You are on page 1of 13

BAB 2

PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI

Para mahasiswa yang mendaftarkan diri untuk kuliah dijurusn antropologi


disebuah universitas odern kemungkinanakan menghabiskan sebagian dari
minggu-minggu pertama mereka seperti orang tersesat membingungkan, tapi Suatu
hari mereka mungkin menghadiri kuliah tentang ekonomi pedesaan di eropa timur,
sebelum bergegas menghadiri seminar tentang Hindunisme di india, atau
barangkali menulis esai tentang mahar pada suku bangsa Nuer di sudan. Para ahli
etnografi masa kini bekerja di seluruh penjuru dunia, di pedasaan dan perkotaan,
ditempat-tempat terpencil dan ditempat-tempat yang mudah dijangkau. Mereka
tertarik pada kebiasaan-kebiasaan politik, ekonomi, keagamaan dan reproduksi dari
orang-orang yang mereka pelajari.

Antropologi mengemuka setelah melewati serangkaian perkembangan yang


kompleks, saat ini mencakup minat-minat dan bidang-bidang ilmu yang sangat
beragam. Kita akan meninjau beberapa di antaranya untuk memahai bagaimana
antropologi sampai pada perkembangannya seperti saat ini.

PENELITIAN AWAL

Dalam arti tertentu, praktik antropologi dimulai begitu manusia mulai


berpikir tentang masyarakat dan keyakinan-keyakinan mereka, dan secara sadar
memutuskan untuk membandingkan diri mereka sendiri dengan masyarakat-
masyarakat lain yang melakukan kontak dengan mereka. Ahli sejarah Yunani,
Herodotus (+ 484 – 425 SM) menghabiskan bertahun-tahun untuk melakukan
perjalanan di Asia, Mesir dan Yunani, dan menuliskan gambaran terperinci tentang
pakaian, panen, etika, dan ritual dan orang-orang yang ia jumpai. Ibn Khaldun (
1332- 1406) adalah seorang ahli politik dan sejarah yang tinggal di Aljazair selama
beberapa tahun. Ia menghasilkan karya ilmiah yang menakjubkan,
menegelompokkan orang-orang yang diamatinya menjadi dua kelompok
masyarakat, yaitu suku Bedouin yang dianggap liar, nomaden serta agresif, dan
masyarakat kota yang menetap, berpendidikan dan kadang-kadang korup, yang
menggantungkan hidup mereka pada pertanian local.

Kedua pria tersebut didorong oleh pengalaman mereka bertemu dengan


masyarakat-masyarakat lain di luar masyarakat mereka sendiri, untuk memikirkan
tentang perbedaan adat-istiadat yang mereka saksikan, dan mengungkapkan
pikiran-pikiran mereka didalam bentuk tulisan untuk memberitahu orang-orang
lain. Demikian pula, sejak Zaman pertengahan dan seterusnya, para penjelajah,
pelaut dan misionaris Eropa mulai lebih sering melaporkan kekampung halaman
mereka, cerita-cerita tentang berbagai daerah dan adat-istiadat baru yang sudah
mereka lihat. Sejak abad ketiga belas, Marco polo sudah menuliskan kisah-kisah
tentang kehidupan keluarga kerajaan di Cina kepada kerabat-kerabatnya di Italia.

Setidaknya sejak abad kelima belas, dengan dilengkapinya pelayaran-


peayaran besar untuk menemukan dan menaklukkan wilayah baru, muncul
berbagai perdebatan tentang sifat dan adat-istiadat bangsa-bangsa “biadab” yang
digambarkan oleh para pelaut dan pedagang. Hal ini didorong oleh penemuan baru
berupa mesin cetak, yang dengan cepat menyebarkan cerita-cerita para
pengembara kepada para penduduk yang melek huruf.

