You are on page 1of 18

Modul 2

Pelayanan prima, mungkinkah?

Pak Heru pergi berobat ke Puskesmas Sehati karena sakit gigi. Kebetulan hari itu adalah
hari jumat. Beliau memilih datang ke Puskesmas karena tempatnya paling dekat dibanding Klinik
dan Rumah Sakit, tetapi sangat disayangkan para petugas sebagian sudah tidak ada di tempat.
Mereka berseliweran kesana kemari, padahal waktu baru menunjukan 10.20 WIB, dan di tempat
pendaftaran pun tidak ada orang menunggunya. Selang beberapa menit datanglah seorang
perempuan petugas pendaftaran, dengan nada marah dan muka yang cemberut memarahi Pak Heru
karena datang terlambat karena hari jumat tutup jam 11.00, begitu juga di bagian pelayanan juga
memarahi dan memeriksa gigi Pak Heru dengan sembrono. Padahal masih ada waktu 40 menit
lagi menjelang jam 11.00.
Pelayanan di puskesmas tersebut sangat mengecewakan Pak Heru, sebelumnya Pak Heru
juga pernah membaca tentang kematian pasien di Puskesmas ataupun di Rumah sakit yang pada
akhirnya menyebabkan kematian. Seperti meninggalnya seorang pasien di sebuah rumah sakit
negeri setelah tiga hari di UGD tidak ditangani dengan serius karena obat habis, kasus kedua
meninggalnya pasien di sebuah rumah sakit swasta akibat kesalahan penyuntikan obat anestesi
dimana label obat dan isinya tidak sesuai. Pak Heru walaupun bukan petugas kesehatan tetapi dia
juga sangat mengerti dengan mutu pelayanan kesehatan yang sama dengan pelayanan publik
lainnya. Dalam kasus di atas dimensi mutu yang dilanggar Pukesmas dan rumah sakit adalah yang
kurang serta penerapan patient safety yang juga sangat kurang. Menurut Pak Heru Seharusnya ada
pedoman pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan dimensi mutu di Puskesmas dan rumah sakit.
Bagaimana anda menjelaskan kondisi di atas?

STEP 1 : TERMINOLOGI
1.UGD : Unit Gawat Darurat (UGD) adalah salah satu bagian di rumah sakit yang
menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat
mengancam kelangsungan hidupnya.Pelayanan UGD menangani pasien yang gawat
darurat,gawat tidak darurat, darurat tidak gawat dan tidak gawat tidak darurat.

2.Patient Safety : Patient Safety adalah suatu system yang membuat asuhan pasien lebih aman. PS
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
STEP 2 : RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sistem manajemen pelayanan kesehatan di puskesmas? Apa bedanya dengan
manajemen pelayanan di RS?

2.Bagaimanakah jam kerja di puskesmas pada hari jumat? Apakah berbeda dengan hari kerja
lainnya?

Hari Pelayanan : SENIN – KAMIS, Pendaftaran pukul 07.30-11.30 WIB


: JUMAT jam pndaftaran 07.30-10.30
: SABTU, pendaftatan pukul 07.30-11.00 WIB
UGD : BUKA 24 Jam

Pelayanan Poliklinik Rawat Jalan :


Poli Umum Dan Poli Gigi
* Setiap Hari Kerja : Senin – Sabtu
* Senin – Kamis : 08.00 – 12.00
* Jumat : 08.00 – 10.30
* Sabtu : 08.00 – 11.30
Poli Kesehatan Ibu Anak
* Senin dan Rabu : Pelayanan KB
* Selasa : Pelayanan Ibu Hamil
* Jumat : Imunisasi Bayi,
* Senin – Sabtu : MTBS
* Senin – Kamis : 08.00 – 12.00
* Jumat : 08.00 – 10.30
* Sabtu : 08.00 – 11.30
* Poli Gizi
Selasa Dan Kamis : Konsultasi Gizi
* Senin – Kamis : 08.00 – 12.00
* Jumat : 08.00 – 10.30
* Sabtu : 08.00 – 11.30
Pelayanan Instalasi Gawat Darurat dan Rawat Inap : 24 Jam

Tergantung jenis pelayanan, lokasi serta kebijakan setiap daerah.

