You are on page 1of 21

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


KEBUTUHAN DASAR MANUSIA GANGGUAN OKSIGENASI

OLEH :
LUH PUTU NITA MELIANDARI
NIM. P07120213021

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-IV
2014
A. Konsep Dasar Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Oksigenasi
1. Pengertian
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling
mendasar.Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan
unsur vital dalam proses metabolisme dan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh ( Andarmoyo, sulistyo, 2012).
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel
tubuh. Oksigen akan digunakan dalam metabolisme sel membentuk ATP
(Adenosin Trifosfat) yang merupakan sumber energi bagi sel tubuh agar
berfungsi secara optimal. Terapi oksigen merupakan salah satu terapi
pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen
adalah untuk memberikan transpor oksigen yang adekuat dalam darah
sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress pada
miokardium( Potter & Perry, 2006).
Anatomi Pernapasan
a. Hidung
Hidung terdiri dari hidung eksterna dan rongga hidung di belakang
hidung eksterna. Hidung eksterna terdiri dari tulang kartilago sebelah
bawah dan tulang hidung di sebelah atas ditutupi bagian luarnya
dengan kulit dan pada bagian dalamnya dengan membran
mukosa.Rongga hidung memanjang memanjang dari nostril pada
bagian depan ke apertura posterior hidng, yang keluar ke nasofaring
bagian belakang.Septum nasalis memisahkan kedua rongga hidung.
Septum nasalis merupakan struktur tipis yang terdiri dari tulang
kartigo, biasanya membengkok ke satu sisi atau salah satu sisi yang
lain, dan keduanya dilapisi oleh membran mukosa. Dinding Lateral
dari rongga hidung sebagian dibentuk oleh maksila, palatum dan os
sphenoid.Konka superior, Inferior dan media (turbinasi hidung)
merupakan tiga buah tulang yang melengkung lembut melekat pada
dinding lateral dan menonjol ke dalam rongga hidung. Ketiga tulang
tersebut tertutup oleh membran mukosa. Sinus paranasal merupakan
ruang pada tulang kranial yang berhubungan melalui ostium ke dalam
rongga hidung. Sinus tersebut ditutupi oleh membran mukosa yang
berlanjut dengan rongga hidung. Ostium ke dalam rongga hidung.
Lubang hidung, sinus sphenoid, diatas konkha superior.
b. Faring,
Faring atau tenggorok merupakan struktur sperti tuba yang
menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Adenoid atau
tonsil faring terletk dalam langit-langit nasofaring . Fungsi faring
adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiration dan digestif
(Brunner & Suddarth. 2002)
c. Laring
Laring merupakan pangkal tenggorok merupakan jalinan tulang rawan
yamg dilengkapi dengan otot, membrane, jaringan ikat, dan
ligamentum . Sebelah atas pintu masuk laring membentuk tepi
epiglottis, lipatan dari epiglottis ariteroid dan piat intararitenoid, dan
sebelah tepi bawah kartilago krikoid. Fugsi laring sebagai vokalalisasi
yang menilabtaknsistem pernapasan yang meliputi pusat khusus
pengaturan bicara dalam kortek serebri, pusat respirasi di dalam batang
otak, artikulasi serta resonansi dari mulut dan rongga hidung
d. Trakea
Trakea adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf C yang dibentuk
oleh tulang-tulang rawan yang disempurnakan oleh selaput, terletak di
antara vertebrae servikalis VI sampai ke tepi bawah ketilago krikoidea
vertebra torakalis V. Panjangnya kira-kira 13 cm dan diameter 2,5 cm
dilapisi oleh otot polos, mempunyai dinding fibroealitis yang tertanam
dalam balok-balok hialin yang mempertahankan trakea tetap terbuka.
e. Bronkus
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus terdapat pada
ketinggian vertebra torakalis IV dan V. Bronkus mempunyai struktur
sama dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan
trakea dan berjalan ke bawah kearah tumpuk paru. Bagian bawah
trakea mempunyai cabang 2, kiri dan kanan yang dibatasi oleh garis
pembatas.
f. Pulmo (Paru-paru)
Pulmo atau paru merupakan salah satu organ pernapasan yang berada
didalam kantong yang dibentuk oleh pleura parietalis dan pleura
viseralis. Kedua paru sangat lunak, elastic, dan berada dalam rongga
torak. Sifatnya ringan dan terapung di dalam air. Paru berwarna biru
keabu-abuan dan berbintik-bintik karena partikel-partikel debu yang
masuk termakan oleh fagosit. Fungsi utama paru-paru adalah untuk
pertukaran gas antara udara atmosfer dan darah. Dalam menjalankan
fungsinya, paru-paru ibarat sebuah pompa mekanik yang berfungsi
ganda, yakni menghisap udara atmosfer ke dalam paru (inspirasi) dan
mengeluarkan udara alveolus dari dalam tubuh (ekspirasi)( Syafudin,
2011)
Fisiologi Pernafasan
Ada tiga langkah dalam proses oksigenasi, yakni : ventilasi, perfusi dan
difusi( Potter & Perry, 2006).