Diakhir abad keenam belas, sastrawan perancis, Michel De Montaigne


(1533-1592), memadukan pengetahuannya tentang karya-karya penulis klasik
seperti Xenophon, Lucretius dan virgal engan penjelajahan-penjelajahan ke dunia
baru. Dia berusaha menolak damak yang sangat merendahkan dari kata-kata seperti
“barbar” atau “biadab” dan berupaya untuk memahami moralitas masyarakat lain
sesuai dengan situasi dan kondisi mereka. Bentuk awal dari relativisme budaya
Montaigne ini masih belum lazim diera yang masih didominasi oleh kisah-kisah
injil tentang asal-usul manusia. Biasanya, perdebatan yang muncul berkisar pada
tema, apakah orang-orang dengan warna kulit berbeda biasa dianggap sebagai
keturunan Adam. Ditemukannya benua Amerika memicu, pada abad keenam bels,
debat tentang sifat dari bangsa Indian yang ditemui. Apakah mereka manusia yang
rasional dengan kata lain, seperti orang-orang Eropa atau apakah mereka seperti
juga bintang, termasuk dalam ordo kehidupan yang berbeda?
Banyak orang menganggap bahwa merekabukan saja terpisah jauh secara
ruang dari Eropa, tetapi juga secara waktu. Mereka dianggap sebagai sisa-sisa
prototip umat manusia, sebelum sebagai dari itu berkembang menjadi peradaban-
peradaban Eropa. Yang pasti, tulisan-tulisan ilmiah tentang Negara-negara dan
bangsa-bangsa dai negeri yang asing itu jelas di tulis oleh orang-orang yang
sebenarnya tidak pernah menjelajah keluar dari pantai mereka sendir, yaitu daratan
Eropa. Informasi tersebut dtang dari cerita-cerita para pengembara dan penjelajah,
atau kadang-kadang sebagi jawaban atas daftar pertanyaaan yang dikirimkan para
ilmuwan kepada tim-tim yang melakukan ekspedisi ke Negara-negara yang jauh.

Para ahli filosofi dan ahi teori ilmu social dapat menggunakan gagasan
tentang manusia yang tidak beradab untuk membuat sudut-pandang yang umum
tentang sifat-sifat manusia atau tentang masyarakat mereka sendiri berdasarkan
spekulasi atau berdasarkan pemikiran abstrak dan bukan berdasarkan pengamatan
cermat atas bukti-bukti masyarakat-masyarakat lain.

Pada 1651, penulis inggris Thomas Hobbes, menulis bahwa manusia,


dalam kondisinya yang alamiah, tanpa organisasi politik, merupakan makhluk yang
ada dasarnya egois dan kejam. Ia menganggap bangsa Indian Amerika sangat dekat
dengan tingkatan kehidupan seperti ini, dimana kehidupan dianggap miskin,
kejam, ganas, dan pendek. Sudut pandang yang berlawanan di ungkapkan dalam
kara-karya Jean-Jacques Rousseau (1712-1778) yang mengaitkan kebahagiaan
dengan kehidupan ditengah alam, bebas dari pengaruh-pengaruh buruk duniawi
dan peradaban. Pandangan ini selaras dengan gagasan Injil tentang kondisi suci
umat manusia sebelum jatuh dari kemuliaan.

Rousseau menulis di Zaman Pencerahan, saat ketika kemajuan manusia


dianggap berkembang berdasarkan atas peningkatan rasionalitas dan pengetahua
yang bias menggantikan keyakinan-keyakinan yang lebih lama dan takhayul.
Karenanya, hanya sedikit yang sependapat dengan dirinya bahwa peradaban
sebenarnya mungkin sudah memasuki spral menuru berua korupsi dan degenerasi.
Bahkan, sejumlah gagasan mulai muncul yang kelak akan membawa pengaruh
penting bagi prkembangan antropologi sebagai sebuah antropologi sebagai sebuah
disiplin ilmu yang penuh. Termasuk didalamnya, keyakinan baru tentang
kemamuan sains untuk mengungkapkan banyak hal tentang cara kerja dunia,
sekaligus gagasan tentang kemajuan.