3.Mengapa petugas puskesmas tidak melayani pasien dengan baik?


4.Apa saja kriteria pelayan kesehatan yang wajib ada di puskesmas?

Dalam menjalankan perannya sebagai penyedia pelayanan kesehatan Puskesmas didukung oleh
beberapa petugas yang mempunyai fungsi masing – masing antara lain :
1. Petugas Medis
Ø Dokter Umum : melakukan pelayanan medis di poli umum, puskel, pustu, posyandu.
Ø Dokter Gigi : melaksanakan pelayanan medis di poli gigi, puskel.
Ø Dokter Spesialis : khusus untuk puskesmas rawat inap juga ada kunjungan dokter spesialis
sebagai dokter konsultan, misalnya : dokter ahli anak, kandungan dan penyakit dalam.

2. Petugas Para Medis


Ø Bidan : pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA), pelaksana asuhan kebidanan.
Ø Perawat Umum : pendamping tugas dokter umum, pelaksana asuhan keperawatan umum.
Ø Perawat Gigi : pendamping tugas dokter gigi, pelaksana asuhan keperawatan gigi.
Ø Perawat Gizi : pelayanan penimbangan dan pelacakan masalah gizi masyarakat.
Ø Sanitarian : pelayanan kesehatan lingkungan pemukiman dan institusi lainnya.
Ø Sarjana Farmasi : pelayanan kesehatan obat dan perlengkapan kesehatan.
Ø Sarjana Kesehatan Masyrakat : pelayanan administrasi, penyuluhan, pencegahan dan
pelacakan masalah kesehatan masyarakat.

3. Petugas Non Medis


Ø Administrasi : pelayanan administrasi pencatatan dan pelaporan kegiatan puskesmas.
Ø Petugas Dapur : menyiapkan menu masakan dan makanan pasien puskesmas perawatan.
Ø Petugas Kebersihan : melakukan kegiatan kebersihan ruangan dan lingkungan puskesmas.
Ø Petugas Keamanan : menjaga keamanan pelayanan khususnya ruangan rawat inap.
Ø Sopir : mengantar, membantu seluruh kegiatan pelayanan puskel di luar gedung puskesmas.

Konsep Puskesmas
Menurut DepKes RI (2004), Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten
atau Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kesehatan.
a. Unit Pelaksana Teknis
Sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan kabupaten / kota (UPTD), Puskesmas berperan
menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas
kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak
pembangunan kesehatan di Indonesia.

b. Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh Bangsa Indonesia untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

c. Pertanggungjawaban Penyelenggaraan
Penanggung jawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah
kabupaten / kota adalah dinas kesehatan kabupaten / kota, sedangkan puskesmas bertanggung
jawab hanya untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan
kabupaten / kota sesuai dengan kemampuannya.

d. Wilayah Kerja
Secara Nasional standar wilayah kerja puskesmas adalah satu Kecamatan, tetapi apabila di satu
Kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar
puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-
masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggung jawab langsung kepada Dinas K
esehatan kabupaten/kota.

FUNGSI PUSKESMAS
Puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan ditingkat Kecamatan mempunyai 3 (tiga) fungsi,
yaitu :
a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas
sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di dilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta
mendukung pembangunan kesehatan. Di samping itu aktif memantau dan melaporkan dampak
kesehatan dari penyelenggaraan setiap pembangunan di wilayah kerjanya.
Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan
pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan.
b. Pusat pemberdayaan masyarakat
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan
masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri
sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan
kesehatan termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut menetap, menyelenggarakan dan
memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat
ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya social budaya
masyarakat setempat.

c. Pusat strata pelayanan kesehatan strata pertama


Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi
tanggung jawab puskesmas meliputi:
1. Pelayan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi dengan tujuan utama
menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan
kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk
puskesmas tertentu di tambahkan dengan rawat inap.
2. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik dengan tujuan utama
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara
lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi,
peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai
program kesehatan masyarakat lainnya.

