You are on page 1of 39

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Infeksi kulit masih menjadi suatu masalah kesehatan yang dihadapi

masyarakat di negara berkembang termasuk indonesia. Kasus penyakit kulit dan

jaringan subkutan lainnya merupakan kasus penyakit terbanyak dengan kasus-kasus

baru. Infeksi berbagai kuman patogen dapat ditemukan pada kulit dimana kulit

merupakan bagian terluar tubuh yang secara langsung bersinggungan dengan

lingkungan. Infeksi pada kulit dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti

dermatitis, impetigo dan selulitis. Adapun bakteri yang umumnya menginfeksi kulit

yaitu Staphylococcus aureus. Cara mudah melindungi kulit dari infeksi bakteri

yaitu dengan menggunakan sabun antibakteri.

Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) merupakan obat alternatif karena

memiliki senyawa antibakteri, sedangkan kulit buah naga pada saat ini belum

dimanfaatkan secara optimal hanya terpaku pada daging buahnya saja, jika tidak

dimanfaatkan secara opti mal maka akan menjadi limbah bagi lingkungan disekitar.

Buah naga merah merupakan buah dari suku Cactaceae, yang mulai banyak

dikonsumsi di Indonesia. Khasiat buah naga merah sebagai antibakteri telah

dibuktikan oleh penelitian Nurmahani (2012), bahwa n-heksan, kloroform dan

etanol kulit buah naga merah memiliki aktivitas antibakteri pada bakteri gram

positif dan gram negatif.


Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) merupakan obat alternatif karena

memiliki senyawa antibakteri, sedangkan kulit buah naga pada saat ini belum

dimanfaatkan secara optimal hanya terpaku pada daging buahnya saja, jika tidak

dimanfaatkan secara opti mal maka akan menjadi limbah bagi lingkungan disekitar.

Buah naga merah merupakan buah dari suku Cactaceae, yang mulai banyak

dikonsumsi di Indonesia. Khasiat buah naga merah sebagai antibakteri telah

dibuktikan oleh penelitian Nurmahani (2012), bahwa n-heksan, kloroform dan

etanol kulit buah naga merah memiliki aktivitas antibakteri pada bakteri gram

positif dan gram negatif.

Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang terdapat dikulit,

rambut, dan tangan. Bakteri ini yang terdapat banyak dikulit yang dapat

menyebabkan kerusakan pada kulit dan bersifat patogen. Penggunaan sabun mandi

cair merupakan salah satu cara untuk melindungi kulit dari infeksi bakteri dan

mencegah infeksi kulit. Sabun cair memiliki banyak keuntungan dari pada sabun

padat, keuntungannya yaitu sabun cair mudah digunakan, lebih higienis, mudah

dibawa dan disimpan serta tidak mudah rusak atau kotor. Sabun cair efektif untuk

mengangkat kotoran yang menempel pada permukaan kulit baik yang larut air

maupun lemak (Rosdiyawati, 2014).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh R. Suhartati, Dodi Arif

Roziqin pada tahun 2017 dengan judul “Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol

Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Terhadap Antibakteri

Streptococcus pyogenes” hasil penelitian menunjukan terdapat aktivitas

antibakteri yang bereda pada masing-masing konsentrasi ekstrak etanol kulit


buah naga merah, semaikin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka

semakin besar daya hambat antibakterinya. Konsentrasi 100% ekstrak etanol

kulit buah naga merah dapat membunuh 99.9% pertumbuhan bakteri

Streptococcus pyogenes.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Amalia, Sri

Wahdaningsih and Eka Kartika Untari pada tahun 2014 dengan judul “Uji

Aktivitas Antibakteri Fraksi n-Heksan kulit buah naga merah (Hylocereus

polyrhizus) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923” hasil

penelitian Fraksi n-heksan kulit buah naga merah memiliki aktivitas antibakteri

pada staphylococcus aureus ATCC 25923. Rata-rata diameter zona hambat

fraksi n-heksan kulit buah naga merah pada staphylococcus aureus ATCC 25923

dengan konsentrasi 20 dan 40 mg/mL yaitu 11,17±1,69 dan 12,80±1,11 mm.

Berdasarkan latar belakang diatas untuk mengembangkan potensi

senyawa antibakteri dari kulit buah naga merah maka perlu formulai dalam

bentuk sediaan atau produk sabun cair yang memiliki aktivitas sebagai

antibakteri staphylococcus aureus. Dalam penelitian ini diformulasikan bahan-

bahan yang sesuai untuk menghasilkan sabun cair yang baik yang diujikan

kepada bakteri staphylococcus aureus.

I.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Apakah formulasi sediaan sabun cair kulit buh naga merah ekstrak etanol

96% memiliki aktivitas sebagai anitibakteri Staphylococcus aureus?


2. Apakah kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dapat

diformulasikan sebagai sediaan sabun cair dengan memiliki sifat fisik yang

baik?

3. Pada formulasi berapakah sedian ekstrak kulit buah naga merah yang paling

optimal ?

I.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini dapat diperoleh sediaan sabun cair ekstrak kulit

buah naga merah dengan sifat fisik yang baik, apakah sabun cair ekstrak kulit buah

naga merah memiliki aktivitas sebagai antibakteri, serta megetahui evaluasi dari

sediaan sabun cair ekstrak kulit buah naga merah.

