You are on page 1of 10

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA DEPRESI

Suponco Eddi Wahyono

SMF Psikiatri Rumah Sakit Umum Daerah Subang

Abstrak

Depresi merupakan gangguan mental yang umum ditemukan dan diperkirakan merupakan
kontributor beban penyakit dunia peringkat ke-2 pada tahun 2020. Depresi ditandai dengan mood
depresi, kehilangan ketertarikan, perasaan bersalah dan tidak berguna, gangguan tidur dan pola
makan serta gangguan konsentrasi. Gejala anxietas juga dapat menyertai depresi. Masalah ini
dapat menjadi kronik dan berulang sehingga menyebabkan gangguan fungsi individu baik untuk
diri sendiri, keluarga, dan sosial dengan kemungkinan terburuk bunuh diri. Penatalaksanaan
depresi yang efektif meliputi pemberian antidepresan dan psikoterapi

Gangguan jiwa depresi dan cemas lazim ditemukan di praktik umum dan pelayanan primer
sehingga penting untuk mengetahui diagnosis, tatalaksana dan kapan merujuk.

Kata Kunci: depresi, diagnosis, tatalaksana

Pendahuluan

Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan

kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak

mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian tetap utuh, perilaku dapat terganggu

tetapi dalam batas-batas normal.1

Gangguan depresi sering ditemui di seluruh dunia, sekitar 300 juta orang mengalami

gangguan ini. Depresi mayor/unipolar pada tahun 1990, menduduki urutan keempat dari

penyakit yang paling tinggi beban globalnya (Global Burden Disease) dan diperkirakan pada

tahun 2020 posisinya akan naik menjadi nomor dua.2,3,4Survei World Mental Health yang

dilakukan di 17 negara menemukan bahwa rata-rata 1 dari 20 orang pernah mengalami episode

depresidalam perjalanan hidupnya.4Prevalensi depresi selama kehidupan pada wanita 10%-25%


dan pada laki-laki 5%-12%. Walaupun depresi lebih sering pada wanita, bunuh diri lebih sering

terjadi pada laki-laki, terutama lelaki usia muda dan usia tua.4,5 Gangguan depresi dapat mulai

terjadi pada usia muda dan sering berulang. Episode depresi yang lama dengan tingkat keparahan

sedang atau berat dapat mengganggu fungsi seseorang dalam pekerjaan, sekolah dan keluarga

dan meningkatkan risiko terjadinya bunuh diri.6

Diperkirakan 85% penderita depresi juga mengalami gejala anxietas yang signifikan

demikian juga 90% gejala depresi dialami penderita anxietas. Komorbid depresi dan anxietas

menyebabkan disabilitas yang lebih berat, lebih resisten terhadap terapi dan risiko bunuh diri

lebih tinggi.7

Secara global didapatkan kurang dari 50% penderita depresi yang mendapatkan tatalaksana

bahkan di beberapa Negara ada yang kurang dari 10%.4 Hal ini disebabkan oleh kurangnya

pengetahuan tentang depresi, stigma sosial tentang gangguan mental, kurangnya sumber daya

(tenaga kesehatan terlatih untuk kesehatan jiwa, dan akses pelayanan kesehatan).2,4,8 Sehingga

WHO menetapkan tema hari kesehatan dunia 2017 “Depression: let’s talk” yang bertujuan agar

orang-orang yang mengalami depresi dimanapun di seluruh dunia dicari dan diberikan

tatalaksana.3,6

Sebagian besar dari orang gangguan jiwa datang berobat ke dokter umum atau ke

pelayanan kesehatan primer untuk alasan keluhan somatik ataupun karena gejala-gejala

gangguan jiwa yang lebih jelas. Survei mengungkapkan bahwa 20-30% pasien yang berkunjung

ke pelayanan kesehatan primer memperlihatkan gejala gangguan jiwa.2,8

Gangguan jiwa yang lazim dijumpai di praktik umum adalah gangguan anxietas dan

gangguan depresi ringan-sedang. Lebih dari 75% datang ke pelayanan primer dan kurang dari

10% yang berobat ke psikiater.2,8


Pelayanan primer seyogyanya mampu memberikan pelayanan kesehatan jiwa dasar, yakni

meliputi:8

a. Deteksi dini masalah kesehatan jiwa

b. Pengobatan gangguan jiwa yang lazim

c. Konseling dan psikoedukasi

d. Melakukan rujukan kasus spesialistik

Gangguan campuran anxietas dan depresi (F41.2) merupakan salah satu gangguan jiwa yang
dapat ditangani di FKTP berdasarkan Permenkes no.5 tahun 2014.9

Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia, gangguan depresi unipolar


mempunyai kompetensi 2 sedangkan gangguan campuran anxietas dan depresi mempunyai
kompetensi 3A maka sebagai seorang dokter harus mengetahui bagaimana mendiagnosis,
melakukan tatalaksana awal dan melakukan rujukan spesialistik. Makalah ini mengemukakan
mengenai hal tersebut.

