Professional Documents
Culture Documents
Abstrak
Menginterpetasikan gangguan asam basa dengan pendekatan fisikokimia Stewart
memungkinkan penyebab kelainan tersebut ditemukan. Metode ini didasarkan pada tiga
variabel independen: SID (Strong Ion Difference), terutama natrium dan klorida; konsentrasi
asam lemah - Atot, terutama Albumin dan fosfat; dan tekanan karbon dioksida - pCO2. Tiga
variabel independen ini bertanggung jawab atas perubahan disosiasi air dan perubahan
konsentrasi H+ dan, oleh karenanya tejadi perubahan nilai pH serum.
Nilai SID cairan yang di berikan pada pasien bertanggung jawab untuk perubahan dari nilai
serum SID dan karena itu menyebabkan perubahan status asam basa pasien tersebut. Selama
infus cairan diberikan, nilai SID serum berubah mendekati nilai SID dari cairan tersebut; dilain
pihak, cairan infus tersebut menyebabkan penurunan konsentrasi Atot. Untuk menghindari
gangguan asam basa yang diakibatkan oleh pemberian cairan, nilai SID cairan yang akan
diberikan harus lebih besar dari 0 dan lebih rendah dari SID serum. Berdasar hal tersebut
disarankan cairan yang diberikan mempunyai nilai SID semirip mungkin dengan konsentrasi
serum HCO3 yang sebenarnya. Mengetahui nilai SID dari cairan yang diberikan dan
konsentrasi serum HCO3 kita dapat menduga perubahan dari serum PH setelah diberikan infus
cairan. Pemberian cairan dengan SID lebih besar dari konsentrasi HCO3 menyebabkan pH
meningkat ke arah alkalosis. Begitu juga sebaliknya, pemberian cairan dengan SID lebih
rendah dari konsentrasi HCO3 menyebabkan pH turun ke arah asidosis. Hal ini nampaknya
pengetahuan tentang konsentrasi elektrolit dan nilai SID dari cairan yang diberikan merupakan
factor yang penting sehubungan dengan gangguan asam basa.
Untuk menyederhanakan permasalahan yang didiskusikan, pada bagian lanjut dari artikel
ini, ion H3O+ akan dituliskan sebagai H+.
Sebuah elemen penting adalah konstanta disosiasi air – K'w, yang tergantung pada,
kekuatan ionic dari suatu larutan ditambah suhu dan sama dengan10-14Eq L-1.
H+ x OH- = K'w = 10-14Eq L-1
Larutan yang bersifat asam mengandung ion H+ lebih banyak sedangkan basa
mengandung ion OH- lebih banyak.
Cairan asam [H+] > √K’w > [OH-]
Larutan basa [OH-] > √K’w > [H+]
Esensi dari pendekatan Stewart dapat dijelaskan dengan diagram yang disederhanakan.
Gambar 1 menujukan secara skematis larutan sodium klorida (NaCl), yang netral dimana
jumlah ion H+ dan OH- adalah sama (10-7 Eq/L) (Gambar 1A). Ketika ion Na+ ditambahkan
(Gambar 1B), larutan menjadi basa, dimana lebih banyak ion OH- yang muncul, menurut
hukum electroneutrality. Dengan menambahkan kation Na+, kutub positif meningkat; oleh
karena itu, kutub negatif (anion, dalam hal ini OH-) harus dibentuk untuk mencapai
ekuilibrium. Akan tetapi, ketika Na+ diberikan dengan anion, seperti NaOH, ion OH- dalam
larutan air yang diberikan bersama Na+ bereaksi dengan H+, dimana mengurangi jumlah
konsentrasi H+ dan ion OH- melebihi jumlah ion H+. Secara klinis, situasi tersebut bisa diamati
ketika pasien diberikan larutan bikarbonat, NaHCO3 untuk memperbaiki asidosis metabolik.
Kita harus sadar bahwa alkalisasi plasma setelah pemberian NaHCO3 disebabkan oleh suplai
ion Na+ bukan HCO3-. Bikarbonat merupakan ion yang menyertai. HCO3- akan bereaksi dengan
H+ yang yang membentuk H2O + CO2.CO2 yang harus dieksresikan dengan cepat; sebaliknya,
hal tersebut akan berakumulasi dan berdifusi ke sel. Efek alkalisasi yang sama dapat terjadi
pada pemberian sodium asetat atau sodium sitrat. NaHCO3 secara de facto merupakan NaOH
yang jenuh dengan CO2.