I.4 Manfaat Penelitian

Penelitian formulasi dan evaluasi fisik sediaan sabun mandi cair

ekstrak kulit buah naga (Hylocereus costaricensis) dapat memberikan

manfaat bagi:

1. Manfaat bagi penulis

Suatu kesempatan yang baik bagi penulis untuk mengetahui

bagaimana formulasi dan evaluasi sediaan sabun mandi cair

ekstrak kulit buah naga (Hylocereus costaricensis) untuk


menngkatkan pengetahuan tentang pemanfaatan kulit buah naga

yang tidak terpakai agar diolah menjadi produk yang manfaat.

2. Instansi Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang

Sebagai bahan referensi bagi para pembaca untuk pengetahuan

yang berkaitan dengan pengembanhan formulasi dan evaluasi

sediaan sabun mandi cair ektstrak kulit buah naga (Hylocereus

costaricensis).

3. Manfaat bagi masyarakat

Sebagai bahan pengetahuan untuk pengembangan teknologi untuk

industri kosmetik yang berkaitan dengan pengembangan formulasi

dan evaluasi sediaan sabun mandi cair ekstrak kulit buah naga

merah (Hylocereus costaricensis).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Buah Naga (Hylocereus polyrhizius)

II.I.1 Klasifikasi
Gambar II.1

Adapun klasifikasi buah naga sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua)

Ordo : Cactales

Famili : Cactaseae

Subfamili Genus : Hylocereus

Spesies : Hylocereuspolyrhizus (daging merah)

(Kristanto D, 2008)

II.I.2 Buah Naga

Buah naga atau Dragon Fruit (Hylocereus undatus (Haw.) Britt &

Rose/family Cactaccae) saat ini banyak dikembangkan di Indonesia. Terdapat

empat jenis buah naga yakni buah naga daging putih (Hylocereus undatus), buah
naga daging merah (Hylocereus polyrhizus), buah naga daging super merah

(Hylocereus costaricencis) dan buah naga kuning daging putih (Selenicerius

megalanthus) (Stabilitas et al., 2013)

Buah naga atau dengan nama lain disebut buah pitaya memiliki

beragam manfaat. Buah ini mempunyai lima jenis varian dengan peluang yang

baik untuk dikembangkan di Indonesia, salah satunya adalah buah naga dengan

jenis buah naga daging merah (Hylocereus polyrhizus). Selain manfaat yang

ditemukan pada daging buahnya, kulit buah pitaya juga mengandung zat-zat

yang dapat memberikan manfaat. Seringkali orang beranggapan bahwa kulit

buahnya tidak dapat dimanfaatkan dan akhirnya dibuang. Padahal banyak sekali

manfaat yang bisa diambil dari kulit buah pitaya. Dewasa ini, telah dilakukan

berbagai penelitian pada kulit buahnya (Annisa, 2018)

Menurut Daniel Kristanto (2009), hingga kini ada empat jenis

tanaman buah naga yang diusahakan dan memiliki prospek baik. Keempat jenis

tersebut sebagai berikut.

1. Hylocereus undatus

Hylocereus undatus yang lebih popular dengan sebutan white

pitaya adalah buah naga yang kultnya berwarna putih. Warnna

buah merah ini sangat kontras dengan warna daging buah. Pada

kulit buah terdapat sisik atau jumbai berwarna hijau. Didalam

terdapat biji hitam. Berat buah rata-rata 400-500 g, bahkan ada

yang mencapai 650 g. rasa buahnya masam dan bercampur manis.


Disbanding jenis lainnya, kadar kemanisannya tergolong rendah.

Batang tanamannya berwarna hijau tua.

2. Hylocereus polyrhizus

Hylocereus polyrhizus yang lebih banyak dikembangkan di Cina

dan Australia ini memiliki buah dengan kulit berwarna merah dan

daging berwarna merah keunguan. Kulitnya terdapat sisik atau

jumbai hijau. Rasa buah lebih manis dibandingkan dengan

Hylocereus undatus. Tanaman ini tergolong tanaman rajun

berbunga, bahkan cenderung berbunga sepanjang tahun.

3. Hylocereus costaricensis

Buah Hylocereus costaricensis sepintas memang mirip buah

Hylocereus polyrhizus. Namun, warna daging buahnya lebih

merah. Itulah sebabnya tanaman ini disebut dengan buah naga

berdaging super merah. Berat buahnya sekitar 400-500 g, dan

memiliki rasa yang manis.

4. Selenicereus megalanthus

Selenicereus megalanthus berpenampilan berbeda disbanding

jenis anggota genus Hylocereus. Kulit buahnya berwarna kuning

tanpa sisik sehingga cenderung lebih halus. Walaupun tanpa sisik,

kulit buahnya masih menampilkan tonjolan tonjolan. Rasa

buahnya jauh lebih manis disbanding dengan buah naga lainnya.


Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) merupakan obat alternatif

karena memiliki senyawa antibakteri, sedangkan kulit buah naga pada saat ini

belum dimanfaatkan secara optimal hanya terpaku pada daging buahnya saja,

jika tidak dimanfaatkan secara optimal maka akan menjadi limb Gambar II.1

ah bagi lingkungan (Suhartati and Roziqin, 2017)

II.1.3 Morfologi Buah Naga

a. Akar

Perakaran buah naga bersifat epifit yang menempel dan merambat

pada tanaman lain. Di habitat aslinya perakaran ini menempel pada

inang berupa tanaman keras diwilayah gurun. Buah naga tergolong

tanaman berakar serabut. Akar tersebut tahan terhadap kekeringan,

tetapi tidak tahan terhadap genangan air terlalu lama. Walaupun akar

tersebut dari tanah, tanaman masih bisa hidup dengan menyerap

makanan dan air menggunakan akar udara yang tumbuh dibatang

akar ini tumbuh sepanjang batang yang berfungsi untuk menempel

pada tanaman inang. Sementara itu, akar utama terdapat di pangkal

batang, saat menjelang produksi akar ini hanya mencapai kedalaman

50-60 cm.