Diagnosis Depresi

Diagnosis depresi berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III

(PPDGJ-III) di Indonesia.10

1. Gejala Utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat):

a. Afek depresif

b. Kehilangan minat dan kegembiraan, dan

c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang

nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.

2. Gejala lainnya:

a. Konsentrasi dan perhatian berkurang,

b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang,


c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna,

d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis,

e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri,

f. Gangguan tidur,

g. Nafsu makan berkurang,

3. Untuk episode depresif dibagi dalam 3 tingkat keparahan, yaitu: ringan, sedang dan berat.

Dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk

penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa

beratnya dan berlangsung cepat.

Berdasarkan DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-IV-Text

Revision), gangguan depresi mayor terjadi tanpa adanya riwayat episode manik, campuran atau

hipomanik. Episode depresif mayor harus ada sekurang-kurangnya dua minggu, dan mengalami

sedikitnya lima gejala, yakni: perubahan dalam nafsu makan dan berat badan, tidur dan aktifitas,

kekurangan energi, perasaan bersalah, permasalahan dalam berpikir dan membuat keputusan,

dan pikiran berulang tentang kematian atau bunuh diri.11

Tabel 1 Kriteria Derajat Keparahan Depresi12


Derajat
Kriteria ICD-10/
Keparahan Kriteria DSM-IV-TR
PPDGJ
Depresi
Ringan a. Mood depresi atau kehilangan a. Dua gejala
ketertarikan/kesenangan + 4 gejala tipikal/utama
depresi lainnya b. Dua gejala lainnya
b. Terganggunya fungsi sosial dan
pekerjaan minor
Sedang a. Mood depresi atau kehilangan a. Dua gejala utama
ketertarikan/kesenangan + 4 gejala b. Tiga atau lebih
depresi lainnya gejala lainnya
b. Terganggunya fungsi
sosial/pekerjaan bervariasi
Berat a. Mood depresi atau kehilangan a. Tiga gejala utama
ketertarikan/kesenangan + 4 gejala b. Empat atau lebih
depresi lainnya gejala lainnya
b. Terganggunya fungsi Juga dikelompok-
sosial/pekerjaan mayor atau kan berdasarkan ada
dengan gejala psikotik tidaknya gejala
psikotik

Tatalaksana Depresi

Bentuk terapi bergantung dari diagnosis, derajat keparahan penyakit, umur pasien, juga

respons terhadap terapi sebelumnya. Berikut merupakan jenis terapi depresi:5,11

1. Terapi Psikologik

Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Terapi harus memberikan kehangatan, empati,

mengerti dan optimistik.

2. Terapi kognitif-perilaku (Cognitive Behavioural Therapy/CBT)

Terapi kognitif-perilaku sangat bermanfaat pada pasien depresi sedang dan ringan. Pasien

diberi latihan keterampilan dan diperlihatkan pengalaman-pengalaman kesuksesan. Dari

perspektif kognitif, pasien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran dan harapan

negatif. Terapi ini mencegah kekambuhan.

3. Farmakoterapi

Hampir semua depresi mayor dan depresi kronik atau depresi minor membutuhkan

antidepresan (70%-80% pasien berespons terhadap antidepresan). Mulai dengan SSRI

(Selective Serotonin Reuptake Inhibitor), misalnya: citalopram, fluoxetine, fluvoxamine,

paraxetine, dan sertraline, bila tidak berhasil pertimbangkan antidepresan trisiklik, misalnya:

nortriptyline, amitriptyline, lofepramine, dll atau MAOI (Mono Amin Oxidase Inhibitors),

misalnya: phenelzine, isocarboxazid, moclobemide, dll. Setelah sembuh dari episode depresi

pertama, obat dipertahankan untuk beberapa bulan, kemudian diturunkan. Untuk pasien yang

telah kambuh beberapa kali dibutuhkan obat pemeliharaan untuk periode jangka panjang.Saat
ini, pengobatan dengan antidepresan memerlukan waktu 2 sampai 4 minggu untuk mencapai

efek terapeutik.