Gambar 1. Efek penambahan 1 mEq Na+ (B) dan 1 mEq Cl- (C) pada disosiasi air.
Saat lebih banyak ion Cl- ditambahkan (gambar 1C), cairannya akan menjadi asam,
seperti menurut hukum dari elektronetralitas, lebih banyak ion H+ akan muncul. Keadaan
serupa disebabkan oleh diberikannya HCl dan perubahannya mirip seperti yang digambarkan
pada gambar 1B.
Stewart menggambarkan tiga variabel bebas secara matematis yang meregulasi seluruh
keseimbangan asam-basa:
1. pCO2 sama seperti metode H-H, karbon dioksida yang bertanggung jawab
sebagai penyebab pada penyakit respirasi.
2. Strong Ion Difference (SID), dengan ion Na dan Cl sebagai faktor utama yang
mempengaruhi, diikuti ion K, Mg, Ca dan laktat.
3. Asam lemah Atot, kebanyakan albumin dan fosfat pada kedua bentuk tidak
terikat (A-) maupun bentuk terikat (AH). Ion kuat adalah ion yang tidak terikat
secara komplit.
Perubahan pada pH plasma tidak diakibatkan oleh penambahan atau eliminasi dari ion
H+ bebas tetapi oleh perubahan pada variabel bebas yang telah disebut diatas. Hanya perubahan
pada satu atau lebih variabel bebas yang merubah ikatan pada air yang mengganti konsentrasi
H+ dan pH. Pada plasma (gambar 2), kation kuat, terutama Na+, mengalahkan jumlah anion
kuat, terutama Cl-. Selisih perbedaanya disebut strong ion difference (SID). Sebagai tempat
dengan muatan elektrik, SID diekspresikan dalam mEq/L. SID yang dihitung dari selisih
perbedaan pada konsentrasi ion kuat disebut apparent SID (SIDa). Dalam kondisi fisiologis,
nilai normalnya sekitar 40 mEq/L. karena SIDa positif, harus di seimbangkan oleh muatan
negatif. Muatan negatif yang mengisi tempatnya dibentuk oleh asam lemah – Atot dan anion
HCO3-. SID Dihitung dari penjumlahan Atot dan konsentrasi HCO3- disebut SID efektif (SIDe).
Secara fisiologis SIDa = SIDe, jika anion tambahan hanya Atot dan HCO3- disamping Cl-.
Ketika SIDa ≠ SIDe (sebenarnya ketika SIDa> SIDe) muncul anion yang tidak diidentifikasi
yaitu XA-. Dalam kasus seperti itu, XA- mengisi ruang dengan mengorbankan SIDe dan kondisi
seperti ini disebut sebagai Strong Ion Gap (SIG) [3,4]. XA- adalah anion dari asam organik dan
inorganic yang terbentuk karena ada gangguan metabolik, yang akan bertambah pada pasien
sepsis berat, gangguan hemodinamik atau penurunan perfusi jaringan pada level
microsirkulasi. Termasuk pembentukan laktat pada pasien shock, keton asidosis – yang
disebabkan keton bodies seperti acetoacetate, β-hydroxybutyrate atau turunan menengah dari
siklus krebs — sulfat,malat,asetat,sitrat dan hipurat terbentuk selama gangguan ginjal. Asidosis
yang disebabkan hal – hal diatas disebut SIG-acidosis [3,4]. Perlu diingat bahwa pada larutan
encer pada tubuh (termasuk plasma dan cairan ekstraseluler) ion H+ dan OH- selalu ada
sekalipun konsentrasinya sangat sedikit sehingga tidak terlihat pada pemeriksaan.
Gambar 2. Variabel bebas menurut pendekatan Stewart
Berdasarkan aturan yang telah dijelaskan, regulasi dari ABB di mediasi oleh interaksi
dari tiga variabel (SID, Atot, pCO2) dan efek dari ketiga variabel tersebut pada disosiasi air.
