Professional Documents
Culture Documents
Abstrak
Depresi merupakan gangguan mental yang umum ditemukan dan diperkirakan merupakan
kontributor beban penyakit dunia peringkat ke-2 pada tahun 2020. Depresi ditandai dengan mood
depresi, kehilangan ketertarikan, perasaan bersalah dan tidak berguna, gangguan tidur dan pola
makan serta gangguan konsentrasi. Gejala anxietas juga dapat menyertai depresi. Masalah ini
dapat menjadi kronik dan berulang sehingga menyebabkan gangguan fungsi individu baik untuk
diri sendiri, keluarga, dan sosial dengan kemungkinan terburuk bunuh diri. Penatalaksanaan
depresi yang efektif meliputi pemberian antidepresan dan psikoterapi
Gangguan jiwa depresi dan cemas lazim ditemukan di praktik umum dan pelayanan primer
sehingga penting untuk mengetahui diagnosis, tatalaksana dan kapan merujuk.
Pendahuluan
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan
kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, tidak
mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian tetap utuh, perilaku dapat terganggu
Gangguan depresi sering ditemui di seluruh dunia, sekitar 300 juta orang mengalami
gangguan ini. Depresi mayor/unipolar pada tahun 1990, menduduki urutan keempat dari
penyakit yang paling tinggi beban globalnya (Global Burden Disease) dan diperkirakan pada
tahun 2020 posisinya akan naik menjadi nomor dua.2,3,4Survei World Mental Health yang
dilakukan di 17 negara menemukan bahwa rata-rata 1 dari 20 orang pernah mengalami episode
terjadi pada laki-laki, terutama lelaki usia muda dan usia tua.4,5 Gangguan depresi dapat mulai
terjadi pada usia muda dan sering berulang. Episode depresi yang lama dengan tingkat keparahan
sedang atau berat dapat mengganggu fungsi seseorang dalam pekerjaan, sekolah dan keluarga
Diperkirakan 85% penderita depresi juga mengalami gejala anxietas yang signifikan
demikian juga 90% gejala depresi dialami penderita anxietas. Komorbid depresi dan anxietas
menyebabkan disabilitas yang lebih berat, lebih resisten terhadap terapi dan risiko bunuh diri
lebih tinggi.7
Secara global didapatkan kurang dari 50% penderita depresi yang mendapatkan tatalaksana
bahkan di beberapa Negara ada yang kurang dari 10%.4 Hal ini disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan tentang depresi, stigma sosial tentang gangguan mental, kurangnya sumber daya
(tenaga kesehatan terlatih untuk kesehatan jiwa, dan akses pelayanan kesehatan).2,4,8 Sehingga
WHO menetapkan tema hari kesehatan dunia 2017 “Depression: let’s talk” yang bertujuan agar
orang-orang yang mengalami depresi dimanapun di seluruh dunia dicari dan diberikan
tatalaksana.3,6
Sebagian besar dari orang gangguan jiwa datang berobat ke dokter umum atau ke
pelayanan kesehatan primer untuk alasan keluhan somatik ataupun karena gejala-gejala
gangguan jiwa yang lebih jelas. Survei mengungkapkan bahwa 20-30% pasien yang berkunjung
Gangguan jiwa yang lazim dijumpai di praktik umum adalah gangguan anxietas dan
gangguan depresi ringan-sedang. Lebih dari 75% datang ke pelayanan primer dan kurang dari
meliputi:8
Gangguan campuran anxietas dan depresi (F41.2) merupakan salah satu gangguan jiwa yang