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses untuk menggerakan gas kedalam dan
keluar paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan
throak yang elastic dan persarafan yang utuh. Otot pernapasan yang
utama adalah diagfragma(Potter & Perry, 2006). Ventilasi adalah
proses keluar masuknya udara dari dan ke paru-paru, jumlahnya sekitar
500 ml. Udara yang masuk dan keluar terjadi kare.na adanya
perbedaan tekanan antara intrapleural lebih negative (752 mmHg)
daripada tekanan atmofer (760 mmHg) sehingga udara akan masuk ke
alveoli.
1) Kerja Pernapasan
Pernafasan adalah upaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan
dan membuat paru berkontraksi. Kerja pernafasan ditentkan oleh
tingkat kompliansi paru, tahanan jalan nafas, keberadaan ekspirasi
yang aktif, dan penggunaan otot-otot bantu pernafasan.
Kompliansi menurun pada penyakit, seperti edema pulmonar,
interstisial, fibrosis pleura, dan kelainan struktur traumatic, atau
congenital seperti kifosis atau fraktur iga.
Tahanan jalan nafas dapat mengalami peningkatan akibat obstruksi
jalan nafas, penyakit di jalan nafas kecil (seperti asma), dan edema
trakeal. Jika tahanan meningkat, jumlah udara, jumlah udara yang
melalui jalan nafas anatomis menurun. Ekspirasi merupakan proses
pasif normal yang bergantung pada property recoil elastic dan
membutuhkan sedikit kerja otot atau tidak sama sekaliVolume Paru
Volume paru normal diukur melalui pemeriksaan fungsi
pulmonary. Spirometer mengukur volume paru yang memasuki
atau yang meninggalkan paru-paru. Variasi volume paru dapat
dihubungkan dengan status kesehatan, seperti kehamilan, latihan
fisik, obesitas, atau kondisi paru yang obstruktif. Jumlah
surfaktan, tingkat kompliansi, dan kekuatan otot bantu pernafasan
mempengaruhi tekanan dan volume di dalam paru-paru.
2) Tekanan
Gas bergerak ke dalam dan keluar paru karena ada perubahan
tekanan. Tekanan intrapleura bersifat negative atau kurang dari
tekanan atmosfer yakni 760 mmHg pada permukaan laut. Supaya
udara mengalir ke dalam paru-paru, maka tekanan intrapleura harus
lebih negative dengan gradient tekanan antara atmosfer dan alveoli
b. Perfusi
Perfusi paru adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi paru untuk
dioksigenasi, di mana pada sirkulasi paru adalah darah dioksigenasi
yang mengalir dalam arteri pulmonaris dri ventrikel kanan jantung.
Darah ini memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam proses
pertukaran oksigen dan karbon dioksida di kapiler dan alveolus.
Sirkulasi paru merupakan 8-9% dari curah jantung. Sirkulasi paru
bersifat fleksibel dan dapat mengakodasi variasi volume darah yang
besar sehingga dapat dipergunakan jika sewaktu-waktu terjadi
penurunan volume atau tekanan darah sistemik.
c. Difusi
Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan
konsentrasi yang lebih tinggi kedaerah degan konsentrasi yang lebih
rendah. Difusi gas pernafasan terjadi di membrane kapiler alveolar
dan kecepatan difusi dapat dipegaruhi oleh ketebalan
membrane(Potter & Perry, 2006).
2. Epidemiologi
Menurut WHO, setiap tahunnya 120 juta bayi lahir di dunia, 4 juta bayi lahir
mati dan 4 juta lainnya meninggal dalam usia 30 hari. Sebanyak 3,6 juta
(3%) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini
meninggal. Sebanyak 98 % dari kematian bayi terjadi di negara-negara
yang sedang berkembang. Kematian bayi sangat memprihatinkan, yang
dikenal dengan fenomena 2/3. Penyebab kematian neonatal utama asfiksia
neonatorum (27%) setelah (29%) (WHO, 2005). Menurut hasil riset
kesehatan dasar tahun 2007, tiga penyebab utama kematian perinatal di
Indonesia adalah gangguan pernapasan/respiratory disorders (35,9%),
prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum (12.0%) (Departemen
Kesehatan RI, 2008).
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena
gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga
terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO 2.
Perubahan pertukaran gas dan transport oksigen selama kehamilan dan
persalinan akan mempengaruhi oksigenasi sel–sel tubuh yang selanjutnya
dapat mengakibatkan gangguan fungsi sel. Gangguan ini dapat
berlangsung secara menahun akibat kondisi ibu selama kehamilan, atau
secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk,
penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung, dan lain-
lain. Pada gangguan yang terakhir ini pengaruh terhadap janin disebabkan
oleh gangguan oksigenasi serta kekurangan pemberian zat-zat makanan
berhubungan dengan gangguan fungsi plasenta.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Oksigenasi
Keadekuatan sirkulasi, ventelasi, perfusi, dan transport gas – gas
pernapasan kejaringan dipengaruhi oleh empat tipe factor :
a. Faktor fisiologis
Tabel 1. Proses Fisiologis yang Mempengaruhi Oksigenasi (Potter &
Perry, 2006)

