You are on page 1of 12

DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul Depan ............................................................................. ........ i
kata pengantar ......................................................................................... ........ ii
daftar isi .................................................................................................. ........ iii
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan ............................................................................... ........ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi .................................................................................. ........ 5
2.2 Klasifikasi ............................................................................. ........ 5
2.3 Epidemiologi ........................................................................ ........ 6
2.4 Etiologi ................................................................................. ........ 6
2.5 Patofisioligi .......................................................................... ........ 7
2.6 Gejala Klinis ......................................................................... ........ 7
2.7 Diagnosis .............................................................................. ........ 8
2.8 Pemeriksaan Penunjang ........................................................ ........ 10
2.9 Penatalaksanaan .................................................................... ........ 10
2.10 Komplikasi ......................................................................... ........ 11
2.11 Diagnosis Banding ............................................................. ........ 11
2.12 Prognosis ............................................................................. ........ 11

BAB III KESIMPULAN


Kesimpulan .................................................................................. ........ 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. ........ 13

1
BAB I
PENDAHULUAN

Sindrom Guillain-Barre adalah penyakit autoimun yang menimbulkan


peradangan dan kerusakan myelin (material lemak, terdiri dari lemak dan protein
yang membentuk selubung pelindung di sekitar beberapa jenis serat saraf perifer).
Gejala dari penyakit ini mula-mula adalah kelemahan dan mati rasa di kaki yang
dengan cepat menyebar menimbulkan kelumpuhan. Penyakit ini perlu penanganan
segera dengan tepat, karena dengan penanganan cepat dan tepat, sebagian besar
sembuh sempurna.6

Guillain-Barre mungkin dipicu oleh Paling sering, infeksi dengan


campylobacter, jenis bakteri yang sering ditemukan dalam makanan matang,
khususnya unggas, Virus Epstein-Barr, Penyakit Hodgkin, Mononucleosis, HIV,
virus penyebab AIDS, Jarang, rabies atau imunisasi influenza.2

Manifestasi klinis utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris
tipe lower motor neuron dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga
muka. Penyakit ini merupakan penyakit dimana sistem imunitas tubuh menyerang
sel saraf. Kelumpuhan dimulai pada bagian distal ekstremitas bawah dan dapat naik
ke arah kranial (Ascending Paralysis) dengan karakteristik adanya kelemahan
arefleksia yang bersifat progresif dan perubahan sensasi sensorik. Gejala sensorik
muncul setelah adanya kelemahan motoric. 95 % pasien dengan GBS dapat
bertahan hidup dengan 75 % diantaranya sembuh total. Kelemahan ringan atau
gejala sisa seperti dropfoot dan postural tremor masih mungkin terjadi pada
sebagian pasien. Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian , pada 5 % pasien,
yang disebabkan oleh gagal napas dan aritmia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Syndrome Guillain Barre


Syndrome Guillain-Barre adalah penyakit autoimun yang menimbulkan
peradangan dan kerusakan myelin (material lemak, terdiri dari lemak dan protein yang
membentuk selubung pelindung di sekitar beberapa jenis serat saraf perifer). Gejala dari
penyakit ini mula-mula adalah kelemahan dan mati rasa di kaki yang dengan cepat
menyebar menimbulkan kelumpuhan. Penyakit ini perlu penanganan segera dengan
tepat, karena dengan penanganan cepat dan tepat, sebagian besar sembuh sempurna.

2.2 Klasifikasi

Berikut terdapat klasifikasi dari SGB, yaitu: 4,6,7

a. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)


Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf
sensorik dan motorik yang berat dengan sedikit demielinisasi.

b. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)


Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody
gangliosid meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki
gejala klinis motorik dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan
asending dan paralysis simetris.

c. Miller Fisher Syndrome


Sindroma ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia
terlihat pada gaya jalan dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas.
Motorik biasanya tidak terkena. Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan minggu
atau bulan

d. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)


Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih dominant dan kelemahan otot
lebih berat pada bagian distal.

3
e. Acute pandysautonomia
Tanpa sensorik dan motorik merupakan merupakan tipe GBS yang jarang
terjadi.