dapat ditangani di FKTP berdasarkan Permenkes no.5 tahun 2014.9
Diagnosis Depresi
Diagnosis depresi berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III
(PPDGJ-III) di Indonesia.10
a. Afek depresif
c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang
2. Gejala lainnya:
f. Gangguan tidur,
3. Untuk episode depresif dibagi dalam 3 tingkat keparahan, yaitu: ringan, sedang dan berat.
Dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk
penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa
Revision), gangguan depresi mayor terjadi tanpa adanya riwayat episode manik, campuran atau
hipomanik. Episode depresif mayor harus ada sekurang-kurangnya dua minggu, dan mengalami
sedikitnya lima gejala, yakni: perubahan dalam nafsu makan dan berat badan, tidur dan aktifitas,
kekurangan energi, perasaan bersalah, permasalahan dalam berpikir dan membuat keputusan,
Tatalaksana Depresi
Bentuk terapi bergantung dari diagnosis, derajat keparahan penyakit, umur pasien, juga
1. Terapi Psikologik
Terapi kognitif-perilaku sangat bermanfaat pada pasien depresi sedang dan ringan. Pasien
perspektif kognitif, pasien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran dan harapan
3. Farmakoterapi
Hampir semua depresi mayor dan depresi kronik atau depresi minor membutuhkan
paraxetine, dan sertraline, bila tidak berhasil pertimbangkan antidepresan trisiklik, misalnya:
nortriptyline, amitriptyline, lofepramine, dll atau MAOI (Mono Amin Oxidase Inhibitors),
misalnya: phenelzine, isocarboxazid, moclobemide, dll. Setelah sembuh dari episode depresi
pertama, obat dipertahankan untuk beberapa bulan, kemudian diturunkan. Untuk pasien yang
telah kambuh beberapa kali dibutuhkan obat pemeliharaan untuk periode jangka panjang.Saat
ini, pengobatan dengan antidepresan memerlukan waktu 2 sampai 4 minggu untuk mencapai
efek terapeutik.
Obat yang biasanya tersedia di fasilitas layanan primer adalah amitriptilin. Amitriptilin
merupakan antidepresan trisiklik. Cara pemberian obat ini dimulai dengan dosis 25-50mg
pada malam hari. Naikkan bertahap sampai 100-150mg dalam 10 hari, pada pasien lansia
dosis dikurangi. Dan lakukan pemeriksaan efek samping pada setiap kunjungan.
b. Kondisi pasien menuntut remisi segera (misalnya bunuh diri yang akut)
d. Pada pasien yang tidak dapat mentoleransi obat (misalnya pasien tua yang berpenyakit
jantung)
Perjalanan pengobatan pada depresi meliputi 3 fase yang digambarkan dalam gambar berikut
Dalam era BPJS seorang dokter yang bekerja di fasilitas kesehatan tingkat pertama harus
mampu menangani kasus gangguan campuran anxietas dan depresi (F41.2) sebagaimana
tercantum di Permenkes no.5 tahun 2014.Kriteria diagnosis gangguan ini belum tercantum di
DSM V karena kriteria diagnosis yang diajukan belum cukup dapat dipertanggungjawabkan.7
Penatalaksanaan berupa pemberian antidepresan mulai dari dosis rendah dan melalukan
psikoterapi dan edukasi baik pada pasien dan keluarganya.
1. Hawari Dadang.Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Edisi ke-2. Jakarta: Gaya Baru, 2006.
2. Maramis Albert, Dharmono Suryo. Penanganan Depresi dan Anxietas di Pelayanan Primer.
Surabaya: Indopsy, 2003.
3. Mathers, Loncar. Projections of Global Mortality and Burden of Disease 2002-2030. PLoS
Medicine. 2006;3:2011-30
4. Marcus Marina, Yasamy M.Taghi, etal. Depression A Global Public Health Concern. World
Mental Health Day. 2012.
5. Amir, Nurmiati. Depresi Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tatalaksana. Jakarta: FK
Universitas Indonesia, 2005.
6. WHO. Depression. 2017 [updated February 2017 cited 2017 August]. Available from
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs369/en/
7. Moller, Borwin, etal. The Relevance of’Mixed Anxiety and Depression’ as A Diagnostic
Category in Clinical Practice. Eur Arch Psychiatry Clin Neuroscience. 2016; 266(8):725-36.
8. Modul Praktik Klinik Psikiatri. Layanan Kesehatan Jiwa Masyarakat dan Peran Dokter di
Layanan Primer. FKUI: 2012.
9. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 43 tahun 2016.
10. Maslim Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa. Edisi ke-2. Jakarta: PT Nuh Jaya, 2013.
11. Sadock, Benjamin, James, Sadock, Virginia, Alcott. Synopsis of Psychiatry. Edisi ke-10.
Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins, 2007.
12. Lam, Raymond W., Mok, Hiram. Depression. Oxford University, 2008.