Hukum electroneutrality menyatakan bahwa penjumlahan dari kation dan anion harus
seimbang :
[Na+] + [K+] + [Mg2+] + [Ca2+] + [H+] = [Cl-] + [lactates] + [HCO3-] + [albumin-] +
[PO42-] + [OH-]
Menggunakan rumus berikut:
SID = [Na+] + [K+] + [Mg2 +] + [Ca2+] – [Cl-] – [lactates]
Atot = [albumin-] + [PO42-]
Rumusnya berubah menjadi :
SID + H+ – Atot – HCO3- – OH- = 0.
Gangguan Asam-Basa berdasarkan Stewart
Dari sudut electrochemical, SID berperan secara signifikan pada disosiasi air (gambar 3):
Gambar 3. Efek dari perubahan SID dan Atot pada keseimbangan asam-basa (penjelasan di
teks)
1. Penurunan SID seperti pada peningkatan konsentrasi Cl- (paling sering) atau penurunan
konsentrasi Na+ (konsentrasi anion lebih tinggi) peningkatan disosiasi air; dalam
kesesuaiannya dengan hukum electroneutrality, lebih banyak H+ dibandingkan OH- akan
menyebabkan asidosis metabolic;
2. Peningkatan SID, seperti dalam hipernatremia setelah pemberian NaHCO3 atau dalam
hipocloremik pada pasien dengan muntah yang berlebihan, retensi dan kehilangan
volume gastric dalam jumlah yang besar atau yang mendapat terapi loop diuretic,
menyebabkan tingginya jumlah ion OH- dan berkembang menjadi alkalosis metabolic.
Efek yang berlawanan disebabkan oleh asam lemah – Atot;
1. Peningkatan konsentrasi Atot menyebabkan asidosis, yang dapat diobservasi pada renal
injury ketika asidosis ditimbulkan oleh hiperfosfatemia dalam 30% kasus;
2. Penurunan konsentrasi Atot menyebabkan efek yang berlawanan; seperti pada pasien
yang diobservasi di ICU. Lebih 90% dari mereka memiliki hipoalbuminemia dan
alkalosis metabolic. Selain itu Standard Base Excess (SBE) sering terdetaksi pada
mereka, yang diakibatkan oleh deficit albumin seperti yang disebutkan di awal, dan oleh
hal-hal yang lain [5].
Setelah eliminasi dari ion H+, OH- yang secara kuantitaif tidak relevan, rumus diatas
dapat disederhanakan menjadi:
Apa arti penting dari rumus di atas? Jika SID menjadi lebih rendah karena peningkatan
konsentrasi Cl (setelah infus NaCl 0,9%) dan/atau Atot meningkat (misalnya karena
peningkatan konsentrasi fosfat dalam kasus-kasus gangguan ginjal), perbedaan antara SID dan
Atot akan menurun, yang akan mengurangi konsentrasi HCO3-.
Sebaliknya, jika SID menjadi lebih tinggi, misalnya pada hipernatremia setelah
pemberian terapi NaHCO3 atau hipochloraemia selama muntah dan/atau konsentrasi Atot
menjadi lebih rendah (pada hipoalbuminemia), konsentrasi HCO3- akan meningkat. Dengan
kata lain, konsentrasi HCO3- berubah tergantung pada perubahan utama dalam variabel
independen, yaitu SID dan Atot. Dengan demikian, konsep yang melibatkan berkurangnya
konsentrasi (dilusi) dari HCO3- dalam plasma merupakan penyebab asidosis pasca pemberian
cairan infus adalah tidak benar; HCO3- adalah variable yang tergantung pada SID dan Atot.
Pemberian cairan
Dalam praktek sehari-hari, penyediaan cairan untuk pasien memicu infus terbatas di
mana A- masih ada tetapi selama pemberian cairan, konsentrasi darah mereka menurun. Untuk
mencegah gangguan asam basa, keseimbangan antara reduksi SID dan reduksi plasma A- harus
dipertahankan. Beberapa studi sudah mengkonfirmasi bahwa ketika cairan dengan SD 24
mEq/L digunakan, nilai SBE dipertahankan pada tingkat yang tepat. Pemberian cairan dengan
SID < 24 mEq/L, yang lebih rendah daripada konsentarasi plasma HCO3, mengakibatkan
asidosis metabolik, dan sebaliknya, pemberian cairan dengan SID > 24, seperti yang lebih
tinggi dari konsentrasi plasma HCO3-, menginduksi alkalosis metabolik. Prinsip-prinsip di atas
digunakan untuk menyiapkan komposisi dari cairan intravena (9-11).