PROSES PENGARUH PADA


OKSIGENASI

Anemia Menurunkan kapasitas darah yang


membawa oksigen

Racun inhalasi Menurunkan kapasitas darah yang


membawa oksigen

Obstruksi jalan nafas Membatasi pengiriman oksigen


yang diinspirasi ke alveoli

Dataran tinggi Menurunkan konsentrasi oksigen


inspirator karena konsentasi
oksigen atmosfer yang lebih
rendah.

Demam Meningkatkan frekuensi


metabolism dan kebutuhan oksigen
di jaringan.

Penurunan pergerakan dinding Mencegah penurunan diafragma


dada (kerusakan muskulo) dan menurunkan diameter
anteroposterior thoraks pada saat
inspirasi, menurunkan volume
udara yang diinspirasi.
b. Faktor Perkembangan
1) Bayi Prematur
Bayi premature : berisiko terkena penyakit membrane hialin, yang
diduga disebabkan defisiensi surfaktan.
2) Bayi dan Todler
Bayi dan toddler : berisiko mengalami infeksi saluran pernafasan
atas (ISPA) hasil pemaparan dari anak-anak lain dan pemaparan
asap dari rokok. Selain itu, selama proses pertumbuhan gigi,
beberapa bayi berkembang kongesti nasal yang memungkinkan
pertumbuhan bakteri dan meningkatkan potensi terjadinya ISPA.
ISPA yang sering doalami adalah nasofaringitis, faringitis,
influenza, dan tonsillitis.
3) Anak usia sekolah dan remaja
Anak usia sekolah dan remaja terpapar pada infeksi pernapasan dan
factor-faktor resiko pernafasan, misalnya asap rokok dan merokok.
4) Dewasa muda dan dewasa pertengahan
Individu pada usia pertengahan dan dewasa muda terpapar pada
banyak factor resiko kerdiopulmonar seperti diet yang tidak sehat,
kurang latihan fisik, obat-obatan.
5) Lansia
Kompliansi dinding dada menurun pada klien lansia yang
berhubungan dengan osteoporosis dan kalsifikasi tulang rawan
kosta. Otot – otot pernapasan melemah dan sirkulsi pemubuluh
darah pulmonar menurun.
c. Faktor Perilaku
1) Nutrisi
Nutrisi mempengaruhi fungsi kardiopulmonar dalam beberapa
cara. Klien yang mengalami kekurangan gizi mengalami
kelemahan otot pernafasan. Kondisi ini menyebabkan kekekuatan
otot dan kerja pernapasan menurun.
2) Latihan Fisik
Latihan fisik meningkatkan aktivitas metabolism tubuh dan
kebutuhan oksigen. Frekuensi dan kedalaman pernapasan
meningkat, memampukan individu untuk mengatasi lebih banyak
oksigen dan mengeluarkan kelebihan karbondoksida.
3) Merokok
Dikaitkan dengan sejumlah penyakit termasuk penyakit jantung,
penyakit paru obstrukti kronis, dan kanker paru.
4) Penyalahgunaan Substansi
Penggunaan alcohol dan obat-obatan secara berlebihan akan
menggganggu oksigenasi jaringan. Kondisi ini sering kali memiliki
asupan nutrisi yang buruk.Kondisi ini menyebabkan penurunan
asupan makanan kaya gizi yang kemudian menyebabkan
penurunan prosuksi hemoglobin.

