You are on page 1of 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ATRESIA DUCTUS HEPATICUS/ATRESIA BILIER

1. Definisi
Atresia Bilier suatu defek kongenital, yang terjadi akibat tidak adanya atau obstruksi satu
atau lebih kandung empedu ekstrahepatik atau intrahepatik, yang menyebabkan
penyimpanan drainase kandung empedu (Morgan Speer, 2008)
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada traktus
ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu atau karena adanya proses
inflamasi yang berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier
ekstrahepartik sehingga terjadi hambatan aliran empedu (kolestasis) yang mengakibatkan
terjadinya penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk dalam hati dan darah
(Julinar, dkk, 2009).
Atresia Bilier adalah suatu penghambatan didalam pipa/ saluran-saluran yang membawa
cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan
kondisi kongenital, yang berarti terjadi saat kelahiran. Atresia bilier merupakan proses
inflamasi progresif yang menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun
ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut (Donna L.
Wong, 2008).
2. Etiologi
Faktor penyebab dari Atresia Bilier ini belum jelas. Namun, sebagian besar penulis
berpendapat bahwa Atresia Bilier disebabkan oleh suatu proses inflamasi yang merusak
duktus bilier dan juga akibat dari paparan lingkungan (disebabkan oleh virus) selama
periode kehamilan dan perinatal (Sodikin, 2011).
3. Manifestasi Klinis (Data Subyektif dan Data Objektif)
Pada bayi dengan atresia bilier biasanya tampak sehat ketika baru lahir. Gejala penyakit ini
biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah lahir. Menurut Sodikin (2011), gejala-
gejala tersebut yaitu :
a. Data Subjektif
- Iritabilitas (bayi menjadi rewel)
- Sulit untuk menenangkan bayi
b. Data Objektif
- Ikterus
Terjadinya kekuningan pertama kali akan terlihat pada sklera dan kulit karena tingkat
bilirubin yang sangat tinggi (pigmen empedu) dalam aliran darah. Mungkin terdapat
sejak lahir. Biasanya tidak terlihat sampai usia 2 hingga 3 minggu.
- Urine berwarna gelap dan menodai popok. Urine gelap yang disebabkan oleh
penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari hemoglobin) dalam darah. Bilirubin
kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam urine.
- Feses berwarna lebih pucat daripada yang perkirakan atau berwarna putih atau coklat
muda karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang masuk ke dalam usus
untuk mewarnai feses
- Hepatomegali
- Distensi abdomen
- Splenomegali
Keadaan ini menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal / tekanan
darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung,
usus dan limpa ke hati).
- Gangguan metabolisme lemak yang menyebabkan pertambahan berat badan yang
buruk, dan kegagalan tumbuh kembang secara umum.
- Letargi
- Pruritus (gatal disertai ruam)
- Asites
- Jaundice, disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru
lahir. Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan.
Seorang bayi dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus
berkembang pada dua atau tiga minggu setelah lahir
- Anoreksia
- Lambat saat makan, kadang-kadang tidak ada nafsu untuk makan
- Kekeringan
- Kerusakan kulit
- Edema perifer
4. Patway
ATRESIA BILIER

Kelainan Kongenital Infeksi

Obstruksi saluran empedu Obstruksi saluran empedu Kerusakan progresif


intra hepatik ekstra hepatik pada ductus bilier

Empedu kembali ke Inflamasi Progresif


Ekskresi Saluran Empedu
hati
Bilirubin tidak terbentuk
MK : Hipertermi

Gg. Penyerapan
Obstruksi aliran dari Lemak dan vitamin
lemak dan
hati ke dalam larut lemak tidak
vitamin larut
dapat di absorbsi
lemak
Gg. Supply Proses
darah pd sel Malnutrisi
peradangan Kekurangan vitamin
hepar pada hati larut lemak (A, D, E
Mual Muntah dan K)
Kerusakan Hepatomegaly
ductus
empedu sel Distensi abdomen dan MK : MK : Gg.
hepatik kebutuhan oksigen Kekurangan Pertumbuhan dan
meningkat Volume Cairan perkembangan

Kerusakan sel
MK : Pola nafas
ekskresi MK : Gg. Nutrisi
tidak efektif
kurang dari
kebutuhan tubuh
Bilirubin

Keluar ke aliran
darah dan kulit

Priuritis Ikterus MK : Kerusakan


integritas kulit
5. Data Penunjang
Menurut Sodikin (2011), Secara garis besar pemeriksaanyang dilakukan untuk mendeteksi
atresia bilier dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu pemeriksaan :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan serum darah
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin
untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan
pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin
direk < 4 mg/dl tidak sesuaidengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT
> 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan
hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan peningkatan gamma-
GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
Pemeriksaan urine
2) Pemeriksaan Urine
urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami ikterus, tetapi urobilin
dalam urine negatif, hal ini menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total.
3) Pemeriksaan feces
Warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja/stercobilin dalam tinja
berkurang karena adanya sumbatan.
b. Biopsi hati
Biopsi hati dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sumbatan dari hati yang
dilakukan dengan pengambilan jaringan hati.

6. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman atau respon
individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan, pada risiko masalah kesehatan
atau pada proses kehidupan. Diagnosis keperawatan merupakan bagian vital dalam
menentukan asuhan keperawatan yang sesuai untuk membantu klien mencapai kesehatan
yang optimal. Sesuai dengan pasal 30 UU No 38 tahun 2014 tentang keperawatan bahwa
dalam menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan , perawat berwenang untuk
menegakkan diagnosis keperawatan . Diagnosa keperawatan telah diterapkan di berbagai
rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya, namun pengetahuan perawat terkait indikator-
indikator diagnostik untuk penegakan diagnosis masih perlu ditingkatkan agar penegakan
dapat dilakuakan secara tepat dan terstandarisasi, serta proses penegakan diagnosisi tidak
dianggap sulit. Tanpa terminologi dan indikator yang terstandarisasi, penegakan diagnosisi
keperawatan menjadi tidak seragam, tidak akurat dan ambigu sehingga menyebabkan
ketidaktepatan pengambilan keputusan dan ketidaksesuaian asuhan keperawatan yang
diberikan kepada klien (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Berikut merupakan diagnosa
keperawatan pada pasien Atresia Ductus menurut Nanda International (2015) dan Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia (2016) :
1. Menurut NANDA International (2015)

No Diagnosa Keperawatan Kode


1 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan 00002
dengan ketidak mampuan makan mengabsorpsi nutrient
2 Hipertermia berhubungan dengan penyakit atresia bilier 00007
3 Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan distensi abdomen 00032
4 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif 00027
5 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme 00046
6 Resiko pertumbuhan tidak proporsional 00113
7 Resiko keterlambatan perkembangan 00112

2. Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2016)

No Diagnosa Keperawatan Kode


1 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi D.0019
nutrien
2 Hipertermia berhubungan dengan dengan inflamasi akibat kerusakan D.0130
progresif pada duktusbilier ekstrahepatik
3 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas D.0005
4 Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif D.0023
5 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan hormonal D.0129
6 Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek ketidakmampuan D.0106
fisik

