You are on page 1of 7

1.

Landasan Teoritis
 Pengertian Masyarakat Madani

Pengertian Masyarakat Madani menurut para ahli:


 Mun’im (1994) mendefinisikan istilah civil society sebagai seperangkat gagasan etis
yang mengejawantah dalam berbagai tatanan sosial, dan yang paling penting dari gagasan
ini adalah usahanya untuk menyelaraskan berbagai konflik kepentingan antarindividu,
masyarakat, dan negara.

 Hefner menyatakan bahwa masyarakat madani adalah masyarakat modern yang


bercirikan demokratisasi dalam beriteraksi di masyarakat yang semakin plural dan
heterogen. Dalam keadan seperti ini masyarakat diharapkan mampu mengorganisasi
dirinya, dan tumbuh kesadaran diri dalam mewujudkan peradaban. Mereka akhirnya
mampu mengatasi dan berpartisipasi dalam kondisi global, kompleks, penuh persaingan
dan perbedaan.

 Mahasin (1995) menyatakan bahwa masyarakat madani sebagai terjemahan bahasa


Inggris, civil society. Kata civil society sebenarnya berasal dari bahasa Latin yaitu civitas
dei yang artinya kota Illahi dan society yang berarti masyarakat. Dari kata civil akhirnya
membentuk kata civilization yang berarti peradaban. Oleh sebab itu, kata civil
society dapat diartikan sebagai komunitas masyarakat kota yakni masyarakat yang telah
berperadaban maju.

 Istilah madani menurut Munawir (1997) sebenarnya berasal dari bahasa


Arab,madaniy. Kata madaniy berakar dari kata kerja madana yang berarti mendiami,
tinggal, atau membangun. Kemudian berubah istilah menjadimadaniy yang artinya
beradab, orang kota, orang sipil, dan yang bersifat sipil atau perdata. Dengan demikian,
istilah madaniy dalam bahasa Arabnya mempunyai banyak arti. Konsep masyarakat
madani menurut Madjid (1997) kerapkali dipandang telah berjasa dalam menghadapi
rancangan kekuasaan otoriter dan menentang pemerintahan yang sewenang-wenang di
Amerika Latin, Eropa Selatan, dan Eropa Timur.

 Hall (1998) mengemukakan bahwa masyarakat madani identik dengan civil society,
artinya suatu ide, angan-angan, bayangan, cita-cita suatu komunitas yang dapat

31
terjewantahkan dalam kehidupan sosial. Pada masyarakat madani pelaku social
akan bepegang teguh pada peradaban dan kemanusiaan.

Intinya, berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani pada
prinsipnya memiliki multimakna atau bermakna ganda yaitu: demokratis, menjunjung
tinggi etika dan moralitas, transparansi, toleransi, berpotensi,
aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi, konsistensi, memiliki perbandingan, komparasi,
mampu berkoordinasi, simplifikasi, sinkronisasi, integrasi, mengakui emansipasi, dan hak
asasi, sederhana,namun yang paling dominan adalah masyarakat yang demokratis.
Dengan mengetahui makna madani, maka istilah masyarakat madani secara mudah dapat
difahami sebagai masyarakat yang beradab, masyarakat sipil, dan masyarakat yang
tinggal di suatu kota atau berfaham masyarakat kota yang pluralistik.

 Manfaat Masyarakat Madani

Manfaat yang diperoleh dengan terwujudnya masyarakat madani ialah terciptanya


masyarakat Indonesia yang demokratis sebagai salah satu tuntutan reformasi di dalam
negeri dan tekanan-tekanan politik dan ekonomi dari luar negeri. Di samping itu, melalui
masyarakat madani akan mendorong munculnya inovasi-inovasi baru di bidang
pendidikan. Selanjutnya, dengan terwujudnya masyarakat madani, maka persoalan-
persoalan besar bangsa Indonesia seperti: konflik-konflik suku, agama, ras, etnik,
golongan, kesenjangan sosial, kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan pembagian “kue
bangsa” antara pusat dan daerah, saling curiga serta ketidakharmonisan pergaulan
antarwarga dan lain-lain yang selama Orde Baru lebih banyak ditutup-tutupi, direkayasa
dan dicarikan kambing hitamnya itu diharapkan dapat diselesaikan secara arif, terbuka,
tuntas, dan melegakan semua pihak, suatu prakondisi untuk dapat mewujudkan
kesejahteraan lahir batin bagi seluruh rakyat. Dengan demikian, kekhawatiran akan
terjadinya disintegrasi bangsa dapat dicegah.
Guna mewujudkan masyarakat madani dibutuhkan motivasi yang tinggi dan partisipasi
nyata dari individu sebagai anggota masyarakat. Hal ini intinya menyatakan bahwa untuk
mewujudkan masyarakat madani diperlukan proses dan waktu serta dituntut komitmen
masing-masing warganya untuk mereformasi diri secara total dan selalu konsisten dan
penuh kearifan dalam menyikapi konflik yang tak terelakan. Tuntutan terhadap aspek ini
sama pentingnya dengan kebutuhan akan toleransi sebagai instrumen dasar lahirnya
sebuah konsensus atau kompromi.