PROGRAM POKOK PELAYANAN PUSKESMAS


Setiap Puskesmas mempunyai pelayanan didalam gedung atau diluar gedung, menurut jumlah
sasaran dan wilayah kerjanya. Sesuai status puskesmas, perawatan atau non perawatan, bisa
melaksanakan kegiatan pokok, maupun pengembangan, tergantung kemampuan sumber daya
manusia dan sumber daya material. Adapun 9 (sembilan) program pokok tersebut meliputi :
a. Program Promosi Kesehatan (Promkes) :
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM), Sosialisasi Program Kesehatan, Survey Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Penilaian Strata Posyandu
b. Program Pencegahan Penyakit Menular (P2M) :
Surveilens Terpadu Penyakit (STP), Pelacakan Kasus: TBC, Kusta, DBD, Malari, Flu Burung,
Infeksi Saluran Peranafasan Akut (ISPA), Diare, Infeksi Menular Seksual (IMS), Penyuluhan
Penyakit Menular.

c. Program Pengobatan :
Pengobatan Dalam Gedung : Poli Umum, Poli Gigi (Rawat Jalan), Apotek,, Unit Gawat Darurat
(UGD), Perawatan Penyakit (Rawat Inap), Pertolongan Persalinan (Kebidanan). Pengobatan Luar
Gedung : Rujukan Kasus, Pelayanan Puskesmas Keliling (Puskel).

d. Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) :


ANC (Antenatal Care), PNC (Post Natal Care), Pertolongan Persalinan, Rujukan Ibu Hamil
Risiko Tinggi, Pelayanan Neonatus, Kemitraan Dukun Bersalin, Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS).

e. Program Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana (KB) :


Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), Imunisasi Calon Pengantin (TT Catin), Pelayanan
KB Pasangan Usia Subur (PUS), Penyuluhan KB.

f. Program Upaya Peningkatan Gizi Masyrakat :


Penimbangan Bayi Balita, Pelacakan dan Perawatan Gizi Buruk, Stimulasi dan Deteksi Dini
Tumbuh Kembang Anak, Penyuluhan Gizi.

g. Program Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan :


Pengawasan Kesehatan Lingkungan : SPAL (saluran pembuangan air limbah), SAMI-JAGA
(sumber air minum-jamban keluarga), Pemeriksaan Sanitasi : TTU (tempat-tempat umum),
Institusi Perkantoran, Survey Jentik Nyamuk (SJN)

h. Program Pelayanan Kesehatan Komunitas :


Kesehatan Mata, Kesehatan Jiwa, Kesehatan Lansia, Kesehatan Olahraga, Perawatan Kesehatan
Masyarakat (Perkesmas), Upaya Kesehatan Sekolah (UKS).

i. Program Pencatatan dan Pelaporan :


Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) disebut juga Sistem Informasi dan
Manajemen Puskesmas (SIMPUS).

STRUKTUR ORGANISASI PUSKESMAS


Menurut keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 128/MenKes/RI/SK/II/2004,
struktur organisasi puskesmas tergantung dari kegiatan dan beban tugas masing-masing puskesmas.
Penyusunan struktur organisasi puskesmas di satu kabupaten / kota dilakukan oleh Dinas
Kesehatan kabupaten/kota, sedangkan penetapannya dilakukan dengan peraturan daerah. Sebagai
acuan dapat dipergunakan pola struktur organisasi puskesmas sebagai berikut :
a. Kepala puskesmas
b. Unit tata usaha yang bertanggung jawab membantu kepala puskesmas dalam
pengelolaan:
· Data dan informasi
· Perencanaan dan penilaian
· Keuangan
· Umum dan kepegawaian
c. Unit pelaksana teknis fungsional puskesmas
Upaya kesehatan masyarakat, termasuk pembinaan terhadap UKBM, dan Upaya
kesehatan perorangan.
d. Jaringan pelayanan puskesmas
Unit puskesmas pembantu, Unit puskesmas keliling, dan Unit bidan di desa/komunitas.