7. Rencana Keperawatan
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), adapun perencanaan tujuan dan intervensi pada
diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus diatas adalah sebagai berikut :
a. Diagnosa 1
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam, diharapkan nutrisi anak
terpenuh
Kriterian Hasil :
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
3) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti Intervensi
Intervensi :
1) Monitor jumlah nutrisi
R/ Mengetahui pemenuhan nutrisi pasien
2) Kaji pemenuhan nafsu makan pasien
R/ Agar dapat dilakukan intervensi dalam pemberian makanan pada pasien
3) Ajarkan pasien atau keluarga bagaimana membuat catatan makanan harian
R/ Membuat catatan makanan harian dapat memantau pemenuhan nutrisi yang
diperlukan
4) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutisi yang dibutuhkan pasien
R/ Ahli gizi adalah spesialis dalam ilmu gizi yang membantu pasien memilih
makanan sesuai dengan keadaan sakitnya
b. Diagnosa 2
Hipertermia berhubungan dengan penyakit atresia bilier
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam, diharapkan suhu tubuh dalam
batas normal (36.5-37oC)
Kriteria Hasil :
1) Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5-37oC)
2) Nadi dalam rentang normal (100-160x/menit)
3) Pernapasan dalam rentang normal (20-60x/menit)
4) Tidak ada perubahan warna kulit, tidak tampak lemas
Intervensi :
1) Kaji tingkat kenaikan suhu tubuh dan perubahan yang menyertainya
R/ Suhu diatas normal menunjukkan proses infeksi akut sehingga dapat menentukan
intervensi yang tepat
2) Beri kompres hangat pada daerah dahi, aksila dan lipatan paha
R/ Dengan memberikan kompres hangat dapat menurunkan demam
3) Monitor tanda-tanda vital
R/ sebagai indikator perkembangan keadaan pasien
4) Anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang cukup kepada bayi
R/ Intake cairan yang adekuat membantu penurunan suhu tubuh serta mengganti
jumlah cairan yang hilang melalui evaporasi
5) Anjurkan untuk menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat
R/ Mempercepat proses evaporasi
6) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
R/ Untuk menurunkan demam dengan aksi sentralnya di hipotalamus
c. Diagnosa 3
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan distensi abdomen
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam, diharapkan pola napas kembali
efektif
Kriteria Hasil :
1) Sesak berkurang
2) Frekuensi napas dalam batas normal (22-34x/menit)
3) Irama napas teratur
Intervensi :
1) Kaji keluhan sesak, frekuensi dan irama napas
R/ Dengan mengkaji keluhan sesak, frekuensi dan irama napas dapat mengetahui
sejauh mana kondisi pasien
2) Monitor/kaji pola napas (misalnya: bradipnea, takipnea, hiperventilasi, pernapasan
kusmaul)
R/ Keabnormalan pola napas menyertai obtruksi paru
3) Tinggikan kepala atau bantu mengubah posisi yang nyaman fowler atau semifowler
R/ Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan
4) Kolaborasi pemberian oksigen tambahan bila diperlukan
R/ Terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat penurunan
ventilasi
d. Diagnosa 4
Kekurangan volume cairan berhubungan kehilangan cairan aktif
Tujuan :
Setelah Diberikan asuhan keperawatan selama…x 24 jam, diharapkan tidak
menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi dan mempertahankan hidrasi adekuat
Kriteria Hasil :
1) Turgor kulit baik
2) Frekuensi irama nadi dalam rentang normal
3) Frekuensi dan irama nafas dalam rentang normal
4) Elektrolit serum (misalnya natrium, kalium, dan magnesium) dalam batas normal
5) Membrane mukosa lembab
6) Intake dan output cairan seimbang
Intervensi :
1) Kaji masukan dan keluaran, karakter dan jumlah feses, hitung intake dan ouput
R/ untuk memberikan informasi tentang cairan dan juga sebagai pedoman pengganti
cairan
2) Kaji tanda-tanda vital (Suhu, Nadi dan Respirasi) pasien
R/ hipotensi, takikardi, deman dan sesak dapat menunjukan respond terhadap efek
kehilangan cairan
3) Observasi turgor kulit, membrane mukosa, pengisian kapiler dan ukur berat badan tiap
hari
R/ untuk dapat menunjukan kehilangan cairan berlebih
4) Berikan dan pantau cairan intravena sesuai ketentuan
R/ untuk mengobati phatogen khususnya yang mengakibatkan kehilangan cairan
berlebihan
5) Kolaborasi dalam pemberian obat
R/ untuk mempercepat proses penyembuhan
e. Diagnosa 5
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam diharapkan integritas kulit tidak
mengalami kerusakan
Kriteria hasil :
1) Ketebalan dan tekstur jaringan normal
2) Tidak ada perubahan warna kulit
3) Tidak adanya gatal-gatal disertai ruam
Intervensi :
1) Monitor warna kulit
R/ Perubahan warna kulit pada pasien menunjukkan
2) Ganti popok jika basah atau kotor
R/ Untuk menjaga kulit anak agar bersih dan kering
3) Memandikan anak dengan sabun dan air hangat
R/ Menjaga agar kulit anak tetap bersih
4) Ubah posisi anak setiap dua jam sekali
R/ Untuk menjaga kelembapan kulit anak
5) Oleskan minyak/baby oil pada daerah gatal
R/ Dengan mengoleskan minyak dapat mengurangi rasa gatal
f. Diagnosa 6
Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek ketidakmampuan fisik
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan x 24 jam diharapkan pertumbuhan dan
perkembangan anak meningkat
Kriteria Hasil :
1) Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya
2) Status nutrisi seimbang
3) Status pertumbuhan sesuai dengan usia anak
Intervensi :
1) Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan
2) Kaji asupan nutrisi anak (misalnya kalori dan zat gizi)
3) Pantau kecenderungan kenaikan dan penurunan berat badan
4) Kolaborasi dengan ahli gizi, jumalah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan gizi yang sesuai
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather. (2015). NANDA International Inc. Diagnosa Keperawatan: Definisi &
Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Julinar, Dianne, Y & Sayoeti, Y. (2009). Atresia Bilier Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Jurnal
Kedokteran Andalas, Vol. 33. No.2.

Nurarif, A.H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 2. Jakarta: EGC

Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestinal dan


Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika

Speer Morgan, Kathleen. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan Clinical
Pathways. Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP PPNI

You might also like