42
1. Sejarah Pemikiran Masyarakat Madani

Istilah masyarakat madani dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah civil society
pertama kali dikemukan oleh Cicero dalam filsafat politiknya dengan istilah societies
civilis yang identik dengan negara. Rahadrjo (1997) menyatakan bahawa istilah civil
society sudah adasejak zaman sebelum masehi. Orang yang pertama kali mencetuskan
istilah civil society adalah Cicero (104-43 SM), sebagai oratur yunani.Civil
society menurut Cicero ialah suatu komunitas politik yang beradab seperti yang
dicontohkan oleh masyarakat kota yang memiliki kode hukum sendiri. Dengan konsep
civility (kewargaan) dan urbanity (budaya kota), maka dipahami bukan hanya sekadar
konsentrasi penduduk, melainkan juga sebagai pusat peradaban dan kebudayaan.
Filsuf yunani Aristoteles (384-322 M) yang memandang masyarakat sipil sebagai suatu
sistem kenegaraan atau identik dengan negara itu sendiri, pandangan ini merupakan Fase
pertama sejarah wacana civil society, yang berkembang dewasa ini, yakni masyarakat
sivil diluar dan penyeimbang lembaga negara, pada masa ini civil society dipahami
sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia politike, yakni sebuah
komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan
ekonomi-politik dan pengambilan keputusan.
Fase kedua, pada tahun 1767 Adam Ferguson mengembangkan wacana civil society,
dengan konteks sosial dan politik di Skotlandia. Berbeda dengan pendahulunya, ia lebih
menekankan visi etis pada civil society, dalam kehidupan sosial, pemahaman ini lahir
tidak lepas dari pengaruh revolusi industri dan kapitalisme yang melahirkan ketimpangan
sosial yang mencolok.
Fase ketiga, berbeda dengan pendahulunya, pada tahun 1792 Thomas Paine memaknai
wacana civil society sebagai suatu yang berlawanan dengan lembaga negara, bahkan ia
dianggap sebagain anitesis negara, bersandar pada paradigma ini, peran negara sudah
saatnya dibatasi, menurut pandangan ini, negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk
belaka, konsep negera yang absah, menurut pemikiran ini adalah perwujudkan dari
delegasi kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan
bersama.
Fase keempat, wacana civil society selanjutnya dikembangkan oleh G.W.F Hegel (1770-
1831 M), Karl Max (1818-1883 M), dan Antonio Gramsci (1891-1837 M). dalam
pandangan ketiganya, civil society merupakan elemen ideologis kelas dominan,
pemahaman ini adalah reaksi atau pandangan Paine, Hegel memandang civil society
sebagai kelompok subordinatif terhadap negara, pandangan ini, menurut pakar politik
Indonesia Ryass Rasyid, erat kaitannya dengan perkembangan sosial masyarakat borjuasi
Eropa yang pertumbuhannya ditandai oleh pejuang melepaskan diri dari cengkeraman
dominasi negara.
Fase kelima, wacana civil society sebagai reaksi terhadap mazhab Hegelian yang
dikembangkan oleh Alexis dengan Tocqueville (1805-1859), bersumber dari