Obat yang biasanya tersedia di fasilitas layanan primer adalah amitriptilin. Amitriptilin

merupakan antidepresan trisiklik. Cara pemberian obat ini dimulai dengan dosis 25-50mg

pada malam hari. Naikkan bertahap sampai 100-150mg dalam 10 hari, pada pasien lansia

dosis dikurangi. Dan lakukan pemeriksaan efek samping pada setiap kunjungan.

Tabel 2 Profil Antidepresan2

DA1 NE1 5-HT1 Dosis(mg/hr) Ach* Sedasi Hipotensi

Amitriptilin + +++ +++ 50-300 ++++ ++++ ++

Imipramin + ++ +++ 30-300 ++ ++ +++

Klomipramin 0 ++ +++++ 25-250 +++ +++ ++

Maproptilin 0 +++ 0/+ 50-225 ++ ++ +

Amoxapin +2 +++ ++ 50-600 +++ ++ +

Fluoxetin 0 0/+ +++++ 20-60 0 0/+ 0

Sertralin 0 0/+ ++++ 50-200 0 0/+ 0

Fluvoxamin 0 0/+ ++++ 50-300 0 0/+ 0

Sitalopram 0 0 +++++ 20-40 0 0/+ 0

Paroxetin 0 0/+ +++++ 20-50 0/+ 0/+ 0

Trazodon 0 0 ++ 150-600 0/+ +++ ++

Mirtazapin 0 ++ ++ 15-45 0 +++ 0

Tianeptin + 0 +++3 25-75 + 0 0

Keterangan: 1Blokade reuptake, 2DA antagonis, 3reuptake enhancer, *antikolinergik


4. Terapi kejang listrik mungkin merupakan terapi pilihan bila:

a. Obat tidak berhasil setelah lebih dari 6 minggu pengobatan

b. Kondisi pasien menuntut remisi segera (misalnya bunuh diri yang akut)

c. Pada beberapa depresi psikotik

d. Pada pasien yang tidak dapat mentoleransi obat (misalnya pasien tua yang berpenyakit

jantung)

Perjalanan pengobatan pada depresi meliputi 3 fase yang digambarkan dalam gambar berikut

Gambar 1.1 Tiga Fase Pengobatan Depresi2


Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi di Layanan Primer

Dalam era BPJS seorang dokter yang bekerja di fasilitas kesehatan tingkat pertama harus
mampu menangani kasus gangguan campuran anxietas dan depresi (F41.2) sebagaimana
tercantum di Permenkes no.5 tahun 2014.Kriteria diagnosis gangguan ini belum tercantum di
DSM V karena kriteria diagnosis yang diajukan belum cukup dapat dipertanggungjawabkan.7

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Kriteria


diagnosis berdasarkan ICD 10, yaitu:adanya gejala-gejala kecemasan dan depresi yang timbul
bersama-sama, dan masing-masing gejala tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup
berarti untuk dapat ditegakkannya suatu diagnosis tersendiri.9