Model Sistem Puskesmas menggunakan pendekatan komponen Input, Proses dan Output atau
biasa disingkat IPO kegiatan Program Puskesmas.

Komponen Input

Komponen Input mencakup semua sumber daya (resources), sarana dan prasarana yang akan
digunakan dalam proses pelayanan (transformation) kesehatan di Puskesmas yaitu terdiri dari
6M+Time penjelasannya adalah
Man yaitu Petugas (medis/paramedis dan non medis/paramedis). Di Puskesmas petugas tersebut
adalah Dokter Umum, Dokter Gigi, Apoteker/Assisten Apoteker, Epidemiolog Kesehatan,
Nutritionist, beberapa Perawat, beberapa bidan, Sanitarian, Laboran dan petugas kesehatan lainnya.
Money yaitu Sumber-sumber pembiayaan kesehatan diantaranya APBD kabupaten/kota, APBD
Propinsi, APBN dan beberapa sumber dana lainnya
Material yaitu Bahan dan obat serta persediaan lainnya
Metode yaitu Prosedur kerja atau Standar Operasional Prosedur (SOP) layanan kesehatan medik
maupun masyarakat
Markets yaitu Masyarakat, kelompok masyarakat, keluarga dan induvidu , serta penderita dalam
Standar Pelayanan minimal Kesehatan sasaran Populasi diiwlayah kerja Puskesmas.
Machine yaitu Perlengkapan dan peralatan kesehatan Puskesmas termasuk sarana kendaraan
bermotor roda dua dan empat.
Time yaitu jadwal kegiatan/layanan kesehatan di Puskesmas yang dibagi dalam jadwal harian,
mingguan, bulanan, tribulan, smester dan tahunan.

Komponen Proses
Komponen Proses mencakup penggunaan sumber daya (6M+Time) yang dilakukan untuk
menghasilkan mutu pelayanan puskesmas, terdiri dari :
Proses kinerja petugas medis/paramedis dan non medis/paramedis
Proses penggunaan Bahan dan obat serta penyediaan lainnya
Proses penggunaan prosedur kerja/layanan kesehatan masyarakat atau Standar Operasional
Prosedur (SOP) layanan kesehatan medik maupun masyarakat
Proses pencapaian layanan penderita dan pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat atau
Standar Pelayanan Minimal Kesehatan (SPM-Kesehatan) sasaran Populasi diiwlayah kerja
Puskesmas.
Proses penggunaan perlengkapan dan peralatan kesehatan
Proses pendapatan dan penggunaan anggaran (penganggaran)
Proses pemanfaatan waktu atau waktu yang dibutuhkan dalam setiap penggunan sumber daya
Puskesmas.

Ketujuh komponen proses sumber daya dengan proses putaran waktu yang menggerakan sumber
daya diperlihatkan pada gambar (2) dibawah ini.

Gambar 2
Sistem, Sub Sistem Pelayanan dan
Supra Sistem Puskesmas

Komponen Output
Komponen Output mencakup hasil pelayanan atau hasil kegiatan yang dapat berupa cakupan
pelayanan, pengadaan barang dan jasa yaitu kualitas (mutu) pelayanan Kesehatan dasar oleh
Puskesmas, baik yang bersifat preventif- Promosi sebagai pelayanan kesehatan masyarakat
maupun bersidaf kuratif- rehabilitatif sebagai pelayanan medik dasar.

5.Bagaimanakah manajemen mutu dan pelayanan yang seharusnya dilakukan di puskesmas?


6.Bagaimana aspek hukum tentang kematian pasien di puskesmas maupun di rumah sakit?