2.3 Epidemiologi

Guillain-Barré Syndrome merupakan penyakit neurologi yang cukup jarang,


angka insidensi GBS dari 2 penelitian epidemiologi terdahulu dapat dilihat pada
penelitian yang dilakukan Ress, dkk (1998) dengan metode dan subyek yaitu
prospektif 1 tahun, 97 pasien didiagnosa GBS dimana angka insiden per 100.000
penduduk adalah 1,2 dan peneltian yang dilakukan Casmiro dkk (1998) dengan
metode dan subyek yaitu prospektif studi 2 tahun, 87 pasien didiagnosa GBS,
dimana angka insiden per 100.000 penduduk adalah 1,1.

Penelitian yang dilakukan oleh Ress, dkk (1998) menunjukkan bahwa rasio
laki-laki dan perempuan adalah 0.8/1. Rata-rata umur (SD) adalah 47.7 tahun (19.5)
dan berkisar antara 5 sampai 85 tahun. Sementara penelitian Casmiro, dkk (1998)
menunjukkan bahwa puncak insidensi adalah pada usia 60-69 tahun dengan angka
insidensi 2,34/100.000 penduduk. Data di Indonesia mengenai gambaran
epidemiologi belum banyak. Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi
terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II,III (dibawah usia 35 tahun) dengan
jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama. Sedangkan penelitian di
Bandung menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia
rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana terjadi
pergantian musim hujan dan kemarau.

2.4 Etiologi

Ada yang menyebutkan kerusakan tersebut disebabkan oleh penyakit


autoimun. Pada sebagian besar kasus, GBS didahului oleh infeksi yang disebabkan
oleh virus, yaitu Epstein-Barr virus, coxsackievirus, influenzavirus, echovirus,
cytomegalovirus, hepatitis virus, dan HIV. Selain virus, penyakit ini juga didahului
oleh infeksi yang disebabkan oleh bakteri seperti Campylobacter Jejuni pada
enteritis, Mycoplasma pneumoniae, Spirochaeta , Salmonella, Legionella dan ,
Mycobacterium Tuberculosa. Vaksinasi. Infeksi ini biasanya terjadi 2 – 4 minggu
sebelum timbul GBS.

4
2.5 Patofisiologi

Infeksi , baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain
memasuki sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen tersebut
mengaktivasi sel limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan limfosit
B dan memproduksi autoantibodi spesifik. Ada beberapa teori mengenai pembentukan
autoantibodi , yang pertama adalah virus dan bakteri mengubah susunan sel sel saraf
sehingga sistem imun tubuh mengenalinya sebagai benda asing. Teori yang kedua
mengatakan bahwa infeksi tersebut menyebabkan kemampuan sistem imun untuk
mengenali dirinya sendiri berkurang. Autoantibodi ini yang kemudian menyebabkan
destruksi myelin bahkan kadang kadang juga dapat terjadi destruksi pada axon.
Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak dapat mengirimkan
signal secara efisien, sehingga otot kehilangan kemampuannya untuk merespon
perintah dari otak dan otak menerima lebih sedikit impuls sensoris dari seluruh bagian
tubuh.

2.6 Gejala Klinis

GBS merupakan penyebab paralisa akut yang dimulai dengan rasa baal,
parestesia pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisa ke empat
ekstremitas yang bersifat asendens. Parestesia ini biasanya bersifat bilateral. Refleks
fisiologis akan menurun dan kemudian menghilang sama sekali. Kerusakan saraf
motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan menyebar secara progresif ,
dalam hitungan jam, hari maupun minggu, ke ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat.
Kerusakan saraf motoris ini bervariasi mulai dari kelemahan sampai pada yang
menimbulkan quadriplegia flaccid.

1. Kelemahan otot yang simetris (tanda neurologi utama) dan muncul pertama-

tama pada tungkai (tipe asenden) yang kemudian meluas ke lengan serta

mengenai nervus fasialis dalam 24 hingga 72 jam akibat terganggunya transmisi

impuls melalui radiks saraf anterior

2. Kelemahan otot yang pertama-tama terasa pada lengan (tipe descenden) atau

terjadi sekaligus pada lengan dan tungkai akibat terganggunya transmisi impuls

melalui radiks syaraf anterior.