4. Patofisologi
Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang masuk ke
dalam tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa faktor
(kondisi anaerob), sehingga berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak
dengan cepat tetapi hal ini tidak mencetuskan reaksi inflamasi. Gejala
klinis sepenuhnya disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh sel
vegetatif yang sedang tumbuh. C. tetani menghasilkan dua eksotoksin,
yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin menyebabkan hemolisis
tetapi tidak berperan dalam penyakit ini. Gejala klinis tetanus disebabkan
oleh tetanospasmin. Tetanospasmin melepaskan pengaruhnya di keempat
sistem saraf: (1) motor end plate di otot rangka, (2) medula spinalis, (3)
otak, dan (4) pada beberapa kasus, pada sistem saraf simpatis. Setalah
pelapasan toksik yang mengakibatkan regitasi otot rangka, sehingga
menurunkan ekspansi dada yang mengakibatkan peningkatan RR sehingga
terjadi gangguan oksigenasi.
Trauma pada tulang rangka yang multiple yang menyebabkan hail chest
sehingga menyebabkan pernapsan paradoksal terjadi gangguan oksigenasi
jika tidak terasai maka akan terjadi hipoksia tubuh mengonpensasi dengan
perpasan yang dalam dan freakuensi yang cepat serta dipnea.

5. Perubahan Fungsi Pernapasan


Perubahan dalam fungsi pernapasan disebabkan penyakit dan kondisi-
kondisi yang mempengaruhi ventelasi dan transport oksigen.
a. Hiperventilasi
Hiperventilasi meerupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebihan
yang dibutuhkan untuk mengeleminasi kerbondioksida normal di vena
yang diproduksi melalui metabolism seluler. Hieprventilasi bisa
disebabkan oleh ansietas, infeksi, obat-obatan, ketidakseimbangan
asam-basadan hipoksia yang dikaitkan dengan embolus paru atau syok.
Hiperventilasi juag dapat ketika tubuh berusaha mengompensasi
asidosis metabolic dengan memproduksi alkalosis repiratorik. Tanda
dan gejala hiperventilasi adlaah takikardi, nafas pendek, nyeri dada,
pusing, disorientasi, tinnitus dan penglihatan yang kabur.
b. Hipoventilaasi
Tertjai ketika ventilasi alveolar tidak adekuat memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh atau mengeliminasi karbon dioksida secara adekuat.
Tanda dan gejala hipoventilasi adalah pusing, nyeri kepala, letargi,
disorientasi, koma dan henti jantung. Terapi umtuk penanangan
hiperventilasi dan hipoventilasi dimulai dengan mengobati penyebab
yang mendasaro gangguan tersebut, kemudian ditingkatkan oksigenasi
jaringan, perbaikan fungsi ventilasi, dan upaya keseimbangan asam
basa.
c. Hipoksia
Hipoksia adalah oksigenasi yang tidak adekuat pada tingkat jaringan
Kondisi ini terjadi akibat defesiensi pengahantaran oksigen atau
penggunaan oksigen diseluler. Hipoksia disebabkan oleh penuruanan
kadar hemoglobin dan penuruna kapasitas darah yang membawa
oksigen, penuruan konsentrasi oksigen yang diinspirasi,
ketidakmampuan jaringan untuk mengambil oksigen dari darah seperti
terjadi pada kasus keracunan sianida. Penurunan difusi oksigen dari
alveoli ke darah, seperti terjadi pada pada kasus
Pegpneumonia, perfusi darah yang mengandung oksigen jaringan yang
buruk, sperti pada syok dan keruskan vemtilasi. Tanda dan gejala
hipoksia termsuk rasa cemas, gelisah, tidak mampu berkonsentrasi,
penurunan tingkat kesadaran, pusing perubahan prilaku, pucat dan
sianosis.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Saat melakukan inspeksi perawat melakukan oservasi dari ujung
kepala sampai kaki klien untuk mengkaji kulit dan warna membarn
mukosa, penampilan umum, tingkat kesadaran, keadekuatan sirkulasi
sistemik, pola pernapasan dan gerakan dinding dada.
b. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji beberapa daerah. Dengan palpasi,
jenis dan jumlah kerja thorak, daearah nyeri, tekan dapat diketahui dan
perawat dapat mengidentifikasi taktil fremitis, getaran dada, angkatan
dada dan titik impuls maksimal.
c. Perkusi
Perkusi adalah tindakan mengetuk-ngetuk suatu objek untuk
menentukan adanya udara, cairan, atau benda padat di jaringan yang
berada di bawah objek tersebut.
d. Auskultasi
Penggunaan auskultasi memampukan perawat mengidentifikasi bunyi
paru dan jantung yang normal maupun yang tidak normal.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Elektrokardiogram
Elektrokardiogram ( EKG ) menghasilkan rekaman grfaik aktivitas
listrik jantung, mendeteksi transmisi impuls dan posisi listrik jantung.
b. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas
secara efisien.
c. Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane
kapiler alveolar dan keadekuatan oksigenasi.
d. Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler
e. Pemeriksaan sinar x dada
Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-proses
abnormal.
f. Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel
sputum/benda asing yang menghambat jalan nafas.
8. Tindakan Penanganan
a. Penatalaksanaan medis
1) Pemantauan Hemodinamika
2) Pengobatan bronkodilator
3) Melakukan tindakan delegatif dalam pemberian medikasi oleh
dokter, misal: nebulizer, kanula nasal, masker untuk membantu
pemberian oksigen jika diperlukan.
4) Penggunaan ventilator mekanik
5) Fisoterapi dada
b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
o Pembersihan jalan nafas
o Latihan batuk efektif
o Pengisafan lender
o Jalan nafas buatan
2) Pola Nafas Tidak Efektif
o Atur posisi pasien ( semi fowler )
o Pemberian oksigen
o Teknik bernafas dan relaksasi
3) Gangguan Pertukaran Gas
o Atur posisi pasien ( posisi fowler )
o Pemberian oksigen
o Pengisapan lender
9. Komplikasi
a. Penurunan Kesadaran
b. Hipoksia
c. Cemas dan gelisah