Akan tetapi, masih ada masalah yang lain yang harus dihadapi: bagaimana mencapai
SID cairan 24 mEq/L. Cara paling sederhana adalah menggantikan 24 mEq anion Cl- dari solusi
NaCl 0,9% dengan anion-anion yang lain. Tabel 1 menunjukkan solusi yang seimbang – SID
= 24 mEq/L. Anion Cl- secara bergantian akan digantikan dengan anion OH- (solusi 1) dan
anion HCO3- (solusi 3). Ketika solusi-solusi tersebut disimpan dalam botol plastik, yang
merupakan praktek rutin, mereka akan menjadi solusi 2 karena keseimbangan permanen dari
konsentrasi dengan atmosfer CO2.
Larutan No 1 No 2 No 3 No 4
Na 140 140 140 140
Cl 116 116 116 114
HCO3 19.2 24
CO3 4.8
OH 24
Laktat 26
pCO2 0 0.3 760 0.3
pH 12.4 9.35 6.04 6.49
SID 24 24 24 24
Coba kita lihat nilai pH. Larutan 1 punya pH yang amat tinggi >12, yang tidak bisa
diterima bila kita bermaksud untuk memberikan sejumlah besar volume cairan dan
menggunakan tingkat aliran yang tinggi. Namun, saat larutan 3 menjadi larutan 2, pHnya akan
meningkat >9. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, nilai pH larutan tidak memengaruhi
keseimbangan asam-basa namun bisa berbahaya bagi endothelium vaskuler dan menyebabkan
necrosis jaringan. Infus setiap dari tiga larutan yang dijelaskan di atas akan menghasilkan efek
yang sama pada keseimbangan asam basa karena semuanya punya nilai SID yang sama,
sebagai contoh salah satu variabel independen [5].
Untuk mengeliminasi efek merugikan pada pembuluh darah dan masalah penyetaraan
dengan CO2 atmosfer dan hilangnya CO2, ion Cl- digantikan oleh anion-anion organik, seperti
laktat, malat, glukonat, sitrat, atau lainnya (Gamar 6). Larutan 4 (Tabel 1) merupakan sebuah
contoh dari pendekatan seperti itu di mana anion Cl-1 diganti dengan laktat. SID in vitro dari
larutan ini masih 0; SID = 24 (SID efektif) akan nampak biila setelah pemberian cairan laktat
telah dimetabolisme dengan cepat. Di bawah kondisi fisiologis, laktat dimetabolisme sejumlah
100 mmol h-1, yang setara dengan infus cairan tersebut sebanyak 4000 mL h-1. Bila pasien
menderita gagal hati dan laktat belum dieliminasi, cairan itu akan punya SID mendekati nol
dan pemberian infusnya akan berujung pada terjadinya asidosis laktat [12].
Berdasarkan baseline, konsentrasi pre-infus dari HCO3- dalam plasma pasien dan SID
cairan (kristaloid, koloid), kita bisa memprediksikan arah perubahan pH darah selama
pemberian cairan :
- bergeser ke asidosis yang lebih berat bila SID cairan yang diinfuskan lebih rendah dari
konsentrasi HCO3- plasma
- bergeser ke sisi basa bila SID cairan yang diberikan lebih tinggi daripada konsentrasi
HCO3- plasma.
Cairan yang sama yang diinfuskan dengan SID yang jelas, seperti SID = 24, akan punya
efek alkalisasi pada pasien dengan asidosis dan konsentrasi HCO3- sekitar 20 mEq L-1 atau efek
asidisasi pada kasus-kasus dengan alkalosis primer dengan nilai HCO3- yang lebih tinggi,
sekitar 30 mEq L-1 [13].