Tatalaksana gangguan campuran cemas dan depresi9


1. Konseling dan edukasi pada pasien dan keluarga
- Gangguan campuran cemas depresi dapat menganggu produktivitas pasien, keluarga perlu
memahami bahwa hal ini terjadi karena gejala-gejala penyakitnya itu sendiri
- Gangguan campuran anxietas dan depresi kadang-kadang memerlukan pengobatan yang
cukup lama, diperlukan dukungan keluarga untuk memantau agar pasien melaksanakan
pengobatan dengan benar termasuk minum obat setiap hari
2. Intervensi psikososial
- Lakukan penentraman (reassurance) dalam kondisi terapeutik, dorong pasien untuk
mengekspresikan pikiran perasaan tentang gejala dan riwayat gejala
- Beri penjelasan adanya pengaruh antara faktor fisik dan psikologis
- Bicarakan dan sepakati rencana pengobatan, follow up, bagaimana menghadapi gejala
dan dorong untuk kembali ke aktivitas normal
- Ajarkan teknik relaksasi (teknik nafas dalam)
- Anjurkan untuk berolahraga teratur atau melakukan aktivitas yang disenangi serta
menerapkan perilaku hidup sehat
- Ajarkan untuk selalu berpikir positif dan manajemen stress dengan baik
3. Untuk gejala kecemasan maupun depresinya, diberikan antidepresan dosis rendah, dapat
dinaikkan apabila tidak ada perubahan yang signifikan setelah 2-3 minggu: fluoksetin 1x10-
20 mg/hari atau sertralin 1x25-50 mg/hari atau amitriptilin 1x12,5-50 mg/hariatau
imipramin1-2x10-25 mg/hari. Catatan: amitriptilin dan imipramin tidak boleh diberikan pada
pasien dengan penyakit jantung, dan pemberian berhati-hati untuk pasien lansia karena efek
hipotensi ortostastik (dimulai dengan dosis minimal efektif).
4. Pada pasien dengan gejala kecemasan yang lebih dominan dan atau dengan gejala insomnia
dapat diberikan kombinasi fluoksetin atau sertralin dengan antianxietas benzodiazepin. Obat-
obatan antianxietas jenis benzodiazepin yaitu: diazepam 1x2-5 mg atau lorazepam 1-2x0,5-1
mg atau klobazam 2x5-10 mg atau alprazolam 2x 0,25-0,5mg. Setelah kira-kira 2-4 minggu
benzodiazepin ditappering-off perlahan, sementara antidepresan diteruskan hingga 4-6 bulan
sebelum ditappering-off. Hati-hati potensi penyalah gunaan pada alprazolam karenawaktu
paruh yang pendek
Pasien dapat dirujuk setelah didiagnosis mengalami gangguan ini, terutama apabila gejala
progresif dan makin bertambah berat yang menunjukkan gejala depresi seperti pasien menolak
makan, tidak mau merawat diri, ada ide/tindakan bunuh diri; atau jika tidak ada perbaikan yang
signifikan dalam 2-3 bulan terapi.8,9
Penutup

Diagnosis depresi dapat ditegakkan berdasarkan PPDGJ-III dengan memenuhi setidaknya


2 dari 3 gejala utama dan 2 atau lebih gejala tambahan. Jika terdapat gejala depresi dan anxietas
yang bersamaan maka dapat dipertimbangkan diagnosis gangguan campuran anxietas dan
depresi.

Penatalaksanaan berupa pemberian antidepresan mulai dari dosis rendah dan melalukan
psikoterapi dan edukasi baik pada pasien dan keluarganya.

Pengetahuan mengenai diagnosis dan tatalaksana depresi diharapakan mampu


meningkatkan jumlah penderita depresi yang mendapatkan tatalaksana sehingga angka
disabilitas karena penyakit ini dapat berkurang.
Daftar Pustaka

1. Hawari Dadang.Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Edisi ke-2. Jakarta: Gaya Baru, 2006.
2. Maramis Albert, Dharmono Suryo. Penanganan Depresi dan Anxietas di Pelayanan Primer.
Surabaya: Indopsy, 2003.
3. Mathers, Loncar. Projections of Global Mortality and Burden of Disease 2002-2030. PLoS
Medicine. 2006;3:2011-30
4. Marcus Marina, Yasamy M.Taghi, etal. Depression A Global Public Health Concern. World
Mental Health Day. 2012.
5. Amir, Nurmiati. Depresi Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tatalaksana. Jakarta: FK
Universitas Indonesia, 2005.
6. WHO. Depression. 2017 [updated February 2017 cited 2017 August]. Available from
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs369/en/
7. Moller, Borwin, etal. The Relevance of’Mixed Anxiety and Depression’ as A Diagnostic
Category in Clinical Practice. Eur Arch Psychiatry Clin Neuroscience. 2016; 266(8):725-36.
8. Modul Praktik Klinik Psikiatri. Layanan Kesehatan Jiwa Masyarakat dan Peran Dokter di
Layanan Primer. FKUI: 2012.
9. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 43 tahun 2016.
10. Maslim Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa. Edisi ke-2. Jakarta: PT Nuh Jaya, 2013.
11. Sadock, Benjamin, James, Sadock, Virginia, Alcott. Synopsis of Psychiatry. Edisi ke-10.
Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins, 2007.
12. Lam, Raymond W., Mok, Hiram. Depression. Oxford University, 2008.

You might also like