Selama zaman pertengahan, tanaman dan binatang didunia dikelompokkan


kedalam beberapa ordo yang statis, diciptakan oleh Tuhan, yang disebut Rantai
kehidupan (chain of being). Pada abad ketujuh belas dan delapan belas, Rantai
tersebut kerap teramati dalam kondisi-kondisi yang lebih dinamis, seperti bentuk
tangga, dimana bentuk-bentuk yang lebih rendah. Dengan demikian, kebudayaan
dapat dianggap sebagai kemajuan, dengan masyarakat Eropa sebagai titik puncak
perkembangan, baik sera normal maupun kutural.

ANTROPOLOGI MENJADI SEBUAH DISIPLIN ILMU

Antropologi menjadi sebuah subyek akademis yang berdiri sendiri pada


abad kesembilan belas. Beberapa lembaga dan badan “Etnologi” mulai
bermunculan di Eropa dan Amerika, sebagian besar memusatkan perhattian pada
penelitian sifat-sifat fisik, bahasa dan budaya masyarakat yang belum beradab, Sir
Edward Tylor menjadi dosen antropologi di Oxford pada 1884, dan pada
1888beberapa fakultas mulai di buka di Universitas Harvard dan Universitas Clark
di Amerika.

Kolonialisme dan tugas-tugas misionaris mendorong orang-orang Eropa


untuk melakukan ekspansi ke Australia, Afrika, Amerika Latin, Melanesia, dan
India. Studi tentang penduduk asli keraa dapat dibenarkan dengan alas an bahwa
para administrator colonial dapat belajar lebh baik dalam cara mendidik dan
mengontrol orang-orang yang berada dibawah bimbingan mereka. Di Amerika
Utara, nasib suku-suku India ditangan pemukim kulit putih menjadi topik
perdebatan sengit masa itu. Saat itu dianggap penting untuk mengumpulkan
sebanyak mungkin informasi tentang mereka, sebelum mereka punah,
dimusnahkan, atau menjadi bagian dimasyarakat beradab. John Powell melakukan
beberapa penelitian lapangan geologi iwilayah sungai Colorado, dan yakin bahwa
anggapan tentang stereotip suku Indian sebagai orang-orang bodoh dan kejam
adalah menyesatkan. Ia membujuk Kongres Amerika untu membentuk Biro
Etnologi Amerika pada 1879. Tujuannya adalah memberikan informasi tentang
suku-suku Indian yang bias digunakan untuk membantu mereka berasimilasi secara
damai dengan warga Amerika yang lain.

Hampir sepanjang abad kesembilan belas, status pasti antropologi masih


belum jelas. Antropologi mancakup segala hal, mulai dari mengukur bentuk dan
ukuran kepada sampai mengumpulkan artefak untuk mengisi museum-
museumdikota-kota universitas di Eropa. Kaitannya dengan sains, terutama
zoology dan biologi, masih erat dan tu masih dapat diamati samai saat ini di
museum Pitt-Rivers di Oxford. Disini, benda-benda etnik, sesuai dengan piagam
resmi museum abad kesembilan belas, masih dikelompokkn secara spesies-spesies
tanaman dan hewan.Pengorganisasian sperti itu lazim bagi mereka yang
menganggap antropologi sebagai sains tentang ras manusia yang memusatkan
perhatian pada studi banding ras-ras manusia.

Pada 1898, sebuah ekspedisi dikirim ke Selat Torres dari Universitas


Cambridge di inggris untuk melakukan penelitian antropologi yang akan datang.
Ekspedisi tersebut dipimpin oleh Alfred Haddon, seorang kurator museum, ahli
zoology,dan pakar hewan tropis, dan didorong oleh keprihatinannya karena begitu
banyak adat istiadat bangsa Melenesia yang hilang. Ia melakukan pengukuran fisik
terhadap penduduk asli, mencatat adat istiadat setempat, dan mempelajari
kesenian; Rivers, seorang ahli psikologi, mengumpulkan data sosiologi dan
mempelajari persepsi visual penduduk kepulauan tersebut; yang lain bekerja
dengan mendengar, membaui, mempelajari obat-obatan pribumi dan listrik.
Artefak dan tengkorak-tengkorak dikumpulkan.