Pada praktek di rumah sakit sehari-hari, pasien-pasien menerima berbagai preparat
kristaloid dan koloid dengan nilai SID yang berbeda. Nilai SID biasanya tidak diberikan oleh
pabrikan yang membuat. Agar waspada dengan konsekuensi gangguan asam-basa, kita harus
mengetahui konsentrasi ion kuat dalam cairan intravena, seperti Na, K, atau Cl dan anion
organik dan menghitung SID cairan yang diberikan.
Sebelum infus cairan, keseimbangan asam basa pasien penting. Bila normal, cairan
dengan SID sekitar 24 mEq L-1 sebaiknya digunakan, paling tidak dengan nilai SID lebih tinggi
dari 0 dan lebih rendah dari SID plasma. Bila pasien didiagnosis dengan asidosis metabolik,
penggunaan cairan dengan SID lebih tinggi dari konsentrasi HCO3- plasma mendesak efek
terapi menggeser keseimbangan asam-basa menuju arah basa. Hubungan yang sebaliknya bisa
diamati dalam kasus alkalosis. Dalam beberapa kasus, seperti asidosis keton (asidosis SIG),
suplai cairan dengan SID = 0 (NaCl 0.9%) memperberat asidosis dengan menambahkan
komponen hiperkloremik di mana pemberian cairan dengan SID tinggi, lebih tinggi dari HCO3-
plasma, mungkin berakibat pada ekualisasi asidosis yang cepat dan perkembangan alkalosis
sekunder baru, khususnya selama terapi kausal dengan insulin [10].
Sebagaimana pada kasus kristaloid, SID koloid merupakan bagian fundamental dalam
terapi cairan yang rasional. Sebelum pemberian, harus diketahui yang mana dari mereka yang
seimbang. Terlebih, terapi cairan dengan koloid berhubungan dengan peningkatan tekanan
onkotik plasma, yang menyebabkan redistribusi air ke kompartemen intravaskular. Hal ini
menurunkan SID plasma dan mungkin punya sedikit efek alkalisasi. Lebih jauh lagi, beberapa
preparat koloid punya aktivitas asam lemah mereka sendiri (Atot). Hal ini utamanya pada
albumin dan larutan gelatin, namun bukan HES atau dextran [8]. Maka, saat memberikan
sejumlah besar albumin atau gelatin, terjadinya asidosis yang disebabkan Atot lebih tinggi bisa
diperkirakan. (Gambar 3) [14].
Dengan mempertimbangkan pernyataan-pernyataan di atas, penting untuk mengetahui
komposisi elektrolit dan SID cairan-cairan intravena yang digunakan dalam praktek sehari-
hari.
Tabel 2 menyajikan parameter beberapa cairan intravena yang paling sering digunakan.
Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan NaCl
Ringer Ringer Sterofundin Sterofun Isotonik Tetraspan 0.9%
Laktat Braun din Polielektrolit
Na 147.2 130 140 140 141 140 152
K 4 4 4 4 5 4
Cl 155.7 109 127 106 109 118 152
Ca 2,2 1.5 2.5 2.5 2 2.5
Mg 1 1 1 1
pH 5-7.5 6-7.5 4.6-5.4 4.5-7.5 5.6-6.4
Laktat 28 45
Asetat 24 34 24
Malat 5 5
Sitrat 3
SID Negatif? 28 29 43 37 29 0
Kesimpulan
1. Inti dari model Stewart adalah untuk memahami bahwa hanya tiga variabel independen,
pCO2, SID, dan Atot, yang relevan untuk menentukan konsentrasi H+ dan nilai pH
2. Hubungan antara SID cairan intravena yang diberikan vs arah dan besar perubahan SID
plasma bersifat linear
3. Selama pemberian cairan, SID plasma menurun, yang menyetarakan penurunan
konsentrasi Atot
4. Untuk menghindari gangguan asam-basa, SID cairan haruslah >0 dan lebih rendah dari
SID plasma; yang optimal, harus setara dengan konsentrasi baseline dari anion HCO3-
plasma
5. Hasil penelitian memastikan hipotesis bahwa perubahan dalam hal pH bisa diprediksikan
berdasar SID cairan intravena dan konsentrasi HCO3- setelah infus:
- SID cairan > HCO3- plasma --- pH plasma meningkat
- SID cairan < HCO3- plasma --- pH plasma menurun