b. Batang dan Cabang

Batang buah naga berwarna hijau, batang tersebut berbentuk siku

atau segitiga dan mengandung air sebagai cadangan makanan dalam

bentuk lender. Bila sudah dewasa, batang akan berlapiskan lilin. Dari
batang buah naga tumbuh cabang yang bentuk dan warnanya sama

dengan batang. Cabang berfungsi sebagai daun untuk proses

asimilasi. Cabang juga mengandung cambium yang berfungsi untuk

pertumbuhan tanaman. Dibatang dan cabang tanaman tumbuh duri-

duri yang keras dan pendek. Duri ini terletak disiku-siku dan cabang

disetiap titik tumbuh terdapat 4-5 buah duri.

Batang tanaman buah naga dapat diidentifikasi berdasarkan

jenisnya. Pada batang tanaman buah naga Hylocereus polyrhizus dan

Hylocereus costaricencis, batangnya memiliki warna hijau tua dan

lebih tebal dibandingkan dengan batang pada tanaman Hylocereus

undutus yang memiliki batang hijau cerah. Pada batang tersebut akan

tumbuh cabang-cabang yang padasisanya terdapat bangian bunga

bakal buah.

c. Buan dan Biji

Buah berbentuk bulat agak lonjong, seukuran atau sedikit lebih

besar dibandingkan degan buah avokad. Buah biasanya tumbuh

dekat ujung cabang atau batang. Jumlahnya bisa lebih dari satu

dengan letak tumbuh yang terkadang berdekatan dan berhimpitan.

Ketebalan kulit buah 2-3 cm. pada permukaan buah terdapat sirip

atau sisik berukuran 1-2 cm. kulit buahnya berwarna merah menyala

untuk jenis buah naga putih dan merah, berwarna merah gelap untuk

buah berwarna hitam, dan berwarna kuning untk buah naga kuning.
Biji berbentu bulat, berukurn kecil dan tipis, tetapi snagat keras. Biji

dapat digunakan untuk pebanyakan tanaman secara generative.

Namun, cara ini jarang dilakukan karena memerlukan waktu yang

lama hingga tanaman bereproduksi.

d. Bunga

Bunga buah naga berbentuk corong memanjang berukuran sekitar 30

cm yang melingkupi benang sari yang berwarna kuning didalamnya.

Bunga mulai mekar pada sore hari. Mahkota bunga bagian luar yang

berwarna krem mekar sekitar pukul Sembilan malam. Lalu disusul

mahkota bagian dalam yang putih bersih. Dibagian ini terdapat

sejumlah benang sari yang berwarna kuning. Bunga buah naga

akhirnya terbuka penuh pada tengah malam, sehingga dikenal

sebagai night blooming cereus. Saat mekar penuh, bunga buah naga

menyebar bau yang harum dan aroma ini memikat kelelawar agar

membantu menyerbuki bunga buah naga.

II.2 Kandungan Kimia

Metabolit sekunder yang terdapat pada buah naga atau

senyawa-senyawa fitokimia yang umumnya terdapat pada

tumbuhan, yaitu golongan alkaloid, flavonoid, saponin, dan

terpenoid.

1. Flavonoid

Flavonoid adalah bagian dari senyawa fenolik yang terdapat pada

pigmen tumbuh-tumbuhan. Flavonoid merupakan golongan


polifenol sehingga memiliki sifat senyawa fenol, yaitu bersifat agak

asam sehinggga dapat larut dalam basa. Flavonoid memiliki

sejumlah gugus hidroksil, sehingga merupakan senyawa polar

sehingga pada umumnya flavonoid larut dalam pelarut seperti

etanol, methanol, butanol, aseton, air dan sebagainya. Sifat

antioksidan flavonoid berasal dari kemampuan mentransfer sebuah

electron ke senyawa radikal bebas. Manfaat utama flavonoid adalah

untuk melindungi struktur sel, membantu memaksimalkan manfaat

Vitamin C, mencegah keropos tulang, sebagai antibiotik adan anti

inflamasi.

2. Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan

merupakan hasil metabolit sekunder yang terbentuk berdasarkan

prinsip pembentukan campuran. Hampir semua alkaloid yang

ditemukan dialam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang

sangat beracun tapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan.

Misalnya kuinin, morfin dan stiknin adalah alkaloid yang terkenal

dan mempunyai efek fisiologis dan psikologis.

3. Saponin

Saponin merupakan senyawa yang mempunyai gugus hidrofilik dan

hidrofob. Pada saat digojok gugus hidrofil akan berikatan dengan air

sedangkan gugus hidrofob akan berikatan dengan udara sehingga

akan terbentk buih.


4. Terpenoid

Terpenoid merupakan salah satu metabolit sekunder, dengan

kerangka karbon yang terdiri dari dua atau lebih unit C5 yang

disebut unit isoperna.