Ekspedisi ini layak di pertimbangkan karena melibatkan para pakar terlatih


yang beerja dilapangan, mengumpulkan informasi yang dicatat secermat mungkin.
Satu hasil yang prnting adalah disempurnakannya metode pengumpulan silsilah
individu oleg River, hubungan mereka dengan orang tua, anak-anak, kakek nenek
mereka dan sebagainya. Dengan demikian, ia melakukan penelitian awal yang
penting dala studi pertalian keluarga (kinship), sebuah penelitian lapangan yang
oleh seorang antropologi digambarkan sebagai sesuatu yang sama pentingnya
dengan logika bagi filosofi atau kebugilan bagi seni; (Fox, 1967: 10), Kelak
Haddon mengatakan :

“Suatu hal yang paling

aku banggakan dalam

kehidupanku yang cukup

panjang adalah, aku menjadi

saran yang berhasil

membujuk Rivers untuk

keluar dari jalur kebajikan

(psikologi?)…… ke jalur

Antropologi” (dikutip di kuinggens ,1942: 97)

PANDANGAN TENTANG EVOLUSI

George Stocking, seorang ahli antropologi sejarah dan Amerika,


membedakan perilaku banyak warga Inggris Victoria dengan masyarakat non-
eropa dengan cara berikut :

“…… Meskipun posisi relative Dari berbagai bangsa biadab Masih


diperdebatkan……..Karaktiristik umum dari orang-orang biadab itu sudahcukup
jelas. Berkulit gelap dan bertubuh kecil, tidak menarik, tidak memakai pakaian
dan kotor, melakukan seks bebas dan brutal terhadap kaum perempuan mereka;
mereka menyembah roh yang menghidupkan binatang atau bahkan kayu atau
batu.” (1987: 234-5).

Secara jelas gambaran yang dimunculkan dalah gambaran seorang yang


bukan saja terasing secara geografis, tapi juga kebalikan dargambaran ideal
seorang pria Victoria: Berkulit putih, menarik,bersih( sifat ini dikatakan mendekati
sifat saleh), setia pada satu istri, dan menyembah satu Tuhan. Gagasan itu jelas
menggabarkan evolusi budaya, sebuah gagasan yang berhasil menjadi sebuah teori
yang dominan diabad kesembilan belas. Para ilmuwan mulai mencari penjelasan-
penjelasan ilmiah dan bukan lagi penjelasan teologi untuk memahami perbedaan
perkembangan antara Negara-negara dengan peradaban Barat dengan masyarakat
yang secara teknologi dan budaya di anggap lebih primitive.

Gagasan tentang evolusi didukung oleh hasil penelitian berbagai disiplin


ilmu. Bukti-bukti gologi menunjukkan bahwa bumi lebih tua daripada yang
diungkapkan oleh Injil, Sementara penemuan-penemuan arkeologi seperti
peralatan yang ditemukan ditanah yang berlumpur . Denmark dianggap mendukug
teori yang menyatakan bahwa umat manusia telah melewati berturut-turut, zaman
zaman batu, perunggu dan besi.