5
3. Tidak terdapat kelemahan otot atau hanya mengenai nervus fasialis (pada

bentuk yang ringan).

4. Parestesia yang kadang-kadang mendahului kelemahan otot, tetapi akan

menghilang dengan cepat; keluhan ini terjadi karena terganggunya transmisi

impuls melalui radiks syaraf dorsalis.

5. Diplegia yang mungkin disertai oftalmoplegia (paralisis okuler) akibat

terganggunya transmisi impuls melalui radiks saraf motorik dan terkenanya

nervus kranialis III,IV, serta VI.

6. Disfagia atau Disartria dan yang lebih jarang terjadi, kelemahan otot yang

dipersarafi nervus kranialis XI (nervus aksesorius spinalis)

7. Hipotonia dan arefleksia akibat terganggunya lengkung refleks.

Penegakan diagnosa SGB, yaitu secara klinis, berbagai pemeriksaan penunjang

lain (LP, seroimunologi, dan neurofisiologi) yang dapat membantu dalam

penegakan diagnosa.

2.7 Diagnosis

Diagnosis GSB berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis yang spesifik,


disosiasi sito albuminik dan kelainan elektrofisiologis (EMG). Kriteria klinik yang
dipakai secara luas dalam diagnosa SGB adalah kriteria Asbury, yaitu sebagai
berikut :

Kriteria Diagnosis

a. Kriteria yang harus ada

1. Kelemahan progresif lebih dari 1 anggota gerak

2. Hiporefleksia atau arefleksia

b. Menunjang diagnosa

6
1. Progresivitas sampai 4 minggu

2. Relatif simetris

3. Gangguan sensoris ringan

4. Katerlibatan saraf kranial (paling sering N VII)

5. Perbaikan dalam 4 minggu

6. Disfungsi autonom ringan


7. Tanpa demam

8. Protein LCS meningkat setelah 1 minggu

9. Leukosit LCS <10/mm3

10. Pelambatan hantar saraf

c. Meragukan diagnosa

1. Asimetris

2. Disfungsi BAB dan BAK

3. Leukosit LCS >50mm2

4. Gangguan sensoris berbatas nyata

d. Mengeklusikan diagnose

1. Gangguan sensoris saja

2. Terdiagnosa sebagai polineuropati

7
2.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran Laboratorium yang paling menonjol adalah peninggian kadar
protein dalam cairan otak > 0,5 mg % Tanpa diikuti peningkatan jumlah sel, Hal
ini disebut disosiasi sitoalbuminik. Peninggian kadar protein dalam cairan otak
dimulai pada minggu 1-2 dari onset penyakit, dan mencapai puncaknya setelah

3-6 minggu. Jumlah sel mononuklear kurang dari 10 sel/mm3. Walaupun

demikian pada sebagian kecil penderita tidak ditemukan peningkatan jumlah


protein dalam sel. Imunoglobulin bisa meningkat, bisa timbul hiponatremi pada
beberapa penderita yang disebabkan oleh SIADH.

2. Pemeriksaan Elektromiografi
Gambaran penderita GBS antara lain 1) Kecepatan hantaran saraf
motorik dan sensorik melambat, 2) Distal motor latensi memanjang, 3)
Kecepatan hantaran gelombang F melambat, menunjukkan perlambatan pada
segmen proksimal dan radiks saraf..

2.8 Penatalaksanaan

Penanganan yang pertama bersifat supportif meliputi intubasi endotrakea atau


trakeotomi jika gangguan pada otot-otot pernapasan membuat pasien sulit
mengeluarkan dahak.

Kaji dan atasi disfungsi pernafasan. Jika otot pernapasan melemah, lakukan
perekaman kapasitas vitas secara serial. Gunakan respirometer dengan mouthpiece
atau masker untuk bedside testing. Lakukan pemeriksaan gas darah arteri. Karena
penyakit neuromuskular menimbulkan hipoventilasi disertai hipoksemia dan

hiperkapnia, awasi tekanan parsial oksigen arterial (PaO2) yang bila berada

dibawah 70 mmHg menandakan gagal napas. Pilihan terapi farmakologi yang


direkomendasikan adalah sebagai berikut.