II.3 Kulit

Kulit (kutis) merupakan pembungkus dan pelindung tubuh yang tahan air,

mengandung ujung-ujung saraf, dan membantu mengatur suhu tubuh. Kulit

cenderung berisi mikroorganisme sementara, misalnya bakteri Staphylococcus

aureus yang merupakan bagian terbesar dari flora normal manusia termasuk

beberapa spesies yang bersifat patogen yang sangat penting untuk diketahui,

karena bakteri ini menyebabkan penyakit seperti bisul (Abu and Tandah, 2015)

Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki

fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan

luar kulit ternagi menjadi tiga lapisan pokok, yaitu:

1. Lapisan Epidermis

Dari sudut kosmetika, epidermis merupakan bagian kulit yang

menarik karena kosmetik dipakai pada epidermisitu. Meskipun ada beberapa

jenis kosmetik yang digunakan sampai dermis, namun tetap penampilan

epidermis yang menjadi tujuan utama. Dengan kemajuan teknologi, dermis

menjadi tujuan dalam kosmetik medik. Ketebalan epidermis berbeda-beda

pada berbagai bagian tubuh yang paling tebal berukuran 1 milimeter, misalnya

pada telapak kaki dan telapak tangan, dan lapian yang tipis berukuran 0,1
milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi, dan perut. Sel-sel epidermis

ini disebut kereatinosit. Tersusun atas 5 lapisan sel, yaitu:

a. Lapisan Tanduk (startum corneum)

Terdiri atas beberapa lapis sel yang pipih, mati, tidak memiliki inti,

tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna, dan sangat

sedikit mengandung air. Lapisan ii sebgian besar terdiri atas keratin,

jenis protein yang tidak larut dalam air, dan sangat resisten terhadap

bahan-bahan kimia. Hal ini berkaitan dengan fungsi kulit untuk

memproduksi tubuh dari pengaruh luar. Secara alami, sel-sel yang

sudah mati dipermukaan kulit akan melepaskan diri untuk

bergenerasi. Permukaan startum corneum dilapisi oleh suatu lapisan

pelindung lembab tipis yang bersifat asam, disebut Mantel Asam

Kulit.

b. Lapisan Jernih (startum lucidum)

Terletak tepat dibawah startum lucidum, merupakan lapisan yang

tipis, jernih, sangat tampak jelas pada telapak tangan dan kaki.

c. Lapisan Berbutir-butir (startum granulosum)

Tersusun oleh sel-sel keratinoit yang berbentuk polygonal, berbutir

kasar, berinti mengkerut.

d. Lapisan Malphigi (startum spinasum)

Memilik sel yang berbentuk kubus dan seperti berduri. Intinya besar

dan oval, setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut
protein. Cairan limfe asih ditemukan mengitari sel-sel dalam lapisan

malphigi ini.

e. Lapisan Basal (startum germinativum)

Lapisan terbawah epidermis. Didalam startum germinativum juga

terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel-sel yang tidak mengalami

keratinisasi dan fungsinya hanya membentuk pigmen melanin dan

memberikannya kepada sel-sel keretinosit melalui dendrit-dendritnya.

2. Lapisan Dermis

Berbeda dengan epidermis yang tersusun oleh sel-sel dalam berbagai

bentuk dan keadaan, dermis terutama terdiri dari bahan dasar serabut kolagen

dan elastin, yang berada di dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan

terbuat dari gelatin mukopolisakrida. Di dalam dermis terdapat adneksa-

adneksa kulit seperti folikel rambut, papilla rambut, kelenjar keringat, saluran

keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan

ujung saraf, juga sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak

dibawah kulit.

II.4 Ekstrasi

Ekstraksi merupakan salah satu metode pemisahan dua atau lebih komponen

dengan menambahkan suatu pelarut yang tepat. Ekstraksi meliputi distribusi zat

terlarut diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Pelarut yang umum
dipakai adalah air dan pelarut organik lain seperti kloroform, eter, etanol, dan

alkohol (Stabilitas et al., 2013)

Prosedur ekstraksi, zat-zat terlarut akan terdistribusi diantara lapisan air dan

lapisan organik sesuai dengan perbedaan kelarutannya. Ekstraksi lebih efisien

apabila dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut yang lebih kecil daripada

dengan jumlah pelarut yang banyak tetapi ekstraksinya hanya sekali. Pemisahan

secara ekstraksi ada dua macam yaitu ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair

atau dikenal sebagai ekstraksi pelarut (Stabilitas et al., 2013)

Metode ekstraksi yang digunakan untuk mengisolasi suatu senyawa dari

bahan alam tergantung pada tekstur, kandungan senyawa, dan sifat senyawa yang

diisolasi. Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu, sokletasi, maserasi,

dan perkolasi. Pada penelitian ini metode yang digunakan yaitu metode maserasi.

Teknik ini digunakan karena kandungan senyawa organik yang ada dalam bahan

cukup tinggi dan telah diketahui jenis pelarut yang dapat melarutkan senyawa yang

diisolasi. Metode maserasi sangat menguntungkan karena pengaruh suhu dapat

dihindari, suhu yang tinggi memungkinkan terdegradasinya senyawa- senyawa

metabolit sekunder. Pemilihan pelarut yang digunakan untuk proses maserasi akan

memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa

bahan alam dalam pelarut akibat kontak langsung dan waktu yang cukup lama

dengan sampel (Stabilitas et al., 2013)

Salah satu kekurangan dari metode maserasi adalah membutuhkan waktu

yang lama untuk mencari pelarut organik yang dapat melarutkan dengan baik
senyawa yang akan diisolasi dan harus mempunyai titik didih yang tinggi pula

sehingga tidak mudah menguap (Stabilitas et al., 2013)

Pembagian metode ekstrasi menurut Depkes (2000), yaitu :

1. Cara Dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau

pengadukan pada temperature ruangan (kamar). Cairan penyari akan

menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang

mengandung zat aktif yang akan larut, karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan di luar sel maka

larutan terpekat didesak keluar. Keuntungan metode ini sangat mudah

dengan yang sederhana. Kerugian cara ini adalah pengerjaannya lama

dan penyariannya kurang sempurna.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah metode ekstrasi dengan pelarut yang selalu baru

sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperature

ruangan kamar. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan,

tahap maserasi antara, tahp perkolasi sebenarnya terus menerus

sampai diperoleh ekstrak (perkolat). Keuntungan tidak memerlukan

pemanasan sehingga Teknik ini baik untuk substansi termolabil (yang

tidak tahan terhadap pemanasan) kerugian car perkolasi yaitu

membutuhkan pelarut yang banyak dan waktu yang lama.