Pada 1859, Charles Darwin (1809-82) menerbitkan buku On the origin of


species, pernyataan resmi pertama tentang teori evolusi melakukan seleksi alam.
Ini mengindikasi bahwa organisme berkompetisi dengan kekuatan kekuatan alam,
dan mereka yang pling mampu bertahan hidup melakukannya dengan lebih baik
dan mewariskan sifat-sifat yang menguntungkan tersebut kepada yang lainsecara
genetic. Menurut Darwin evolusi tersebut terjadi secara bertahap bukan dalam
tingkatan-tingkatan yang terpisah dan gagasan itu tidak menyiratkan
perkembangan yang bersifat satu arah. Selain itu teori tersebut tidak berlaku utuk
perkembangan masyarakat. Tetapi para pakar evolusi budaya memiliki gagasan
yang sedikit berbeda. Ahli filosofi inggris, Herbert Spencer (1820-1903) misalnya,
menyatakan bahwa semua makhluk hidup, termasuk masyarakat dan institusi, bias
dikategorikan kedalam satu skala tunggal, mulai dari yang paling sederhana sampai
yang paling kompleks.

Gagasan dasar tentang evolusi kebudayaan menyatakan bahwa masyarakat


dan budaya telah berkembang mengikuti serangkaian tahapan yang bisa diduga dan
temperature. Para ilmuwan terhadap untuk mengembangkan semua sains dimana
aturan-aturan universal tentang perilaku manusia bias menjelaskan tahapan-
tahapan perkembangan tersebut. Budaya budaya eropa titik-titik tinggi dalam
perkembangan budaya.

Kenyataannya, para ahli evlusi memiliki minat , latar belakang, sekaligus


sikap yang berbeda terhadap kaum primitive. Sir James Frazer (1854-1941), sorang
ilmuan klasik yang menjadi professor Antropologi pertama di universitas
Liverpool pada 1908, hidup didalam sebuah dunia yang dikelilingi oleh buku. Ia
menjadi terkenal setelah menulis buku The Golden Bough (diterbitkan dalam13
volume sejak tahun 1890). Ini merupakan karya ilmiah yang menakjubkan tetapi
sangat spekulatif, membandingkan berbagai adat-istiadat dan keyakinan diseluruh
dunia dalam upayanya untuk menelusuri evolusi magma yang mengalir masyarakat
manusia. Menurut agenda intropologi, saat ditanya apakah ia bersediah
berkunjungatau bertemu dengan salah satu dari orang-orang yang ditukliskanya,
sia menjawab dengan ngeri: “Jangan sampai terjadi!”

Beberapa ilmuan lain pernah melakukan kontak dengan masyarakat


masyarakat yang sangat berbeda dngan masyarakat mereka.Tylor misalnya ,
menghabiskan waktu satu tahun untuk Menjelajahi amerika serikat, kanada dan
mekisiko, dan percaya bahwapikiran manusia adalah sma dalam sebuah
kebudayaan manusia, meski tingkatan-tingkatanpengembahan budayanya berbeda.

Ahli hukum amerika , Lewis Henry Morgan (1818-81) adalah salah satu
ahli evolusia yang paling pentig dan paling berpengaruh, bukan semata-mata
karena buku yang ia tulis, Ancient Society,yang diterbitkan pada 187. Sebagian
besar keterkaitan muncul akibat kontaknya dengan suku Indian Iroquois dinegara
bagian New York. Bahkan keterkaitannya dengan membuatnya menemukan buah
masyarakat rahasia yang disebut The Gordion Knot. Yang melakukan pertemuan-
pertemuan pada malam hari di seputar api unggun, dengan kostum suku Indian
yang masih asli. Selain tertarik pada tema-tema hokum, seprti istilah-istilah yang
terkait dengan pertalian keluarga, keluarga, pemeritahan dan tanah milik, ia juga
menciptakan sebuahteori evolusi yang detail dengan mnganggap tahapan
perkembangan mausia dibagi menjadi tiga fase, mulai dari biadab, barbar sampai
beradab.
Faktor kunci dalam teorinya adalah perkembangan teknologi. Barbarisme
dipercaya muncul bersamaan dengan ditemukannya tembikar, dan peradaban
munculdengan digunakannya abjad dan tulisan. Tahapan- tahapan tersebut uga
dikaitkan dengan semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya tanah milik
dan meningkatnya moralitas, karena ia percaya (tanpa bukti nyata) bahwa di dalam
masyarakat masyarakat terdahulu, kebebasan seks merupakan hal yang lazim.
Gagasan serupa diungkapkan oleh ahli hokum dari Skotlandia, John Mclennan
(1827-81).