Tanggung jawab hukum keselamatan pasien diatur dalam Pasal 58 UU Kesehatan No. 36
tahun 2009:
1. Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya.
2. Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan
yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat.
Tanggung jawab hukum rumah sakit terkait keselamatan pasien diatur dalam:
Pasal 46 UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009
• Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas
kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di rumah sakit

Pasal 45 UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009


1. Rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya
menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya
penjelasan medis yang komprehensif.
2. Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan
nyawa manusia.

Elemen-elemen untuk mencegah medical errors tersebut, adalah:


1. Mengubah budaya organisasi ke arah budaya yang berorientasi kepada keselamatan pasien.
Perubahan ini terutama ditujukan kepada seluruh sistem sumber daya manusia dari sejak
perekrutan (kredensial), supervisi dan disiplin. Rasa malu dalam melaporkan suatu kesalahan dan
kebiasaan menghukum “pelakunya” harus dikikis habis agar staf rumah sakit dengan sukarela
melaporkan kesalahan kepada manajemen dan atau komite medis, sehingga pada akhirnya dapat
diambil langkah-langkah pencegahan kejadian serupa di kemudian hari.
2. Melibatkan pimpinan kunci di dalam program keselamatan pasien, dalam hal ini manajemen
dan komite medik. Komitmen pimpinan dibutuhkan dalam menjalankan program-program
manajemen risiko, termasuk ronde rutin bersama ke unit-unit klinik.
3. Mendidik para profesional di rumah sakit di bidang pemahamannya tentang keselamatan pasien
dan bagaimana mengidentifikasi errors, serta upaya-upaya meningkatkan keselamatan pasien.
4. Mendirikan Komisi Keselamatan Pasien di rumah sakit yang beranggotakan staf interdisiplin
dan bertugas mengevaluasi laporan-laporan yang masuk, mengidentifikasi petunjuk adanya
kesalahan, mengidentifikasi dan mengembangkan langkah koreksinya.
5. Mengembangkan dan mengadopsi Protokol dan Prosedur yang aman.
6. Memantau dengan hati-hati penggunaan alat-alat medis agar tidak menimbulkan kesalahan
baru.

7.Bagaimana proses pelayanan pasien di UGD?


8.Apa yang disebut dengan malpraktek atau kesalahan dokter? Apa saja yang di golongkan
malpraktek?

Menurut buku Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter yang Diduga Melakukan
Medikal Malpraktek (Dr. H. Syahrul Machmud, S.H., M.H.) (hal. 23-24):

“Malpraktek adalah, setiap sikap tindak yang salah, kekurangan keterampilan dalam ukuran
tingkat yang tidak wajar. Istilah ini umumnya dipergunakan terhadap sikap tindak dari para
dokter, pengacara dan akuntan. Kegagalan untuk memberikan pelayanan profesional dan
melakukan pada ukuran tingkat keterampilan dan kepandaian yang wajar di dalam
masyarakatnya oleh teman sejawat rata-rata dari profesi itu, sehingga mengakibatkan luka,
kehilangan atau kerugian pada penerima pelayanan tersebut yang cenderung menaruh
kepercayaan terhadap mereka itu. Termasuk di dalamnya setiap sikap tindak profesional yang
salah, kekurangan keterampilan yang tidak wajar atau kurang kehati-hatian atau kewajiban
hukum, praktek buruk atau ilegal atau sikap immoral.”

Pada peraturan perundang-undangan Indonesia yang sekarang berlaku tidak ditemukan pengertian
mengenai malpraktik. Akan tetapi makna atau pengertian malpraktik justru didapati dalam Pasal
11 ayat (1) huruf b UU No. 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan (“UU Tenaga
Kesehatan”) yang telah dinyatakan dihapus oleh UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Oleh karena itu secara perundang-undangan, menurut Dr. H. Syahrul Machmud, S.H., M.H.,
ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan dapat dijadikan acuan makna malpraktik
yang mengidentifikasikan malpraktik dengan melalaikan kewajiban, berarti tidak melakukan
sesuatu yang seharusnya dilakukan.