1. Cara Panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstrasi dengan pelarut pada temperature titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut tersebut yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan

pengulang proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga

proses ekstrasi sempurna.

b. Sokhletasi

Sokhletasi adalah ekstrai dengan menggunakan pelarut yang selalu

baru dan umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi

ekstrakm kentalnya dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan

adanya pendingin balik. Keuntungan dapat tekstur yang lunak dan

tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung. Pelarut yang

digunakan lebih sedikit dan pemanasan dapat diatur.

c. Digesti

Digesti adalah pengadukan secara kontinyu pada temperature yang

lebih tinggi dari temperature kamar, yaitu secara umum dilakukan

pada temperature 40-50°C.

d. Infundasi

Infundasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara menyari

simplisia dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit. Infundasi ini

proses yang umum digunakan untuk menyari zat aktif yang larut
dalam air dan bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini

menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman.

Oleh sebab itu sari yang diperoleh dengan cair ini tidak boleh

disimpan lebih dari 24 jam.

e. Dekokta

Dekokta adalah ekstrasi dengan pelarut air pada suhu 90-100°C

selama 30 menit.

II.5 Formulasi Sabun Cair

Sabun cair adalah sediaan berbentuk cair yang ditujukan untuk

membersihkan kulit, dibuat dari bahan dasar sabun yang ditambahkan surfaktan,

pengawet, penstabil busa, pewangi dan pewarna yang diperbolehkan, dan dapat

digunakan untuk mandi tanpa menimbulkan iritasi pada kulit (SNI, 1996). Sabun

cair memiliki bentuk yang menarik dan lebih praktis dibandingkan sabun dalam

bentuk padatan. Sabun antiseptik yang beredar di pasaran apabila sering digunakan

dalam rentang waktu yang lama dapat menyebabkan efek samping dan iritasi kulit

(Sari and Ferdinan, no date)

Sabun merupakan bahan pembersih kulit dan berbagai peralatan yang

diguakan secara umum sehari-hari. Terdapat berbagai jenis sabun di masyarakat,

seperti sabun cuci, sabun mandi, sabun tangan dan sabun wajah. Selain itu,

berdasarkan konsistensinya, dikenal pula adanya sabun krim, sabun padat dan

sabun cair. Pada saat ini sabun cair semakin banyak digunakan karena praktis dan

menarik. Berbagai jenis sabun yang beredar di pasaran pun kini sangat bervariasi.
Keberagaman sabun yang dipasarkan terlihat pada warna, jenis, manfaat dan wangi

yang ditawarkan. Salah satu jenis sabun yang saat ini banyak diproduksi karena

penggunaanya lebih praktis dan bentuk yang menarik dibandingkan bentuk sabun

lain adalah sabun cair. Kelebihan sabun cair jika dibandingkan dengan sabun mandi

padat yaitu sabun mandi cair mudah dibawa, mudah disimpan, tidak mudah rusak

atau kotor, dan penampilan kemasan yang eksklusif. Berdasarkan bentuk sediaan

sabun dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:

1. Sabun batang

Sabun batang merupakan sabun padat yang berbentuk kotak atau bulat.

Sabun ini sudah ada sejak jaman dahulu. Karena sabun tersebut dibuat dari

sodium hydroxide, sabun batang sangat cocok untuk membersihkan semua

jenis kulit dari kotoran.

2. Sabun cair

Sabun cair merupakan sabun yang memiliki kandungan pelembab yang baik

jika kita memiliki kulit kering maka sabun cair sangat cocok. Sabun jenis

ini juga lebih praktis dan higienis, karena mudah dibawa kemana-mana

dibanding sabun batang.

3. Shower gel

Shower gel juga sabun cair namun lebih kental dari sabun cair, sabun jenis

ini sangat cocok untuk kulit berminya agar terliahat cerah.

4. Shower oil

Shower oil diperuntukan untuk yang berkulit sensitif karena kandungan

minyaknya yang lebih banyak daro pada sabun cair dan shower gel.
5. Body scrub

Sabun jenis ini sangat berguna untuk mengangkat sel-sel kulit mati ditubuh.

II.6 Bakteri Uji Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif (Gambar II.2), selnya

berbentuk bola garis tengah 0,5-1,5 µm tersusun dalam kelompok-kelombok tidak

teratur. S.aureus tidak memiliki kapsul dan spora, serta tidak diketahui adanya

stadium istirahat. Dinding selnya mengandung dua komponen utama, yaitu

peptigoglikan serta asam tekoat yang berkaitan dengannya. S.aureus bersifat

anaerob fakultatif, tmbuh lebih cepat dan lebih banyak dalam keadaan aerobic.

Suhu optimum mencapai 35-40ºC.bakteri tersebut berasosiasi dengan kulit, kelenjar

kulit dan selaput lendir hewan berdarah panas (Kimia et al., 2016)

II.7 Data Preformulasi

1. HPMC (Rowe, 2009)

Nama resmi : Hydroxypropilmethyl cellulosa

Nama lain : Hypromellose, benecel MHPC, hypromellose

methocel propylane glycol esther,

methylhydroxypropycellulose, metolos, pharmacoat,

tylopur, tylose MO.