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Pengkajian
1. Data Objektif
a. Dispnea : kesulitan bernapas dan merupakan persepsi subjektif
kesulitan bernapas, yang mencakup komponen fisiologis dan kognitif.
b. Mengi : Mengi dihasilkan ketika udara mengalir melalui jalan napas
yang sebagian tersumbat atau menyempit pada saat inspirasi atau
ekspirasi.
c. Nyeri : Menggunakan visual pain
d. Terlihat penggunaan otot bantu pernapasan
e. Klien tanpak gelisah
2. Data Subjektif
a. Klien mengatakan nyeri pada dadanya
b. Klien mengeluhkan sulit bernapas
3. Pemeriksaan Fisik
Kondisi dan warna kulit klien diperhatikan selama pemeriksaan toraks
(pucat, biru, kemerahan). Kaji tingkat kesadaran klien dan orientasikan
selama pemeriksaan untuk menentukan kecukupan pertukaran gas.
a. Inspeksi. Perhatikan manifestasi distres pernapasan saat ini: posisi
yang nyaman, takipnea, mengap-mengap, sianosis, mulut terbuka,
cuping hidung mengembang, dispnea, warna kulit wajah dan bibir, dan
penggunaan otot-otot asesori pernapasan.
b. Palpasi dilakukan dengan menggunakan tangan untuk meraba struktur
di atas atau di bawah permukaan tubuh. Dada dipalpasi untuk
mengevaluasi kulit dan dinding dada. Palpasi dada dan medula spinalis
adalah teknik skrining umum untuk mengidentifikasi adanya
abnormalitas seperti inflamasi.
c. Perkusi : Perkusi adalah teknik pengkajian yang menghasilkan bunyi
dengan mengetuk dinding dada dengan tangan. Pengetukan dinding
dada antara iga menghasilkan berbagai bunyi yang digambarkan sesuai
dengan sifat akustiknya-resonan, hiperesonan, pekak, datar, atau
timpanik.
d. Auskultasi : mendengarkan bunyi dengan menggunakan stetoskop.
Dengan mendengarkan paru-paru ketika klien bernapas melalui mulut,
pemeriksa mampu mengkaji karakter bunyi napas, adanya bunyi napas
tambahan, dan karakter suara yang diucapkan atau dibisikan.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Ketidakefektifan Pola Napas
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
3. Gangguan Pertukaran Gas
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
. (NOC) (NIC)
1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan ..x.. Airway Management
Batasan Karakteristik : jam diharapkan mampu mempertahankan □ Buka jalan nafas menggunakan head tilt chin lift
□ Batuk yang tidak efektif kebersihan jalan nafas dengan kriteria : atau jaw thrust bila perlu
□ Dispnea NOC : □ Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
□ Gelisah Respiratory status : Airway Patency □ Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
□ Kesulitan verbalisasi □ Respirasi dalam batas normal nafas buatan (NPA, OPA, ETT, Ventilator)
□ Mata terbuka lebar □ Irama pernafasan teratur □ Lakukan fisioterpi dada jika perlu
