You are on page 1of 2

Absorpsi Toksikan

Absorpsi dapat terjadi lewat saluran cerna, paru-paru, kulit dan beberapa jalur lain.
Jalur utama bagi penyerapan toksikan adalah saluran cerna, paru-paru, dan kulit. Namun
dalam penelitian toksikologi, sering digunakan jalur khusus seperti injeksi intraperitonel,
intramuskular dan subkutan.

a. Saluran Cerna
Banyak toksikan dapat masuk ke saluran cerna bersama makanan dan air minum, atau
secara sendiri sebagai obat atau zat kimia lain. Kecuali zat yang kaustik atau amat
merangsang mukosa, sebagian besar toksikan tidak menimbulkan efek toksik kecuali
kalau mereka diserap. Absorpsi dapat terjadi di seluruh saluran cerna. Namun pada
umumnya, mulut dan rektum tidak begitu penting bagi absorpsi zat-zat kimia dari
lingkungan.
Lambung merupakan tempat penyerapan yang penting, terutama untuk asam-asam
lemah yang akan berada dalam bentuk ion-ion yang larut lipid dan mudah berdifusi.
Sebaliknya, basa-basa lemah akan sangat mengion dalam getah lambung yang bersifat
asam dan karenanya tidak mudah diserap. Perbedaan dalam absorpsi ini diperbesar
lagi oleh adanya plasma yang beredar. Asam-asam lemah terutama akan berada dalam
bentuk ion yang terlarut dalam plasma dan diangkut, sementara basa lemah akan
berada dalam bentuk ion-ion dan dapat berdifusi kembali ke lambung.
Di dalam usus, asam lemah terutama akan berada dalam bentuk ion dan karenya tidak
mudah diserap. Namun sesampai di darah, mereka mengion sehingga tidak mudah
berdifusi kembali. Sebaliknya, basa lemah terutama akan berada dalam bentuk ion-ion
sehingga mudah diserap. Absorpsi usus akan lebih tinggi dengan lebih lamanya waktu
kontak dan luasnya daerah permukaan vili dan mikrovili usus.
b. Saluran Napas
Tempat utama bagi absorpsi di saluran napas adalah alveoli paru-paru. Hal ini
terutama berlaku untuk gas, misalnya CO, NO, SO2, hal ini juga berlaku untuk uap
cairan misalnya benzen dan CCl4. Kemudahan absorpsi ini berkaitan dengan luasnya
permukaan alveoli, cepatnya aliran darah dan dekatnya darah dengan udara alveoli.
Laju absorpsi bergantung pada daya lanjut gas dalam dara, semakin mudah larut,
semakin cepat absorpsi. Namun keseimbangan antara udara dan darah ini lebih
lambat tercapai untuk zat kimia yang mudah larut, misalnya etilen. Hal ini terjadi
karena suatu zat kimia yang yang lebih mudah larut akan lebih mudah larut dalam
darah. Karena udara alveolar hanya dapat membawa zat kimia dalam jumlah terbatas,
mak diperlukan lebih banyak pernapasan dan waktu lebih lama lagi kalau zat kimia itu
juga diendapkan dalam jaringan lemak.
Disamping gas dan uap, aerosol cair dan partikel-partikel di udara dapat juga diserap.
Pada umumnya, partikel besar (> 10 mm) tidak memasuki saluran napas, kalaupun
masuk, maka diendapkan di hidung dan dienyahkan dengan diusap, dihembuskan dan
berbangkis. Partikel yang sangat kecil (< 0,01 mm) lebih mungkin terbuang ketika
kita menghembuskan napas. Partikel berukuran 0,01-10 mm diendapkan dalam
berbagai bagai saluran napas. Partikel yang lebih besar mungkin diendapkan di
nasofaring dan diserap lewat epitel saluran cerna setelah mereka tertelan bersama
lendir. Partikel-partikel yang dilempar ke atas oleh silia di mukosa atau ditelan oleh
fagosit. Partikel-partikel yang dilempar keatas oleh silia akan dibatukkan dan ditela.
Fagosit yang berisi partikel-partikel akan diserap ke dalam sistem limfatik. Beberapa
partikel bebas dapat juga masuk ke saluran limfe. Partikel-partikel yang dapat larut
mungkin diserap lewat epitel ke dalam darah.
Secara kasar dapat dikatakan bahwa 25 % partikel yang terhirup akan dikeluarkan
bersama udara napas, 50 % diendapkan dalam saluran napas bagian atas, dan 25 %
diendapkan dalam saluran napas bagian bawah.
c. Kulit
Pada umumnya kulit relatif impermeabel, dan karenanya merupakan sawar (barrier)
yang baik untuk memisahkan organisme lingkungannya. Namun beberapa zat kimia
dapat diserap lewat kulit dalam jumlah cukup banyak sehingga menimbulkan efek
sistemik.
Suatu zat kimia dapat diserap lewat folikel rambut atau lewat sel-sel kelenjar keringat
atau sel kelenjar sebasea. Tetapi penyerapan lewat jalur ini kecil sekali sebab struktur
ini hanya merupakan bagian kecil dari permukaan kulit. Maka absorpsi zat kimia
dikulit sebgaian besar adalah menmbus lapisan kulit yang terditi atas epidermis dan
dermis.
Fase pertama absorpsi perkutan adalah difusi toksikan lewat epidermis yang
merupakan sawar terpenting, terutama stratum korneum. Stratum korneum terdiri atas
beberapa lapis sel mati yang tipis dan rapat, yang berisi bahan (protein filamen) yang
resisten secara kimia. Sejumlah kecil zat-zat polar tampaknya dapat berdifusi lewat
permukaan luar filamen protein stratum korneum yang tehidrasi, zat-zat non-polar
melarut dan berdifusi lewat matriks lipid diantara filamen protein. Stratum korneum
manusia berbeda struktur dan sifat kimianya dari satu bagian tubuh ke bagian lainnya.
Hal ini tercermin dari perbedaan permeabilitasya terhadap zat-zat kimia.
Fase kedua absorpsi perkutan adalah difusi toksikan lewat dermis yang mengandung
medium difusi yang berpori, non-selektif, dan cair. Oleh karena itu, sebagai sawar,
dermis jauh kurang efektif dibandingkan stratum korneum. Akibatnya, abrasi atau
hilangnya stratum korneum menyebabkan sangat meningkatnya absorpsi perkutan.
Zat- zat asam, basa, dan gas mustard juga akan menambah absorpsi dengan merusak
sawar ini. Beberapa pelarut terutama dimentil sulfoksid, juga meningkatkan
permeabilitas kulit.

You might also like