Pemerian : serbuk putih atau putih kekuningan, tidak berbau,tidak

terasa.

Kelarutan : Kelarutan hydroxypropilmethyl cellulosa praktis tidak

larut dalam air pansa (di atas 60°C), aseton, kloroform,


etanol (95%), eter dan toluene. Larut dalam air dingin

untuk membentuk larutan koloid.

Inkompatibilitas :-

Keamanan : Hydroxypropilmethyl cellulosa digunakan sebagai

eksipien dalam berbagai lisan dan sediaan farmasi

topical, dan umumnya dianggap sebagai bahan dasarnya

tidak beracun dan non irritant.

Kegunaan : Coating agent, pensuspensi, pengikat tablet, agen

penebalan, agen peningkat viskositas.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.

2. Gliserin (Rowe, 2009)

Sinonim : Croderol, glycerolum; trihydroxypropanane glycerol

Kegunaan : Gliserin sebagai antimikroba, kosolven, emolien,

humektan, pemanis dan solven.

Pemerian : cairan jerni seperti sirup, tidak berwarna, rasa manis

diikuti rasa hangat sifatnta higrokopis.

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dingin, lambat larut dalam

asam mineral encer dingin, lebih cepat larut jika

dipanaskan.

3. Asam stearat (Excipient 6th edition hal.494)

Pemerian : kristal putih atau kuning berwarna, kristalin padat, atau

putih.
Kelarutan : mudah larut dalam benzene, karbon tetraklorida,

kloroform, dan eter, larut dalam etanol, heksan, dan

propilen glikol, praktis tidak larut dalam air.

Konsentrasi : 1-20%

Kegunaan : emulsifying agent

OTT : Inkompatibel dengan hamper semua logam hidroksida

dan zat pengoksidasi.

Stabilitas : zat stabil, harus disimpan ditempat tertutup.

4. Aquadest

Warna : Jernih tidak berwarna

Rasa : Tidak mempunyai rasa

Bau : Tidak berbau

Pemerian : Cairan

Titik didih : 1800C

Pka/pkb : 8,4

Bobot Jenis : 1 gr/cm3 atau 1 gr/ml

pH larutan :7

Stabilitas : Stabil diudara

II.8 Evaluasi Sediaan Sabun Cair

Evaluasi sediaan sabun meliputi pengamatan uji fisikokimia dan uji

antibakteri.

II.8.1 Uji Antibakteri


Bahan antibakteri diartikan sebagai bahan yang mengganggu pertumbuhan

dan metabolism bakteri, sehingga bahan tersebut dapat menghambat pertumbuhan

atau bahkan membunuh bakteri. Cara kerja bahan antibakteri antara lain dengan

merusak dinding sel, merubah permeabilitas sel, merubah molekul protein dan

asam nukleat, menghambat kerja enzim, serta menghambat sintesis asam nukleat

dan protein (Kimia et al., 2016)

Pemakaian antibakteri yang berlebihan menyebabkan mikroba yang semula

sensitive terhadap antibiotik menjadi resisten.oleh karena itu, senyawa antibakteri

diperlukan untuk mengatasi bakteri resisten tersebut. Resistensi sel mikroba ialah

suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba oleh antimikroba. Sifat ini

dapat merupakan suatu mekanisme alamiah untuk bertahan hidup. Resistensi

dibagi dalam kelompok resistensi genetic, resistensi nongenetik, resistensi silang.

Mekanisme resistensi terhadap antimikroba antara lain: perubahan tempat kerja

(target site) obat pada mikroba; mikroba menurunkan permeabilitasnya hingga

obat sulit masuk kedalam sel; inaktivasi obat mikroba; mikroba membentuk jalan

pintas untuk menghindari tahap yang dihambat oleh antimikroba; dan

meningkatkan produksi enzim yang dihambat oleh antimikroba (Kimia et al.,

2016)

Uji potensi antibakteri bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu bahan

atau campuran baik dalam menghambat pertumbuhan maupun membunuhuh

bakteri tertentu. Salah satu metode pengujian tersebut dengan metode uji difusi.

Prinsip metode ini adalah pengukuran potensi antibakteri berdasarkan pengamatan

pada diameter zona hambat akibat bakteri berdifusinya bahan uji dari titik
pemberian bahan uji pada media difusi. Metode ini dapat dilakukan dengan teknik

sumuran yakni dengan menginokulasikan bakteri uji pada media padat, kemudian

dibuat sumuran dengan diameter tertentu agak tegak lurus terhadap permukaaan

media. Bahan yang akan diujikan dimasukkan kedalam sumuran. Potensi

antibakteri ditunjukan dan diukur berdasarkan zona jernih yang dihasilkan

disekitar sumuran.

II.8.2 Uji Fisikokimia

Uji fisikokimia sedian sabun cair meliputi :

1. Pengamatan organoleptik

Uji organoleptik yang dilakukan merupakan uji fisik dari sabun mandi

cair meliputi warna, bau, dan bentuk.

2. Uji pH

Dilakukan dengan meggunakan stik Ph universal yang dicelupkan

kedalan sampel. Setelah tercelup dengan ssempurna, Ph universal

tersebut dilihat perubahan warna dan dicocokan dengan standart Ph

universal.

3. Viskositas

Dilakukan viskositas bertujuan untuk menentikan nilai kekentalan suatu

zat. Semakin tinggi nilai viskositasnya maka semakin tinggi tingkat

kekentalan zat tersebut.