Pertukaran plasma (plasma exchange) bermanfaat bila dikerjakan dalam


waktu 3 minggu pertama dari onset penyakit. Jumlah plasma yang dikeluarkan per
exchange adalah 40-50 ml/Kg. Dalam waktu 7-14 hari, dilakukan 3-5 kali plasma
exchange.

8
Pengobatan dengan menggunakan imunoglubulin dapat bermanfaat untuk
GBS. Dosis imunoglobulin 0,4 gr/kg selama lima hari.

Pemakaian kortikosteroid pada GBS masih diragukan manfaatnya, namun


ada yang berpendapat bahwa pemakaian kortikosteroid pada fase dini mungkin
bermanfaat.

Penggunaan terapi imunoglobulin (Ig) relatif lebih sederhana dan lebih


mudah dibandingkan dengan plasma exchange. Kajian yang dilakukan oleh Bril,
dkk (1999) menunjukkan bahwa penggunaan terapi Ig pada pasien SGB sama
efektifnya dengan plasmaparesis, apabila terapi diberikan dalam 2 minggu pasca
onset penyakit. Persatuan dokter spesialis saraf di Inggris.

2.9 Komplikasi

Komplikasi dari sindrom Guillan-Barre dapat termasuk kesulitan bernapas


mati rasa atau sensasi lainnya seperti retensi urin, nefropati pada anak, hipo atau
hipertensi, tromboemboli, pneumonia.

2.10 Diagnosis Banding

 Hypokalemia
 Mystemia Gravis

2.11 Prognosis
Prognosis baik, meskipun 20% menderita cacat, 5% meninggal dan lebih baik
lagi jika penanganan cepat pada anak-anak.

9
BAB III

KESIMPULAN

Sindrom Guillain-Barre (poliradikuloneuropati demielinasi inflamatorik akut)


merupakan paralisis asendens yang dapat membawa kematian dan disertai dengan
kelemahan yang dimulai pada ekstremitas distal tapi kemudian dengan cepat menjalar
ke otot-otor proksimal. Terjadi demielinasi segmental dan sel-sel inflamasi kronik
yang mengenai radiks saraf serta saraf perifer. Penyebab GBS sampai saat ini belum
diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok penyakit autoimun akibat suatu
infeksi atau keadaan tertentu yang mendahuluinya. Gejala dini yang biasanya
dirasakan adalah kelemahan otot yang simetris (tanda neurologi utama), parestesia
pada kaki dan tangan dengan kelemahan dari lengan. Paralisis dari tungkai dahulu dan
kemudian disusul dengan kelemahan dari lengan. Paralisis dari tungkai dan lengan itu
memperlihatkan tanda-tanda LMN. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan eletromiografi. Pada umumnya pengobatan GBS
meliputi plasma exchange, Imunoglonulin, dan pemakaian kortikosteroid. Pemakaian
kortikosteroid masihdiragukan manfaatnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ganong William F, Stephen J Mcphee. Patofisiologi Penyakit : Pengantar


Menuju Kedokteran Klinis edisi 5. Penerbit EGC, Jakarta, 2007.

P. Kowalak Jennifer, William Wels, dkk. Guillan-Barre Sindrome dalam


Professional Guide To Pathophysiology. Penerbit EGC, Jakarta, 2011.

Pinzon Rizaldy. Sindrom Guillan-Barre : Kajian Pustaka. Jurnal


Kedokteran: Dexa Medica, Jakarta, 2007.

Robbins, Cotran. Penyakit saraf perifer dalam Dasar Patologis Penyakit.


Penerbit EGC, Jakarta, 2010.

Kumar Penyakit Sistem saraf perifer dalam Buku Ajar Patologi Robbins
Edisi 7. Penerbit EGC, Jakarta, 2007.

Sherwood Laurale. Fisiologi Neuron dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke


sistem. Penerbit EGC, Jakarta 2010.

Mahar Mardjono. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta,


2009.

11
12

You might also like