Sebuah teori evolusi yang dampaknya pada masyarakat barat sangat kuat
dan bersifat jangka panjang adalah teori yang semulah dikembangkan oleh Karl
Marx (1818-83). Ia mencoba menunjukkan bahwa bentuk-bentuk masyarakat baru
pada akhirnya muncul saat individu-individu dan kelompo-kelompok.

AKHIR DARI KEGADUHAN … REAKSI-REAKSI TERHADAP


EVOLUSI KEBUDAYAAN

Pada 1896, ahli antropologi Franz Boas (1858-1942) menerbitkan sebuah


makalah berjudul The Limitations Of the Comparative Method of Anthropology.
Dua kalimat terakhir dalam tulisannya mengatakan ”sampai saat ini kita masih
terlalu senang tingkah laku aneh yang cerdik. Kerja nyata masih didepan kita “.
Yang ia maksud dengan kesenangan adalah kesenangan dari banyak ahli evolusi,
yang menurut Boas, riset mereka pada hakikatnya rasis dan hanya ditunjang oleh
sedikit bukti saja.

Pendapat Boas yang kontroversial tentang para ahli evolusi dan metode
alternatifnya tentang praktik antropologi,terbukti sangat mempengaruhi
antropologi amerika. Ia dilahirkan dan dibesarkan di jerman, putra seorang
pengusaha sukses, dan semula dididik di bidang fisika, matematika, dan geografi.
Seperti kebanyakan ahli antropologi pada masa itu, keterlibatannya dalam
antropologi terjadi hampir-hampir secara tidak sengaja, karena ia beralih ke
geografi saat melakukan kerja lapangan untuk meneliti kandungan air garam di
tengah suku Eskimo di kutub utara.
Mungkin saja bahwa, sebagai seorang jeran keturunan yahudi yang keudian
menetap di amerika serikat, ia sangat peka terhadap klaim etnosentris yang
berlebihan tentang evolusi budaya, yang sepertinya menganggap pria berkulit putih
keturunan Anglo Saxon sebagai puncak perkembangan spiritual, fisik dan budaya.
Bagi Boas, semua budaya adalah setara tapi berbeda, dan upaya-upaya utuk
mngelompokkan mereka menurut teori evolusi yang dittetapkan lebih dahulu
bukan saja menghina perkembangan sejarah mereka yang berbeda, tapi juga
merupakan ilmu yang buruk. Para ilmuwan seharusnya menggunakan tekhnik-
teknik yang kompleks untuk memahami bagaimana sebuah kelompok tertentu telah
berkembang , termasuk di antaranya menggunakan bukti arkeologi, memetakan
penyebaran cirri-ciri budaya pada bangsa-bangsa yang bertetangga, dan dengan
melakukan penelitian cermat tentang bahasa dan adat istiadat. Melalui karya tulis
dan ajaran-ajarannya, ia mengembangkan sebuah aliran sejarah dimulai disebuah
daerah khusus dan kemudian berkembang kewilayah-wilayah lain. Para pendukung
ekstrem teori penyebaran budaya (diffusionis) dari Inggris, seperti Sir Grafton
Elliot-smith dan Wj Perry, percaya bahwa peradaban pada mulanya di ciptakan
diMesir dan kemudian menyebar, Kerap kali dalam bentuk yang sudah mengabur
dan rusak ke bagian bagian lain dari duna.