4. Homogenitas
Diamati apakah sediaan homogen yaitu tersebar meratanya bahan aktif

pada basis menggunakan gelas objek caranya : sejumlah tertentu sediaan

dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok,

sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat

adanya butiran kasar.

5. Tinggi busa

Untuk mengetahui tinggi busa sabun tersebut. Dilakukan dengan cara

pengocokan sampel.

II.9 Penelitian Relevan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh R. Suhartati, Dodi Arif

Roziqin pada tahun 2017 dengan judul “Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol

Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Terhadap Antibakteri

Streptococcus pyogenes” hasil penelitian menunjukan terdapat aktivitas

antibakteri yang bereda pada masing-masing konsentrasi ekstrak etanol kulit

buah naga merah, semaikin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka

semakin besar daya hambat antibakterinya. Konsentrasi 100% ekstrak etanol

kulit buah naga merah dapat membunuh 99.9% pertumbuhan bakteri

Streptococcus pyogenes.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Amalia, Sri

Wahdaningsih and Eka Kartika Untari pada tahun 2014 dengan judul “Uji

Aktivitas Antibakteri Fraksi n-Heksan kulit buah naga merah (Hylocereus

polyrhizus) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923” hasil


penelitian Fraksi n-heksan kulit buah naga merah memiliki aktivitas antibakteri

pada staphylococcus aureus ATCC 25923. Rata-rata diameter zona hambat

fraksi n-heksan kulit buah naga merah pada staphylococcus aureus ATCC 25923

dengan konsentrasi 20 dan 40 mg/mL yaitu 11,17±1,69 dan 12,80±1,11 mm.

II.10 Kerangka Konsep


Variabel Independent Variabel Dependent

Variasi konsentrasi Evaluasi sediaan sabun cair

ekstrak kulit buah ekstrak kulit buah naga(

naga(Hylocereus Hylocereus costaricensis)

costaricensis)
1. Uji organoleptis

F1 25% 2. Uji pH

3. Uji viskositas
F2 50%
4. Uji homogenitas
F3 75% 5. Uji kesukaan

6. Uji tinggi busa


F4 100%
7. Uji iritasi

8. Uji potensi antibakteri


Keterangan :

F1 : Formula 1

F2 : Formula 2

F3 : Formula 3

F4 : Formula 4

II.11 Hipotesa
Berdasarkan penelitian yang akan dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kulit

buah naga dapat dibuat sediaan sabun cair dan berefek sebagai antibakteri pada

konsentrasi berapakah.

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

III.1 Deskripsi Objek Penelitian

III.1.1 Objek Penelitian

Objek yang digunakan pada penelitian ini adalah ektrak kulit buah

naga yang akan di buat sediaan sabun cair. Sediaan yang di hasilkan akan di uji

Organoleptis ( warna, bentuk,bau), Viakositas, pH, Uji iritasi, Uji Kesukaan, Uji

bobot jenis, dan Uji tinggi busa.

III.1.2 Subjek Penelitian

Subjek yang di gunakan pada penelitian ini adalah kulit buah naga

merah diambil dari Jambe.

III.1.3 Tempat Penelitian

Dilakukan determinasi tumbuhan di Herbarium LIPI Cibinong Bogor

untuk memastikan bahwa simplisia yang di gunakan itu benar. Kemudian untuk

pembuatan ekstrak dengan cara maserasi dengan etanol 96% yang dilakukan di

Laboratorium Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang. Skrining

fitokimia dilakukan di Balitro Bogor. Dan membuat sediaan sabun cair di

Laboratorium Sekolat Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang.

III.1.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, di tahun ajaran2018, yaitu

antara bulan November sampai dengan bulan Desember 2018.

III.2 Alat dan Bahan


III.2.1 Alat Penelitian

Alat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah mortir, stamper,

batang pengaduk, kertas saring, peralatan gelas. (Pyrex®, IWAKI, Japan), cawan

penguap,cawan petri, timbangan digital (Adam PW 254,England), sudip, pH

meter (Ph- 888, BNQ), Pipet Tetes, kaca preparat, waterbath, viskometer

brookfield LV-DVE.

III.2.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah naga,

HPMC ( Hidroksipropil metilselulosa), KOH, asam stearat, gliserin, dan aquadest.

III.3 Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat.

Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah ekstrak kulit buah

naga merah dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% dalam formulasi

sediaan sabun cair.

2. Variabel Terkait

Variabel terikat adalah variabel yang di pengaruhi atau menjadi akibat

adanya variabel bebas. Variabel yang terikat dalam penelitian ini adalah

sifat fisik sediaan sabun cair yang berupa organoleptis, Ph, uji bobot,

viskositas, daya sebar, uji tinggi busa, uji Iritasi dan uji Kesukaan.

III.4 Prosedur Penelitian


III.4.1 Jenis Penelitian

Penelitien ini adalah penelitian secara eksperimental dimana peneliti

menggunakan kulit buah naga untuk diolah menjadi ekstrakkulit bush naga yang

digunakan untuk pembuatan sediaan sabun cair dan dipercaya bahwa

penggunaan ekstrak kulit buah naga memiliki senyawa antibakteri. Penelitian ini

akan dilakukan di Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang.

III.4.2 Prosedur Penelitian

1. Pengajuan judul

Langkah pertama yang dilakukan dalam pembuatan proposal

adalah pengajuan judul dengan melakukan bimbingan kepada

dosen pembimbing di Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah

Tangerang.

2. Studi literatur

Untuk mendukung penelitian ini peneliti mencari litertur dari

jurnal penelitian dan buku-buku yang mendukung penelitian.