□ Ortopnea □ Kedalaman pernafasan normal □ Bersihkan secret dengan suction bila diperlukan
□ Penurunan bunyi nafas □ Tidak ada akumulasi sputum □ Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
□ Perubahan frekuensi nafas □ Batuk berkurang/hilang tambahan
□ Perubahan pola nafas □ Kolaborasi pemberian oksigen
□ Sianosis □ Kolaborasi pemberian obat bronkodilator
□ Sputum dalam jumlah yang □ Monitor RR dan status oksigenasi (frekuensi,
berlebihan irama, kedalaman dan usaha dalam bernapas)
□ Suara nafas tambahan □ Anjurkan pasien untuk batuk efektif
□ Tidak ada batuk □ Berikan nebulizer jika diperlukan
Faktor yang berhubungan : Asthma Management
Lingkungan : □ Tentukan batas dasar respirasi sebagai
□ Perokok pembanding
□ Perokok pasif □ Bandingkan status sebelum dan selama dirawat di
□ Terpajan asap rumah sakit untuk mengetahui perubahan status
Obstruksi jalan nafas : pernapasan
□ Adanya jalan nafas buatan □ Monitor tanda dan gejala asma
□ Benda asing dalam jalan nafas □ Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan usaha
□ Eksudat dalam alveoli dalam bernapas
□ Hiperplasia pada dinding bronkus
□ Mukus berlebih
□ Penyakit paru obstruksi kronis
□ Sekresi yang tertahan
□ Spasme jalan nafas
Fisiologis :
□ Asma
□ Disfungsi neuromuskular
□ Infeksi
□ Jalan nafas alergik
2 Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan ..x.. NIC
Batasan Karakteristik : jam diharapkan pola nafas pasien teratur Oxygen Therapy
□ Bradipnea dengan kriteria : □ Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
□ Dispnea NOC : □ Pertahankan jalan nafas yang paten
□ Fase ekspirasi memanjang Respiratory status : Ventilation □ Siapkan peralatan oksigenasi
□ Ortopnea □ Respirasi dalam batas normal □ Monitor aliran oksigen
□ Penggunaan otot bantu pernafasan (dewasa: 16-20x/menit) □ Monitor respirasi dan status O2
□ Penggunaan posisi tiga titik □ Irama pernafasan teratur □ Pertahankan posisi pasien
□ Peningkatan diameter anterior- □ Kedalaman pernafasan normal □ Monitor volume aliran oksigen dan jenis canul
posterior □ Suara perkusi dada normal (sonor) yang digunakan.
□ Penurunan kapasitas vital □ Retraksi otot dada □ Monitor keefektifan terapi oksigen yang telah
□ Penurunan tekanan ekspirasi □ Tidak terdapat orthopnea diberikan
□ Penurunan tekanan inspirasi □ Taktil fremitus normal antara dada kiri □ Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
□ Penurunan ventilasi semenit dan dada kanan □ Monitor tingkat kecemasan pasien yang
□ Pernafasan bibir □ Ekspansi dada simetris kemungkinan diberikan terapi O2
□ Pernafasan cuping hidung □ Tidak terdapat akumulasi sputum
□ Pernafasan ekskursi dada □ Tidak terdapat penggunaan otot bantu
□ Pola nafas abnormal (mis., irama, napas
frekuensi, kedalaman)
□ Takipnea

