadi infeksi pada luka-luka pascabedah.
4. Asupan nutrisi terpenuhi.
5. Terpenuhinya informasi kesehatan.
6. Kecemasan berkurang.

13
II.11. Terapi dan Penatalaksanaan medik
1. Tujuan:
a. Menghilangkan obstruksi
b. Mengobati infeksi.
c. Mencegah terjadinya gagal ginjal.
d. Mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi (terulang kembali).
2. Operasi dilakukan jika:
a. Sudah terjadi stasis/bendungan.
b. Tergantung letak dan besarnya batu, batu dalam pelvis dengan bendungan
positif harus dilakukan operasi.

3. Terapi
a. Analgesik untuk mengatasi nyeri.
b. Allopurinol untuk batu asam urat.
c. Antibiotik untuk mengatasi infeksi.
4. Diet
Diet atau pengaturan makanan sesuai jenis batu yang ditemukan.
a. Batu kalsium oksalat
Makanan yang harus dikurangi adalah jenis makanan yang mengandung
kalsium oksalat seperti: bayam, daun sledri, kacang-kacangngan, kopi,
coklat; sedangkan untuk kalsium fosfat mengurangi makanan yang
mengandung tinggi kalsium seperti ikan laut, kerang, daging, sarden, keju
dan sari buah.
b. Batu struvite; makanan yang perlu dikurangi adalah keju, telur, susu dan
daging.
c. Batu cystin; makanan yang perlu dikurangi antara lain sari buah, susu,
kentang.
d. Anjurkan konsumsi air putih kurang lebih 3 -4 liter/hari serta olah raga
secara teratur.
Namun biasanya tindakan dikerjakan jika diameter batu 8-10 mm atau
lebih. Pengeluaran batu konservatif dilakukan bila cara-cara yang memerlukan

14
tindakan dapat disingkirkan. Cara ini dilakukan berupa diuresis paksa dengan
ketentuan:
a. Batu ureter sepertiga tengah atau sepertiga distal
b. Tidak ada penyumbatan total
c. Batu memiliki diameter keci
5. . Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Saat ini di Indonesia masih banyak yang belum mengenal Extracorporeal
Shock Wave Lithotripsy (ESWL), sebagai salah satu terapi penyembuhan
penyakit batu ginjal. ESWL sebenarnya sudah bukan merupakan barang asing
dalam dunia kedokteran khususnya bagi para urologis. Sejak diperkenalkan
penggunaannya di awal tahun 1980-an, ESWL semakin populer dan menjadi
pilihan pertama dalam kasus umum penanganan penyakit batu ginjal.
Beberapa keuntungan dari ESWL diantaranya adalah dapat
menghindari operasi terbuka, lebih aman, efektif, dan biaya lebih murah,
terutama untuk prosedur ESWL yang sederhana sehingga tidak memerlukan
perlakuan berkali-kali.

ESWL merupakan terapi non-invasif, karena tidak memerlukan


pembedahan atau memasukkan alat kedalam tubuh pasien. Sesuai dengan
namanya, Extracorporeal berarti di luar tubuh, sedangkan Lithotripsy berarti
penghancuran batu, secara harfiah ESWL memiliki arti penghancuran batu
(ginjal) dengan menggunakan gelombang kejut (shock wave) yang ditransmisi
dari luar tubuh. Dalam terapi ini, ribuan gelombang kejut ditembakkan ke arah
batu ginjal sampai hancur dengan ukuran serpihannya cukup kecil sehingga
dapat dikeluarkan secara alamiah dengan urinasi.
Treatement ESWL, pasien dibaringkan di atas tempatbtidur khusus
dimana generator shock wave telah terpasang di bagian bawahmya. Sebelum
proses penembakan dimulai, dilakukan pendeteksian lokasi batu ginjal
mengunakan imaging probe (dengan ultrasound atau fluoroscopy), agar shock
wave yang ditembakan tepat mengenai sasaran

15
Pada lithotripter keluaran terbaru, umumnya telah dipasang anti-miss-
shot device yang memonitor lokasi batu ginjal secara kontinyu dan tepat waktu,
sehingga alat ini memiliki tingkat keakurasian tembakan sangat tinggi dan pada
saat bersamaan dapat meminimalkan terjadinya luka pada ginjal akibat salah
tembak.

16
BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan
Batu saluran kemih atau batu ureter (urolitiasis) merupakan suatu keadaan
terdapatnya batu (kalkuli) di ureter. Batu saluran kemih (urolithiasis), sudah
dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan ditemukannya batu pada
kandung kemih mummi (Muslim, 2007). Batu saluran kemih dapat ditemukan
sepanjang saluran kemih mulai dari system kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli
dan ureter. Batu yang ukurannya kecil ( 5mm) pada umumnya dapat keluar
spontan, sedangkan yang lebih besar sering kali tetap berada di ureter dan
menyebabkan reaksi peradangan. Kondisi adanya batu pada ureter memberikan
masalah keperawatan pada pasien dengan adanya berbagai respon obstruksi,
infeksi, dan peradangan.

III.2. Saran
Saran untuk pasien batu saluran kemih dianjurkan untuk minum banyak air
putih (8-10 gelas/hari), diet rendah kalsium seperti: bayam, daun sledri, kacang-
kacangan, kopi, coklat; sedangkan untuk kalsium fosfat mengurangi makanan
yang mengandung tinggi kalsium seperti ikan laut, kerang, daging, sarden, keju
dan sari buah.

17
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E dkk. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta. EGC.
Indrawati, Nova. 2013. Asuhan Keperawatan Pada TN. I Dengan Batu Saluran
Kemih Di Lantai 5 Bedah RSPAD Gatot Soebroto. Skripsi, Universitas Indonesia.
(http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351517-PR-Nova%20Indrawati.pdf )
[diakses 25 Oktober 2015]
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta. Salemba Medika.
Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta. Sagung Seto.
Robins, dan Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi II Ed. 4. Jakarta. EGC.

18

You might also like