Professional Documents
Culture Documents
Halaman
Halaman Judul Depan ............................................................................. ........ i
kata pengantar ......................................................................................... ........ ii
daftar isi .................................................................................................. ........ iii
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan ............................................................................... ........ 4
1
BAB I
PENDAHULUAN
Manifestasi klinis utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris
tipe lower motor neuron dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga
muka. Penyakit ini merupakan penyakit dimana sistem imunitas tubuh menyerang
sel saraf. Kelumpuhan dimulai pada bagian distal ekstremitas bawah dan dapat naik
ke arah kranial (Ascending Paralysis) dengan karakteristik adanya kelemahan
arefleksia yang bersifat progresif dan perubahan sensasi sensorik. Gejala sensorik
muncul setelah adanya kelemahan motoric. 95 % pasien dengan GBS dapat
bertahan hidup dengan 75 % diantaranya sembuh total. Kelemahan ringan atau
gejala sisa seperti dropfoot dan postural tremor masih mungkin terjadi pada
sebagian pasien. Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian , pada 5 % pasien,
yang disebabkan oleh gagal napas dan aritmia.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Klasifikasi
3
e. Acute pandysautonomia
Tanpa sensorik dan motorik merupakan merupakan tipe GBS yang jarang
terjadi.
2.3 Epidemiologi
Penelitian yang dilakukan oleh Ress, dkk (1998) menunjukkan bahwa rasio
laki-laki dan perempuan adalah 0.8/1. Rata-rata umur (SD) adalah 47.7 tahun (19.5)
dan berkisar antara 5 sampai 85 tahun. Sementara penelitian Casmiro, dkk (1998)
menunjukkan bahwa puncak insidensi adalah pada usia 60-69 tahun dengan angka
insidensi 2,34/100.000 penduduk. Data di Indonesia mengenai gambaran
epidemiologi belum banyak. Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi
terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II,III (dibawah usia 35 tahun) dengan
jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama. Sedangkan penelitian di
Bandung menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia
rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana terjadi
pergantian musim hujan dan kemarau.
2.4 Etiologi
4
2.5 Patofisiologi
Infeksi , baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain
memasuki sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen tersebut
mengaktivasi sel limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan limfosit
B dan memproduksi autoantibodi spesifik. Ada beberapa teori mengenai pembentukan
autoantibodi , yang pertama adalah virus dan bakteri mengubah susunan sel sel saraf
sehingga sistem imun tubuh mengenalinya sebagai benda asing. Teori yang kedua
mengatakan bahwa infeksi tersebut menyebabkan kemampuan sistem imun untuk
mengenali dirinya sendiri berkurang. Autoantibodi ini yang kemudian menyebabkan
destruksi myelin bahkan kadang kadang juga dapat terjadi destruksi pada axon.
Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak dapat mengirimkan
signal secara efisien, sehingga otot kehilangan kemampuannya untuk merespon
perintah dari otak dan otak menerima lebih sedikit impuls sensoris dari seluruh bagian
tubuh.
GBS merupakan penyebab paralisa akut yang dimulai dengan rasa baal,
parestesia pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisa ke empat
ekstremitas yang bersifat asendens. Parestesia ini biasanya bersifat bilateral. Refleks
fisiologis akan menurun dan kemudian menghilang sama sekali. Kerusakan saraf
motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan menyebar secara progresif ,
dalam hitungan jam, hari maupun minggu, ke ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat.
Kerusakan saraf motoris ini bervariasi mulai dari kelemahan sampai pada yang
menimbulkan quadriplegia flaccid.
1. Kelemahan otot yang simetris (tanda neurologi utama) dan muncul pertama-
tama pada tungkai (tipe asenden) yang kemudian meluas ke lengan serta
2. Kelemahan otot yang pertama-tama terasa pada lengan (tipe descenden) atau
terjadi sekaligus pada lengan dan tungkai akibat terganggunya transmisi impuls
5
3. Tidak terdapat kelemahan otot atau hanya mengenai nervus fasialis (pada
6. Disfagia atau Disartria dan yang lebih jarang terjadi, kelemahan otot yang
penegakan diagnosa.
2.7 Diagnosis
Kriteria Diagnosis
b. Menunjang diagnosa
6
1. Progresivitas sampai 4 minggu
2. Relatif simetris
c. Meragukan diagnosa
1. Asimetris
d. Mengeklusikan diagnose
7
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran Laboratorium yang paling menonjol adalah peninggian kadar
protein dalam cairan otak > 0,5 mg % Tanpa diikuti peningkatan jumlah sel, Hal
ini disebut disosiasi sitoalbuminik. Peninggian kadar protein dalam cairan otak
dimulai pada minggu 1-2 dari onset penyakit, dan mencapai puncaknya setelah
2. Pemeriksaan Elektromiografi
Gambaran penderita GBS antara lain 1) Kecepatan hantaran saraf
motorik dan sensorik melambat, 2) Distal motor latensi memanjang, 3)
Kecepatan hantaran gelombang F melambat, menunjukkan perlambatan pada
segmen proksimal dan radiks saraf..
2.8 Penatalaksanaan
Kaji dan atasi disfungsi pernafasan. Jika otot pernapasan melemah, lakukan
perekaman kapasitas vitas secara serial. Gunakan respirometer dengan mouthpiece
atau masker untuk bedside testing. Lakukan pemeriksaan gas darah arteri. Karena
penyakit neuromuskular menimbulkan hipoventilasi disertai hipoksemia dan
hiperkapnia, awasi tekanan parsial oksigen arterial (PaO2) yang bila berada
8
Pengobatan dengan menggunakan imunoglubulin dapat bermanfaat untuk
GBS. Dosis imunoglobulin 0,4 gr/kg selama lima hari.
2.9 Komplikasi
Hypokalemia
Mystemia Gravis
2.11 Prognosis
Prognosis baik, meskipun 20% menderita cacat, 5% meninggal dan lebih baik
lagi jika penanganan cepat pada anak-anak.
9
BAB III
KESIMPULAN
10
DAFTAR PUSTAKA
Kumar Penyakit Sistem saraf perifer dalam Buku Ajar Patologi Robbins
Edisi 7. Penerbit EGC, Jakarta, 2007.
11
12