Pasal 11 ayat (1) huruf b UU Tenaga Kesehatan:


(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan di dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana dan Peraturan-peraturan perundang-undangan lain, maka terhadap tenaga kesehatan
dapat dilakukan tindakan-tindakan administratip dalam hal sebagai berikut:
a. melalaikan kewajiban;
b. melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang
tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah
sebagai tenaga kesehatan;
c. mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan;
d. melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang ini.

Secara garis besar malprakltek dibagi dalam dua golongan besar yaitu mal praktik medik
(medical malpractice) yang biasanya juga meliputi malpraktik etik (etichal malpractice) dan
malpraktek yuridik (yuridical malpractice). Sedangkan malpraktik yurudik dibagi menjadi tiga
yaitu malpraktik perdata (civil malpractice), malpraktik pidana (criminal malpractice) dan
malpraktek administrasi Negara (administrative malpractice).
1. Malpraktik Medik (medical malpractice)
John.D.Blum merumuskan: Medical malpractice is a form of professional negligence in whice
miserable injury occurs to a plaintiff patient as the direct result of an act or omission by defendant
practitioner. (malpraktik medik merupakan bentuk kelalaian professional yang menyebabkan
terjadinya luka berat pada pasien / penggugat sebagai akibat langsung dari perbuatan ataupun
pembiaran oleh dokter/terguguat).
Sedangkan rumusan yang berlaku di dunia kedokteran adalah Professional misconduct or lack of
ordinary skill in the performance of professional act, a practitioner is liable for demage or injuries
caused by malpractice. (Malpraktek adalah perbuatan yang tidak benar dari suatu profesi atau
kurangnya kemampuan dasar dalam melaksanakan pekerjaan. Seorang dokter bertanggung jawab
atas terjadinya kerugian atau luka yang disebabkan karena malpraktik), sedangkan junus hanafiah
merumuskan malpraktik medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat
keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang
yang terluka menurut lingkungan yang sama.
2. Malpraktik Etik (ethical malpractice)
Malpraktik etik adalah tindakan dokter yang bertentangan dengan etika kedokteran, sebagaimana
yang diatur dalam kode etik kedokteran Indonesia yang merupakan seperangkat standar etika,
prinsip, aturan, norma yang berlaku untuk dokter.
3. Malpraktik Yuridis (juridical malpractice)
Malpraktik yuridik adalah pelanggaran ataupun kelalaian dalam pelaksanaan profesi kedokteran
yang melanggar ketentuan hukum positif yang berlaku.
Malpraktik Yuridik meliputi:
a. Malpraktik Perdata (Civil Malpractice)
Malpraktik perdata terjadi jika dokter tidak melakukan kewajiban (ingkar janji) yaitu tidak
memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati. Tindakan dokter yang dapat
dikatagorikan sebagai melpraktik perdata antara lain :
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan
b. Melakukan apa yang disepakati dilakukan tapi tidak sempurna
c. Melakukan apa yang disepakati tetapi terlambat
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatan tidak seharusnya dilakukan

b. Malpraktik Pidana (criminal malpractice)


Malpraktik pidana terjadi, jika perbuatan yang dilakukan maupun tidak dilakukan memenuhi
rumusan undang-undang hukum pidana. Perbuatan tersebut dapat berupa perbuatan positif
(melakukan sesuatu) maupun negative (tidak melakukan sesuatu) yang merupakan perbuatan
tercela (actus reus), dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) berupa kesengajaan atau
kelalauian. Contoh malpraktik pidana dengan sengaja adalah :
a. Melakukan aborsi tanpa tindakan medik
b. Mengungkapkan rahasia kedokteran dengan sengaja
c. Tidak memberikan pertolongan kepada seseorang yang dalam keadaan darurat
d. Membuat surat keterangan dokter yang isinya tidak benar
e. Membuat visum et repertum tidak benar
f. Memberikan keterangan yang tidak benar di pengadilan dalan kapasitasnya sebagai ahli
Contoh malpraktik pidana karena kelalaian:
a. Kurang hati-hati sehingga menyebabkan gunting tertinggal diperut
b. Kurang hati-hati sehingga menyebabkan pasien luka berat atau meninggal

c. Malpraktik Administrasi Negara (administrative malpractice)