Akan tetapi pada 1922, terjadi tiga peristiwa penting yang membawa
dampak yang sangat mendalam bagia Antropologi Inggris. Rivers si ahli etnografi
dan ekspedisi Selat torres , wafat. Ia adalah ahli antropologi lapangan inggris
terakhir yang menganjurkan penelitian budaya dengan mempelajari penyebaran
cirri-ciri budaya. Pada tahun yang sama Bronislaw Malinowski (1884-1942) dan
Alfred Radcliffe Brown (1881-1995) menerbitkan hail-hasil penelitian lapangan
pertama mereka yang sangat penting. Kedua tokoh tersebut akan mempengaruhi
antropologi Inggris dengan cara-cara yang masih teramati hingga kini.

Malinowski dilahirkan di Polandia dan dididik di bidang matematika dan


ilmu pengetahuan alam. Sebagai orang dalam antropologi, yang di tandai oleh
relativisme budaya dan studi-studi mendetail terhadap budaya-budaya yang
berbeda.
Sejumlah ilmuan Eropa bereaksi menentang karya-karya para pakar evolusi
dengan mengatakan bahwa semua budaya yang suka menciptakan mitos tentang
dirinya sendiri , ia mengaku bahwa ia mendadak beralih ke antropologi saat ia
sedang pulih dari penyakit yang dideritanya, setelah membaca buku Fraze berjudul
Golden Mough. Benar tidaknya kisah dramatis tentang Malinowski ini, pasti ia
datang ke London School of Economics pada 1910 untuk belajar antropoogi dan
menghabiskan sebagian besar waktunya sampai akhir decade 1930-an dengan
mengajar dan menulis di tempat itu.

Bertentang tentang dugaan para ahli evolusi abad-19 yang speulatif,


Malinowski mutlak meyakini pentingnya penelitian lapangan yang detail, jauh dari
standar-standar yang ditetapkan oleh Boas atau Rivers. Bahkan ia di gambarkan
sebagai sang pionir, ahli antropologi lapangan pencetus doktrin yang menyatakan :
sebelum kamu hidup disuku-suku terasing dan mampu berbicara dengan bahasa
mereka secara fasih, kamu tidak bias mengaku sebaga seorang ahli antropologi
professional. (Lewis, 1976: 54).

Ironisnya, periode penelitian lapangannya yang terpenting terjadi hamper


secara tidak sengaja. Ketika pecah perang duna pertama, ia sedang berada di
Australia secara teknis ia di anggap sedang berperang dengan Negara-negara
persemakmuran. Tetapi, alih-alih di asingkan, ia berhasil membujuk pihak-pihak
berwenang di Australia untuk membiarkannya hidup dan bekerja selama dua tahun
dikepulauan trobriand yang terletak di tenggara New Guenea.

Pendekatannya hamper tidak jauh berbeda dari pendekatan Frazer tokoh


yang dianggap sebagi inspiratornya. Meskipun ia kadan-kadang menyukai judul-
judul yang seram untuk karya-karyanya, Misalnya : The Sexual Lives of Savages,
ia menentang gagasan yang menganggap masyarakat-masyarakat tersebut sebagai
tidak rasional dan bodoh . Ia tidak berupaya untuk merekonstruksi sejarah suku
Trobriand, sebaliknya ia menerapkan pedekatan yang di sebut sinkronis
mempelajari mekanisme sebuah masyarakat pada saat ini. Ia percaya bahwa semua
masyarakat harus mengatasi masalah-masalah dasar yang serupa. Bagaimana
memenuhi kebutuhan fisik, dan psikologis manusia. Karenanya, kata Malinowski,
setiap adat istiadat atau institusi , meskipun pada awalnya hal tersebut tampak
aneh, terbukti memiliki tujuan. Perkawinan dapat dgunakan untuk mengatur
dorongan seksual, institusi-institusi ekonomi berusaha menjamin ketersediaan
makanan, dan seterusnya. Pendekatan kemudian diberi nama fungsionalis yang
menekankan pada penggunaan intitusi-institusi untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan manusia.