5 23
pengalamannya mengamati budaya demokrasi Amerika, ia memandang civil society
sebagai kelompok penyeimbang kekuatan negara, menurutnya kekuatan politik dan
masyarakat sipil merupakan kekuatan utama yang menjadikan demokrasi Amerika
mempunyai daya tahan yang kuat.
Di Indonesia, pengertian masyarakat madani pertama kali diperkenalkan oleh Anwar
Ibrahim (mantan Deputi PM Malaysia) dalam festival Istiqlal 1995. Oleh Anwar Ibrahim
dinyatakan bahwa masyarakat madani adalah: Sistem sosial yang subur yang diasaskan
kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dan
kestabilan masyarakat. Masyarakat mendorong daya usaha serta inisiatif individu baik
dari segi pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintahan, mengikuti undang – undang dan
bukan nafsu atau keinginan individu, menjadikan keterdugaan serta ketulusan.
Perjuangan masyarakat madani di Indonesia pada awal pergerakan kebangsaan dipelopori
oleh Syarikat Islam (1912) dan dilanjutkan oleh Soeltan Syahrir pada awal kemerdekaan
(Norlholt, 1999). Jiwa demokrasi Soeltan Syahrir ternyata harus menghadapi kekuatan
represif baik dari rezim Orde Lama di bawah pimpinan Soekarno maupun rezim Orde
Baru di bawah pimpinan Soeharto, tuntutan perjuangan transformasi menuju masyarakat
madani pada era reformasi ini tampaknya sudah tak terbendungkan lagi dengan tokoh
utamanya adalah Amien Rais dari Yogyakarta.

1. Ciri-Ciri Masyarakat Madani

Ciri utama masyarakat madani adalah demokrasi. Demokrasi memilikikonsekuensi luas


di antaranya menuntut kemampuan partisipasi masyarakat dalam sistem politik dengan
organisasi-organisasi politik yang independen sehingga memungkinkan kontrol aktif dan
efektif dari masyarakat terhadap pemerintah dan pembangunan, dan sekaligus masyarakat
sebagai pelaku ekonomi pasar.
Hidayat Nur Wahid mencirikan masyarakat madani sebagai masyarakat yang memegang
teguh ideology yang benar, berakhlak mulia, secara politik-ekonomi-budaya bersifat
mandiri, serta memiliki pemerintahan sipil.

Sedangkan menurut Hikam, ciri-ciri masyarakat madani adalah :


1. Adanya kemandirian yang cukup tinggi diantara individu-individu dan kelompok-
kelompok masyarakat terhadap negara.
2. Adanya kebebasan menentukan wacana dan praktik politik di tingkat publik.
3. Kemampuan membatasi kekuasaan negara untuk tidak melakukan intervensi.

6 24
Karakteristik masyarakat madani adalah sebagai berikut :
1. Free public sphere(ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses
penuh terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara
merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta
mempublikasikan informasikan kepada publik.
2. Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi
sehingga muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan
demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi,
kesetaraan, dan kemandirian serta kemampuan untuk berperilaku demokratis
kepada orang lain dan menerima perlakuan demokratis dari orang lain.
3. Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik
dan sikap sosial yang berbeda dalam masyarakat, sikap saling menghargai dan
menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
4. Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang
majemuk disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif
dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
5. Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang
proporsiaonal antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap
lingkungannya.
6. Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari
rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat
memiliki kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang bertanggungjawab.
7. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan.
Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan
dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.

1. Masyarakat Madani di Indonesia

Indonesia memiliki tradisi kuat civil society (masyarakat madani) bahkan jauh sebelum
negara bangsa berdiri, masyarakat sipil telah berkembang pesat yang diwakili oleh kiprah
beragam organisasi sosial keagamaan dan pergerakan nasional dalam dalam perjuangan
merebut kemerdekaan, selain berperan sebagai organisasi perjuangan penegakan HAM
dan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial, organisasi berbasis islam, seperti Serikat
Islam (SI), Hahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, telah menunjukan kiprahnya
sebagai komponen civil society yang penting dalam sejarah perkembangan masyarakat
sipil di Indonesia.