Malpraktik administrasi terjadi jika dokter menjalankan profesinya tidak mengindahkan
ketentuan-ketentuan hukum administrasi Negara. Misalnya:
a. Menjalankan praktik kedokteran tanpa ijin
b. Menjalankan praktik kedokteran tidak sesuai dengan kewenangannya
c. Melakukan praktik kedokteran dengan ijin yang sudah kadalwarsa.
d. Tidak membuat rekam medik.

9.Bagaimana aspek hukum terhadap kesalahan yang dilakukan oleh pelayan kesehatan?
10.Bagaimana penerapan patient safety yang benar?
PENGERTIAN PATIENT SAFETY
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien di rumah
sakit menjadi lebih aman.

Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

TUJUAN PATIENT SAFETY


Tujuan “Patient safety” adalah
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp pasien dan masyarakat;
3. Menurunnya KTD di RS
4. Terlaksananya program-program pencegahan shg tidak terjadi pengulangan KTD.

LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PATIENT SAFETY


Pelaksanaan “Patient safety” meliputi
1. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for Patient Safety, 2
May 2007), yaitu:
1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names)
2) Pastikan identifikasi pasien
3) Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
4) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
5) Kendalikan cairan elektrolit pekat
6) Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
7) Hindari salah kateter dan salah sambung slang
8) Gunakan alat injeksi sekali pakai
9) Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.
2. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang
dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun
2002),yaitu:
1. Hak pasien
Standarnya adalah
Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana & hasil
pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
Kriterianya adalah
1) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
2) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
3) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan
benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur
untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD
2. Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah
RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam
asuhan pasien.
Kriterianya adalah:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dgn keterlibatan pasien adalah
partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada system dan mekanisme mendidik
pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.Dengan
pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
1) Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur
2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti
4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah
RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit
pelayanan.
Kriterianya adalah:
1) koordinasi pelayanan secara menyeluruh
2) koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
3) koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
4) komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah
RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada, memonitor & mengevaluasi
kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan
untuk meningkatkan kinerja serta KP.
Kriterianya adalah
1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai
dengan ”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah
1) Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan “7 Langkah Menuju
KP RS ”.
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP & program
mengurangi KTD.
3) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan
dengan pengambilan keputusan tentang KP
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur, mengkaji, &
meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
5) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam meningkatkan kinerja RS &
KP.
Kriterianya adalah
1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan
insiden,
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi
4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan
jelas untuk keperluan analisis.
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden,
6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola
pelayanan
8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standarnya adalah
1) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup
keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
2) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan &
memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriterianya adalah
1) memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien
2) mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan
memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
3) menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung
pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Standarnya adalah
1) RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk memenuhi
kebutuhan informasi internal & eksternal.
2) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat.
Kriterianya adalah
1) disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada

LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PELAKSANAAN PATIENT SAFETY ADALAH


a. Di Rumah Sakit
1. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan susunan
organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter gigi, perawat, tenaga
kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya.
2. Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal
tentang insiden
3. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS) secara rahasia
4. Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan tujuh
langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
5. Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan hasil dari
analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang baru dikembangkan.
b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota
1. Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah sakit di wilayahnya
2. Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan anggaran terkait
dengan program keselamatan pasien rumah sakit.
3. Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit
c. Di Pusat
1. Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia
2. Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
3. Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas Kesehatan
Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit pendidikan dengan jejaring pendidikan.
4. Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatanpasien.
11.Apakah Indonesia memiliki pedoman pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan dimensi
mutu di puskesmas dan RS? Kalau ada, bagaimana pedoman pelayan kesehatannya?

You might also like