3. Pembuatan proposal

Mengajukan proposal dan bimbingan proposal dengan judul

“ Pengmbangan Formulasi dan Evaluasi Sediaan Sabun Mandi

Cair Ekstrak Kulit Buah Naga Sebagai Antibakteri

staphylococcus aureus” kepada dosen pembimbing dan

melakukan pencarian studi literatur-literatur yang mendukung

penulisan ini.
4. Izin penelitian

Langkah yang kedua yang dilakukan dalam melakukan

penelitian ini adalah pengajuan izin penelitian yang akan

dilaksanakan di Laboratorium Sekolah Tinggi Farmasi

Muhammadiyah Tangerang.

III.5 Definisi Operasional

Tabel III.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi operasional Kategori Skala

1 Sabun cair Sabun cair merupakan Konsentrasi 25%, Rasio

objek yang diteliti 50%, 75%, 100%

2 Organoleptik Warna, bau, dan Pengamatan Ordinal

bentuk dari masing- terhadap sediaan

masing sabun

3 Viskositas Viskositas yang Cps Rasio

dihasilkan sabun

4 pH pH yang dihasilkan 8,18 – 8,97 Interval

sabun

5 Iritasi Efek setelah sabun Terjadi iritasi atau Ordinal

diaplikasikan tidak

6 Kesukaan Penilaian panelis Suka atau tidak Ordinal

terhadap sediaan

sabun
7 Uji bobot jenis Bobot yang dihasilkan Berat jenis sabun Interval

oleh sabun

8 Uji tinggi Busa Busa yang dihasilkan Tinngi busa Interval

sabun

III.6 Cara Kerja

1. Pengumpulan Bahan

Sampel diambil dari kebun buah naga yang berada di Jambe sebanyak 5kg.

kulit buah naga dipisahkan dari dagingnya secara manual menggunakan

tangan, kulit buah naga yang digunakan berwarna merah.

2. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan kebenaran tanaman

yang dipakai. Determinasi dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang

Botani Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-LIPI Cibinong, Jl.

Raya Jakarta-Bogor KM. 46 Cibinong Bogor, 16911-Jawa Barat.

3. Penyiapan Simplisia

Kulit buah naga segar dibersihkan dengan menggunakan air bersih yang

mengalir. Kemudian kulit buah naga dikering-anginkan. Kulit buah naga

yang sudah halus lalu disaring.

4. Pembuatan Ekstrak

Hasil penyaringan dari kulit buah naga dimasukkan ke dalam wadah.

Pengendapa dilakukan 1-2 hari agar pati dan air dari kulit buah naga
terpisah. Setelah dilakukan pengendapan pti dan air kult buah naga di

saring menggunakan kain saring agar pati dan air terpisah. Kemudin

endapan yang berupa pati tersebut dikeringkan didalam oven pada suhu

38°-43°C sampai benar-benar kering.


Abu, F. A. and Tandah, M. R. (2015) ‘Kulit (kutis) merupaka cenderung berisi

mikroorga’, 1(March), pp. 1–8.

Annisa, W. (2018) ‘Seribu Manfaat pada Kulit Buah Naga Merah ( Hylocereus

polyrhizus )’, (May), pp. 1–4.

Kimia, J. et al. (2016) ‘( Tectona grandis L . f .) SEBAGAI ANTIBAKTERI

TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli’.

Rosdiyawati, R. (2014) ‘Uji Efektifitas Antibakteri Sediaan Sabun Mandi Cair

Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Pontianak ( Citrus nobilis Lour . Var . microcarpa

) TERHADAP Staphylococcus aureus dan Escherichia coli’.

Sari, R. and Ferdinan, A. (no date) ‘Pengujian Aktivitas Antibakteri Sabun Cair

dari Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya Antibacterial Activity Assay of the Liquid

Soap from the Extract of Aloe vera Leaf Peel Abstrak’, 4(3), pp. 111–120.

Stabilitas, U. J. I. et al. (2013) ‘UJI STABILITAS PIGMEN DAN

ANTIOKSIDAN HASIL EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT

BUAH NAGA ( Hylocereus undatus )’.

Suhartati, R. and Roziqin, D. A. (2017) ‘Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada

Volume 17 Nomor 2 Agustus 2017’, 17.


Abu, F. A. and Tandah, M. R. (2015) ‘Kulit (kutis) merupaka cenderung berisi

mikroorga’, 1(March), pp. 1–8.

Annisa, W. (2018) ‘Seribu Manfaat pada Kulit Buah Naga Merah ( Hylocereus

polyrhizus )’, (May), pp. 1–4.

Kimia, J. et al. (2016) ‘( Tectona grandis L . f .) SEBAGAI ANTIBAKTERI

TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli’.

Rosdiyawati, R. (2014) ‘Uji Efektifitas Antibakteri Sediaan Sabun Mandi Cair

Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Pontianak ( Citrus nobilis Lour . Var . microcarpa

) TERHADAP Staphylococcus aureus dan Escherichia coli’.

Sari, R. and Ferdinan, A. (no date) ‘Pengujian Aktivitas Antibakteri Sabun Cair

dari Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya Antibacterial Activity Assay of the Liquid

Soap from the Extract of Aloe vera Leaf Peel Abstrak’, 4(3), pp. 111–120.

Stabilitas, U. J. I. et al. (2013) ‘UJI STABILITAS PIGMEN DAN


ANTIOKSIDAN HASIL EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT

BUAH NAGA ( Hylocereus undatus )’.

Suhartati, R. and Roziqin, D. A. (2017) ‘Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada

Volume 17 Nomor 2 Agustus 2017’, 17.

You might also like