Seperti Malinowski, Radcliffe-Brown berupaya memahami mekanisme


masyarakat pada saat ini, dan ia merumuskan sebuah teori yang berhubungan tapi
berbeda di namai fungsionalisme-struktural. Hampir semua penelitiannya
dilakuakan di pulau Andaman, di barat daya birma. Sebagai orang yang sangat
dipengaruhi oleh ahli sosiologi Prancis seperti Emile Durkheim (1858-1917), ia
menghadiri pendekatan model Malinowski yang menurutnya terlalu berfokus pada
fungsi biologis dari institusi. Sebaliknya, ia lebih berkonsentrasi pada sesuatu yang
menurutnya merupakan fungsi-fungsi sosial dari institusi. Dengan demikian,
institusi-institusi dalam sebuah masyarakat tertentu bias dianggap saling
menunjang, menciptakan stabilitas dan solidaritas diantara anggota-anggotanya
dan mempertahankan erjuangan hidup yang berkelanjutan.

Terutama dalam penelitian awalnya, Radcliffe-Brown menekankan sejauh


mana paraindividu bias mempertahankan perasaan-perasaan yang menunjang
mekansme kelompok tertentu secara keseluruhan. Salah satu contoh sederhana dari
gambaran tersebut dapat dilihat dari analisisnya tentang kebiasaan menangis pada
warga kepulauan Andaman. Ia mengamati bahwa alh-alih sebagai ungkapan
spontan dari kegembiraan atau kesedihan, menangis tampaknya merupakan
respons social yang diharapkan dalam situasi-situasi khusus, seperti perdamaian,
perkawinan, atau pertemuan dengan teman yang sudah lama terpisah. Dengan
menangis bersama yang mengesahkan kuatnya adat istiadat yang dianggap
memperbaharui kembali ikatan-ikatan slidaritas mereka. Radcliffe-Brown
menggambarkan ini secara jelas dalam alinea berikut :

“ Pada satu kesempatan , saya meminta……… (kepada mereka)…….


Untuk menunjukkan bagaimana itu dilakukan, dan dua atau tiga dari merka duduk
dan langsung menangis mengeluarkanair mata yang sesungguhnya untuk
memenuhi permintaan saya. Menangis dengan cara ini benar-benar merupakan
sebuah upacara atau ritual. Jika dua sahabat atau dua kerabat bertemu kembali
setelah berpisah selama beberapa mnggu atau lebih, mereka saling menyambut
dengan duduk brsama-sama, yang seorang duduk di pangkuan yang lain, lengan
mereka saling melingkari leher yang lain…..”

Saat mempelajari karya-karya Boas, Malinowski dan Radcliffe-Brown,


kami melihat tanda-tanda awal perpecahan minat antara para ahli antrpologi
Amerika dan Inggris. Pengikut Boas di Amerika, seperti ilmuwan A.L Kroeber
(1876-1960) dan R. Lowie (1883-1957) meneruskan minat mereka dengan
melakukan penelitian sejarah, sekaligus memusatkan perhatian pada analisis
budaya. Di Inggris, pengikut aliran fungsionalis-struktural Radcliffe-Brown tetap
berpengaruh sampai aliran itu dikritik karena menganggap masyarakat sebagai
sesuatu yang lebih stabil dari yang sesungguhnya. Karya ketiga pakar antropologi
tersebut sudah digeser oleh beberapa pendekatan antropologi lain, dan kita akan
bertemu mereka idalam bab-bab selanjutnya. Meskipun demkian, Boas,
Malinowski dan Radcliffe-Brown membantu menanamkan beberapa cirri khas
yang menandai kerja para ahli antropologi hingga saat ini. Ketiganya telah
mencoba mengembangkan cara-cara sistematis dalam mengumpulkan dan
menganalisis data, dan menyadari pentingnya penjelasan berbagai adat istiadat dan
keyakinan sesuai dengan konteks social dan budaya mereka. Terutama Malinowski
dan Boas telah membantu menetapkan pentingnya penelitian lapangan dalam
antropologi, dan kita akan membahas tentang hal tersebut dalam bab berikut.

You might also like