Faktor yang berhubungan


□ Ansietas
□ Cedera medulaspinalis
□ Deformitas dinding dada
□ Deformitas tulang
□ Disfungsi neuromuskular
□ Gangguan muskuluskeletal
□ Gangguan Neurologis (misalnya :
elektroenselopalogram(EEG)
positif, trauma kepala, gangguan
kejang)
□ Hiperventilasi
□ Imaturitas neurologis
□ Keletihan
□ Keletihan otot pernafasan
□ Nyeri
□ Obesitas
□ Posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru
□ Sindrom hipoventilasi
3 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan ..x.. NIC
Batasan Karakteristik : jam diharapkan hasil AGD pasien dalam batas Acid Base Management
□ Diaforesis normal dengan kriteria hasil : □ Pertahankan kepatenan jalan nafas
□ Dispnea NOC: □ Posisikan pasien untuk mendapatkan ventilasi
□ Gangguan pengelihatan Respiratory status: Gas Exchange yang adekuat(mis., buka jalan nafas dan tinggikan
□ Gas darah arteri abnormal □ PaO2 dalam batas normal (80-100 kepala dari tempat tidur)
□ Gelisah mmHg) □ Monitor hemodinamika status (CVP & MAP)
□ Hiperkapnia □ PaCO2 dalam batas normal (35-45 □ Monitor kadar pH, PaO2, PaCO2, dan HCO3
□ Hipoksemia mmHg) darah melalui hasil AGD
□ Hipoksia □ pH normal (7,35-7,45) □ Catat adanya asidosis/alkalosis yang terjadi akibat
□ Iritabilitas □ SaO2 normal (95-100%) kompensasi metabolisme, respirasi atau keduanya
□ Konfusi □ Tidak ada sianosis atau tidak adanya kompensasi
□ Nafas cuping hidung □ Tidak ada penurunan kesadaran □ Monitor tanda-tanda gagal napas
□ Penurunan karbon dioksida □ Monitor status neurologis
□ pH arteri abnormal □ Monitor status pernapasan dan status oksigenasi
□ Pola pernafasan abnormal (mis., klien
kecepatan, irama, kedalaman) □ Atur intake cairan
□ Sakit kepala saat bangun □ Auskultasi bunyi napas dan adanya suara napas
□ Sianosis tambahan (ronchi, wheezing, krekels, dll)
□ Somnolen □ Kolaborasi pemberian nebulizer, jika diperlukan
□ Takikardia □ Kolaborasi pemberian oksigen, jika diperlukan.
□ Warna kulit abnormal (mis.,
pucat, kehitaman )
Faktor yang berhubungan :
□ Ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi
□ Perubahan membran alveolar-
kapiler
DAFTAR PUSTAKA

North American Nursing Diagnosis Association (NANDA). 2010. Diagnosis

Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC.

Potter, Perry. 2006. Fundamental Keperawatan Volume 2. Jakarta :EGC.

Brunner & Suddart (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Kebutuhan Dasar Munusia ( Oksigenasi

).Yogyakarta : Graha Ilmu

Syaifuddin.2011. Anatomi Fisiologi. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC

You might also like