27
Terdapat beberapa strategi yang ditawarkan kalangan ahli tentang bagaimana seharusnya
bangunan masyarakat madani bisa terwujud di Indonesia :
1. Pandangan integrasi nasional dan politik. Pandangan ini menyatakan bahwa
sistem demokrasi tidak munkin berlangsung dalam kenyataan hidup sehari-hari
dalam masyarakat yang belum memiliki kesadaran dalam hidup berbangsa dan
bernegara.
2. Pandangan reformasi sistem politk demokrasi, yakni pandangan yang
menekankan bahwa untuk membangun demokrasi tidak usah terlalu bergantung
pada pembangunan ekonomi, dalam tataran ini, pembangunan institusi politik
yang demokratis lebih diutamakan oleh negara dibanding pembangunan ekonomi.
3. Paradigma membangun masyarakat madani sebagai basis utama pembangunan
demokrasi, pandangan ini merupakan paradigma alternatif di antara dua
pandangan yang pertama yang dianggap gagal dalam pengembangan demokrasi,
berbeda dengan dua pandangan pertama, pandangan ini lebih menekankan proses
pendidikan dan penyadaran politik warga negara, khususnya kalangan kelas
menengah.

Bersandar pada tiga paradigma diatas, pengembangan demokrasi dan masyarakat madani
selayaknya tidak hanya bergantung pada salah satu pandangan tersebut, sebaliknya untuk
mewujudkan masyarakat madani yang seimbang dengan kekuatan negara dibutuhkan
gabungan strategi dan paradigma, setidaknya tiga paradigma ini dapat dijadikan acuan
dalam pengembangan demokrasi di masa transisi sekarang melalui cara :
1. Memperluas golongan menengah melalui pemberian kesempatan bagi
kelas menengah untuk berkembang menjadi kelompok masyarakat madani yang
mandiri secara politik dan ekonomi, dengan pandangan ini, negara harus
menempatkan diri sebagai regulator dan fasilitator bagi pengembangan ekonomi
nasional, tantangan pasar bebas dan demokrasi global mengharuskan negara
mengurangi perannya sebagai aktor dominan dalam proses pengembangan
masyarakat madani yang tangguh.
2. Mereformasi sistem politik demokratis melalui pemberdayaan lembaga-lembaga
demokrasi yang ada berjalan sesuai prinsip-prinsip demokrasi, sikap pemerintah
untuk tidak mencampuri atau mempengaruhi putusan hukum yang dilakukan oleh
lembaga yudikatif merupakan salah satu komponen penting dari pembangunan
kemandirian lembaga demokrasi.
3. Penyelenggaraan pendidikan politik (pendidikan demokrasi) bagi warga negara
secara keseluruhan. Pendidikan politik yang dimaksud adalah pendidikan
demokrasi yang dilakukan secara terus-menerus melalui keterlibatan semua unsur
masyarakat melalu prinsip pendidikan demokratis, yakni pendidikan dari, oleh
dan untuk warga negara.

28
Kondisi Indonesia yang dilanda euforia demokrasi, semangat otonomi daerah dan
derasnya globalisasi membutuhkan masyarakat yang mempunyai kemauan dan
kemampuan hidup bersama dalam sikap saling menghargai, toleransi, dalam
kemajemukan yang tidak saling mengeksklusifkan terhadap berbagai
suku, agama, bahasa, dan adat yang berbeda. Kepedulian, kesantunan, dan
setiakawan merupakan sikap yang sekaligus menjadi prasarana yang diperlukan bangsa
Indonesia.
Pengembangan masyarakat madani di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari pengalaman
sejarah bangsa Indonesia sendiri. Kebudayaan, adat istiadat, pandangan hidup, kebisaan,
rasa sepenanggungan, cita-cita dan hasrat bersama sebagai warga dan sebagai bangsa,
tidak mungkin lepas dari lingkungan serta sejarahnya. Keunggulan bangsa Indonesia,
adalah berhasilnya proses akulturasi dan inkulturasi yang kritis dan konstruktif. Pada saat
ini, ada pertimbangan lain mengapa pengembangan masyarakat madani secara khusus
kita beri perhatian.
Untuk membangun masyarakat madani di Indonesia, ada enam faktor harus diperhatikan,
yaitu:
1. Adanya perbaikan di sektor ekonomi, dalam rangka peningkatan pendapatan
masyarakat, dan dapat mendukung kegiatan pemerintahan.
2. Tumbuhnya intelektualitas dalam rangka membangun manusia yang memiliki
komitmen untuk independen.
3. Terjadinya pergeseran budaya dari masyarakat yang berbudaya paternalistik
menjadi budaya yang lebih modern dan lebih independen.
4. Berkembangnya pluralisme dalam kehidupan yang beragam.
5. Adanya partisipasi aktif dalam menciptakan tata pamong yang baik.
6. Adanya keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang melandasi moral
kehidupan.

29

You might also like